Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah, Jangan Sampai Terlewat Ya!



Jakarta

Zakat fitrah merupakan zakat yang wajib dilakukan oleh setiap muslim sebanyak satu tahun sekali. Dalam pelaksanaannya, ada waktu mengeluarkan zakat fitrah yang dianjurkan.

Mengutip Fikih Madrasah Tsanawiyah oleh Zainal Muttaqin dan Amir Abyan, pelaksanaannya sesuai dengan waktu membayar zakat fitrah yakni, sejak awal bulan Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri sebelum pelaksanaan salat Id. Hal ini disandarkan pada riwayat hadits yang berbunyi,

زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ


Artinya: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang miskin. Siapa yang membagikan zakat fitrah sebelum salat Id maka zakatnya itu diterima dan siapa yang membagikan zakat fitrah setelah salat Id maka itu termasuk sedekah biasa.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Sejatinya, waktu yang diutamakan untuk menunaikan zakat fitrah yaitu, setelah salat subuh pada 1 Syawal sebelum salat Idul Fitri. Sementara waktu yang diwajibkan menunaikan zakat fitrah yakni semenjak terbenam matahari malam Idul Fitri.

Hal ini dikuatkan dalam penjelasan dari buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq bahwa para ulama fikih sepakat bahwa zakat fitrah diwajibkan pada akhir bulan Ramadan. Namun, terdapat beberapa perbedaan pendapat di antara mereka mengenai batasan waktu wajib itu.

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah Menurut Mazhab

Mengutip laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Yogyakarta, menurut jumhur ulama selain Hanafiyah, waktu utama mengeluarkan zakat fitrah yakni saat menyaksikan matahari terbenam di hari terakhir Ramadan. Sedangkan menurut Hanafiyah, zakat fitrah ini wajib dikeluarkan ketika menyaksikan terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal.

Untuk waktu mulai dan akhir pembayaran zakat fitrah, para ulama mazhab juga berbeda pendapat.

1. Hanafi

Tidak ada batas awal dan batas akhir. Boleh dibayarkan sebelum hari raya (1 Syawal), bahkan sebelum masuk Ramadan. Namun, muslim tetap harus membayar zakat fitrah ini meski terlambat sampai lewat tanggal 1 Syawal.

2. Maliki

Sejak dua hari sebelum hari raya sampai paling lambat waktu terbenamnya matahari pada 1 Syawal.

Namun, jika sampai lewat batas akhir belum mengeluarkan zakatnya, ia tetap berkewajiban membayarnya. Dengan catatan, jika ia mampu (karena telah memenuhi syarat wajib) tapi mengakhirkannya sampai lewat hari raya, maka ia berdosa.

3. Syafi’i

Sejak hari pertama Ramadan sampai tenggelamnya matahari 1 Syawal. Namun utamanya adalah sebelum salat Id.

Lebih dari itu, jika memang ia mampu dan tidak ada uzur maka ia berdosa dan tetap harus membayar.

4. Hambali

Awal pembayaran zakat fitrah sama dengan mazhab Maliki, yaitu dua hari sebelum hari Id. Sedangkan waktu terakhirnya sama dengan pendapat Syafi’i, yaitu hingga terbenamnya matahari 1 Syawal.

Sementara, menurut Tsauri, Ahmad, Ishaq, Syafi’i dalam pendapatnya versi baru (Qaulul Jadid) serta menurut satu riwayat dari Malik, bahwa waktu wajib untuk mengeluarkan zakat dimulai ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya. Sebab, waktu tersebut merupakan waktu berakhirnya puasa Ramadan.

Namun, menurut Abu Hanifah, Laits, Syafi’i dalam versi lama pendapat serta menurut satu riwayat dari Malik, bahwa waktu mengeluarkan zakat fitrah wajibnya adalah ketika terlihatnya terbit fajar pada hari raya.

Perbedaan pendapat ini berpengaruh terkait bayi yang dilahirkan sebelum terbit fajar pada hari raya dan bayi yang dilahirkan sesudah terbenamnya matahari, apakah dia juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah atau tidak.

Menurut pendapat pertama, hal ini tidak diwajibkan, karena bayi dilahirkan setelah waktu yang diwajibkan. Sedangkan menurut pendapat kedua, diwajibkan mengeluarkan zakat karena dia lahir sebelum waktu diwajibkan.

Dikutip melalui buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan karya Piss KTB yang mengumpulkan berbagai dalil menyebutkan bahwa kesimpulan waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah itu ada lima, antara lain:

1. Waktu jawaz (awal bulan Ramadan)

2. Waktu wajib (terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadan, bukan ketika masuk di hari lebaran)

3. Waktu fadilah/ utama/ afdol (mengeluarkan sebelum berangkat melaksanakan salat Id)

4. Waktu makruh (mengeluarkan fitrah setelah melaksanakan salat Id)

5. Waktu hurmah/ haram (mengeluarkan zakat fitrah setelah hari lebaran)

Mengenai hal ini, ada hadits yang pernah menjelaskan tentang waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah. Berikut bunyi haditsnya.

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ عَمْرِو بْنِ مُسْلِمٍ أَبُو عَمْرٍو الْحَذَّاءُ الْمَدَنِيُّ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَافِعٍ الصَّائِغُ عَنْ ابْنِ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ بِإِخْرَاجِ الزَّكَاةِ قَبْلَ الْغُدُوِّ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ وَهُوَ الَّذِي يَسْتَحِبُّهُ أَهْلُ الْعِلْمِ أَنْ يُخْرِجَ الرَّجُلُ صَدَقَةَ الْفِطْرِ قَبْلَ الْغُدُوِّ إِلَى الصَّلَاةِ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Muslim bin Amru bin Muslim Abu Amru Al Khaddza’ Al Madani), yang telah menceritakan kepadaku (Abdullah bin Nafi’ As Sha`igh) dari (Ibnu Abu Zannad) dari (Musa bin Uqbah) dari (Nafi’) dari (Ibnu Umar) bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum berangkat (ke tempat salat) pada hari raya Idul fitri. Abu ‘Isa berkata, ini merupakan hadits hasan shahih gharib, atas dasar ini para ulama lebih menganjurkan untuk membayar zakat fitrah sebelum berangkat salat.” (HR Tirmidzi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Berkewajiban Menunaikan Zakat Fitrah, Siapa Saja?



Yogyakarta

Zakat fitrah adalah ibadah wajib bagi setiap umat muslim yang dikeluarkan sejak tanggal 1 Ramadan hingga 1 Syawal sebelum sholat Idul Fitri.

Disebutkan dalam Buku Pintar Agama Islam karya Abu Aunillah Al-Baijury, zakat fitrah wajib ditunaikan oleh setiap umat Islam, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, budak, maupun orang yang merdeka dengan ukuran kira-kira dua setengah kilogram bahan makanan pokok.

Kewajiban menunaikan zakat fitrah juga didasarkan pada salah satu riwayat hadits berikut:


فَمَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

Artinya: Dari Ibnu Umar r.a. berkata, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah, satu gantang kurma atau satu gantang sya’ir atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa. Rasulullah SAW memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum orang akan pergi melakukan shalat Idul Fitri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam artikel ini, akan dijelaskan lebih lanjut kriteria orang yang berkewajiban menunaikan zakat fitrah.

Orang yang Wajib Menunaikan Zakat Fitrah

Orang yang wajib menunaikan zakat fitrah disebut sebagai muzakki. Adapun orang yang termasuk muzakki sebagaimana disebutkan dalam buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas V karya Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, di antaranya sebagai berikut:

1. Semua Orang yang Beragama Islam

Semua orang yang beragama Islam wajib mengeluarkan zakat untuk diri sendiri. Baik orang yang masih muda ataupun sudah tua, laki-laki maupun perempuan wajib mengeluarkan zakat fitrah.

2. Kepala Rumah Tangga

Kepala rumah tangga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang berada di bawah tanggungannya. Misalnya untuk istri, anak, dan pembantu di rumahnya.

3. Orang yang Hidup Saat Matahari Terbit di Hari Raya Idul Fitri

Orang yang hidup saat matahari terbit pada hari raya Idul Fitri wajib menunaikan zakat fitrah. Orang yang baru lahir ataupun sakaratul maut di hari tersebut juga memiliki kewajiban yang sama untuk mengeluarkan zakat.

4. Orang yang Mampu Menafkahi Dirinya dan Keluarganya

Orang yang mampu menafkahi dirinya dan keluarganya wajib menunaikan zakat fitrah. Wajib zakat juga dikenakan pada orang-orang yang tidak berada dalam tanggungan orang lain. Bagi orang yang tidak memiliki kelebihan harta, maka tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah, justru sebaliknya ia berhak menjadi penerima.

Syarat Wajib Zakat Fitrah

Orang yang wajib menunaikan zakat dan dibayarkan zakatnya harus memenuhi syawat wajib zakat fitrah. Apabila salah satu syarat wajib tidak terpenuhi, kewajiban untuk menunaikan zakat masih belum ada.

Adapun syarat wajib zakat fitrah berdasarkan buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat karya Ahmad Sarwat, yaitu sebagai berikut.

1. Beragama Islam

Orang yang menunaikan zakat fitrah harus beragama Islam sebab zakat termasuk bagian dari rukun Islam. Para jumhur ulama menyepakati bahwa orang yang sejak lahir tidak memeluk agama Islam tidak wajib untuk berzakat, kecuali setelah dirinya masuk Islam.

Sementara itu, para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai kewajiban zakat bagi orang murtad atau keluar dari agama Islam.

Menurut mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabila menyatakan bahwa selama masa waktu seseorang pernah menjadi kafir, kemudian kembali lagi masuk Islam, maka ia tetap wajib membayar zakat selama masa kafirnya tersebut. kemurtadan yang bersifat sementara tidak menggugurkan kewajiban untuk membayar zakat.

Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah menyatakan sebaliknya, bahwa selama masa menjadi orang kafir, seseorang yang seharusnya wajib berzakat menjadi tidak wajib.

2. Berakal

Perlu dipahami bahwa syarat wajib zakat fitrah harus orang berakal tidak menjadi syarat yang diharuskan para jumhur ulama. Hanya mazhab Hanafi yang mensyaratkan orang berakal wajib mengeluarkan zakat.

Menurut jumhur ulama, seorang muslim kaya yang gila tetap wajib membayar zakat. Waras atau berakal bukanlah syarat wajib zakat dalam pandangan jumhur ulama.

Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang yang wajib berzakat hanya orang yang akalnya waras. Orang yang gila tidak wajib mengeluarkan zakat meskipun dirinya memiliki harta yang wajib dizakatkan.

3. Baligh

Syarat wajib zakat harus berusia baligh merupakan syarat yang ditetapkan oleh mazhab Al-Hanafiyah. Jika ada seorang anak kecil yang belum baligh, tetapi termasuk pemilik harta, maka tidak ada kewajiban atasnya untuk mengeluarkan zakat. Padangan ini didasarkan oleh pemahaman bahwa anak yang belum baligh bukan termasuk mukallaf.

Jumhur ulama tetap mewajibkan anak yang belum baligh untuk mengeluarkan zakat jika ia termasuk pemilik harta yang memenuhi kriteria wajib zakat.

4. Merdeka

Seluruh ulama sepakat bahwa seorang budak tidak wajib membayar zakat karena hakikatnya mereka tidak punya hak kepemilikan atas harta. Mengutip dari buku Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1 karya Ibnu Rusyd, orang yang wajib menunaikan zakat untuk budak adalah tuannya.

Berdasarkan kesepakatan ulama, apabila seorang budak telah dimerdekakan tetapi kewajiban zakat fitrahnya tidak dibayar oleh tuannya, maka budak tersebut tetap tidak memiliki kewajiban untuk menzakati dirinya.

5. Pemilik Harta

Hanya bagi mereka pemilik harta yang diwajibkan untuk berzakat. Sedangkan bagi orang yang tidak memiliki harta, tentu tidak ada kewajiban atas mereka untuk berzakat.

Itulah penjelasan mengenai kriteria orang yang berhak menunaikan zakat fitrah. Bagi detikers yang termasuk di dalam kriteria tersebut, jangan lupa untuk membayar zakat, ya! Bisa juga menghitung zakat penghasilan di Kalkulator Zakat detikHikmah INI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Keluarga dan Orang yang Diwakilkan



Yogyakarta

Menunaikan zakat termasuk salah satu dari lima rukun Islam. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan saat berakhirnya puasa Ramadan bagi setiap umat muslim, baik laki-laki atau perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, budak ataupun orang yang merdeka.

Disebutkan dalam buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq, zakat fitrah telah disyariatkan sejak bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah untuk mensucikan diri bagi orang yang berpuasa. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ


Artinya: “Dari Ibnu Abbas ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang berpuasa dari ucapan yang jelek (yang sia-sia) dan memberi makan bagi orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat Idul Fitri maka zakat itu diterima dan barangsiapa membayarnya sesudah sholat maka zakat itu dianggap sebagai sedekah biasa.” (HR Ibnu Majah).

Seperti ibadah lainnya, saat menunaikan zakat fitrah tentu harus diawali dengan niat. Mengutip dari buku Menggapai Surga dengan Doa karya Achmad Munib, berikut ini lafal niat zakat fitrah yang bisa diamalkan.

Niat Zakat Fitrah

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-Laki

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an waladi (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.”

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala.”

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِئْتِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an binti (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala.”

5. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ تَلْزَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘anni wa ‘an jami’i ma talzamuni nafawatuhum fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah utnuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala.”

6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’ala.”

Doa Saat Mengeluarkan atau Menerima Zakat Fitrah

Adapun doa saat menerima atau mengeluarkan zakat fitrah seperti yang terdapat dalam buku Panduan Lengkap Ibadah karya Muhammad Al-Baqir, yaitu sebagai berikut.

1. Doa Saat Mengeluarkan Zakat Fitrah

اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا

Latin: Allahummaj-‘alha maghnaman wa la taj’alha maghraman.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah (zakatku) ini sebagai keberuntungan bagiku (untuk dunia dan akhiratku) dan janganlah Engkau menjadikannya sebagai denda (yang menimbulkan kegundahan di hatiku).”

2. Doa Saat Menerima Zakat Fitrah

أَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَ جَعَلَهُ لَكَ طَهُورًا وَ بَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ

Latin: Ajarakallahu fi ma a’thait. Wa ja’alahu laka thahuran. Wa baraka laka fi ma abqait.

Artinya: “Semoga Allah memberimu ganjaran atas pemberianmu. Dan menjadikannya sarana penyucian bagimu. Serta memberimu keberkahan dalam harta yang masih ada padamu.”

Itulah bacaan niat dan doa zakat fitrah yang dapat diamalkan untuk diri sendiri, keluarga, dan orang yang diwakilkannya. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Tujuan Mengeluarkan Zakat Fitrah hingga Dasar Hukumnya



Jakarta

Ada sejumlah tujuan mengeluarkan zakat fitrah dalam Islam. Salah satu hadits yang meriwayatkan mengenai perihal ini adalah hadits yang diceritakan melalui Ibnu Abbas RA.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

Artinya: Dari Ibnu Abbas RA mengatakan, “Rasulullah SAW telah memerintahkan zakat fitrah sebagai ajang menyucikan bagi orang yang berpuasa dari omong kosong dan kata-kata kotor, serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum salat (Idulfitri), maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah salat Id, maka itu dianggap sebagai sedekah (biasa).” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)


Dari hadits Rasulullah SAW di atas, dikutip dari Buku Fiqih Kontroversi Jilid 2 karya H.M. Anshary dijelaskan bahwa tersurat dua tujuan penting dari kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrah. Berikut penjelasannya.

Tujuan Mengeluarkan Zakat Fitrah

1. Menyucikan Orang yang Berpuasa

Maksud dari tujuan ini adalah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia yang dilakukan selama bulan Ramadan. Perbuatan sia-sia ini seperti dosa akibat berkata kotor dan tiada artinya, menggunjing, mencaci maki, dan lain sebagainya.

Tujuan ini juga berarti menyucikan orang yang berpuasa dari dosa karena berbuat rafats, yaitu suatu tindakan dalam bentuk bercumbu rayu antara suami-istri yang menyebabkan timbulnya nafsu birahi. Akan tetapi menurut pendapat ulama Dr. Yusuf Qardawi, yang dimaksud dengan rafats adalah kejahatan dalam bidang pembicaraan.

Dalam konteks ini, keberadaan zakat fitrah adalah berfungsi sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang terjadi ketika kita sedang berpuasa Ramadan akibat berkata sia-sia (lagha) dan berbuat rafats.

2. Memberi Makan Fakir Miskin

Maksud dari tujuan mengeluarkan zakat fitrah yang kedua ini agar kaum fakir miskin dapat bersiap dalam menghadapi Idulfitri dan mereka dapat merasakan bahagianya merayakan hari Idulfitri yang dijanjikan oleh Allah SWT sebagai hari kemenangan.

Hal ini sebagai ganjaran dimana setiap muslim yang berhasil menjalankan ibadah puasanya dengan penuh iman dan mengharap keridaan Allah SWT. Mereka akan mendapat lencana predikat muttaqiin sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 184 yakni tujuan puasa adalah untuk memproduk seorang muslim yang muttaqin.

Itulah dua tujuan mengeluarkan zakat fitrah dari beberapa tujuan serta manfaat yang ada. Selanjutnya, sebagai pengayaan pemahaman, kita akan sedikit membahas mengenai dasar hukum kewajiban zakat fitrah.

Dasar Hukum Zakat Fitrah

Dasar hukum untuk kewajiban zakat fitrah ini terdapat dalam sebuah hadits yang disampaikan melalui Ibnu Umar Radhiyallahu anhu yaitu,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah menggunakan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun perempuan, anak kecil ataupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan salat Id.” (HR Bukhari)

Zakat fitrah ini juga dapat ditunaikan dalam bentuk beras sebanyak 2,5 kg beras atau 3,5 liter per jiwa kepada badan amil zakat di lingkungan sekitar masing-masing kita bertinggal. Zakat fitrah tentunya dapat ditunaikan dalam bentuk uang yang disesuaikan dengan harga bahan-bahan pokok saat ini.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah Lengkap Disertai Ketentuan Mengeluarkannya



Jakarta

Niat zakat fitrah penting diketahui oleh kaum muslimin. Sebab, zakat fitrah wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan bagi setiap orang yang beragama Islam.

Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Adapun, zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan usai berakhirnya puasa Ramadan, ini berlaku bagi laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, budak, maupun orang yang merdeka.

Dalil mengenai kewajiban membayar zakat termaktub dalam surat An Nisa ayat 177,


..”وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ”…

Artinya: “…laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat!..”

Adapun, dalam hadits Rasulullah SAW riwayat Ibnu Umar, beliau bersabda terkait wajibnya menunaikan zakat fitrah.

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan kepada manusia,” (HR Muslim).

Menukil dari buku Fiqih Praktis tulisan Muhammad Bagir, zakat fitrah dapat diartikan sebagai zakat badan. Jadi, zakat ini tidak terkait dengan harta kekayaan (mal), melainkan kewajiban yang memang ditetapkan bagi setiap kaum muslimin.

Lantas, bagaimana bacaan niat zakat fitrah?

Bacaan Niat Zakat Fitrah Lengkap

Untuk diketahui, bacaan niat zakat fitrah dibedakan ke dalam beberapa kelompok. Sebab, tiap-tiap niat berbeda tergantung individu yang hendak membayarnya. Berikut bacaan niat zakat fitrah lengkap sebagaimana dikutip dari buku Menggapai Surga dengan Doa susunan Achmad Munib.

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’ala,”

2. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala,”

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-Laki

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an waladi (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِئْتِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an binti (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

5. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ تَلْزَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘anni wa ‘an jami’i ma talzamuni nafawatuhum fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah utnuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala,”

6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’ala,”

Ketentuan Mengeluarkan Zakat Fitrah

Setelah membahas tentang niat zakat fitrah, ada baiknya detikers juga mengetahui ketentuan mengeluarkannya. Menurut buku Pendidikan Agama Islam oleh Rosidin, waktu mengeluarkan zakat fitrah terbagi ke dalam lima kelompok, yaitu waktu mubah, waktu wajib, waktu sunnah, waktu makruh dan waktu haram.

Waktu mubah dimulai dari awal bulan hingga akhir bulan Ramadan, sedangkan waktu wajib mulai saat terbenamnya Matahari pada akhir Ramadan. Kemudian, waktu sunnah berarti setelah salat Subuh hingga sebelum salat Idul Fitri, sementara waktu makruh ialah setelah salat Idul Fitri sampai sebelum Dzuhur pada Hari Raya tiba.

Yang terakhir adalah waktu haram yang bertepatan seusai salat Dzuhur di Hari Raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits, apabila seseorang mengeluarkan zakat fitrah setelah salat Idul Fitri maka dianggap sebagai sedekah sunnah, diriwayatkan dari Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa mengeluarkan (zakat fitrah) sebelum salat (Idul Fitri) maka zakatnya sah. Barangsiapa mengeluarkan (zakat fitrah) setelah salat (Idul Fitri), maka dianggap sedekah sunnah,” (HR Ibnu Majah).

Adapun, Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam buku Fiqih Wanita menuturkan, ulama berbeda pendapat terkait batas waktu tepatnya. Sebagian beranggapan jika zakat fitrah lebih utama ditunaikan ketika tenggelamnya Matahari pada malam Hari Raya Idul Fitri, sebab waktu tersebut merupakan penghabisan bulan Ramadan.

Tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa zakat fitrah lebih afdhal dikeluarkan saat terbitnya fajar di Hari Raya Idul Fitri. Namun, jika seseorang ingin menyerahkan zakat fitrah lebih awal, jumhur ulama memperbolehkannya.

Sementara itu, terkait zakat fitrah dengan uang tunai diizinkan oleh para ulama sebagaimana mengutip dari laman resmi BAZNAS. Syeikh Yusuf Qaradhawi menyebut zakat fitrah dalam bentuk uang harus setara dengan satu sha’ gandum, kurma, atau beras.

Pada zaman Rasulullah, zakat fitrah diberikan berupa satu sha’ (2,5 kg) gandum, kurma, anggur, beras, dan lain sebagainya yang merupakan makanan pokok dari negara tersebut. Mengacu pada SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, nilai zakat fitrah setara uang Rp45.000,- per individu.

Demikian pembahasan mengenai niat zakat fitrah beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Dalil Perintah Zakat Fitrah dalam Al-Qur’an dan Hadits



Jakarta

Zakat fitrah merupakan harta yang dikeluarkan seseorang, di mana harta tersebut merupakan hak Allah SWT yang diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Dalil perintah mengeluarkan zakat fitrah termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits.

Mengutip Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dan diterjemahkan oleh Ahmad Tirmidzi dkk, kata zakat diambil dari kata “zakah” yang bermakna tumbuh, suci, dan berkah.

Dinamakan zakat karena di dalamnya terdapat harapan meraih keberkahan, mensucikan jiwa, dan menumbuhkan kebaikan-kebaikan. Kewajiban untuk membayar zakat ini sudah ada Sebelum turunnya Islam secara mutlak, namun belum ditentukan harta apa yang wajib dizakati dan berapa jumlah zakatnya.


Ulama Fikih Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu mengatakan, zakat fitrah disyariatkan pada tahun kedua Hijriah.

Dalil Perintah Zakat Fitrah

1. Surah At Taubah Ayat 103

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah: 103)

Surah At Taubah ayat 103 ini menjadi dalil perintah zakat secara umum.

2. HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud

Dalil zakat fitrah juga bersandar pada hadits yang menyebut bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum melaksanakan salat Id. Dari Ibnu Umar RA, ia mengatakan,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah atau satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat Muslim, baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau SAW memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Id).” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Sementara itu di dalam Kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan karya Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, menjelaskan mengenai besaran zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata,

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين

Artinya: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum bagi setiap orang merdeka atau budak, lelaki, atau wanita, besar atau kecil dari kaum muslimin.” (HR Bukhari)

Adapun, dalam hadits lain, Abu Said Al-Khudri RA meriwayatkan,

“Pada masa Nabi SAW kami biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa satu sha’ makanan, kurma, gandum, atau kismis.” Kemudian pada masa Mu’awiyah dan datang gandum Syam, dia berkata: “Menurutku satu mud gandum ini setara dengan dua mud gandum lainnya.” (HR Bukhari)

Ancaman Bagi Orang yang Menolak untuk Membayar Zakat

Allah SWT mengancam orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Mengutip Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq, ancaman tersebut termaktub dalam firman Allah SWT yang berbunyi,

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ ٣٤ َّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ ٣٥

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.” (QS At-Taubah: 34-35)

Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, ayat tersebut menjelaskan ancaman bagi orang yang dikarunai harta namun kikir kelak akan mendapatkan azab di akhirat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Muzaki Adalah Orang yang Wajib Bayar Zakat, Kamu Termasuk?



Jakarta

Muzaki adalah seseorang yang wajib membayar zakat. Kriteria muzaki ini perlu kita ketahui khususnya lantaran sudah mulai mendekati akhir Ramadan yang mengharuskan orang yang masuk kriteria ini menunaikan zakat fitrah.

Zakat adalah kewajiban umat Islam yang mampu dan memenuhi syarat kepada mereka yang perlu bantuan. Membayar zakat adalah upaya saling bantu sehingga nantinya ekonomi umat bisa makin kuat.

Kewajiban zakat tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Al Baqarah ayat 43. Allah SWT berfirman,


وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Selain itu, perintah menunaikan zakat juga disampaikan oleh Rasulullah SAW melalui sebuah hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu. Ia berkata,

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu ‘sha gandum atas umat muslim, baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau SAW memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Id).” (HR Bukhari dan Muslim)

Selanjutnya, kita perlu mengetahui syarat seseorang menjadi muzaki atau yang wajib untuk zakat. Adapun syarat-syaratnya dikutip dari buku Ekonomi Islam Suatu Pengantar karya Akramunnas adalah sebagai berikut.

3 Syarat Muzaki

1. Merdeka

Menurut kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak milik.

2. Islam

Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia merupakan salah satu pilar agama Islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang Non-muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.

3. Baligh Berakal

Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib zakat adalah orang yang telah baligh (dewasa) dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

Selain syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga menyebutkan syarat lain dalam pelaksanaan zakat, yaitu:

1. Niat. Zakat merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain.

2. Bersifat milik sendiri. Sesuai dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha diatas maka zakat yang diberikan kepada para mustahik zakat harus bersifat pemilikan.

Adapun syarat dalam berzakat selain pada muzaki, terdapat juga syarat terhadap harta yang akan dizakatkan. Berikut adalah syarat harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya.

6 Syarat Harta yang Dizakatkan

1. Milik Sempurna

Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada di bawah kekuasaan dan di bawah kontrol orang yang berzakat. Sesuai dengan hadits, “Tidak diterima sedekah dari kekayaan hasil perbuatan khianat.”

2. Mencapai Nisabnya

Nisab merupakan batas minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.

3. Melebihi Kebutuhan Pokok

Zakat hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal. Ketentuan ini berdasarkan pada surah Al Baqarah ayat 219 yang artinya, “Dan mereka bertanya engkau Muhammad apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan”

4. Bebas dari Utang

Bebas dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak akan mengurangi nisab yang ditentukan.

5. Melewati Haul

Haul merupakan ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul.

6. Harta yang Berkembang

Maksudnya, kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan menghasilkan uang sewa.

Itulah pembahasan kali ini mengenai muzaki atau orang yang wajib zakat beserta syarat darinya juga harta. Semoga tulisan ini dapat membantu meningkatkan semangat kita dalam berzakat. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

8 Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah, Siapa Saja?



Jakarta

Fitrah artinya suci. Sementara zakat fitrah adalah zakat berupa makanan pokok yang dimakannya sehari-hari yang kemudian diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Makna dari zakat fitrah untuk mensucikan jiwa.

Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap muslim tua atau muda, laki-laki atau perempuan yang mempunyai kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya selama malam hari raya dan siang harinya. Seorang bayi yang lahir sebelum maghrib pada malam hari raya juga diwajibkan bagi orang tuanya untuk mengeluarkan zakat untuk anaknya.

Orang-orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah disebut muzakki.


Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah 3,1 liter atau kurang lebih 2,5 kg bahan makanan pokok. Boleh juga diganti dengan uang yang nilainya sama dengan harga 2,5 kg bahan makanan pokok yang dimakannya sehari-hari.

Waktu mengeluarkan zakat fitrah yaitu sejak awal bulan Ramadan sampai akhir bulan Ramadan. Sedangkan waktu yang paling baik mengeluarkan zakat fitrah yaitu sebelum pergi mengerjakan sholat Idul Fitri sebagaimana hadits berikut:

“Barangsiapa yang membayarnya (zakat fitrah) sebelum sholat hari raya, maka ia adalah zakat yang diterima (di sisi Allah), dan yang membayarnya sesudah sholat hari raya, maka ia sebagai sedekah sebagaimana sedekah-sedekah yang lain.” (HR. Abu Daud).

Orang yang Berhak Menerima Zakat

Ada beberapa golongan orang yang berhak menerima zakat fitrah. Penerima zakat fitrah ini dikenal dengan sebutan mustahik.

Hendaknya zakat fitrah dibagikan kepada delapan golongan mustahik sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 60,

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dikutip dari Buku Pintar Muslim dan Muslimah yang ditulis oleh Rina Ulfatul Hasanah, berikut delapan golongan orang yang berhak menerima zakat fitrah:

1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan tidak mempunyai pekerjaan atau sumber pendapatan yang tetap

2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan tetap tetapi gajinya tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya

3. Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak utang dan kesulitan untuk melunasi semua utangnya

4. Riqab, yakni budak (hamba sahaya) yang akan dimerdekakan oleh tuannya, apabila ia mampu menebus dirinya

5. Amil, yaitu orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat

6. Muallaf, yaitu orang yang masih lemah imannya, sehingga dengan pemberian itu diharapkan akan semakin mantap imannya

7. Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah seperti berperang melawan musuh-musuh Allah, mendirikan sekolah (madrasah), masjid, dan lain sebagainya

8. Ibnu Sabil, yaitu musafir atau orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan dan perjalannya itu tidak untuk maksiat

Disebutkan pula bahwa golongan fakir miskin yang tinggal di wilayah setempat perlu diutamakan. Akan tetapi, jika di wilayah tempat tinggal tersebut sudah tidak ditemukan orang-orang yang termasuk fakir miskin, maka zakat fitrah boleh disalurkan kepada fakir miskin yang tinggal di daerah lain (utamanya daerah terdekat).

Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Ust. H. Fatkhur Rahman menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Pintar Ibadah terkait orang yang tidak berhak menerima zakat. Golongan berikut ini tidak tercantum di dalam firman Allah dan hal ini dimaksudkan agar pendistribusian zakat dapat secara adil dan merata.

1. Orang kaya dan orang yang tenaganya masih kuat yang masih sanggup mencari pendapatan untuk mencukupi keluarganya

2. Budak (hamba sahaya) yang terpelihara, yakni budak yang segala macam kebutuhannya dipenuhi oleh tuannya

3. Orang yang berada dalam tanggungan orang yang berzakat. Misalnya anak tidak boleh menerima zakat dari orang tuanya, istri tidak berhak menerima zakat dari suaminya, dan lain sebagainya

4. Orang-orang kafir atau orang nonmuslim yang memusuhi Islam

Dinukil dari buku Fikih Zakat, Sedekah, dan Wakaf, Rasulullah pernah berpesan kepada Mu’az sewaktu ia diutus ke negeri Yaman. Beliau berkata kepada Mu’az, “Beritahukanlah kepada mereka (umat Islam),” diwajibkan atas mereka zakat. Zakat itu diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka.” (Mughniyah, 2008: 197)

Demikian penjelasan dari siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah sebelum dilaksanakannya sholat Idul Fitri.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Seperti Apa Kedudukan Zakat dalam Islam?



Jakarta

Kedudukan zakat dalam Islam salah satunya adalah menjadi rukun Islam. Selain menjadi syariat Allah SWT, terdapat fungsi lainnya dari zakat yaitu adalah sebagai bantuan kepada umat Islam yang membutuhkan.

Zakat adalah amalan yang sangat utama. Setiap muslim yang memenuhi syarat maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat.

Dengan kedudukan dan perhatian yang terdapat pada zakat maka umat muslim sudah mengetahui secara garis besar mengenai pentingnya masalah zakat ini. Namun, bagaimanakah kedudukan zakat dalam Islam beserta dalilnya?


Kedudukan Zakat dalam Islam

Zakat merupakan rukun Islam yang keempat sekaligus salah satu pilar bangunan Islam yang agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Islam didirikan di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dikutip melalui buku Terjemahan Bulughul Maram Jilid 1 tulisan Ibnu Hajar Al-Asqalani dijelaskan bahwa Allah Azza wa Jalla mensejajarkan perintah menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan salat di dua puluh delapan tempat dalam Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan betapa penting dan tinggi kedudukan dari zakat dalam Islam.

Kemudian penyebutan kata salat dalam banyak ayat di Al-Qur’an terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang ketiga kata tersebut disejajarkan dengan amal sholeh.

Iman merupakan perbuatan hati yang dianggap sebagai dasar, sedangkan amal sholeh yang merupakan amal perbuatan anggota tubuh yang menjadi bukti kebenaran iman. Amal perbuatan pertama yang dituntut dari seorang muzlim adalah salat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan gerakan badan) kemudian diikuti dengan zakat yang merupakan ibadah harta.

Oleh karena itu, setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan salat dan zakat sebelum rukun-rukun Islam lainnya. Perihal ini berdasarkan melalui sebuah hadits ketika Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz Radhiyallahu anhu ke Yaman, beliau bersabda kepadanya:

إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ فَأَدْعُهُمْ إلى شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلواتٍ في كُلّ يَوْمٍ وَلَيَلْةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah utusan Allah, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka salat lima waktu dalam sehari semalam, bila mereka mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin dari mereka.” (HR Ibnu Abbas)

Melansir laman Baznas, dalam hadits di atas, Nabi Muhammad SAW hanya menyebutkan salat dan zakat karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya didahulukan sebelumnya lainnya dalam berdakwah kepada Islam. Selain itu, disebut dengan urutan demikian untuk mengikuti prinsip at-tadarruj (proses bertahap fase demi fase) dalam menjelaskan kewajiban-kewajiban Islam.

Begitulah kedudukan zakat dalam Islam yang sangat tinggi. Semoga pembahasan kali ini bermanfaat dan menambah dorongan kita dalam berzakat ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

YMSM Wakafkan 1000 Mushaf Al-Qur’an ke Sejumlah Masjid dan Musala



Jakarta

Di bulan suci Ramadan ini, hampir semua umat muslim melakukan berbagai kegiatan positif, termasuk merayakan Nuzulul Qur’an dengan memperbanyak sedekah dan membaca Al-Qur’an meraih pahala. Sinarmas melalui pilar-pilar usahanya pada bulan suci Ramadan ini juga melaksanakan kegiatan dengan berbagai pihak, guna mencari keberkahan.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Muslim Sinarmas (YMSM) adalah wakaf Al-Qur’an yang dilaksanakan di berbagai tempat. Nantinya ada sekitar 1.000 mushaf Al-Qur’an yang akan disebarkan di sejumlah masjid dan musala di berbagai tempat.

Penyerahan mushaf Al-Qur’an ini dilakukan pada Rabu, 5 April 2023. Kali ini penyerahan secara simbolis dilkaukan oleh Ketua Umum Yayasan Muslim Sinarmas (YMSM) Saleh Husin kepada Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.


Wakaf 1.000 Mushaf Al-QuranWakaf 1.000 Mushaf Al-Quran kepada Ketum PP Muhammadiyah. Foto: YMSM

“Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutuhan akan kitab suci Al-Qur’an bagi umat Muslim masih sangat tinggi dan masih lebih dari separuh saudara-saudara kita umat Muslim yang belum bisa baca Al-Qur’an. Hal inilah yang mendasari kami untuk ikut membantu pemerintah guna memenuhi ketersediaan akan mushaf Al-Quran bagi umat muslim,” ujar Managing Director Sinarmas Saleh Husin.

Saleh juga berharap, “Semoga dengan adanya mushaf Al-Qur’an yang dilengkapi dengan terjemahannya. Umat Muslim dapat membaca sekaligus memaknai arti dari apa yang tertera dalam kitab suci Al-Qur’an tersebut.”

Selain itu, dalam peringatan Nuzulul Qur’an kolaborasi Istiqlal dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), Ketum Yayasan Muslim Sinarmas Saleh Husin juga secara simbolis telah menyerahkan mushaf Al-Qur’an kepada Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar, serta ikut menyaksikan Ketum ICMI Prof Arif Satria. Al-Qur’an yang diserahkan juga langsung dibagikan kepada para jamaah yang hadir di malam Nuzulul Qur’an Masjid Istiqlal pada Sabtu (08/04/2023) kemarin.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com