Foto SPPG Polri Pejaten yang Sudah Terapkan Rapid Test, Jaga Kualitas Makanan
        
                
Jakarta –
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri di Pejaten menjadi salah satu contoh penerapan pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG).
SPPG Pejaten sedikitnya melayani sekitar 3.000 penerima manfaat yang terdiri atas siswa-siswi tingkat TK, PAUD, SD, SMP, hingga SMK. Distribusi makanan dilakukan secara bertahap dalam beberapa kloter.
Kloter pertama mulai siap dikirim pada pukul 07.45 WIB untuk siswa TK, PAUD, serta SD kelas 1 hingga 2. Kloter kedua dikirim pada pukul 09.00 WIB untuk siswa SD kelas 3 hingga 5, sementara distribusi terakhir dilakukan menjelang jam makan siang bagi siswa SMA dan SMK.
Pihak SPPG memastikan proses memasak hingga pendistribusian tidak melampaui enam jam demi menjaga kualitas dan keamanan pangan.
Sudah Terapkan Rapid Test Kualitas Pangan
|  Potret rapid test untuk MBG Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth | 
SPPG Pejaten menjadi salah satu unit yang sudah menerapkan kebijakan baru Badan Gizi Nasional (BGN), yakni pelaksanaan rapid test makanan. Pemerintah mewajibkan seluruh SPPG di Indonesia untuk menjalani pemeriksaan cepat semacam ini, sebagai upaya memastikan keamanan makanan sebelum dikonsumsi, belajar dari pengalaman panjang Jepang.
Sebagai negara dengan pengalaman lebih dari 100 tahun dalam menjalankan program mirip MBG, Jepang pernah mencatat insiden keracunan makanan akibat masalah pada kualitas bahan baku.
Pembelajaran ini yang kemudian diterapkan di Indonesia melalui peningkatan standar keamanan MBG.
Tiga Hal yang Jadi Teladan
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama, menilai SPPG Pejaten bisa menjadi percontohan bagi wilayah lain, terutama setelah munculnya sejumlah laporan kasus keracunan makanan di beberapa daerah.
“Menurut saya ada tiga hal penting. Pertama, SOP harus ditetapkan dengan sangat rinci. Kedua, pelaksanaannya harus disiplin, karena SOP yang bagus tapi tidak dijalankan dengan baik tentu jadi catatan. Ketiga, perlu disebarkan dan dibuka agar pihak lain bisa melihat langsung bahwa SPPG yang baik itu seperti apa,” kata Prof Tjandra saat ditemui detikcom Selasa (21/10/2025).
Ia juga menekankan pentingnya pengawalan mutu secara konsisten, mulai dari fasilitas penyimpanan bahan makanan, proses pengolahan, hingga distribusi.
Peran Sanitarian dan Pengawasan Rutin
|  Prof Tjandra Yoga Aditama, pengamat kesehatan yang tengah mengunjungi dapur makanan bergizi gratis SPPG Pejaten Polri. Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth | 
Untuk menjaga keamanan pangan, Prof Tjandra menyarankan agar pengawasan rutin melibatkan tenaga sanitarian, yang juga bisa diperbantukan puskesmas setempat. Menurutnya, keberadaan sanitarian juga diperlukan untuk memastikan aspek sanitasi dan higiene di setiap tahap produksi makanan.
“Di sini juga sudah dilakukan pemeriksaan, apakah ada kandungan seperti arsen, formalin, dan nitrit, yang bisa terdeteksi sejak dini,” ujarnya.
Selain itu, SPPG Pejaten juga telah menerapkan sistem penyimpanan bahan makanan yang terpisah antara bahan kering dan basah, dengan pengaturan suhu ruang yang disesuaikan. Langkah ini menjadi bagian penting dalam menjaga keamanan dan kualitas pangan.
Prof Tjandra berharap model seperti SPPG Pejaten dapat diadopsi oleh daerah lain, termasuk wilayah terluar dan tertinggal, agar seluruh anak Indonesia mendapat akses makanan bergizi dan aman dengan standar yang sama.
Dalam kesempatan yang sama, Wakasatgas MBG Polri Irjen Nurwono Danang menyebut pihaknya telah membangun 645 SPPG. Polri menargetkan 1.500 SPPG dibangun di seluruh daerah Indonesia.
“Kita wajibkan untuk seluruh polres-polres yang awalnya satu Polres membangun satu SPPG, saat ini kita wajibkan bisa membangun satu Polres tiga SPPG. Sehingga diharapkan Polri bisa membangun sampai 1.500 SPPG di seluruh Indonesia,” kata Danang.
Simak juga Video: Melihat Rapid Test Menu MBG di SPPG Polri yang Dipuji BGN
(naf/kna)
