Ide Fondasi Cakar Ayam Ternyata Terinspirasi dari Pohon Kelapa
Jakarta –
Fondasi cakar ayam merupakan salah satu jenis fondasi yang sering dipakai di Indonesia. Siapa sangka ternyata ide teknologi itu terinspirasi dari pohon kelapa lho.
Kisah penemuan fondasi cakar ayam berawal dari sosok Prof. Ir. Sedijatmo. Ia berhasil menciptakan fondasi itu pada 1962 saat ia bekerja di Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Dalam buku berjudul Prof. Ir. Sedijatmo Karya dan Pengabdiannya yang ditulis oleh Mardasana Safwan dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional tahun 1984, disebutkan bahwa pada Mei 1962 Prof. Ir. Sedijatmo ditugaskan memimpin Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tanjung Priok. Ia bertanggung jawab atas pengaliran listrik dari sentral tersebut ke Gelora Senayan untuk keperluan Asian Games.
Pembangunan transmisi tersebut harus selesai pada Agustus 1962. Namun, yang jadi masalah adalah untuk memasang jaringan transmisi ini harus mendirikan tiang transmisi di Ancol yang tanahnya lunak atau lembek. Prof. Ir. Sedijatmo harus memutar otak agar proyek tersebut bisa selesai dalam waktu singkat.
Ide brilian ini muncul justru saat ia sedang berpiknik dengan keluarganya di pantai Cilincing, Jakarta Utara. Ketika melihat pohon kelapa yang kokoh berdiri di tanah berpasir meski berakar serabut, ia mendapat inspirasi. Prof. Ir. Sedijatmo menyadari bahwa akar serabut yang ‘mencengkeram’ tanah secara luas ternyata lebih efektif menahan pohon daripada akar tunjang yang panjang dan langsung mencapai tanah keras.
Dari situ lahirlah ide untuk membuat fondasi yang menyerupai akar serabut. Sistem ini menggunakan pipa-pipa beton yang ditanam tegak dalam tanah dengan pelat beton di atasnya, menciptakan fondasi kuat yang mampu menopang beban besar. Hasilnya, proyek transmisi listrik selesai tepat waktu, dan sistem fondasi cakar ayam pun menjadi solusi revolusioner.
Penemuan pria kelahiran Jawa Tengah 1909 ini tidak hanya terbukti berhasil untuk proyeknya, hak paten penemuannya ini didaftarkan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Prancis, Italia, hingga Jerman.
Dilansir dari Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, sistem fondasi ini memiliki keunggulan seperti tidak memerlukan sistem drainase dan mampu menopang beban hingga 600 ton per kolom, serta bisa digunakan untuk fondasi pembangunan jalan.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/dhw)
