Jepang Bakal Ubah Sistem Kuliah, Gabungkan S1 dan S2 Jadi Satu Jalur!
Jakarta –
Pemerintah Jepang berencana mengubah sistem Pendidikan tinggi secara massal. Perubahan yang dilakukan adalah dengan menerapkan program terpadu sarjana-magister (S1-S2) selama lima tahun guna meningkatkan jumlah mahasiswa pascasarjana dan juga melahirkan tenaga profesional unggul di tengah krisis tenaga kerja.
Rencana ini disampaikan oleh Kementerian Pendidikan Jepang dalam sidang sub komisi Dewan Pendidikan Pusat pada Rabu (9/10/2025). Implementasinya ditargetkan mulai tahun ajaran 2026.
Kuliah S1 dan S2 Hanya 5 Tahun
Dalam sistem pendidikan Jepang saat ini, mahasiswa menempuh 4 tahun kuliah sarjana (S1) dan 2 tahun magister (S2).
Namun, lewat reformasi baru di bidang pendidikan, total Waktu belajar bisa dipangkas menjadi 5 tahun. Mahasiswa mulai diizinkan mengambil mata kuliah tingkat magister saat masih berstatus sebagai mahasiswa S1, sehingga waktu studi lebih efisien.
Program semacam ini sebenarnya sudah diuji coba di beberapa kampus ternama Jepang seperti Keio University dengan program S1-S2 4 tahun, Hitotsubashi University dengan program 5 tahun, dan University of Tokyo, yang berencana meluncurkan program “4+1” di College of Design pada 2027.
Langkah ini diambil karena jumlah mahasiswa berusia 18 tahun di Jepang terus menurun, seiring populasi yang menua. Pemerintah menginginkan universitas dapat mencetak lebih banyak spesialis daripada generalis, agar tenaga kerja di masa depan memiliki keahlian dengan kualitas tinggi dan sesuai kebutuhan industri dan riset.
Selain itu, pemerintah berharap sistem baru ini menarik lebih banyak mahasiswa internasional sehingga meningkatkan daya saing global Jepang, terutama di bidang teknologi dan inovasi.
Kementerian Pendidikan Jepang mencatat, hanya 12,6% mahasiswa S1 yang melanjutkan ke jenjang S2 pada tahun ajaran 2024, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara Barat.
Tingkat lanjut studi juga bervariasi antar bidang:
- Sains dan teknik: 40% mahasiswa S1 lanjut ke S2.
- Humaniora: hanya 4,5%.
- Ilmu sosial: sekitar 2,8% (data 2023).
Angka ini menunjukkan masih minimnya minat studi lanjut di bidang nonsains.
Khawatir Kurangi Kualitas Riset Tugas Akhir
Walaupun dianggap solutif dan inovatif, para ahli mengingatkan supaya percepatan masa studi tidak serta merta menurunkan mutu akademik.
Ada kekhawatiran jika nantinya mahasiswa kesulitan menyelesaikan dua penelitian (skripsi dan tesis) dalam waktu yang lebih singkat, sehingga menyebabkan menurunya kualitas riset.
Selain itu, reformasi ini harus didukung perubahan pola rekrutmen kerja. Jika perusahaan tidak memberi nilai tambah bagi lulusan S2, mahasiswa akan tetap enggan menempuh studi lanjutan meskipun durasinya lebih singkat.
Rencana penerapan program S1-S2 terpadu lima tahun di Jepang menandai langkah besar dalam modernisasi sistem pendidikan tinggi.
Namun, kesuksesannya akan bergantung pada sinergi antara pemerintah, universitas, dan dunia industri, agar percepatan pendidikan tidak mengorbankan kualitas, serta benar-benar mampu melahirkan tenaga ahli unggul untuk masa depan Jepang.
Penulis adalah peserta program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom.
(nah/nah)
