5 Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan, Catat Hal yang Diharamkan saat Junub


Jakarta

Mandi junub merupakan suatu kewajiban yang dilakukan bagi seorang muslim yang mengalami kondisi-kondisi tertentu. Meskipun secara umum beberapa kondisi laki-laki dan perempuan sama, ada beberapa kondisi khusus yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan.

Selain memiliki persamaan dalam tata cara dan rukun mandi junub antara laki-laki dan perempuan, namun ada beberapa hal tambahan yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Berikut adalah beberapa hal yang membedakan dari penyebab mandi junub bagi perempuan.

Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan

Merangkum buku Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii yang ditulis oleh Musthafa Dib Al-Bugha, dan buku Fiqih Sunnah 1 Sayyid Sabiq, penyebab mandi jubun bagi perempuan umumnya sama seperti penyebab mandi junub bagi laki-laki, namun ada 2 hal yang menambahkannya, yaitu haid dan nifas.


1. Bertemunya Dua Kelamin atau Berhubungan Suami Istri

Mandi junub diwajibkan apabila dua alat kelamin laki-laki dan perempuan telah bertemu, yaitu ketika kepala penis (hasyafah al-dzakar) masuk ke vagina, meskipun tidak masuk seluruhnya, baik mengeluarkan air mani maupun tidak. Kewajiban mandi berlaku juga bagi istri yang dijimak (berhubungan dengan suaminya), baik ia mengeluarkan air mani maupun tidak mengeluarkannya.

Aisyah ra. menuturkan: “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seorang laki-laki yang menjimak istrinya, tetapi ia tidak mengeluarkan mani, apakah keduanya wajib mandi? Pada saat itu, ‘Aisyah sedang duduk. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku pun pernah melakukan hal tersebut bersama istriku ini (Aisyah), lalu kami mandi.” (HR. Al-Bukhari)

2. Keluar Air Mani (Cairan Orgasme)

Penyebab mandi junub bagi perempuan selanjutnya adalah air mani (cairan orgasme) yang keluar dari alat kelaminnya yang terlihat secara jelas. Bagi laki-laki, hal tersebut dapat dilihat ketika air mani keluar dari penisnya.

Sedangkan bagi perempuan, hal itu dapat dilihat ketika keadaan duduk jongkok atau saat buang air kecil atau besar. Kewajiban mandi junub juga berlaku jika air mani keluar saat bermimpi ketika tidur. Hal ini sesuai dengan hadis dari Aisyah RA yang menceritakan:

“Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah RA, datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran, apakah perempuan yang bermimpi diwajibkan mandi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, jika ia melihat air (mani).'” (HR. Al-Bukhari)

Maksud mimpi dalam hadits tersebut adalah mimpi berhubungan dan telah terlihat air mani di bajunya ketika terbangun dari tidur. Diriwayatkan pula dari Aisyah RA yang berkata:

“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang laki-laki yang mendapati bajunya basah (dari air mani), tetapi ia tidak ingat telah bermimpi. Beliau menjawab, ‘la wajib mandi.’ Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang bermimpi, tetapi tidak mendapati air mani ketika bangun. Beliau menjawab, ‘Ia tidak wajib mandi.’ Ummu Salamah juga bertanya, ‘Bagaimana dengan perempuan yang mengalami hal seperti itu, apakah ia wajib mandi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ya, sesungguhnya perempuan itu sama halnya dengan laki-laki.'” (HR. Abu Dawud)

3. Meninggal Dunia

Meninggal dunia juga merupakan salah satu penyebab mandi junub bagi perempuan, dalil diwajibkannya perempuan mandi karena meninggal dunia adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah Al-Anshari RA yang mengatakan:

“Rasulullah SAW mendatangi kami ketika putrinya meninggal dunia. Lalu beliau berkata, ‘Mandikanlah ia tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Haid

Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, yang berbeda dengan melahirkan atau pecahnya selaput darah.

Menurut pendapat mayoritas ulama, haid dimulai jika seorang wanita telah memasuki umur sembilan tahun. Jika seorang wanita melihat darah keluar sebelum usia sembilan tahun, darah tersebut bukanlah darah haid, tapi darah penyakit.

Darah haid pun bisa keluar sepanjang umur, tidak ada dasar yang menyatakan bahwa haid berakhir pada usia tertentu. Jadi, jika seorang wanita yang sudah tua dan melihat adanya darah yang keluar dari kemaluannya, maka darah tersebut adalah darah haid.

Berdasarkan hadits dari Aisyah RA, ia menceritakan:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah binti Abî Hubaisy RA, ‘Apabila masa haidmu datang, tinggalkan salat. Apabila masa haidmu berakhir, mandilah dan salat.” (HR. Al-Bukhari)

Warna darah yang dinyatakan sebagai darah haid adalah sebagai berikut:

  1. Hitam. Ini berdasarkan hadits dari Fathimah binti Abu Hubaisy, bahwasanya ia sering mengeluarkan darah. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Jika darah yang keluar adalah haid, maka warnanya adalah hitam yang dapat dikenali. Jika terdapat darah yang berwarna seperti itu, maka berhentilah mengerjakan salat! Jika berwarna lain, hendaknya tetap wudhu dan melaksanakan, karena ia hanyalah darah penyakit” (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Hibban dan Daraguthni)
  2. Kemerahan, yang merupakan warna asli darah.
  3. Kekuningan, ini biasanya dapat dilihat kaum perempuan seperti nanah, tapi lebih kental dan agak menguning.
  4. Keruh, yaitu berwarna antara putih dengan hitam seperti air yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Algamah bin Abu Algamah dari ibunya, Marjanah, yang dulunya seorang hamba sahaya lantas dibebaskan oleh Aisyah RA. Ia berkata bahwa beberapa wanita mengirimkan suatu wadah yang di dalamnya terdapat kapas yang berwarna kekuningan bekas terkena darah haid. Mereka bertanya tentang kewajiban shalat, lalu Aisyah menjawab, “Jangan tergesa-gesa (mengerjakan shalat) sampai kalian melihat warna kapas itu putih.” (HR. Malik dan Muhammad bin Al-Hasan)

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah ia melahirkan, hal ini juga berlaku jika ia keguguran. Jika seorang wanita melahirkan dan darah yang keluar setelah melahirkan terhenti, atau tidak mengeluarkan darah lagi, maka masa nifasnya telah berakhir dan ia wajib mengerjakan salat, puasa, dan ibadah yang lain.

Sementara itu, batas maksimal nifas adalah empat puluh hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA, ia berkata, “Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita yang sedang nifas dan ia tidak melakukan (ibadah) apapun selama empat puluh hari.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tirmidzi menambahkan, “Para sahabat Rasulullah SAW, tabiin, dan generasi berikutnya sepakat bahwa wanita yang sedang nifas meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali apabila ia sudah suci sebelum habis masa tersebut, maka mereka diwajibkan mandi dan mengerjakan salat. Jika darah tetap keluar setelah empat puluh hari, mayoritas ulama berpendapat, ia tidak dibolehkan meninggalkan salat setelah lewat empat puluh hari.”

6 Perkara yang Diharamkan ketika Haid dan Nifas

Haid dan nifas adalah dua alasan utama yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Oleh karena itu, sebelum perempuan mandi junub, ada perkara-perkara yang haram dilakukan oleh perempuan dalam masa haid dan nifasnya.

Berikut adalah di antara hal-hal tersebut yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili.

1. Salat

Wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan salat. Hal ini berdasarkan hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy, “Apabila engkau didatangi haid, hendaklah engkau tinggalkan salat.”

Begitu pun menurut ijma ulama, kewajiban salat wanita yang haid dan nifas menjadi gugur dan ia tidak perlu mengqadanya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra., ia berkata “Semasa kami sedang haid, kami disuruh oleh Rasulullah SAW supaya mengqada’ puasa dan kami tidak disuruh supaya mengqada’ salat.”

2. Puasa

Wanita yang haid atau nifas diharamkan pula untuk berpuasa, karena datangnya haid tersebut akan menghalangi sahnya puasa. Tetapi, mereka tetap wajib mengqadanya ketika telah mandi junub.

Seperti hadits yang telah dipaparkan sebelumnya, wanita yang sedang haid dan nifas hendaklah mengqada’ puasa mereka, tetapi tidak perlu mengqada’ salatnya.

Dalam riwayat lain, dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada wanita-wanita, “Bukankah saksi perempuan sama dengan separuh saksi lelaki?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu karena kekurangan akalnya. Bukankah apabila dia haid dia tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu adalah karena kurangnya agama.” (HR. Bukhari)

3. Thawaf

Dalam menjalankan thawaf, seseorang memerlukan thaharah atau dalam keadaan suci. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak sah melakukan thawaf.

Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah ra., “Apabila kamu didatangi haid, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang mengerjakan haji. Tetapi, kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah kecuali setelah kamu bersuci.” (Muttafaq ‘Alaih)

4. Memegang, Membawa, Membaca Al-Qur’an

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Seorang yang haid dan orang yang berjunub janganlah membaca apa pun dari Al-Qur’an.”

Dijelaskan pula bahwa orang yang berjunub, haid, atau nifas tidak makruh melihat Al-Qur’an, menulis Al-Qur’an dan nama Allah SWT di atas uang (uang perak), mihrab masjid, dinding, dan di atas hamparan.

Sementara itu, makruh hukumnya jika membaca Al-Qur’an di tempat mandi, bilik air, dan di tempat pembuangan sampah. Namun, tidak dimakruhkan menulis satu ayat di atas lembaran kertas. Dengan syarat, lembaran itu terpisah dengan penulis, kecuali jika dia menyentuhnya dengan tangannya.

5. Masuk, Duduk, dan l’tikaf di dalam Masjid

Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Aku tidak menghalalkan bagi orang haid atau junub memasuki masjid.”

Meski demikian, hal ini dibolehkan jika ia yakin tidak akan mengotori masjid. Karena, hukum mengotori masjid dengan najis atau kotoran lainnya seperti darah haid dan nifas adalah haram.

Sebagaimana Aisyah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Ambilkan aku sajadah (tikar) dari masjid. Maka aku menjawab, ‘Aku sekarang sedang haid.’ Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidak terletak di tanganmu.'”

6. Bersetubuh Meskipun dengan Penghalang

Pendapat ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Menurut jumhur ulama selain ulama Hambali, bersetubuh pada bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut juga dilarang. Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ۝٢٢٢

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Adapun “bermain-main” di selain tempat itu adalah dibolehkan. Oleh karena itu, boleh mencium, mendekap, menyentuh, dan lain-lain di tempat selain bagian antara pusar dan lutut.

Dalam riwayat lain, hadits dari Masruq bin Aida’, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Aisyah RA, ‘Apakah yang boleh dilakukan oleh lelaki terhadap istrinya yang sedang haid?’ Dia menjawab,’Semua perkara kecuali kemaluan!'” (HR. Bukhari)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

5 Dosa Besar Istri Terhadap Suami yang Sangat Dibenci Allah SWT


Jakarta

Selama kehidupan rumah tangga, tak sedikit istri yang tidak menyadari bahwa banyak perbuatannya kepada sang suami termasuk dosa. Perbuatan-perbuatannya ini dilarang keras oleh Rasulullah SAW, bahkan Allah SWT pun membencinya.

Istri tak sadar hal yang diperbuatnya adalah dosa besar dan tetap mengulanginya seakan sudah menjadi kebiasaan. Padahal, Allah SWT melalui Al-Qur’an dan Nabi SAW telah mengingatkan para wanita untuk tidak berperilaku demikian.

Lantas, apa perbuatan istri yang termasuk dosa besar kepada suaminya?


Dosa Istri Terhadap Suami

Mengutip buku Dosa-Dosa Istri yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama oleh Masykur Arif Rahman dan Dosa-Dosa Istri yang Wajib Dihindari karya Hastanti Ayu Humaia, berikut sejumlah dosa istri kepada suaminya:

1. Durhaka pada Suami

Istri yang durhaka berarti membangkang, tidak patuh, atau melawan perintah suaminya. Perilaku istri yang seperti ini sangat dibenci Allah SWT, sampai-sampai menjadi sebab tertolaknya amal sholatnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Dua golongan yang sholatnya tidak melampaui kepalanya: budak yang lari dari majikannya sampai ia kembali dan wanita yang durhaka kepada suaminya hingga ia mau rujuk (taubat).” (HR Thabrani dan Hakim)

Wanita harus mematuhi suaminya, selama tidak menyuruh pada kemaksiatan dan yang dilarang syariat. Karena dalam pernikahan, suami adalah pemimpin atau kepala rumah tangga sehingga patut ditaati.

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ… – 34

Artinya: “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab (pemimpin) atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya.” (QS An-Nisa: 34)

2. Berselingkuh

Perselingkuhan tak ada bedanya dengan mengkhianati pasangan. Perbuatan ini mampu meretakkan hubungan pernikahan. Di sisi lain, berselingkuh merupakan perbuatan mendekati zina. Jangankan berzina, mendekatinya saja sudah dilarang dan dikutuk oleh-Nya sebagaimana Surat Al-Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Zina yang dilakukan istri atau suami disebut zina muhsan. Zina sendiri termasuk dosa paling besar di sisi Allah SWT, terlebih lagi yang diperbuat oleh orang yang sudah menikah. Menurut hadits, hukuman bagi pezina muhsan adalah rajam atau dilempari batu.

3. Menolak Berhubungan Intim

Jimak atau berhubungan intim antara suami dan istri termasuk hak bersama dalam pernikahan. Namun apabila menolak ajakan suami untuk melakukannya, istri bisa berdosa.

Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW bersabda: “Apabila suami mengajak istrinya untuk berkumpul, hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun ia berada di dapur.” (HR Tirmidzi).

Jika istri menolak berjimak hingga suaminya murka marah kepadanya, dikatakan malaikat mengutuknya. Sebagaimana sabda Rasul SAW: “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu istri tidak mendatanginya, hingga dia (suaminya) bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga pagi tiba.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

4. Pergi Tanpa Seizin Suami

Di zaman sekarang, banyak istri yang keluar rumah tanpa sepengetahuan suami. Perbuatan ini, meskipun pergi dengan tujuan baik, termasuk dosa jika tidak izin terlebih dahulu kepada suami.

Dalam Surat Al-Ahzab ayat 33, Allah SWT melarang para istri pergi tanpa seizin suami dan memerintahkan mereka untuk tetap di rumah.

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى… – 33

Artinya: “Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.”

Dijelaskan dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, istri boleh keluar tanpa izin suami hanya dalam kondisi darurat. Seperti istri yang kelaparan saat sendirian di rumah dan suami sedang bekerja, sehingga ia harus membeli makanan keluar. Dalam keadaan seperti itu, istri diperbolehkan keluar tanpa meminta izin suaminya terlebih dahulu.

5. Menggugat Cerai Tanpa Alasan Syar’i

Allah SWT melarang seorang istri menggugat cerai tanpa alasan syar’i. Sebagai contoh, jika wanita meminta cerai hanya karena suaminya yang telah bekerja keras tidak mampu memenuhi gaya hidupnya yang foya-foya, maka ia termasuk durhaka.

Namun bila sang suami malas bekerja atau enggan memberi nafkah, maka istri boleh minta cerai. Namun, ia perlu menasihati suaminya agar bertaubat terlebih dahulu.

Istri yang menggugat cerai tanpa alasan sesuai syariat, Nabi SAW mengungkap bahwa ia tidak akan mencium aroma surga. Rasulullah SAW bersabda, “Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk bercerai tanpa kondisi mendesak, maka haram baginya bau surga.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

(azn/row)



Sumber : www.detik.com

Sosok Wanita Pertama yang Masuk Islam dan Dukung Penuh Dakwah Nabi


Jakarta

Banyak sekali kisah inspiratif tentang para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW sebagai pelopor pemeluk Islam. Orang yang pertama kali memeluk Islam adalah dari kalangan wanita. Ini sosoknya.

Wanita pertama yang memeluk Islam adalah Sayyidah Khadijah RA. Beliau adalah istri Nabi Muhammad SAW. Berikut sosok dan kisahnya dalam mendukung dakwah Rasulullah SAW.

Sayyidah Khadijah: Wanita Pertama yang Masuk Islam

Mengutip dari buku Wanita-wanita Teladan di Zaman Rasulullah karya Desita Ulla R, Sayyidah Khadijah RA adalah sosok wanita istimewa dalam sejarah Islam. Sayyidah Khadijah RA adalah wanita pertama yang memeluk Islam.


Sayyidah Khadijah RA berasal dari keluarga terhormat, bani Quraish, dengan garis keturunan yang sama dengan Rasulullah SAW, yakni dari keluarga bani Asad dan bani Quraish. Hal ini memberinya kehormatan dan kedudukan sosial yang tinggi di Makkah.

Selain memiliki nasab yang mulia, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai pebisnis sukses. Dalam dunia perdagangan, ia menjalankan usahanya dengan penuh kecerdasan dan kejujuran, yang membuatnya sangat dihormati oleh masyarakat.

Selain kekayaan materi yang ia miliki, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal karena sifat jujur dan budi pekerti yang luhur. Ia sangat menjaga kehormatannya, tidak tergoda untuk bergaul bebas dalam lingkungan perdagangan yang didominasi laki-laki, tapi tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan sukses.

Kehormatan dan kepribadian Sayyidah Khadijah RA yang menawan membuatnya sangat dihormati, baik dalam keluarga maupun masyarakat luas. Banyak orang Makkah yang menghormatinya. Bahkan para wanita sering mengunjunginya di rumah untuk mendapatkan nasihat atau sekadar berdiskusi.

Peran Sayyidah Khadijah dalam Dakwah Nabi Muhammad

Sayyidah Khadijah memiliki peran penting dalam mendampingi dan mendukung perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan dalam kondisi sulit saat Rasulullah SAW menghadapi cemoohan, tuduhan sihir, dan gangguan dari kaum kafir, Sayyidah Khadijah RA tetap setia berada di sisi beliau.

Mereka yang membenci Rasulullah SAW sering kali melempari beliau dengan batu, menebarkan duri di jalan, dan bahkan menumpahkan kotoran hewan di depan rumah beliau untuk menghina. Di tengah perlakuan kasar dan kejam ini, Sayyidah Khadijah RA berdiri teguh menemani Rasulullah SAW dalam menghadapi ujian berat tersebut dengan sabar dan tabah.

Sayyidah Khadijah RA selalu memberikan dukungan emosional dan spiritual kepada Rasulullah SAW, terutama saat beliau menghadapi masa-masa krisis. Saat Rasulullah SAW pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril, beliau sangat ketakutan dan gemetar.

Dalam keadaan bingung dan cemas, Nabi SAW menceritakan pengalaman itu kepada Sayyidah Khadijah RA. Sayyidah Khadijah RA dengan penuh kasih menghibur Rasulullah SAW, memberikan ketenangan, dan memastikan bahwa beliau tidak sendiri.

Keteladanan Sayyidah Khadijah

Sayyidah Khadijah RA adalah sosok perempuan yang akhlaknya layak dijadikan teladan. Sebagai istri Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA menunjukkan dedikasi dan penghormatan yang sangat tinggi terhadap suami dan agamanya.

Pengabdian Sayyidah Khadijah RA kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak bisa ditandingi. Ia selalu mendampingi Rasulullah SAW dalam keadaan sulit maupun senang, menunjukkan sifat kesetiaan yang jarang ditemukan.

Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar kehormatan “Ath Thahirah” yang berarti perempuan suci, gelar yang sudah disematkan sebelum Islam datang. Gelar ini diberikan masyarakat Makkah sebagai penghargaan atas kemuliaan dan kesucian sifatnya. Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy,” pemuka wanita Quraisy, karena sikap dan tindakannya yang selalu mencerminkan keagungan.

Sayyidah Khadijah RA dikenal dermawan dan penuh kasih. Rumahnya terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal dan perlindungan, baik untuk perempuan miskin maupun kaum lemah lainnya. Sayyidah Khadijah RA tidak hanya membantu dengan harta, tetapi juga dengan perhatian dan kasih sayang. Kebaikan hatinya membuat penduduk Makkah kagum dan memberikan gelar kehormatan “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy.”

Setelah menikah dengan Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar “Ummul Mukminin,” yang berarti ibu orang-orang beriman. Gelar ini diberikan karena posisinya sebagai perempuan beriman yang sangat mulia.

Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dijuluki “Sayyidatuna Nisa’ al Alamin,” yang artinya pemuka wanita di seluruh dunia. Gelar ini sangat istimewa, hanya disematkan pada perempuan agung dalam sejarah Islam, seperti Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa dan Niat Mandi Wajib setelah Haid Lengkap dengan Tata Caranya


Jakarta

Doa dan niat mandi wajib setelah haid dapat diamalkan oleh muslimah. Pada dasarnya, niat termasuk rukun yang harus dipenuhi agar mandi junub sah.

Menukil dari Ahkam Ibadat Al-Mar’ah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah oleh Su’ad Ibrahim Shalih yang diterjemahkan Nadirsah Hawari, Islam mensyariatkan wanita muslim untuk mandi wajib jika sudah selesai masa haidnya. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW turut menerangkan terkait kewajiban mandi wajib setelah haid. Beliau bersabda,

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat.” (HR Bukhari)

Niat Mandi Wajib setelah Haid

Mengutip dari buku Fiqh Ibadah oleh Zaenal Abidin, berikut bacaan niat mandi wajib setelah haid bagi muslimah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”

Doa Mandi Wajib setelah Haid

Setelah mandi wajib haid, muslimah bisa melanjutkannya dengan berdoa. Mengutip buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab yang ditulis Isnan Anshory, berikut bacaan doa setelah mandi wajib:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

Langkah-langkah Mandi Wajib setelah Haid

Mengacu pada sumber yang sama, ada sejumlah tata cara yang perlu dipahami muslim ketika melakukan mandi wajib. Berikut langkah-langkahnya,

  1. Berwudhu seperti akan salat
  2. Membaca niat mandi wajib setelah haid
  3. Tuangkan air dari ujung kepala sampai ujung kaki sambil dibasuh, ini dilakukan sebanyak tiga kali
  4. Guyur anggota tubuh bagian kanan dan kiri, masing-masing tiga kali
  5. Gosoklah seluruh anggota tubuh
  6. Sela bagian dalam rambut
  7. Perempuan yang berambut panjang tidak wajib membuka ikatan rambut, namun akar rambut harus basah dan terkena air
  8. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar daerah lipatan tubuh
  9. Lanjutkan mandi seperti biasa
  10. Jika sudah selesai, bilas sampai bersih
  11. Baca doa setelah mandi wajib

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Saudi Keluarkan Aturan Khusus Wanita Selama di Masjidil Haram dan Nabawi



Jakarta

Otoritas Umum untuk Perawatan Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Arab Saudi mengeluarkan pedoman bagi jemaah wanita selama di dua masjid suci. Ada sembilan poin penting.

Dilansir dari Gulf News dan MM News, Rabu (11/12/2024), pedoman tersebut dibagikan melalui akun resmi otoritas di X baru-baru ini. Otoritas mengimbau jemaah wanita mematuhi aturan saat berada di area salat.

Aturan ini meliputi mengenakan pakaian islami yang pantas, kooperatif dengan staf, tidak tidur atau duduk di lantai, dan menjaga kelurusan shaf salat.


Jemaah wanita juga diminta menjaga kebersihan, tidak makan atau minum di tempat salat, menjaga tingkat kebisingan, dan tidak jalan di atas karpet dengan sepatu. Selain itu, jemaah juga diimbau tidak meninggalkan barang bawaan pribadi tanpa pengawasan.

“Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga kesucian tempat tersebut dan meningkatkan pengalaman ibadah kolektif bagi semua jemaah,” terang otoritas.

Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah dua masjid suci yang terletak di Makkah dan Madinah. Masjid ini tengah menerima umat Islam dari seluruh dunia untuk menunaikan umrah. Musim umrah 1446 H telah dimulai usai berakhirnya musim haji 1445 H pada Juni 2024.

Kepresidenan Urusan Agama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pada awal Juli 2024 meluncurkan rencana musim umrah 1446 H. Ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah kepresidenan.

Presiden Kepresidenan Urusan Agama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Syekh Abdulrahman Al-Sudais mengatakan rencana tersebut bertujuan mempromosikan titik-titik kekuatan selama musim umrah sembari memaksimalkan konsep melayani, merawat, dan fokus pada jemaah, lapor Arab News.

Pihaknya akan meluncurkan robot pintar keagamaan yang akan memberikan layanan kepada jemaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Saksikan juga Sudut Pandang: Melihat Lebih Dekat Proyek Strategis Nasional di Utara Jakarta

[Gambas:Video 20detik]

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat dan Doa Mandi Wajib setelah Haid dengan Tata Caranya


Jakarta

Haid adalah siklus alami yang dialami oleh perempuan. Selama masa haid, perempuan tidak diperbolehkan melakukan ibadah-ibadah tertentu yang mensyaratkan kesucian, seperti salat, puasa, atau menyentuh mushaf Al-Qur’an.

Begitu selesai, seorang perempuan harus melaksanakan mandi wajib setelah haid sebagai bentuk penyucian diri agar dapat kembali menjalankan ibadah dengan sempurna.

Melalui mandi wajib, muslimah tidak hanya membersihkan tubuhnya secara fisik, tetapi juga mengembalikan kesucian rohani yang menjadi syarat dalam melaksanakan ibadah-ibadah. Tata cara mandi wajib diawali dengan niat dan diakhiri doa. Berikut penjelasan selengkapnya.


Bacaan Niat Mandi Wajib setelah Haid

Dijelaskan dalam buku Pengantar Ushul Fiqih dan Qawa’idul Fiqhiyyah karya Rosidin, tujuan utama niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat kebiasaan serta membedakan tingkatan setiap ibadah. Berikut bacaan niat mandi wajib.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid

Tata cara mendi wajib setelah haid sama seperti mandi wajib pada umumnya. Berikut tata cara lengkap mandi wajib setelah haid yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, seperti dirangkum dari buku Tuntunan Lengkap Sholat Wajib, Sunah, Doa, dan Zikir karya Zakaria R. Rachman:

  1. Mandi wajib setelah haid dimulai dengan niat tulus untuk mengangkat hadas besar.
  2. Langkah pertama adalah membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali.
  3. Selanjutnya, bersihkan area kemaluan menggunakan tangan kiri. Setelah itu, tangan kiri dianjurkan untuk dibersihkan kembali.
  4. Sebelum mengguyur tubuh, disunnahkan untuk berwudhu seperti hendak melaksanakan sholat.
  5. Siramkan air ke kepala sebanyak tiga kali dan pastikan seluruh bagian kepala, termasuk kulit kepala basah terkena air.
  6. Pastikan air terkena mencapai pangkal rambut, terutama bagi yang memiliki rambut panjang.
  7. Siramkan air ke seluruh tubuh, mulai dari bagian kanan, diikuti bagian kiri, hingga semua anggota tubuh basah merata.
  8. Terakhir, cuci kedua kaki sebanyak tiga kali, dimulai dengan kaki kanan kemudian kaki kiri.
  9. Rasulullah SAW memberikan teladan untuk tidak boros menggunakan air. Beliau hanya menggunakan satu sha’ air, yang setara dengan sekitar tiga liter, saat mandi wajib. Dari Anas RA, “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dengan satu sha’ (±3 liter) sampai lima mud dan wudhu dengan satu mud (±3% liter).” (HR Bukhari dan Muslim)

Bacaan Doa Mandi Wajib setelah Haid

Fatkhur Rahman menjelaskan dalam bukunya Pintar Ibadah bahwa bacaan doa setelah mandi wajib setelah haid pada dasarnya sama dengan doa setelah wudhu. Berikut adalah bacaan doa setelah mandi wajib setelah haid yang dikutip dari buku Malaikat Pun Mengamini: Kumpulan Doa Penggapai Rida Ilahi karya Hamdan Hamedan:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Asyhadu allaa llaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allaahummaj’alnii minat-tawwabiina, waj’alnii minal- muta-thahiriina.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (Yang berhak disembah) melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang (yang senang) bersuci.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Masa Nifas dalam Pandangan Islam, Perempuan Wajib Tahu


Jakarta

Nifas adalah masa setelah seorang perempuan melahirkan, di mana tubuhnya mengeluarkan darah sebagai proses pemulihan. Dalam Islam, nifas dianggap sebagai waktu bagi perempuan untuk istirahat dari segala aktivitas, begitu pun beribadah.

Setiap perempuan biasanya memiliki durasi nifas yang berbeda-beda. Ada yang masa nifasnya selesai dalam waktu singkat, namun ada juga yang berlangsung lebih lama. Oleh karena itu, untuk memahami lebih mendalam mengenai batas waktu masa nifas, simak penjelasannya berikut ini.

Pengertian Nifas

Menurut buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili terbitan Gema Insani, nifas adalah darah yang keluar setelah bersalin. Adapun darah yang keluar bersama-sama dengan bayi ketika lahir atau sebelumnya, adalah darah penyakit atau istihadhah. Darah yang disebabkan oleh keluarnya sebagian besar badan bayi, walaupun anak tersebut terputus-putus anggotanya satu demi satu, termasuk darah nifas.


Demikian juga, darah yang keluar akibat keguguran apabila bentuk rangka manusianya sudah tampak jelas, seperti adanya jari atau kuku. Selain itu, darah yang keluar di antara dua anak kembar yang lahir juga dianggap nifas.

Lama Masa Nifas

Dalam buku Fiqih Sunnah 1 karya Sayyid Sabiq terjemahan Abu Aulia dan Abu Syauqina disebutkan bahwa, tidak ada batas waktu minimal untuk nifas. Darah nifas bisa saja keluar hanya beberapa saat setelah melahirkan. Adapun masa nifas yang paling lama menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah 60 hari.

Sementara itu, menurut mayoritas ulama, lama rata-rata masa nifas adalah 40 hari. Hal ini berdasarkan hadis Ummu Salamah RA yang berkata: “Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita yang sedang nifas dan ia tidak melakukan ibadah apapun selama empat puluh hari.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Larangan Selama Masa NIfas

Segala hal yang diharamkan bagi orang yang berjunub juga diharamkan kepada orang yang sedang dalam keadaan haid dan nifas. Perkara yang diharamkan itu ada tujuh, yaitu:

1) Mengerjakan Seluruh Jenis Salat

Wanita yang sedang nifas dilarang mengerjakan salat. Namun, jika seorang wanita melahirkan dan darah keluar setelah melahirkan terhenti atau tidak mengeluarkan darah, maka masa nifasnya telah berakhir dan ia wajib mengerjakan salat, puasa dan ibadah yang lain. Meski demikian, ada baiknya untuk menunggu darah yang keluar benar-benar terhenti hingga 40 hari.

Tirmidzi berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW, tabiin, dan generasi berikutnya sepakat, wanita yang sedang nifas meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali apabila ia sudah suci sebelum habis masa tersebut, maka mereka diwajibkan mandi dan mengerjakan salat.

Jika darah tetap keluar setelah empat puluh hari, mayoritas ulama berpendapat, ia tidak dibolehkan meninggalkan salat setelah lewat empat puluh hari.

2) Sujud tilawah

3) Menyentuh Al-Qur’an

4) Membaca Al-Qur’an

5) Masuk masjid

6) I’tikaf

7) Thawaf

8) Puasa

Jika seorang wanita yang nifas tetap berpuasa, maka puasanya tidak sah atau batal, dan mereka diwajibkan mengqadha puasa bulan Ramadhan sebanyak puasa yang ditinggalkannya saat ia sedang haid atau nifas. Sementara untuk salat, wanita yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha.

9) Berhubungan suami istri.

Perbedaan Haid, Nifas, dan Istihadhah

Merujuk pada sumber sebelumnya, seorang wanita tidak hanya dihadapkan oleh darah nifas saja, namun ada darah kotor lain yang menjadi penghalang mereka untuk beribadah, yaitu darah haid dan darah istihadhah. Berikut perbedaan di antara ketiganya.

1. Haid

Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, bukan karena melahirkan atau pecahnya selaput dara. Haid biasanya terjadi setelah seorang wanita mencapai usia pubertas (sekitar sembilan tahun). Warna darah haid meliputi hitam, kemerahan, kuning, dan keruh.

2. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Mengutip arsip detikhikmah, warna darah nifas cenderung tidak sepekat darah haid. Darah yang termasuk nifas adalah alaqah (darah kental) atau mudghah (gumpalan daging). Selain itu, bau darah nifas juga jauh lebih tajam.

3. Darah Istihadhah

Istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan secara terus-menerus dan tidak pada waktu yang biasa. Jika darah keluar pada waktu-waktu yang biasanya merupakan masa haid, maka darah tersebut dianggap darah haid. Namun, jika darah keluar setelah masa haid berakhir, maka darah tersebut termasuk darah istihadhah.

Dasar hukum ini bersumber dari hadis Ummu Salamah RA. Ia meminta fatwa kepada Rasulullah SAW mengenai seorang wanita yang selalu mengeluarkan darah. Rasulullah SAW lalu bersabda,

“Hendaklah seorang wanita mengetahui terlebih dulu bilangan malam dan siang selama darah haid keluar serta lamanya masa keluarnya darah haid setiap bulan. Setelah mengetahui waktu haid dan masa lamanya, kemudian hendaklah ia menghentikan salat pada waktu-waktu tersebut. Sesudah waktu haid berakhir, ia di anjurkan menyumpal kemaluannya dengan sehelai kain, lalu salat.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Daud Ibnu Majah dan Malik. Imam Nawawi berkata, Sanadnya hadits ini berdasarkan pada syarat Malik dan Syafi’i.)

Khaththabi berkata, “Hal ini berlaku bagi wanita yang sudah mengetahui lamanya masa haid di waktu sehat, tidak dalam waktu ia sedang sakit. Jika dalam masa waktu ia mengeluarkan darah haid berakhir, tapi darah tetap keluar, maka darah tersebut adalah darah istihadah.”

Demikian penjelasan mengenai nifas untuk perempuan dan kaitannya dengan ibadah dalam Islam. Semoga bermanfaat.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Begini Menjadi Istri Idaman Suami Menurut Islam



Jakarta

Peran istri dalam rumah tangga memang sangat penting. Salah satu yang tak kalah penting adalah melahirkan anak-anak yang berkualitas, saleh dan salehah. Jika seorang istri sudah dapat mendidik anaknya dalam hal agama dan perilaku tentunya ia juga mampu menuntun suaminya sukses dalam kehidupan pribadi ataupun karier.

Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Atiqah Hamid dalam buku Ragam Tips dan Amalan Istri Disenangi dan Dihargai Suami adalah perempuan yang bertakwa di mata Allah SWT. Maksud dari bertakwa di sini adalah mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dengan sepenuh hati dan meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu, istri harus mampu menjalankan perannya secara baik dengan melaksanakan kewajibannya sebagai istri sesuai dengan ajaran agama Islam.


Kehadiran istri juga harus bisa membuat suasana rumah layaknya surga, aman dan nyaman. “Istri yang ideal adalah istri yang benar dalam akidah, sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya, mempertahankan rumah tangganya dalam waktu susah dan senang serta mengajak keluarganya memuji Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 32:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ٣٢

Artinya: “Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ciri-ciri Istri Salehah dalam Islam

Rizem Aizid dalam buku Ajak Aku ke Surga Ibu disebutkan ciri-ciri istri salehah dalam Islam, disebutkan.

1. Taat dan Bertakwa kepada Allah SWT

Allah SWT memerintahkan para istri yaitu dengan menaati perintah suaminya dan menjaga anak dari api neraka.

2. Rajin Mengaji dan Mengkaji Al-Qur’an

Istri salehah yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT, tentunya senantiasa membaca Al-Qur’an, mengkaji, dan mengamalkan isi kandungannya. Dengan bekal kemampuan ini, istri salehah akan mampu menjaga anaknya dari api neraka.

3. Selalu Menjaga Aib Suami

Menjaga aib suami dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Asma binti Yazid RA, ia pernah berada di sisi Rasulullah SAW ketika kaum lelaki dan wanita juga sedang duduk. Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka semua orang yang ada di sana diam, tidak menjawab.

Kemudian Asma binti Yazid RA menjawab, “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami). Rasulullah SAW lalu bersabda, “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan setan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad)

4. Sabar dan Mampu Meredam Amarah

Istri salehah mampu meredam dan menahan amarahnya. Seberat apapun cobaan yang datang menerjang selalu diterimanya dengan sabar. Seberapa besar masalah yang menimpa rumah tangganya, ia akan menerimanya dengan penuh kesabaran.

Sebab, istri seperti inilah yang mampu menjaga dan menjauhkan anak dari api neraka. Melalui Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153).

5. Hanya Berdandan untuk Suami

Wanita salehah hanya berdandan untuk suaminya saja, sebab perbuatan berdandan tidak untuk suami termasuk tabarruj dan warisan orang-orang jahiliyah. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salehah yang bisa dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi akan menjaga dirinya.” (HR Abu Dawud).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Tips Beribadah di Malam 1 Rajab bagi Wanita yang Sedang Haid


Jakarta

Malam 1 Rajab adalah salah satu waktu yang penuh keberkahan dalam kalender Islam, di mana umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Namun, bagi wanita yang sedang haid, ada cara-cara tertentu untuk tetap memanfaatkan malam mulia ini dengan amalan yang diperbolehkan sesuai syariat.

Meskipun beberapa ibadah seperti salat dan puasa dilarang bagi wanita haid, terdapat pilihan amalan lain yang tetap bisa dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Lantas, apa saja amalan baik yang bisa dilakukan oleh wanita haid di malam 1 Rajab ini?


Larangan untuk Wanita Haid

Dikutip dari buku Kitab Haid, Nifas dan Istihadah oleh Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf, haid adalah sebuah peristiwa biologis yang Allah berikan kepada seorang wanita yang menandakan bahwa organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi.

Ketika seorang wanita sedang mengalami fase haid atau menstruasi, terdapat beberapa hal yang tidak bisa dia lakukan, seperti salat dan puasa. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 222:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qulhuwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi walā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, faiżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wayuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri,”

Selain salat dan puasa, ada beberapa hal lain yang dilarang bagi wanita Muslim saat sedang haid, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Jilid 1 karya Prof. Wahbah Az-Zuhaili:

  • Mandi wajib atau wudhu
  • Thawaf
  • Membaca, memegang, dan membawa Al-Qur’an
  • Masuk, duduk, dan itikaf di dalam masjid
  • Bersertubuh
  • Talak

Amalan Wanita Haid di Malam 1 Rajab

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa wanita muslim yang sedang berada di dalam fase haid, maka mereka tidak bisa melakukan sejumlah ibadah. Namun, tentu mereka bisa tetap beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang lain.

Berikut ini adalah amalan malam 1 Rajab untuk wanita haid:

1. Berdoa

Salah satu cara menyambut datangnya bulan Rajab adalah dengan memanjatkan doa khusus pada malam pertamanya. Dalam buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Ustadz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid, disebutkan bahwa tradisi ini telah dilakukan oleh para ulama salaf sejak zaman dahulu, karena terdapat hadits yang menganjurkan doa ini untuk memohon keberkahan di bulan-bulan yang istimewa.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Nabi SAW apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa, Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Bacaan doa amalan 1 Rajab yang bisa diamalkan oleh kaum muslimin adalah:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ.

Arab latin: Allaahumma baarik lanaa fii rajaba wa sya’baana, wa ballighnaa ramadhaana.

Artinya: “Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami di bulan Ramadhan.”

2. Zikir

Zikir dan memuji nama Allah juga menjadi salah satu amalan yang bisa dilakukan. Zikir khusus yang dianjurkan dibaca sebanyak 100 kali pada malam 1 Rajab sebagai berikut:

سُبْحَانَ اللَّهِ الْحَيُّ الْقَيُّمِ.

Arab latin: Subhaanallaahil hayyul qayyuum.

Artinya: “Maha Suci Allah yang hidup kekal dan terus-menerus mengurus makhluk-Nya.”

Selain itu, bisa juga dengan membaca tasbih sebanyak 100 kali pada malam 1 Rajab dengan bacaan berikut:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنْبَغِي التَّسْبِيحُ إِلَّا لَهُ، سُبْحَانَ الْأَعَزَّ الأَكْرَمِ، سُبْحَانَ مَنْ لَبِسَ الْعِزَّ وَهُوَ لَهُ أَهْلُ.

Arab latin: Subhaana man laa yanbaghit tasbiihu illaa lahuu, subhaanal a’azzal akraam, subhaana man labisal ‘izza wahuwa lahu ahlun.

Artinya: “Maha Suci Dzat yang hanya kepada-Nya tasbih dipanjatkan. Maha Suci Dzat Yang Perkasa lagi Mulia. Maha Suci Dzat yang menyandang keperkasaan, dan hanya Dia-lah yang memang pantas menyandangnya.”

Kapan Malam 1 Rajab?

Menurut kalender hijriah yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), 1 Rajab 1446 H akan jatuh pada hari Rabu, 1 Januari 2025. Artinya, malam 1 Rajab yang menjadi momen penuh keberkahan dalam Islam dimulai pada malam sebelumnya, yaitu Selasa malam sehabis Magrib, bertepatan dengan tanggal 31 Desember 2024.

Malam ini menjadi kesempatan istimewa bagi umat Islam untuk memulai bulan Rajab dengan meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Dilarang Tabarruj, Muslimah Tidak Boleh Pamerkan Tubuh dan Dandan Berlebihan



Jakarta

Tabarruj adalah salah satu perbuatan yang dilarang dilakukan kaum Hawa. Wanita diperintahkan menutup aurat dan menjaga dirinya sehingga ada larangan tegas untuk melakukan tabarruj.

Tabarruj erat kaitannya dengan aurat. Dalam kata lain, tabarruj adalah membuka aurat di tempat umum.

Pengertian Tabarruj

Mengutip buku Ternyata Kita Tak Pantas Masuk Surga karya H. Ahmad Zacky, secara bahasa tabarruj artinya wanita yang memamerkan keindahan dan perhiasannya kepada pria lain. Sedangkan barrajat al mar’an artinya wanita yang menampakkan kecantikan, leher dan wajahnya.


Sebagian ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah wanita yang menampakkan perhiasan, wajah dan kecantikannya kepada laki-laki dengan maksud membangkitkan syahwat. Sementara tabarruj dalam pandangan syar’i adalah setiap perhiasan atau kecantikan yang ditunjukkan wanita kepada mata-mata orang yang bukan mahram.

Seorang muslimah hendaknya menjaga dirinya agar jangan sampai perhiasan yang dikenakan, kecantikan wajahnya atau keindahan anggota tubuhnya bisa menimbulkan fitnah bagi lelaki yang memandang.

Dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 33, Allah SWT berfirman tentang larangan tabarruj,

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT melarang muslimah untuk berbuat tabarruj layaknya orang-orang di zaman Jahiliyah.

Mujahid berkata, “Wanita dahulu keluar dan berada di antara laki-laki. Inilah yang dimaksud dengan tabarruj Jahiliyah.”

Kemudian Qatadah berpendapat, “Wanita dahulu apabila berjalan berlenggak-lenggok genit. Allah SWT melarang hal ini.”

Muqatil bin Hayyan menyatakan, “Maksud tabarruj adalah wanita yang menanggalkan kerudungnya, lalu tampaklah kalung dan lehernya. Inilah tabarruj terdahulu saat Allah SWT melarang para wanita yang beriman untuk melakukannya.”

Mengutip buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Rasulullah SAW bersabda,
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku tidak pernah melihatnya, para laki-laki yang di tangannya memengang cemeti seperti ekor sapi dan wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya telanjang, yang condong dan lenggak-lenggok. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aromanya, sedangkan aroma surga sudah tercium dari jarak segini dan segini.” (HR Muslim)

Ciri Perbuatan Tabarruj

Terdapat beberapa perbuatan wanita yang dapat dikatakan tabarruj sebagaimana merangkum buku 10 Azab Wanita yang Disaksikan Rasulullah karya El-Hosniah.

1. Berpakaian tapi Telanjang

Bentuk tabarruj yang paling umum adalah wanita yang berpakaian tapi telanjang. Maksud istilah tersebut adalah wanita yang berpakaian tapi pakaiannya tetap memperlihatkan lekuk tubuh, sehingga hal tersebut dapay mengundang birahi lawan jenis yang melihatnya.

2. Memakan Parfum Berlebihan

Bentuk tabarruj lainnya adalah menggunakan wewangian secara berlebihan. Islam memang mencintai keindahan dan sesuatu yang wangi namun bila seorang wanita menggunakan parfum berlebihan untuk menarik perhatian lawan jenis, maka hal ini termasuk tabarruj.

Hukum tabarruj sama dengan perbuatan zina. Rasulullah SAW bersabda, “Siapapun wanita yang memakai wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina.” (HR. Nasai)

3. Dandan Berlebihan

Berhias dan berdandan berlebihan telah dilakukan sejak zaman Jahiliah. Perbuatan ini juga termasuk dalam bentuk tabarruj.

4. Membuka Sebagian Aurat

Membuka sebagian aurat dapat dicontohkan dengan memakai topi namun tidak mengenakan kerudung. Termasuk wanita yang mengenakan kerudung namun tidak menutup bagian dadanya, mengenakan pakaian ketat dan memperlihatkan lekuk tubuhnya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Sari Berita Penting