Masyarakat Butuh Ulama Fatwa, Alumni Pesantren-UIN Bisa Jadi Mufti Dadakan


Jakarta

Manusia kerap dihadapi oleh berbagai macam persoalan. Pandangan agama pun mereka butuhkan untuk mencari jalan keluar.

Pusat Studi Fatwa dan Hukum Islam (PUSFAHIM) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta resmi memulai langkah strategis untuk merespons kebutuhan agama masyarakat. Langkah tersebut diwujudkan melalui Grand Opening Komunitas Kajian Fatwa Insight yang digelar Rabu (15/10/2025).

Kepala PUSFAHIM yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH. M. Asrorun Ni’am Sholeh, Lc., M.A., menegaskan bahwa kegiatan ini adalah ikhtiar untuk menghidupkan fatwa keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.


“Masyarakat tidak lepas dari permasalahan baru yang membutuhkan jawaban keagamaan. Salah satu tempat bersandar adalah para Ulama fatwa. Karenanya perlu ada kontribusi akademik nyata dalam merespons kebutuhan masyarakat,” ujar Prof. Ni’am, dalam keterangan persnya.

Program perdana Fatwa Insight ini mengkaji kitab fundamental, Ādāb al-Fatwā wa al-Muftī wa al-Mustaftīkarya Imam an-Nawawi. Kajian ini akan berlangsung selama sembilan pertemuan hingga akhir Desember 2025.

Alumni UIN dan Pesantren ‘Mufti’ Masyarakat

Dalam pemaparannya, Prof. Ni’am, yang juga Guru Besar UIN Jakarta, menyoroti peran strategis alumni Pesantren dan alumni UIN, khususnya dari FSH, di tengah masyarakat.

Menurutnya, secara sadar atau tidak sadar, mereka akan menjalankan peran sebagai ‘mufti’ dadakan.

“Masyarakat akan menganggap alumni FSH kredibel untuk dimintai pandangan hukum Islam. Oleh karena itu, sebagai bentuk tanggung jawab keilmuan, kajian seperti ini sangat perlu diadakan sebagai wadah silaturahmi, muzakarah, dan peningkatan kapasitas keilmuan,” tegasnya.

Prof. Ni’am menekankan pentingnya merawat kesadaran sosial (al-Wa’yu al-Ijtimā’ī) tentang hukum Islam, karena hal ini yang membuat syariat Islam tetap hidup. Peran fatwa, kata dia, sangat vital dalam konteks ini.

Fatwa dan Kebijakan Negara

Ia juga menjelaskan empat pendekatan fatwa dalam hubungannya dengan kebijakan negara:

  • Ta’yidi (menguatkan kebijakan)
  • Ishlahi (memperbaiki kebijakan)
  • Tashihi (mengoreksi kebijakan)
  • Insya’i (menginisiasi kebijakan baru)

Pendekatan ini diilustrasikannya dengan berbagai contoh fatwa MUI yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Saat memulai pembacaan kitab, Prof. Ni’am mengingatkan pentingnya etika dalam menjelaskan hukum Islam.

“Fatwa adalah sesuatu yang bahayanya besar, namun di sisi lain manfaatnya juga sangat banyak,” jelasnya, mengutip pernyataan Imam Nawawi, sambil memberikan gambaran detail mengenai sisi risiko dan keutamaannya.

Komunitas itu diikuti 220 orang. 48 peserta hadir secara offline, sisanya mengikuti secara daring melalui Zoom Meeting.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More