Kenapa Malaikat Malu kepada Utsman bin Affan?



Jakarta

Khulafaur Rasyidin adalah julukan kepada empat sahabat yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun diantara para sahabat Rasulullah SAW, ada salah satu sahabat membuat malaikat menjadi malu. Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Riwayat dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam agama Allah adalah Umar, yang paling jujur dan malu adalah Utsman, yang paling tahu halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal, yang paling ahli qira’ah adalah Ubay, dan yang paling mengetahui faraidh (ilmu tentang warisan) adalah Zaid bin Tsabit. Tiap-tiap umat ada orang yang terpercayanya dan orang yang terpercaya umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarah.”


Dari buku Rasulullah SAW: The Untold Story karya Ali Abdullah, Utsman adalah sahabat pilihan Rasulullah SAW, diantara para sahabat yang dijamin masuk Surga, maka Utsman adalah salah satunya.

Suatu kisah Abu Bakar As-Siddiq datang ke rumah Rasulullah SAW, beliau bersikap biasa saja. Umar bin Khattab pun datang kepada Rasulullah SAW, tetapi beliau juga tetap bersikap biasa saja.

Ketika Utsman bin Affan datang, Rasulullah SAW tampak memberikan perhatian khusus. Beliau duduk dan membenarkan pakaian yang beliau kenakan.

Kisah ini pernah diriwayatkan oleh Aisyah RA:

عَنْ عَائِشَة قالت: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصْطَجعًا فِي بَيْتِي، كَاشِفَا عَنْ فَخِذَيْهِ، أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأذِنَ أَبُو بَكْرٍ فَأذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الحال، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ، فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ كَذلِكَ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَوَّى ثِيَابَهُ – قَالَ مُحَمَّدٌ: ولا أقولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قالتْ عَائِشَة دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ : أَلا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ.

Artinya: “Dari Aisyah, dia berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW., berbaring di rumahku dalam keadaan tersingkap dua paha atau dua betis beliau. Kemudian Abu Bakar meminta izin menemui beliau. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau masih dalam keadaan sebagaimana adanya. Lalu Abu Bakar bercakap- cakap dengan beliau. Kemudian Umar datang meminta izin untuk masuk. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian keadaannya. Mereka pun berbincang-bincang. Kemudian Utsman datang minta izin untuk menemui beliau. Beliau langsung duduk dan membenahi pakaian beliau. Utsman pun masuk dan berbincang-bincang. Ketika Utsman pulang, Aisyah berkata, ‘Abu Bakar masuk menemui engkau, tapi engkau tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Begitu pula ketika Umar masuk menemui engkau. Engkau juga tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaian engkau.’ Rasulullah saw., menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Dari buku The Great Figure of Utsman bin Affan Kisah Teladan Sang Ahli Sedekah yang Menjalani Sifat Zuhud karya A.R. Shohibul Ulum dijelaskan Nabi Muhammad SAW menghormati Utsman bin Affan bukan karena usia, sebab Utsman lebih mudah dari Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW menghormati Utsman karena kemuliaan akhlak Utsman yang berada di atas rata-rata manusia umumnya.

Rasa malu Utsman juga bukan malu yang dibuat-buat atau hanya menjaga image saja. Akan tetapi sifat malunya sudah mendarah daging bersatu dengan jiwanya.

Rasa malunya membuat dia takut berbicara, segan berdialog, dan berdebat lama-lama. Tetapi Utsman tetaplah orang yang gigih dan tidak mudah menyerah. Sehingga rasa malunya inilah yang memberikan kebaikan, keberkahan, kelembutan, dan kasih sayang.

Dan sungguh, “Malu kepada Allah, yaitu dengan menjaga apa yang di kepala, menjaga apa isi perut, dan selalu ingat dengan kematian serta meninggalkan gemerlapnya dunia,” tutur Ibnu Mas’ud ketika menjelaskan makna malu yang hakiki.

Selain itu, Al-Junaid rahimahullah berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.”

Karena rasa malu Utsman bin Affan yang begitu dalam, dan juga telah menjaga dirinya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang merupakan aurat bisa dilihat orang lain, maka malaikat pun malu kepadanya.

Demikianlah kisah luar biasa dari Utsman bin Affan yang dapat membuat para malaikat merasa malu terhadapnya. Karena rasa malu membuatnya terhindar dari keburukan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Pemuda Jerman Ini Bersepeda ke Masjid Al Aqsa selama 2 Bulan, Ada Apa?



Jakarta

Seorang pemuda berusia 27 tahun asal Jerman bernama Billal Higo melakukan perjalanan dari Jerman ke Palestina pada Idul Fitri lalu. Perjalanan sejauh kurang lebih 3.500 kilometer tersebut ditempuhnya hanya menggunakan sepeda.

Billal melakukan perjalanan tersebut untuk mengunjungi Masjid Al Aqsa yang berada di Palestina. Ia menjelaskan tujuannya bersepeda ke Masjid Al Aqsa untuk menghabiskan sepuluh malam terakhir bulan Ramadan sekaligus merayakan Idul Fitri di sana.

“Aku ke sini untuk menghabiskan sepuluh malam terakhir Ramadan di rumah kita (Palestina),” kata Billal kepada TRT World, dikutip Jumat (26/4/2024).


Billal mulai mengayuh sepedanya dari kota Munich, Jerman menuju Palestina selama dua bulan. Sebelum melakukan perjalanan, ia mengaku telah berlatih selama dua sampai tiga tahun sebagai bentuk persiapan.

Selama perjalanan tersebut, Billal telah melintasi 14 negara. Dimulai dari Jerman, Austria, Slovenia, Kroasia, Bosnia, Serbia, Kosovo, Makedonia, Bulgaria, Yunani, Turki, Siprus, Yordania, dan destinasi akhir Palestina. Setibanya di Masjid Al Aqsa, Billal mengunggah foto dirinya sembari mengangkat sepedanya dengan caption, “Selamat Idul Fitri, teman-teman! 3.500 km dan 2 bulan bersepeda demi ke sini pada 10 malam terakhir Ramadan dan Idul Fitri. Beberapa pengalaman memang tidak bisa dibeli dengan uang tetapi pengorbanan,”

Billal kemudian membagikan pengalamannya selama melakukan perjalanan panjang dengan sepeda melalui unggahan video selama 1 menit 8 detik. Ia mengawalinya dengan menggambarkan perjalanan yang panjang ia tempuh merupakan bentuk representasi dari kehidupan.

“Aku bisa bilang bahwa perjalanan ini merupakan seperti bentuk representasi dari kehidupan yang dijalani. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari tetapi kamu terus lewati dengan usaha terbaik dan menyerahkan segalanya kepada Allah SWT,” ungkapnya.

Kemudian, ia juga memberikan tantangan terbesar selama melakukan perjalanan jauhnya dengan hanya bermodal sepeda. “Aku pikir bagian terberat dari perjalanan ini adalah harus menjaga kondisi tubuh selalu sehat dan tetap termotivasi apabila perjalanan tidak sesuai rencana,” ujarnya.

Billal pun menutup video itu dengan ucapan yang dapat memotivasi banyak orang. “Ketika kamu harus mengorbankan segala untuk pergi ke suatu tempat, kamu akan lebih menghargainya,” pungkasnya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Bilal bin Rabah, Seorang Budak yang Dijamin Masuk Surga


Jakarta

Bicara mengenai sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang senantiasa menemani beliau memperjuangkan dakwah Islam, terdapat salah satu kisah sahabat nabi yang amat menginspirasi. Inilah kisah Bilal bin Rabah, budak jadi ahli Surga.

Dari buku Bilal bin Rabah karya Abdul Latip Talib menceritakan kisah perjalanan hidup sahabat Rasulullah yakni Bilal bin Rabah.

Bilal Bin Rabah lahir di daerah as-Sarah terletak di pinggiran kota Makkah, mempunyai ayah bernama Rabah, dan ibunya bernama Hamamah, seorang wanita berkulit hitam. Oleh karena itu, ada yang memanggil Bilal bin Rabah dengan sebutan Ibnus-Sauda’, atau putra warna hitam.


Kemudian beranjak dewasa, Bilal dibesarkan di Makkah sebagai seorang hamba milik keluarga Bani Abdul Dar, lalu sesudah ayahnya meninggal dunia, Bilal diserahkan kepada Umayyah bin Khalaf, tokoh penting kaum Quraisy.

Bilal termasuk kalangan yang awal memeluk Islam, Umayah pun tahu karena hal itu dia menyiksa Bilal tanpa belas kasihan.

Bilal bin Rabah disiksa Umayah tanpa henti, pertama dia dipukul, sampai diarak keliling kota Makkah. Karena Bilal masih bertahan, dia dijemur di atas pasir terik panas matahari, tanpa makan dan minum.

Ketika mataahari tepat di atas kepala dan padang pasir menjadi panas sekali, Bilal dipakaikan baju besi, dan dibiarkan berjemur di bawah terik cahaya matahari, dadanya pun ditimpa batu. Dalam keadaan kepayahan itu, iman Islam Bilal bin Rabah tidak goyah sedikitpun.

Umayah memaksa Bilal menyebut al-Latta dan al-Uzza, tetapi mulut Bilal tetap saja menyebut, “Allah… Allah… Allah.”

Berita mengenai siksaan Bilal akhirnya sampai dimulut Abu Bakar As-Sidiq, lalu beliau membeli Bilal dan memerdekannya dari Umayah dengan harga sembilan uqiyah emas.

Bagi Umayah jika Abu Bakar membeli Bilal dengan harga 1 uqiyah emas pun akan diberikan, namun bagi Abu Bakar andai Umayah memasang harga 100 uqiyah emas, Abu Bakar akan tetap membebaskannya.

Muadzin Pertama Umat Islam

Dari buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid dijelaskan kisah muadzin pertama umat Islam.

Selama di Madinah, Bilal Bin Rabah selalu berada di samping Nabi Muhammad SAW, ketika menunaikan ibadah shalat, ataupun berjihad, saking dekatnya Bilal dengan Rasulullah SAW, sampai dia dijuluki bayangan Nabi Muhammad SAW.

Ketika Masjid Nabawi selesai dibangun, Rasulullah kemudian mengisyaratkan mengumandangkan adzan sebelum mendirikan shalat. Namun, yang menjadi pertanyaan siapa yang dapat menjadi muadzin?

Dari semua sahabat yang hadir, Nabi Muhammad SAW pun menunjuk Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan azan. Oleh karena itu, Bilal menjadi orang pertama diantara umat Islam yang menjadi muadzin, hingga suaranya terdengar kencang ke seluruh Madinah, gelarnya adalah Muadzin ar-Rasul. Hingga masa kini banyak orang-orang memanggil muadzin dengan nama Bilal.

Pensiunnya Bilal Bin Rabah

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Bilal menjadi salah satu sahabat nabi yang sangat terpukul akibat kepergian Rasulullah SAW, hingga dirinya memutuskan pensiun dari menjadi muadzin.

Suatu ketika Khalifah Abu Bakar RA, meminta Bilal bin Rabah supaya menjadi muadzin kembali, namun dengan perasaan yang masih sedih, dia berkata, “Aku hanya menjadi muadzin Rasulullah. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Sejak saat itu Bilal bin Rabah tidak lagi mengumandangkan adzan, kecuali hanya sebanyak dua kali, kemudian Bilal bin Rabah meninggalkan Madinah, dan tinggal di Homs, Syria.

Menurut kisah Bilal bin Rabah hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari, selalu sampai pada kalimat, “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullahaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).” Kemudian Bilal langsung menangis tersedu-sedu.

Demikianlah kisah Bilal bin Rabah dari budak jadi ahli Surga. Semoga detikers mendapatkan pelajaran dari cerita tersebut.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Tempat Diturunkannya Nabi Adam dan Hawa ke Bumi


Jakarta

Nabi Adam AS adalah nabi pertama sekaligus manusia pertama yang Allah SWT ciptakan di alam semesta ini, hingga akhirnya melalui tulang rusuk Adam, Allah SWT hadirkan Siti Hawa seorang wanita sebagai pasangannya.

Kisah mengenai nabi Adam AS diceritakan dalam Al-Qur’an yakni surah Al-Baqarah. Berikut penjelasan surah Al-Baqarah ayat 30:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٣٠


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Dan surah Al-Baqarah ayat 31:

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ٣١

Artinya: “Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!”

Nabi Adam AS dan Siti Hawa Memakan Buah Khuldi

Dari buku Kisah dan Mukjizat 25 Nabi dan Rasul karya Aifa Syah dikisahkan mengenai iblis yang dibantu oleh ular untuk masuk ke Surga, kemudian bertemu dengan nabi Adam AS dan Siti Hawa.

Iblis pun merayu mereka, “Mengapa kalian tidak memakan buah khuldi ini? Tahukah kalian buah ini bisa membuat kalian tetap tinggal di Surga.”

Nabi Adam AS dan Siti Hawa pada awalnya mampu menahan godaan tersebut, namun iblis terus saja merayu mereka, hingga keduanya tergoda untuk memakan buah tersebut. Padahal Allah SWT melarang keduanya untuk memakan buah khuldi.

Ketika nabi Adam AS dan Siti Hawa makan buah tersebut maka tampaklah aurat keduanya yang selama ini tidak terlihat, “Ya Allah kami telah melakukan dosa besar, ampuni kami ya Allah.” Ujar nabi Adam AS dan Siti Hawa.

Mereka berdua menyesal, namun Allah SWT tetap menurunkan nabi Adam AS dan Siti Hawa ke Bumi, keduanya tidak dapat lagi menikmati apapun yang ada di Surga, dan mereka mesti berusaha mencari makanan di Bumi.

Tempat Diturunkannya Adam dan Hawa

Dari buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ahmad Fatih, S.Pd. disebutkan tempat turunnya nabi Adam AS dan Siti Hawa ke Bumi.

Surah Al-Arah ayat 24:

قَالَ اهْبِطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚوَلَكُمْ فِى الْاَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيْنٍ ٢٤

Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang telah ditentukan.”

Nabi Adam AS dan Siti Hawa tidak diturunkan dalam satu tempat yang sama di Bumi. Nabi Adam diturunkan di Sri Lanka tepatnya di puncak bukit Sri Pada, sementara Siti Hawa diturunkan di daerah Arab.

Keduanya terpisah, hingga akhirnya dipertemukan kembali oleh Allah SWT di Jabal Rahmah. Mereka pun memulai kehidupan barunya di Bumi, banyak hal baru yang dipelajari oleh Nabi Adam AS.

Hikmah kisah Adam dan Hawa

· Manusia sebagai khalifah di Bumi harus senantiasa menjaga kelestarian alam, menghindari permusuhan

· Iblis akan selalu menentang perintah Allah SWT dan menyesatkan manusia

· Hindari sikap sombong, sebab Allah SWT telah mengutuk iblis karena kesombongannya

· Segera bertobat ketika melakukan kesalahan, seperti nabi Adam AS dan Siti Hawa yang memohon ampunan kepada Allah SWT saat memakan buah Khuldi.

Demikian penjelasan tempat diturunkannya Adam dan Hawa, mulai dari kisah keduanya memakan buah Khuldi, hingga hikmah yang bisa diambil. Semoga detikers bisa mengambil pelajaran dari cerita di atas.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Durhakanya Kaum Tsamud terhadap Nabi Saleh AS



Jakarta

Kaum Tsamud adalah sekelompok masyarakat yang menyembah berhala. Mereka hidup di suatu dataran bernama Al-Hijir.

Ridwan Abdullah Sani melalui bukunya yang berjudul Hikmah Kisah Nabi dan Rasul menjelaskan bahwa kaum Tsamud menempati daerah yang letaknya antara Hijaz dan Syam (daerah antara barat laut Arab Saudi dan daerah Palestina, Suriah, Yordania, dan Lebanon). Sebelum dikuasai kaum Tsamud, daerah tersebut sempat diduduki suku ‘Ad yang yang merupakan leluhur mereka.

Allah SWT mengutus Nabi Saleh AS untuk mengajak kaum Tsamud ke jalan yang benar. Sang nabi tak henti-hentinya mengingatkan rahmat yang mereka miliki adalah hasil pemberian Allah SWT.


Kaum Tsamud dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa. Sayangnya, hal tersebut tidak menjadikan mereka beriman kepada Allah SWT.

Dakwah ajakan Nabi Saleh kepada Kaum Tsamud untuk beriman kepada Allah SWT dijelaskan dalam surah Hud ayat 61,

وَاِلٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًا ۘ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗهُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِوَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ ۗاِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُّجِيْبٌ

Artinya: “Kepada (kaum) Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya). Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat lagi Maha Memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Gaya hidup kaum Tsamud senang berfoya-foya, mabuk-mabukan, berzina dan tak segan melakukan tindak kejahatan. Meski demikian, ajakan Saleh AS tidak digubris. Kaum Tsamud justru marah dan berkata,

“Hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan. Apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Sesungguhnya, kami ragu dan khawatir terhadap agama yang kamu serukan kepada kami,” (QS Hud: 62).

Meski ada sekelompok kecil dari Kaum Tsamud yang menerima ajaran Nabi Saleh, sebagian besar penduduk yang memiliki kekayaan berlimpah dan kedudukan tinggi justru bersikeras menolak ajakan Nabi Saleh AS.

Saleh AS tidak patah semangat dan terus berjuang. Ia lantas memohon kepada Allah SWT untuk memberikannya mukjizat agar kaum Tsamud percaya dan bertobat.

Lalu, Allah SWT meminta Nabi Saleh memukulkan tangannya ke atas permukaan batu yang ada di depannya hingga muncul seekor unta betina dengan ukuran besar dan gemuk. Melihat peristiwa tersebut, kaum Tsamud terperanjat. Sebagian dari mereka mengakui Nabi Saleh AS sebagai utusan Allah, tetapi ada juga yang menganggap mukjizat tersebut hanya permainan sihir.

Nabi Saleh AS mengizinkan warga kaum Tsamud untuk memerah dan meminum susu dari unta betina tersebut. Sayangnya, ada beberapa warga yang khawatir akan keberadaan unta itu karena meminum banyak air dari sumber air kaum Tsamud.

Lantas, dua pemuda Kaum Tsamud yang bernama Mushadda bin Muharrij dan Gudar bin Salif membunuh unta betina tersebut.

Tindakan tersebut membuat Nabi saleh sedih dan mengatakan bahwa akan datang azab bagi kaum Tsamud apabila enggan kembali ke jalan Allah. Tanda-tanda dari datangnya azab tersebut ialah pada hari pertama, wajah mereka berubah menjadi kuning saat terbangun dari tidur.

Hari kedua, warna wajah kembali berganti menjadi merah. Selanjutnya di hari keempat berubah lagi menjadi hitam.

Hingga akhirnya pada hari keempat, turunlah azab Allah. Sebelum hari datangnya azab, Nabi Saleh dan pengikutnya pergi meninggalkan daerah Kaum Tsamud.

Walau sudah begitu, ancaman Nabi Saleh AS justru membuat kaum Tsamud semakin murka. Mereka bahkan berencana membunuh sang nabi.

Atas izin Allah, ketika mereka hendak membunuh Nabi Saleh maka turunlah petir menggelegar dan gempa bumi yang dahsyat disertai batu-batu besar yang entah dari mana asalnya menimpa kepala mereka.

Naudzubillah min dzalik.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalid bin Walid, Panglima Perang Islam yang Tidak Pernah Kalah


Jakarta

Khalid bin Walid adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal akan kepiawaiannya dalam peperangan. Khalid termasuk panglima perang Islam yang tersohor pada masanya.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, kehebatan Khalid bin Walid ini dibuktikan dengan tidak adanya kekalahan dalam perang yang ia pimpin. Khalid bahkan dijuluki sebagai Pedang Allah yang Terhunus.

Taktik perangnya yang jitu dan ide-idenya yang luar biasa membuat sosok Khalid bin Walid sangat hebat. Ia juga menjadi juru tulis Nabi Muhammad SAW dengan gelar Abu Sulaiman.


Khalid bin Walid lahir pada 592 M. Ia adalah anak dari pasangan Walid bin Mughirah dan Lababah ash-Shaghri binti al-Harits bin Harb. Sang ayah berasal dari Bani Makhzhum, marga terkemuka di kalangan suku Quraisy.

Khalid masuk Islam usai Perang Uhud. Semenjak menjadi panglima Islam, dirinya terus memperluas wilayah Islam dan membuat pasukan Romawi serta Persia kalang kabut.

Beberapa perang yang dipimpin Khalid bin Walid seperti Perang Mu’tah, Fatu Makkah, Perang Riddah, Perang Yamamah, dan penaklukan Persia-Romawi.

Wafatnya Khalid bin Walid Akibat Sakit

Menukil buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya susunan Ustaz Imam Mubarok Bin Ali, Khalid bin Walid wafat di Hims pada 21 Hijriah. Diriwayatkan dari Abu az-Zinad, ketika ajal hendak menjemputnya ia menangis sambil berkata,

“Aku telah mengikuti perang ini dan itu dengan gagah berani, hingga tidak ada sejengkal bagian pun di tubuhku, kecuali ada bekas sabetan pedang atau tusukan anak panah. Namun, mengapa aku mati di atas kasurku, tanpa bisa berbuat apa-apa, seperti halnya seekor keledai? Mata para pengecut tidak bisa terpejam,”

Dikisahkan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Perang Termasyhur tulisan Indah Julianti, meski Khalid bin Walid dikenal sebagai panglima perang Islam tersohor, ia meninggal akibat sakit yang dideritanya. Pada awal 18 Hijriah, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang para penduduk, termasuk Khalid.

Bahkan, anak-anak Khalid bin Walid ikut terkena wabah tersebut dan menyisakan tiga orang putra, yaitu Sulaiman, Muhajir dan Abdurrahman. Khalid menghembuskan napas terakhir di kediamannya.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW dan Uang 8 Dirham Miliknya



Jakarta

Rasulullah SAW menjalani hidup dengan sederhana. Bahkan ada kisah yang menceritakan dirinya dalam keadaan apa adanya, namun dalam kondisi serba terbatas, Rasulullah SAW merupakan sosok yang dermawan.

Banyak kisah yang menggambarkan kedermawanan Rasulullah SAW. Seperti diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas yang menceritakan,

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin kencang yang bertiup.”


Salah satu kisah dermawan Rasulullah SAW diceritakan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman.

Dikisahkan suatu hari Rasulullah SAW hendak belanja. Beliau membawa bekal uang delapan dirham untuk membeli pakaian dan peralatan rumah tangga.

Sebelum tiba di pasar, beliau melihat seorang wanita sedang menangis.

“Mengapa kau menangis? Apakah kau sedang ditimpa musibah?” tanya Rasulullah SAW.

Wanita itu mengatakan bahwa ia adalah seorang budak. Ia menangis karena kehilangan uang dua dirham dan takut akan dipukuli majikannya.

Setelahnya, Rasulullah SAW mengeluarkan dua dirham dan diberikan kepada budak wanita itu. Kini, uang beliau tinggal enam dirham lagi untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Rasulullah SAW bergegas membeli sebuah gamis, pakaian kesukaannya. Namun, saat hendak beranjak pulang, seorang laki-laki tua berteriak, “Barangsiapa memberiku pakaian, Allah SWT akan mendandaninya kelak.”

Rasulullah SAW memperhatikan orang itu. Ternyata pakaiannya compang-camping dan sudah rusak dimana-mana. Pakaian tersebut tak pantas lagi dikenakan. Untuk itu, Rasulullah SAW memberikan gamis yang baru dibelinya itu dengan suka rela kepadanya.

Rasulullah SAW lalu meneruskan langkahnya untuk membeli kebutuhan lainnya.

Lagi-lagi beliau harus bersabar. Kali ini, budak wanita tadi mendatanginya dan mengeluh bahwa ia takut pulang. Ia khawatir akan dihukum majikannya karena terlambat pulang.

Pada masa itu, seorang budak wanita diperlakukan dengan semena-mena. Hukuman fisik sudah lazim diterima. Akhirnya, Rasulullah SAW dengan senang hati mengantarkan budak wanita itu ke rumah majikannya.

Sampai di rumah orang itu, Rasulullah SAW mengucapkan salam, tetapi tidak ada yang menjawab. Beliau kembali mengucapkan salam. Baru pada kali ketiga, penghuni rumah menjawabnya. Tampaknya, semua penghuni rumah adalah perempuan.

“Kenapa salam pertama dan keduaku tidak kalian jawab?” tanya Rasulullah SAW.

“Kami sengaja diam karena ingin didoakan olehmu, wahai Rasulullah, dengan tiga kali salam,” jawab penghuni rumah.

Kemudian beliau menyerahkan budak wanita itu kepada pemiliknya dan menjelaskan persoalannya seraya berpesan, “Jika budak wanita ini salah dan perlu dihukum, biarlah aku yang menerima hukumannya.”

Mendengar penuturan Rasulullah SAW yang begitu tulus dan ikhlas, penghuni rumah terkesima dan terharu. la berkata, “Budak ini sekarang bebas karena Allah.”

Tentu saja Rasulullah SAW sangat senang mendengarnya.

Beliau bersyukur sambil berkata, “Tidak ada delapan dirham yang begitu besar berkahnya daripada delapan dirham ini. Dengannya Allah SWT telah memberi rasa aman kepada orang yang ketakutan, memberi pakaian orang yang telanjang, dan membebaskan seorang budak.”

Rasulullah SAW tidak mendapatkan barang kebutuhannya namun beliau justru bersyukur karena bisa memberikan manfaat yang lebih besar kepada banyak orang. Masya Allah!

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Cara Rasulullah Berbagi Susu untuk Fakir dan Sahabat yang Kelaparan



Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok yang dermawan, beliau selalu berbagi ketika mendapat rezeki. Termasuk berbagi susu segar kepada Abu Hurairah.

Sebagai seorang sahabat, Abu Hurairah memiliki banyak pengalaman bersama Rasulullah SAW. Salah satunya yakni pengalaman diberi susu segar oleh Rasulullah SAW ketika ia sedang dalam keadaan sangat lapar.

Kisah ini banyak diabadikan melalui riwayat para sahabat. Kemudian dituliskan juga dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman.


Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan, Rasulullah SAW melihat Abu Hurairah RA duduk di pinggir jalan dengan tubuh yang tampak lunglai. Beliau tahu, sahabatnya itu sedang kelaparan.

Beliau tersenyum seraya memanggil, “Hai Aba Hirr (panggilan Abu Hurairah)!”

“Labbaika, Ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.

“Ikutilah aku,” kata Rasulullah SAW mengajak sahabatnya ini.

Abu Hurairah mengikuti Rasulullah SAW yang berjalan menuju ke rumahnya. Setelah diberi izin, Abu Hurairah masuk ke rumah mengikuti Rasulullah SAW.

Di dalam rumah, Rasulullah SAW melihat satu wadah penuh susu dan beliau bertanya kepada istrinya, “Dari mana susu ini?”

“Seseorang mengirimkannya untukmu sebagai hadiah,” jawab istrinya.

Rasulullah SAW memanggil Abu Hurairah, “Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah,”

“Panggillah ahlu shuffah (kaum fakir yang menetap di serambi Masjid Nabawi),”

Rasulullah SAW memiliki jiwa dermawan yang sangat tinggi, beliau akan berbagi dengan ahlu shuffah ketika mendapatkan rezeki. Ketika mendapatkan hadiah, beliau akan memakan sebagian dan memberikan sebagian lainnya kepada para sahabat, terutama ahlu shuffah.

Ketika diperintahkan untuk memanggil ahlu shuffah, Abu Hurairah berkata dalam hati, “Aku berhak mendapat seteguk lebih dulu untuk mengembalikan tenagaku. Toh nanti, kalau ahlu shuffah datang, tentu aku yang akan disuruh melayani mereka. Pasti nanti aku akan mendapatkan sisanya.”

Perkataan ini hanya terucap di dalam hati. Abu Hurairah tidak berani memintanya kepada Rasulullah SAW.

Ia lantas bergegas pergi memanggil ahlu shuffah, sesuai yang diperintahkan Rasulullah SAW.

Saat tiba di rumah Rasulullah SAW, mereka langsung menempati tempat duduk masing-masing.

“Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah.”

“Terima (susu) ini dan bagikan kepada mereka!” perintah Rasulullah SAW.

Abu Hurairah pun langsung menerima wadah susu itu. Lalu, ia memberikan kepada orang pertama untuk diminum sampai puas. Lalu, orang kedua, ketiga, keempat, sampai semuanya mendapat jatah susu.

Setelah itu, wadah dikembalikan kepadanya, dan ia langsung memberikannya kepada Rasulullah SAW.

Beliau menerimanya sambil tersenyum.

“Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah.”

“Kini, tinggal aku dan engkau.”

“Benar, ya Rasulullah.”

“Duduklah dan minumlah,” pinta beliau.

Abu Hurairah pun duduk dan minum susu itu. Rasulullah SAW beberapa kali menyuruhnya untuk meminumnya, “Minumlah!” sehingga Abu Hurairah terus-terusan minum sampai kekenyangan.

“Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, aku sudah kenyang,” ujar Abu Hurairah.

“Kalau begitu, berikan kepadaku!”

Abu Hurairah pun memberikan wadah itu. Rasulullah SAW memuji Allah SWT, membaca basmalah, lalu meminum susu itu.

Sekilas susu tersebut terlihat tidak banyak, tetapi nyatanya bisa dinikmati oleh banyak orang sehingga memberi rasa kenyang.

Kisah ini sekaligus menjadi pelajaran bahwa rezeki yang diberkahi Allah SWT akan mampu mencukupi kebutuhan. MasyaAllah!

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW saat Terkena Sihir dari Labid bin Al ‘Asham



Jakarta

Ilmu sihir telah ada sejak lama, bahkan ketika zaman Nabi Muhammad SAW. Ilmu ini tidak kasat mata dan banyak disalahgunakan untuk mencelakai orang lain.

Melalui ilmu sihir, pelaku meminta bantuan melalui kepada setan dan jin. Terkait sihir disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat 102,

وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتْلُوا۟ ٱلشَّيَٰطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَٰنَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَٰرُوتَ وَمَٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَزَوْجِهِۦ ۚ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِۦ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشْتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا۟ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ


Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Rasulullah SAW sendiri pernah menjadi korban dari ilmu sihir. Kala itu, orang Yahudi bernama Labin bin Al ‘Asham-lah yang mengirim sihir terhadap sang rasul.

Mengutip buku Al-Qur’an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas III susunan Fida’ Abdillah dan Yusak Burhanudin, Labid menerima beberapa tawaran dengan imbalan uang untuk memberikan sihir yang mematikan kepada Rasulullah SAW. Ia membutuhkan beberapa helai rambut sang nabi.

Akhirnya, Labid dan putrinya yang juga ia warisi ilmu sihirnya mengatur strategi untuk mendapatkan rambut Nabi Muhammad SAW. Setelah berhasil, Labid mengikat sebelas buhul pada rambut sang rasul dan putrinya meniupkan semacam mantra pada setiap buhulnya.

Setelah selesai, buhul diikat pada ranting kecil pohon kurma, dibungkus daun, dan dilemparkan ke dalam sumur yang sangat dalam. Sihir tersebut hanya dapat dihancurkan dengan cara membuka ikatan buhulnya.

Rasulullah SAW menyadari ada yang tidak beres dengan dirinya. Ingatan beliau terhadap sesuatu sering hilang secara tiba-tiba dan sering berkhayal melakukan sesuatu yang tidak dilakukan.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga diselimuti rasa mudah lelah dan hilangnya selera makan. Akhirnya, ia berdoa kepada Allah SWT agar disembuhkan dari apa yang dideritanya.

Ketika tidur, Rasulullah SAW bermimpi melihat dua orang. Orang pertama sedang duduk di kepala beliau dan satu orang lainnya berada di kaki beliau. Lalu, satu di antara mereka memberitahu kepada yang lain penyebab dari penyakit Nabi Muhammad SAW dan nama dari sumur.

Malaikat Jibril datang dan membenarkan mimpi Nabi Muhammad SAW serta menyampaikan dua surah, yaitu Al Falaq dan An Nas. Sang rasul meminta Ali bin Abi Thalib RA untuk ke sumur tersebut sambil membaca dua surah itu.

Setiap satu ayat dibaca, satu buhul terlepas dengan sendirinya hingga semua buhul terlepas dan sihir hancur. Setelah itu, Rasulullah SAW kembali pulih seperti sedia kala.

Selain surah Al Falaq dan An Nas, ada juga doa yang bisa dibaca agar terhindar dari sihir. Dikutip dari buku Do’a & Wirid: Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah tulisan Yazid bin Abdul Qadir Jawas terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, berikut doanya.

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab latin: Laa ilaha illallah wahdahu la syarika lahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, wa huwa ‘ala syai’in qadir

Artinya: “Tidak ada Tuhan Selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik Allah segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Putri Nabi Muhammad SAW yang Menikah Beda Agama


Jakarta

Melalui pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid RA, Rasulullah SAW memiliki 7 keturunan yang terdiri dari putra maupun putri. Salah satu putrinya tersebut dikisahkan menikah dengan pria yang berbeda agama.

Dialah Sayyidah Zainab RA, putri sulung Rasulullah SAW dalam pernikahannya dengan Khadijah RA. Dikisahkan, Zainab RA menikahi salah seorang pemuka Quraisy yang bernama Abul Ash atau Abu Al Ash bin Rabi.

Menurut buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam karya Bassam Muhammad Hamami, Zainab bernama lengkap Zainab binti Muhammad al-Amin bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim al-Qurasyiyyah al-Hasyimiyah. Saat itu, Zainab dilahirkan saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.


Hari demi hari tahun demi tahun berlalu. Zainab RA tumbuh menjadi gadis dewasa. Hingga datanglah Abu Al Ash Bin Rabi untuk melamar.

Pernikahan Beda Agama Putri Rasulullah SAW

Dilansir dari buku Khadijah: Cinta Sejati Rasulullah karya Abdul Mun’im Muhammad Umar disebutkan, saat Zainab RA telah memasuki usia untuk menikah, banyak orang tua dari kaum Quraisy menginginkan anak lelakinya menikahi Zainab RA.

Hal ini lantaran Zainab RA adalah anak dari seorang yang dikenal paling jujur dan terpercaya yaitu Rasulullah SAW, serta menikahi Zainab RA artinya menjadi bagian dari keluarga yang terhormat di kota.

Hingga kemudian, Khadijah RA ingat bahwa saudaranya, Halah binti Khuwailid, mempunyai anak laki-laki yang seumuran dengan Zainab RA, bernama Abu Al Ash bin Rabi. Pemuda tersebut juga dikenal akan kejujurannya, sukses dalam berdagang, dan sifatnya yang bisa dipercaya.

Selanjutnya, Khadijah RA menemui Rasulullah SAW untuk menceritakan perihal Abu Al Ash yang ingin meminang Zainab RA.

Tidak diketahui apakah Abu Al Ash datang bersama keluarganya atau sendirian. Namun, Rasulullah SAW menyambut pinangannya dengan terbuka.

Pernikahan antara Zainab RA dan Abul Ash dilaksanakan setahun sebelum turunnya wahyu atau sebelum masa kenabian Rasulullah SAW Pada pernikahan itu Khadijah RA menghadiahkan sebuah kalung kepada Zainab RA.

Gejolak Pernikahan Zainab RA dan Abu Al Ash

Melansir buku Perempuan-Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah karya Muhammad Ibrahim Salim disebutkan, meski wahyu kenabian sudah diturunkan kepada Rasulullah SAW, Abu Al Ash tetap mempertahankan kepercayaan nenek moyang dengan menyembah berhala.

Pernikahan keduanya menjadi pernikahan beda agama hingga perpisahan mereka berdua tidak bisa dihindari. Pada masa hijrah ketika kaum muslimin pergi menuju Madinah, Zainab RA termasuk rombongan yang hijrah ke Madinah.

Suatu hari peperangan kaum kafir Quraisy dengan umat Islam pun terjadi, dalam rombongan kaum kafir Quraisy juga terdapat Abu Al Ash. Peperangan terus berlanjut hingga umat Islam berhasil meraih kemenangan.

Abu Al Ash termasuk dalam tawanan kaum muslimin Ketika kaum Quraisy menebus para tawanan dengan harta mereka, Zainab RA pun mengirim harta dan kalungnya untuk menebus suaminya, Abu Al Ash bin Rabi.

Ketika melihat kalung itu, hati Rasulullah SAW tersentuh sambil berkata kepada para sahabat, “Jika kalian berpendapat untuk membebaskan tawanan Zainab, dan mengembalikan uang tebusannya maka lakukanlah.”

Para sahabat menjawab, “Baik wahai Rasulullah SAW.” Dibebaskanlah Abu Al Ash, dan dikembalikan uang tebusan Zainab RA.

Hukum Islam melarang seorang wanita mukmin tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abu Al Ash yang mendengarnya kemudian menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah keluarga Abul Ash berkata, “Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripadanya.”

Keduanya pun berpisah. Abu Al Ash melepaskan Zainab RA ke Madinah. Hingga pada akhirnya, dikutip dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo Abu Al Ash diberi hidayah oleh Allah SWT dan masuk Islam.

Abu Al Ash kembali menyusul Zainab RA pada tahun ke 7 Hijriah. Rasulullah SAW sangat senang menerima menantunya kembali.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Sari Berita Penting