Burung Bisa Lebih ‘Cerewet’ Setelah Gerhana Matahari Total
Jakarta –
Gerhana Matahari total di Amerika Utara pada 8 April 2024, ternyata mengatur ulang jam biologis beberapa spesies burung sementara waktu. Hal ini diketahui dari penelitian terbaru.
Selama dan setelah peristiwa tersebut, 29 spesies burung berkicau seolah-olah hari baru telah dimulai, kata para penulis studi yang diterbitkan di jurnal Science Volume 390 No 6769 dengan judul “Total solar eclipse triggers dawn behavior in birds: Insights from acoustic recordings and community science.”
Banyak pengamatan dari ilmuwan warga yang berada di sepanjang jalur gerhana, membantu memperluas cakupan studi.
Bagi para ilmuwan yang melacak perilaku hewan, gerhana ini memberikan eksperimen alami yang sempurna untuk melihat bagaimana burung bereaksi terhadap perubahan cahaya sementara. Hal ini yang sulit dicapai di laboratorium.
Sebagian Burung Sangat Sensitif Cahaya
Gerhana matahari total biasanya terjadi di lokasi yang sama setiap tiga hingga empat abad, menurut studi tersebut, yang berarti sebagian besar burung liar tidak pernah mengalaminya.
Mempelajari bagaimana hewan liar merespons peristiwa alam seperti gerhana memberikan wawasan tentang bagaimana mereka mengatasi perubahan lingkungan yang cepat dan membantu upaya konservasi, kata penulis utama studi Liz Aguilar, yang merupakan mahasiswa doktoral dalam program evolusi, ekologi, dan perilaku di Indiana University Bloomington.
“Cahaya adalah salah satu kekuatan paling kuat yang membentuk perilaku burung, dan bahkan ‘malam’ selama empat menit saja sudah cukup bagi banyak spesies untuk bertindak seolah-olah hari sudah pagi lagi,” tulis Aguilar dalam sebuah e-mail, dikutip dari CNN Science.
“Hal itu menunjukkan betapa sensitifnya beberapa burung terhadap perubahan cahaya – dengan implikasi yang jelas untuk masalah seperti polusi cahaya dan cahaya buatan di malam hari,” imbuhnya.
Hewan Juga Butuh Cahaya untuk Rutinitas Harian
Menurut Aguilar, sama seperti manusia, hewan lain mengambil isyarat dari cahaya untuk rutinitas harian mereka.
Selama gerhana Matahari total pada 2017, para ilmuwan mengamati reaksi hewan-hewan di kebun binatang, dengan beberapa burung kembali ke tempat bertengger di malam hari sementara spesies nokturnal menjadi lebih aktif. Namun, Aguilar dan timnya ingin mendokumentasikan secara spesifik respons di antara spesies burung liar.
Gerhana terjadi selama musim semi di Amerika Utara, waktu yang sangat aktif ketika burung berkicau untuk menarik pasangan, mempertahankan wilayah mereka, dan bermigrasi di malam hari, tambahnya. Di musim semi, burung cenderung bersuara paling banyak saat fajar dan senja.
Lalu apa yang mungkin terjadi pada ritme harian dan musiman mereka, yang sudah ditentukan secara ketat oleh terang dan gelap, jika malam singkat tiba-tiba terjadi di siang hari? Misalnya, totalitas berlangsung selama empat menit 15 detik di Bloomington, Indiana.
Menurut Aguilar, setelah bertukar pikiran tentang cara meningkatkan interaksi publik dengan kelangkaan gerhana dan mendokumentasikan perilaku hewan secara bersamaan, tim merancang aplikasi ponsel pintar gratis.
“Ilmuwan komunitas sangat penting untuk proyek ini,” ujarnya.
“Gerhana bergerak ribuan mil melintasi Amerika Utara hanya dalam beberapa jam, dan tim kami tidak mungkin berada di semua tempat itu sekaligus,” imbuhnya.
Hampir 11.000 pengamatan dari lebih dari 1.700 pengguna aplikasi bernama SolarBird, yang dikembangkan oleh para peneliti di Indiana University Bloomington dan Ohio Wesleyan University, merekam perilaku burung di sepanjang 3.106 mil (5.000 kilometer) jalur gerhana sebelum, selama, dan setelah peristiwa tersebut.
Tim juga memasang perekam seukuran kotak tisu di Indiana selatan untuk merekam sekitar 100.000 vokalisasi burung sebelum, selama, dan setelah totalitas, atau saat-saat ketika bulan sepenuhnya menghalangi cahaya matahari.
Pengguna SolarBird memiliki misi sederhana yaitu menemukan seekor burung, mengamatinya selama durasi minimum selama gerhana, dan mendokumentasikan apakah burung tersebut sedang bernyanyi, terbang, atau makan, di antara tujuh perilaku lainnya.
“Saat kami memeriksa basis data malam itu, kami melihat komunitas tersebut juga telah melakukan keajaibannya,” kata Dr Paul Macklin, profesor madya teknik sistem cerdas di Luddy School of Informatics, Computing and Engineering, Indiana University Bloomington.
Bagaimana Perilaku Mereka Setelah Gerhana Usai?
Rekaman yang terkumpul dianalisis oleh BirdNET, sebuah sistem AI yang dapat mengidentifikasi spesies burung berdasarkan kicauannya. Para ahli dalam tim juga menganalisis kicauan burung.
Dari 52 spesies burung yang aktif selama gerhana, 29 menunjukkan perubahan yang nyata dalam vokalisasi mereka, tulis para penulis dalam studi tersebut.
Saat langit mulai gelap, 11 spesies burung berkicau lebih banyak dari biasanya. Selama kegelapan, beberapa burung terdiam sementara yang lain menjadi lebih aktif.
Namun, perubahan terbesar terjadi saat sinar matahari kembali, dengan 19 spesies berkicau dengan apa yang disebut para peneliti sebagai paduan suara fajar yang palsu.
Misalnya, burung hantu berpalang berkicau empat kali lebih sering daripada biasanya. Dan burung robin, yang memiliki kicauan khas sebelum fajar, berkicau enam kali lebih sering daripada rata-rata biasanya.
Bagi burung-burung ini, lanjut Aguilar, kembalinya sinar matahari menandakan dimulainya hari baru, yang secara efektif mengatur ulang jam biologis mereka.
“Berbagai spesies burung menyambut fajar dengan cara yang sangat berbeda, beberapa memiliki kicauan fajar yang lantang dan rumit, sementara yang lain jauh lebih pelan,” kata Aguilar.
“Kami menemukan bahwa spesies dengan kicauan fajar paling intens juga merupakan yang paling mungkin bereaksi terhadap gerhana,” ujarnya.
(nah/nwk)
