Inspirasi Mahar Pernikahan Sederhana Sesuai Syariat Islam
        
        Jakarta – 
Mahar merupakan hak mempelai wanita yang diberikan oleh laki-laki. Penyerahan mahar dilakukan saat pernikahan berlangsung.
Dinukil dari Al Fiqh ‘Ala Al Madzhahib Al Arba’ah oleh Syaikh Abdurrahman Al Juzairi terjemahan Faisal Saleh, mahar berasal dari kata al-mahr. Sebutan lainnya yaitu shadaaq yang artinya penyerahan harta yang mencerminkan keinginan untuk melaksanakan akad nikah.
Dalam Al-Qur’an, mengenai mahar disinggung dalam surah An Nisa’ ayat 4:
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati (ikhlas), maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu.”
Sementara itu diterangkan dalam buku Fikih Sosial oleh Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Salih, mahar disebut sebagai hak seorang istri yang jadi kewajiban suami. Oleh sebab itu, mahar harus diberikan dengan utuh tanpa menyakiti, menahan, atau menunda-nunda.
Berkaitan dengan itu, ada sejumlah inspirasi mahar pernikahan sederhana yang bisa dijadikan referensi muslim. Inspirasi mahar ini juga sudah sesuai dengan syariat Islam.
Inspirasi Mahar Sederhana sesuai Syariat Islam
Berikut beberapa inspirasi mahar sederhana sesuai syariat Islam yang dikutip dari buku Fikih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam karya Sakban Lubis.
- Al-Qur’an
- Terjemahan Al-Qur’an
- Alat salat
- Perhiasan cincin
- Uang
- Perabot rumah tangga
- Harta perdagangan
- Kain-kain tenunan
- Keris pusaka
Mahar Pernikahan Berbentuk Jasa dan Pelayanan
Masih dari sumber yang sama, dalam Al-Qur’an dijelaskan terkait mahar berbentuk jasa yaitu dengan menggembalakan kambing hingga 8 tahun sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al Qasas ayat 27,
قَالَ إِنِّىٓ أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ٱبْنَتَىَّ هَٰتَيْنِ عَلَىٰٓ أَن تَأْجُرَنِى ثَمَٰنِىَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ ۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Artinya: “Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja 8 delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”
Kemudian dalam hadits dari Anas bin Malik RA dikatakan Nabi Muhammad SAW pernah menikahi Sofiyah yang berstatus hamba sahaya dan maharnya memerdekakan Sofiyah. Anas RA berkata,
“Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah memerdekakan Sofiyah dan menjadikan kemerdekaan itu sebagai maharnya (waktu kemudian mengawawininya).” (Muttafaq ‘Alaih)
Wallahu a’lam.
(aeb/kri)
