Kapan Istri Boleh Minta Cerai Menurut Islam?


Jakarta

Perceraian dalam Islam tergolong sebagai hal yang dihalalkan namun dibenci oleh Allah SWT. Istri boleh meminta cerai kepada suami apabila ia melakukan hal-hal ini. Apa saja?

Dikutip dari buku Bulughul Maram & Dalil-Dalil Hukum: Panduan Hidup Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW dalam Ibadah, Muamalah, dan Akhlak oleh Ibnu Hajar, dijelaskan bahwa perceraian memang sebuah perkara yang halal, namun Allah SWT sangat membencinya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW,


عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَبْغَضُ الْحَلَالِ عِنْدَ اللَّهِ الطَّلَاقُ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهِ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَرَبَّحَ أَبُو حَاتِمٍ إِرْسَالَهُ

1098. Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits ini shahih menurut al-Hakim. Abu Hatim menilainya hadits mursal)

Cerai merupakan jalan keluar terakhir dan yang paling baik dihindari apabila terjadi sebuah kerusuhan dalam rumah tangga. Cara ini boleh ditempuh ketika semua bentuk pendekatan dan percobaan penyelesaian masalah sudah dilakukan.

Namun, tentu saja semua orang menginginkan rumah tangga yang baik dan bahagia. Tak jarang, di dalam rumah tangga seorang istri tidak merasa bahagia dan malah mendapat kekerasan.

Oleh karena itu, perceraian dalam Islam tidak hanya bisa dilakukan oleh suami. Namun, istri juga mendapat hak yang sama untuk meminta perceraian ketika terjadi sesuatu pada diri dan rumah tangganya.

Terdapat beberapa alasan yang membolehkan istri untuk meminta perceraian suami. Dengan catatan dirinya tidak meminta cerai karena alasan-alasan yang tidak jelas atau dibenarkan agama.

Masykur Arif Rahman dalam Dosa-Dosa Istri yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama menyebutkan bahwa istri yang tidak memiliki alasan yang sah secara syariat, akan mendapat dosa bila ia mengajak bercerai.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja wanita yang minta diceraikan oleh suaminya tanpa alasan yang sah maka haram baginya wangi surga.” (HR Ahmad)

Adapun alasan-alasan yang membolehkan perceraian dalam Islam dari sisi istri adalah sebagaimana berikut ini.

5 Alasan Istri Halal Minta Cerai

1. Tidak Mendapat Nafkah dari Suami

Alasan istri boleh minta perceraian dalam Islam yang pertama adalah karena suami tidak menafkahi istri dan ia tidak merelakannya. Namun, jika istri mengerti kondisi suami yang memang tidak bisa menafkahi dan rela berkorban kepadanya, maka tidak perlu bercerai.

2. Tidak Mampu Menahan Syahwat

Alasan istri boleh minta perceraian dalam Islam yang kedua adalah karena ia tidak kuat menahan syahwat, sedangkan suaminya tidak bisa memenuhi hasrat tersebut. Sehingga, daripada memilih berzina, lebih baik bercerai.

Namun, apabila istri rela tidak mendapat kebutuhan biologis itu, maka terhapuslah alasan baginya untuk minta cerai.

Istri boleh minta cerai suami apabila ia tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban suami karena benci atau lain-lain. Daripada selalu bertengkar, lebih baik bercerai sebab berpotensi menambah keburukan.

4. Suami Berakhlak Buruk

Keempat, alasan istri halal meminta perceraian dalam Islam yakni ketika suami mempunyai kepribadian dan akhlak yang buruk, yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Misalnya ketika istri merupakan seorang yang salihah, sedangkan suaminya sering meninggalkan salat, tidak berpuasa, sering berbohong, durhaka kepada orang tua, mabuk, berjudi, dan melakukan perbuatan tercela lainnya, maka istri boleh meminta cerai kepada suami.

Sebab, pada dasarnya, wanita salihah adalah untuk suami yang salihah juga. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 26 yang berbunyi,

اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ ٢٦

Artinya: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.”

5. Suami Berlaku Kasar

Alasan istri halal minta perceraian dalam Islam yang terakhir adalah karena suami berlaku buruk, kasar, dan keras terhadap istri.

Contohnya adalah suami selalu memukul, memaki, main tangan, tidak mau memuaskan istri dalam berhubungan badan, menyuruh kerja berat, dan lain sebagainya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ada Satu Kesalahan Suami Kepada Istri yang Tidak Bisa Dimaafkan dalam Islam



Jakarta

Dalam berumah tangga, di antara pasangan tentu banyak terjadi masalah, ketidakcocokan, dan tantangan. Namun terdapat sebuah kesalahan suami yang tidak bisa dimaafkan dalam Islam. Apakah kesalahan fatal itu?

Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Kita sering membuat kesalahan kepada orang lain, baik disengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kita untuk saling maaf memaafkan.

Begitu pula di dalam kehidupan rumah tangga. Tak jarang suami dan istri mengalami pertengkaran karena kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan satu sama lain.


Jika kesalahan kecil seperti lupa menaruh handuk, tidak merapikan sepatu, atau pergi tanpa berpamitan mungkin bisa dimaafkan oleh istri. Ternyata ada sebuah kesalahan suami yang tidak bisa dimaafkan dalam Islam. Apa itu?

Kesalahan Suami yang Tidak Bisa Dimaafkan dalam Islam

Kesalahan suami yang tidak bisa dimaafkan dalam Islam adalah menuduh istri melakukan perbuatan zina dengan laki-laki lain. Akibat dari kesalahan ini bisa saja hukuman rajam bagi istri atau cerai untuk selama-lamanya.

Dikutip dari buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, menuduh istri berzina dengan lelaki lain tanpa adanya bukti yang jelas hukumnya haram dan dosa besar. Perkara ini termasuk dalam kesalahan suami yang tidak bisa dimaafkan dalam Islam.

Tuduhan zina itu sangat fatal jika sang istri ternyata tidak melakukannya dan merupakan wanita salihah baik-baik. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur ayat 4-5 yang berbunyi,

وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمٰنِيْنَ جَلْدَةً وَّلَا تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًاۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ ۙ(4) اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ وَاَصْلَحُوْاۚ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (5)

Artinya: Orang-orang yang menuduh (berzina terhadap) perempuan yang baik-baik dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (para penuduh itu) delapan puluh kali dan janganlah kamu menerima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik, kecuali mereka yang bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Rasulullah SAW menggolongkan suami yang menuduh istrinya berbuat zina, padahal tidak demikian, ke dalam hal-hal yang membinasakan. Beliau bersabda,

“Hindarilah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan. Ada yang bertanya, ‘Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah SAW?’ beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT, kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, dan menuduh zina terhadap wanita suci yang sudah menikah dan lengah.'” (HR Bukhari dan Muslim)

Ada dua kemungkinan yang terjadi atas tuduhan suami terhadap istri yang berzina. Pertama, apabila memang terbukti istri melakukan perbuatan keji tersebut, maka istri harus menerima had (hukuman) berupa rajam.

Sementara itu, apabila tuduhan zina kepada istri tersebut tidak benar, maka kedua pasangan dijatuhi hukuman li’an atau perceraian yang tidak boleh rujuk kembali selama-lamanya.

Maulana Muhammad Ali dalam Islamologi: Panduan Lengkap Memahami Sumber Ajaran Islam, Rukun Iman, Hukum, & Syariat Islam menjelaskan bahwa li’an adalah bentuk perceraian antara suami dan istri yang disebabkan karena suami menuduh istri berbuat zina, sedangkan ia tidak memiliki bukti, dan istri menolak tuduhan tersebut.

Akibat dari li’an sudah dijelaskan dalam buku Hukum Keluarga Islam di Indonesia oleh Ansari. Akibatnya adalah perceraian antara suami istri. Bagi suami, istrinya menjadi haram untuk selamanya.

Ia tidak boleh rujuk ataupun menikah lagi dengan akad baru. Bila istrinya melahirkan, anak yang dikandungnya tidak bisa diakui dalam keturunan suaminya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kenapa Islam Sangat Memuliakan Wanita?


Jakarta

Allah SWT menciptakan berbagai makhluk untuk taat kepada-Nya. Salah satu ciptaan-Nya adalah wanita.

Dalam pandangan Islam, wanita merupakan makhluk mulia yang sangat dimuliakan keberadaannya. Bahkan Allah SWT memuliakan wanita dengan turunnya surah An Nisa.

Sikap untuk menghargai dan memuliakan wanita dijelaskan dalam surah An Nisa ayat 19,


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١٩

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”

Maka dari itulah, memuliakan wanita merupakan salah satu kewajiban bagi kaum laki-laki. Berikut penjelasan tentang memuliakan wanita dalam Islam.

Memuliakan Wanita dalam Islam

Dirangkum dari buku Kamu Cantik jika Taat Allah oleh Sahabat Muslimah dan buku Membangun Keluarga Sakinah, Tanya Jawab Seputar Keluarga, Islam sangat memuliakan wanita. Wanita harus dijaga, dilindungi, dan dimuliakan kaum laki-laki.

Islam telah mengajak umatnya agar memuliakan wanita sejak ia masih kecil. Wanita harus diberikan pendidikan yang bagus agar kelak mereka menjadi wanita yang salihah dan dapat menjaga diri.

Namun, sebelum datangnya Rasulullah SAW, banyak wanita yang tidak dihormati dan diperlakukan seperti budak. Bahkan pada zaman tersebut kelahiran wanita sangat tidak diinginkan. Jika ada seorang wanita yang lahir, maka ia akan dikubur hidup-hidup.

Hal tersebut dibuktikan dengan firman Allah SWT dalam surah An Nahl ayat 59-59,

وَاِذَا بُشِّرَ اَحَدُهُمْ بِالْاُنْثٰى ظَلَّ وَجْهُهٗ مُسْوَدًّا وَّهُوَ كَظِيْمٌۚ ٥٨ يَتَوٰرٰى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوْۤءِ مَا بُشِّرَ بِهٖۗ اَيُمْسِكُهٗ عَلٰى هُوْنٍ اَمْ يَدُسُّهٗ فِى التُّرَابِۗ اَلَا سَاۤءَ مَا يَحْكُمُوْنَ ٥٩

Artinya: “(Padahal,) apabila salah seorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah (sedih dan malu). Dia bersembunyi dari orang banyak karena kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruk (putusan) yang mereka tetapkan itu!”

Islam mencela perilaku jahiliah yang mengubur bayi wanita hidup-hidup. Bahkan, Allah SWT telah menyiapkan pahala yang berupa surga bagi yang sabar dalam mengurusi anak perempuan.

Wanita Dimuliakan oleh Islam Setiap Saat

Dirangkum dari buku Akhlak Wanita Muslimah oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi, Islam memuliakan wanita setiap saat, yaitu:

Memuliakan Wanita Sejak Kecil

Islam mengajak umatnya agar memuliakan wanita sejak mereka masih kecil agar kelak menjadi wanita yang salihah. Islam juga mencela perilaku jahiliah yang mengubur anak wanita mereka hidup-hidup.

Haram Berbuat Durhaka kepada Ibu, Mencegah dan Meminta, serta Mengubur Anak Wanita Hidup-hidup

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita, dia melindungi, mencukupi dan menyayanginya, maka wajib baginya surga. Ada yang bertanya, ‘Bagaimana kalau dua orang anak wanita wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Dua anak wanita juga termasuk’.” (HR Bukhari)

Memuliakan Seorang Ibu

Islam memerintahkan kaumnya agar selalu berbuat baik kepada ibu serta menjaga dari segala gangguan. Abu Hurairah RA berkata,

“Ada seseorang datang menemui Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah kepada siapakah aku selayaknya berbuat baik? Beliau menjawab, ‘Kepada Ibumu!’ Orang tadi bertanya kembali, ‘Lalu kepada siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu’, kemudian ia mengulangi pertanyaan, dan Rasulullah tetap menjawab, ‘Kepada Ibumu!’ ia bertanya kembali, ‘Setelah itu kepada siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kepada ibumu!’.” (HR Bukhari)

Memuliakan Seorang Istri

Islam telah memberikan hak yang agung bagi istri yang harus dilaksanakan oleh suami, sebagaimana suami juga memiliki hak yang agung. Salah satu ayat yang menyebutkan hak istri termaktub dalam potongan surah An Nisa ayat 19,

… وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ …

Artinya: “… Pergaulilah mereka dengan cara yang patut…”

Memuliakan Wanita secara Umum

Meskipun tidak ada hubungan keluarga, wanita harus dimuliakan jika mereka membutuhkan pertolongan. Rasulullah SAW bersabda,

“Orang yang mengusahakan bantuan bagi para janda dan orang-orang miskin seolah-olah dia adalah orang yang berjihad di jalan Allah. Rowi berkata: dan aku mengira beliau juga berkata; dan seperti orang yang salat tidak pernah lemah dan seperti orang yang puasa tidak pernah berbuka.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Khadijah Jadi Muslimah Pertama yang Mendirikan Sholat



Jakarta

Khadijah binti Khuwailid adalah istri pertama Rasulullah SAW. Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Khadijah sudah terkenal sebagai perempuan terhormat dan pengusaha kaya.

Khadijah menjadi perempuan pertama yang masuk Islam. Ia menjadi perempuan yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT.

Merangkum buku 30 Hari Bersama Sahabat Nabi: Jilid 1 karya Muhammad Al-Fairuz, dikisahkan Khadijah menjadi perempuan pertama yang memeluk Islam sekaligus mendirikan sholat.


Sebelum sholat lima waktu diperintahkan, Allah telah memerintahkan muslim untuk menunaikan sholat dua waktu, masing-masing sebanyak dua rakaat. Dua waktu sholat ini adalah sebelum tenggelam matahari dan sebelum terbitnya matahari.

Perintah ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’min ayat 55,

فَٱصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِٱلْعَشِىِّ وَٱلْإِبْكَٰرِ

Artinya: Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.

Khadijah merupakan muslimah yang paling dekat dengan Rasulullah SAW karena ia yang mendampingi dan setia menemani perjalanan dakwah Rasulullah SAW. Ia juga menjadi perempuan pertama yang menunaikan perintah sholat dua waktu ini.

Rasulullah SAW dan Khadijah memperoleh pengetahuan tentang cara berwudhu dari Malaikat Jibril. Atas perintah Allah SWT, Malaikat Jibril melakukan wudhu di hadapan Rasulullah SAW. Baru kemudian Rasulullah SAW mengajarkan cara berwudhu kepada Khadijah, sang istri.

Tak hanya mengajari berwudhu, Malaikat Jibril juga turut mengajarkan tata cara sholat berjamaah. Malaikat Jibril mengimami Rasulullah SAW yang menjadi makmum ketika sholat. Kemudian setelah itu, Rasulullah SAW mengimami sholat berjamaah bersama Khadijah.

Sholatnya Rasulullah SAW dan Khadijah ini disaksikan Ali bin Abi Thalib menjelang dirinya masuk Islam.

Kemudian sholat fardhu diperintahkan untuk dikerjakan sebanyak lima waktu dalam sehari semalam setelah Rasulullah SAW melakukan perjalanan Isra Miraj menuju langit ke tujuh dan kemudian ke Sidratul Muntaha. Perjalanan Isra Miraj ini menjadi sejarah turunnya perintah sholat lima waktu.

Wallahu ‘alam.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Wajib setelah Haid dan Sunnah-sunnahnya


Jakarta

Wanita haid wajib bersuci dengan mandi besar setelah selesai haidnya. Tata cara pelaksanaannya dimulai dengan membaca niat mandi wajib setelah haid.

Dalil pelaksanaan mandi wajib setelah haid tertuang dalam Al-Qur’an dan hadits. Berikut penjelasannya.

Pengertian Mandi Wajib

Dikutip dari buku Panduan Lengkap Ibadah Muslimah karya Muhammad Syukron Maksum, mandi adalah cara lain selain wudhu untuk menghilangkan hadas. Jika wudhu digunakan untuk menghilangkan hadas kecil, maka mandi berguna untuk menghilangkan hadas besar. Perintah untuk mandi wajib ada pada Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 6.


وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ

Artinya: “..jika kamu dalam keadaan junub, maka mandilah…”

Dikutip dari Buku Tuntunan Lengkap Salat Wajib, Sunah, Doa, dan Zikir karya Zakaria R. Rachman, dalam thaharah, yang dimaksud mandi yaitu mandi wajib atau mandi janabat. Mandi wajib adalah aktivitas mengalirkan atau meratakan air ke seluruh permukaan kulit tubuh dengan niat menghilangkan hadas besar.

Sebab Mandi Wajib

Beberapa hal yang dapat menjadi sebab mandi wajib di antaranya:

1. Junub (Janabat)

Junub yaitu keadaan sesudah bersetubuh atau keluar mani, baik melalui mimpi ataupun disengaja. Junub termasuk hadas besar sehingga harus disucikan dengan mandi wajib.

2. Selesai Haid dan Nifas

Haid dan nifas juga merupakan hadas besar. Oleh karena itu, bagi wanita, setelah darah haid dan nifas berhenti harus menyucikan diri dengan mandi wajib sebelum melakukan ibadah seperti salat wajib.

3. Mati yang Bukan Mati Syahid

Mandi wajib yang dimaksud dalam hal ini adalah memandikan orang yang telah mati jika matinya bukan karena mati syahid, seperti mati di medan perang ketika berperang dengan orang kafir.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa memandikan orang mati hukumnya fardhu kifayah, atau jika sebagian orang sudah melakukannya, maka yang lain gugur kewajibannya.

Rukun Mandi Wajib

  • Niat ikhlas karena Allah Ta’ala.
  • Menyiramkan atau mengalirkan air ke seluruh badan dan meratakannya dimulai dari rambut kepala.
  • Menghilangkan najis yang menempel.

Sunnah Mandi Wajib

  • Membaca basmalah sebelum mulai mandi.
  • Mencuci tangan sebanyak tiga kali.
  • Mencuci kemaluan hingga bersih.
  • Berwudhu seperti wudhunya orang yang hendak salat sebelum mandi.
  • Diawali dengan mengalirkan air ke bagian tubuh sebelah kanan.
  • Menggosok seluruh badan hingga bersih.

Dikutip dari kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dkk, tata cara mandi wajib yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW juga diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA.

“Apabila Rasulullah SAW hendak mandi junub, beliau selalu memulai dengan membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air pada bagian kanan kemudian dilanjutkan bagian kiri. Setelah itu, beliau membasuh kemaluannya. Kemudian dilanjutkan wudhu seperti halnya ketika wudhu untuk mengerjakan salat. Setelah itu, beliau mengambil air dan menyiramkannya di atas kepala sambil memasukkan jari-jarinya untuk menyelah-nyela pangkal rambut. Ketika beliau merasa air telah membasahi kulit kepala, beliau membilas rambutnya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pada dasarnya, tata cara mandi wajib ini sama baik karena junub maupun haid dan sebab lainnya. Mandi wajib diawali dengan membaca niat. Berikut bacaan niatnya untuk mandi wajib karena haid.

Niat Mandi Wajib setelah Haid

Berikut bacaan niat mandi wajib setelah haid.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf ‘il hadatsil akbari fardhal lillaahi ta’aala.

Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardu karena Allah ta’ala.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Perjuangan Putri Rasulullah Jalani Cinta Beda Agama hingga Berbuah Manis


Jakarta

Tidak cuma hari ini, ternyata cinta beda agama sudah ada sejak zaman nabi. Bahkan yang mengalaminya merupakan putri Rasulullah SAW yang bernama Zainab RA.

Siapa sosok yang dicintai oleh Zainab RA? Dalam Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW karya Moenawar Chalil disebutkan, Zainab RA jatuh cinta kepada Abul Ash bin Rabi’ yang merupakan salah seorang pemuka Quraisy.

Dikutip dari buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, Zainab RA sangat mencintai Abul Ash, begitu juga sebaliknya. Sayangnya, perbedaan agama membuat mereka tidak bisa bersama. Sebab, Abul Ash kala itu belum memeluk Islam.


Abul Ash tetap tidak mau meninggalkan agama nenek moyangnya, bahkan setelah turunnya wahyu kenabian kepada Rasulullah SAW. Dia masih tetap menyembah berhala layaknya orang-orang kafir Quraisy.

Awal Pertemuan Zainab dengan Abul Ash

Mengutip buku Bilik-Bilik Cinta Muhammad karya Nizar, Zainab RA merupakan putri tertua dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah binti Khuwailid RA. Zainab RA lahir saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.

Zainab RA menghabiskan masa mudanya dengan membantu dan meringankan tugas ibunya dalam urusan rumah tangga serta mengasuh adik-adiknya. Dari kebiasaan inilah, ia belajar hidup dalam kesabaran dan keteguhan.

Sementara itu, Abul Ash bin Rabi’ bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi merupakan pemuda terhormat dengan kekayaan melimpah. Ia merupakan putra Halah bin Khuwailid yang tak lain merupakan saudara Khadijah RA. Dengan kata lain, Abul Ash merupakan keponakan dari Khadijah RA.

Rasulullah SAW menikahkan Zainab RA dengan Abul Ash ibn Rabi’. Seperti halnya Zainab RA, Abul Ash juga mempunyai status sosial dan nasab terhormat.

Setelah wahyu turun kepada Nabi SAW, Zainab RA menyatakan diri beriman kepada agama baru yang dibawa ayahnya itu.

Kisah Perjuangan Cinta Zainab dan Abul Ash

Dirangkum dalam buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad dan buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Yoyok Rahayu Basuki, Rasulullah SAW akhirnya memutuskan untuk hijrah. Sementara itu Zainab RA tidak diperbolehkan oleh sang suami dan keluarganya untuk meninggalkan Makkah.

Bahkan saat Perang Badar bergejolak, Zainab RA merupakan satu-satunya muslimah yang tinggal bersama kafir Quraisy di Makkah. Pada saat itu Abul Ash ikut memerangi kaum muslimin dan mertuanya, Rasulullah SAW.

Sudah pasti Zainab RA menjadi gelisah dan bersalah, suaminya harus berperang melawan ayahnya padahal keduanya merupakan orang yang sangat dicintai oleh Zainab RA.

Zainab RA pun memanjatkan doa kepada Allah SWT agar memberikan kemenangan untuk kaum muslimin. Di sisi lain, dia juga berharap agar suaminya diselamatkan dari bahaya dan mendapatkan hidayah untuk memeluk agama Islam.

Peperangan pun berakhir dan kaum muslimin menang. Abul Ash menjadi salah satu tawanan kemudian digiring menuju Madinah. Rasulullah SAW mensyaratkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas.

Agar bisa bebas tawanan harus ditebus dengan 1.000-4.000 dirham sesuai dengan kedudukan dan kekayaan para tawanan di kaumnya.

Zainab RA pun langsung bergegas mengirimkan uang tebusan dan sebuah kalung pemberian ibunya. Melihat perjuangan cinta Zainab RA itu, Rasulullah SA meneteskan air matanya.

Akhirnya para sahabat berunding dan setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi’ setelah melihat Rasulullah SAW bersedih. Abul Ash dibebaskan tanpa harus membayar tebusan, tapi ia diminta untuk menceraikan Zainab RA.

Diketahui, Islam memang melarang seorang wanita mukmin menikahi laki-laki kafir. Larangan ini termaktub di dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 221. Allah SWT berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Abul Ash akhirnya menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah, keluarga Abul Ash berkata, “Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripadanya.”

Abul Ash yang sangat mencintai Zainab RA pun berkata berkata, “Di suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku.” Meskipun sempat tidak diizinkan para penduduk Quraisy pada akhirnya Abul Ash melepaskan Zainab RA ke Madinah.

Saat di dalam perjalanan, muncullah beberapa orang Quraisy yang kemudian mengganggu unta Zainab RA sehingga putri Rasulullah SAW tersebut jatuh. Pada saat itu, Zainab RA tengah mengandung karena hal tersebut ia harus kehilangan bayinya karena keguguran.

Disebutkan dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo setelah keguguran, Zainab RA jadi sering sakit dan lukanya sulit untuk diobati. Pada saat itulah, hidayah Allah SWT turun kepada Abul Ash sehingga dia pun akhirnya memeluk agama Islam.

Pada tahun ke-7 Hijriah, Abul Ash pergi menyusul Zainab RA, Rasulullah SAW pun menerima menantunya kembali. Abul Ash dan Zainab RA pun hidup bahagia, pada hari-hari terakhir hidupnya Zainab RA ditemani suami tercinta, hingga akhirnya wafat pada tahun ke-8 Hijriah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Mandi Wajib Setelah Haid Lengkap dengan Sunnahnya



Jakarta

Haid adalah salah satu hadas besar. Agar ibadah menjadi sah, setelah haid muslimah diwajibkan untuk mandi wajib. Oleh karena itu, doa setelah haid yang dapat dibaca muslimah yaitu doa mandi wajib.

Dikutip dari Panduan Shalat Lengkap & Juz ‘Amma karya Ahmad Najibuddin, mandi wajib adalah membersihkan seluruh anggota badan dari ujung tambut sampai ujung kaki dengan air yang suci dan menyucikan untuk menghilangkan hadas besar. Perintah mandi wajib ada pada surah Al-Maidah ayat 6.

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ


Artinya: “Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah”

Larangan bagi Wanita Haid

Haid termasuk hadas besar. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak boleh melakukan ibadah atau amalan karena akan menjadi tidak sah.

Dikutip dari Ladang-ladang Pahala bagi Wanita karya Umi Hasunah Ar-Razi, berikut ibadah atau amalan yang menjadi larangan bagi wanita yang sedang haid.

1. Salat

Salah satu sarat sah salat yaitu bebas dari hadas kecil maupun besar. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak boleh melaksanakan salat, baik salat fardhu ataupun sunnah.

2. Mandi besar

Jika darah haid masih keluar, muslimah tidak boleh berniat mandi besar untuk bersuci.

3. Puasa

Setiap wanita yang sedang haid juga tidak boleh berpuasa. Meski demikian, apabila yang dilewatkan adalah puasa wajib maka wajib untuk mengganti puasanya di hari yang lain.

4. Thawaf

Wanita yang sedang mengalami haid tidak boleh melakukan thawaf, karena thawaf memiliki syarat suci dari hadas kecil dan besar.

5. Masuk masjid

Mengenai larangan ini, ada tiga pendapat.

Pertama, wanita yang mengalami haid tidak diizinkan mendekati masjid.
Kedua, wanita yang mengalami haid tidak diizinkan masuk masjid dan hanya boleh melewati jalan di depannya.
Ketiga, wanita yang mengalami haid dibolehkan masuk masjid dengan syarat menjaga kebersihan agar darah yang keluar tidak menempel pada lantai masjid.

6. Menyentuh mushaf

Pendapat ulama tentang wanita yang mengalami haid dan menyentuh mushaf juga bermacam. Sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang harus bersih dari hadas besar dan kecil. Akan tetapi, ulama Daud al-Zahiri berpendapat bahwa wanita yang menanggung hadas tidak dilarang menyentuh mushaf.

Hukum Mandi Wajib bagi Wanita Setelah Haid

Hukum melakukan mandi wajib bagi wanita yang telah selesai haid adalah wajib. Ini karena orang yang sedang haid termasuk dalam orang yang sedang dalam keadaan junub.

Selain Al-Maidah ayat 6, perintah mandi wajib juga ada pada Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 43. (https://www.detik.com/hikmah/quran-online/an-nisa/ayat-41-60)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). “

Doa Mandi Wajib

Dikutip dari Menggapai Surga dengan Doa karya Achmad Munib, berikut adalah doa atau niat yang bisa dibaca ketika hendak mandi wajib setelah selesai haid.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Latin Arab: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil haidhii lillaahi ta’aalaa.

Artinya: Aku niat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala.

Rukun dan Sunnah Mandi Wajib

Dikutip dari Panduan Shalat Lengkap & Juz ‘Amma karya Ahmad Najibuddin, berikut rukun dan sunnah mandi wajib.

Rukun Mandi Wajib

1. Membaca niat bersamaan ketika akan menyiram air ke seluruh tubuh.
2. Menyiram air ke seluruh tubuh.

Sunnah Mandi Wajib

1. Membaca basmallah sebelum mandi.
2. Mendahulukan membersihkan segala kotoran najis dari badan.
3. Mencuci kedua tangan sebanyak tiga kali.
4. Mencuci kemaluan.
5. Berwudhu sebelum mandi.
6. Dimulai dengan mengalirkan air ke bagian tubuh sebelah kanan.
7. Menggosok-gosok seluruh badan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Selain Ayah, Ini Urutan Wali Nikah Perempuan dalam Islam


Jakarta

Wali nikah dalam akad nikah merupakan rukun yang tak bisa dilewatkan. Menurut para ulama, hal ini bisa mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut.

Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Praktis 2 menjelaskan perwalian nikah merupakan hak yang diberikan oleh syariat kepada seseorang wali untuk melakukan akad pernikahan atas orang yang diwakilkan.

Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan menyebut wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau hak untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.


Bahkan menurut Syafi’i tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi pihak pengantin perempuan, tanpa adanya izin dari wali nikah maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah atau batal. Hal tersebut dijelaskan di dalam buku Hukum Pernikahan Islam karya Nurhadi dan Muammar Gadapi.

Dalam akad nikah Islam, ijab qabul dilakukan oleh wali dari perempuan tersebut. Sehingga lafaz ijab diucapkan oleh si wali dan qabul dilafalkan oleh suami.

Posisi Wali dalam Pernikahan

Masih mengacu pada sumber yang sama, para ulama mempunyai pandangan yang berbeda mengenai posisi wali dalam akad nikah. Jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah menyepakati wali sebagai rukun pernikahan dan pernikahan tanpa wali maka tidak sah.

Nabi SAW menegaskan dalam sebuah hadits menikah tanpa izin dari wali dapat membuat pernikahan itu jadi batal. Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batal, nikahnya itu batal dan nikahnya itu batal. Jika (si lelaki) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka sultan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Sementara itu, ulama Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan ulama lain berpandangan jika wali nikah tidak termasuk rukun melainkan hanya sebagai syarat nikah.

Mereka juga berpendapat bahwa seorang perempuan gadis maupun janda yang sudah balig, berakal sehat, mampu menguasai dirinya, boleh melakukan akad nikah bagi dirinya sendiri dan tanpa wali. Meski pernikahan diwakilkan oleh wali lebih baik dan sangat dianjurkan.

Hal tersebut didasarkan pada surah Al Baqarah ayat 234 sebagai dalil, Allah SWT berfirman yang artinya,

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya: “Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para janda lebih berhak atas diri mereka. ” (HR Tirmidzi)

Rizem Aizid dalam bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap, menyampaikan perkawinan di Indonesia lebih condong kepada pendapat Imam Syafi’i dan Maliki, yang menyebut wali adalah rukun dan syarat sahnya nikah.

Orang yang Berhak Menjadi Wali Nikah Perempuan

Dikutip dari Fiqih Praktis 2, untuk menjadi wali nikah perempuan perlu memenuhi kriteria tersebut yakni laki-laki merdeka, berakal sehat, baligh, dan beragama Islam. Merangkum buku Fiqh Keluarga Terlengkap, terdapat empat jenis wali dalam Islam, yakni wali nasab, wali hakim, wali tahkim dan wali maula.

1.Wali Nasab

Wali nasab adalah wali yang diambil berdasarkan keturunan atau yang memiliki hubungan nasab dengan pengantin perempuan. Berikut urutannya.

  1. Ayah kandung
  2. Ayahnya ayah (kakek) terus ke atas
  3. Saudara lelaki seayah-seibu
  4. Saudara lelaki seayah saja
  5. Anak lelaki saudara laki-laki seayah-seibu
  6. Anak lelaki saudara laki-laki seayah
  7. Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu
  8. Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  9. Anak lelaki dari no. 7 di atas
  10. Anak lelaki dari no. 8 dan seterusnya
  11. Saudara lelaki ayah, seayah-seibu
  12. Saudara lelaki ayah, seayah saja
  13. Anak lelaki dari no. 11
  14. Anak lelaki no. 12, dan
  15. Anak lelaki no. 13 dan seterusnya.

Dikutip dari buku Fiqih Munakahat yang disusun oleh Sakban Lubis dkk, jika dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kerabatnya dengan calon mempelai wanita.

Jadi, wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas, saudara laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Wali nasab harus berurutan dan tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.

2. Wali Hakim

Wali qadhi atau hakim adalah orang berasal dari hakim, seperti kepala pemerintah, pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan perempuan yang berwali hakim.

Dalam hal ini, wali hakim tidak boleh menikahkan perempuan yang belum balig, pasangan dari kedua pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa mendapat izin dari wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah kekuasaannya.

Wali hakim berlaku jika wanita tidak adanya wali nasab seperti yang disebutkan di atas seluruhnya, serta tidak mencukupinya syarat bagi wali nikah di atas jika masih hidup.

3. Wali Tahkim

Wali tahkim adalah wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon istri. Syarat akad nikah bisa diwakilkan wali satu ini, jika wali nasab pada urutan di atas tidak ada seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak adanya wali hakim. Sehingga wali tahkim baru boleh menikahkan, apabila tak terdapatnya wali nasab dan wali hakim.

4. Wali Maula

Terakhir ada wali maula. Wali ini adalah seorang majikan dari seorang hamba sahaya yang ingin menikah. Maka jika ada wanita yang berada di bawah kuasanya (yakni sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh menjadi wali akad nikah bagi hamba sahaya perempuannya itu.

Dari keempat jenis wali di atas, urutan yang berhak menjadi wali nikah perempuan dimulai dari wali nasab (paling utama). Kemudian boleh digantikan wali hakim, bila wali nasab tidak ada seluruhnya. Jika wali hakim tidak ada maka boleh diwakilkan oleh wali tahkim. Sementara untuk seorang hamba sahaya wanita yang tidak punya wali nasab, maka bisa dinikahkan oleh wali maula.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Puasa bagi Ibu Menyusui, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam?


Jakarta

Bulan Ramadan sangat dinanti umat Islam. Di bulan ini semua amalan yang dilakukan kaum muslim akan dilipat gandakan pahalanya.

Akan tetapi ibu hamil dan menyusui kadang kala merasa khawatir ketika berpuasa apakah akan berpengaruh terhadap kesehatan anaknya. Tapi bagaimana hukumnya jika muslimah yang sedang menyusui tidak berpuasa?

Hukum Puasa bagi Ibu Menyusui

Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan ibu menyusui takut terhadap kurangnya produksi ASI maka boleh baginya untuk tidak berpuasa.


Merujuk pada sabda Nabi SAW disebutkan, “Sesungguhnya Allah SWT meringankan setengah salat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.” (HR. An Nasai no. 2275, Ibnu Majah no. 1667, dan Ahmad 4: 347, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.)

Namun untuk ibu menyusui jika tidak puasa, apakah ada qadha atau harus membayar fidyah? Inilah yang diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi dilansir dalam buku Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah yang ditulis Muhammad Abduh Tuasikal menuliskan pendapat terkuat adalah pendapat yang menyatakan cukup qadha saja.

Dari hadits Anas bin Malik, ia berkata, “Sesungguhnya Allah meringankan separuh salat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui. Al Jashshosh ra menjelaskan, “Keringanan separuh salat tentu saja khusus bagi musafir. Para ulama tidak ada beda pendapat mengenai wanita hamil dan menyusui bahwa mereka tidak dibolehkan mengqashar salat. Keringanan puasa bagi wanita hamil dan menyusui dari sini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara wanita hamil dan menyusui jika keduanya khawatir membahayakan dirinya atau anaknya (ketika mereka berpuasa) karena Nabi SAW sendiri tidak merinci hal ini.” (Ahkamal Qur’an, Ahmad bin ‘Ali Ar Rozi Al Jashshosh, 1:224)

Ulama yang berpendapat cukup mengqadha saja (tanpa fidyah) menganggap bahwa wanita hamil dan menyusui seperti orang sakit. Sebagaimana orang sakit boleh tidak puasa ia pun mengqadha di hari lain. Ini pula yang berlaku pada wanita hamil dan menyusui sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Hal yang Perlu Diperhatikan Ibu Hamil yang Berpuasa

Namun jika ibu menyusui yakin untuk berpuasa maka harus diperhatikan asupan ASI untuk bayi. Melansir Huffington Post (16/3/2024), ahli gizi Fareeha Jay berpendapat ASI memberikan bayi nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatannya.

Maka ibu perlu memastikan bahwa anak mereka mendapatkan nutrisi yang cukup selama bulan Ramadan.

“Biasanya, disarankan untuk mengonsumsi tambahan kalori sebesar 300 hingga 400 kkal setiap hari untuk menjaga wanita tetap berenergi dan menghasilkan cukup ASI. Tingkat kelaparan pada orang tua yang menyusui tergolong tinggi. Oleh karena itu, mereka perlu memastikan bahwa mereka mendapatkan makanan padat nutrisi supaya tetap berenergi dan juga menjaga pasokan ASI mereka,” ujar Fareeha.

Perhatikan Konsumsi Makanan Selama Berbuka Puasa

Fareeha menyarankan para ibu merencanakan makan kalori ekstra antara waktu berbuka dan sahur, serta memperhatikan keseimbangan antara variasinya dan kesehatan.

Ibu yang menyusui juga perlu membagi lima buah dan sayuran antara berbuka dan sahur, termasuk makanan bertepung yang berbahan biji-bijian, seperti roti utuh, nasi, dan pasta.

“Orang tua yang menyusui sebaiknya memasukkan protein seperti lentil, kacang-kacangan, tahu, ikan, telur, daging, ayam, keju susu, dan yogurt saat sahur dan berbuka puasa. Memasukkan protein akan membantu menjaga massa otot dan memberikan nutrisi yang cukup bagi bayi,” kata Fareeha.

“Kekurangan asupan nutrisi dapat menyebabkan kekurangan nutrisi, rendahnya energi, dan rendahnya produksi ASI,” ujar Fareeha lagi.

Sekalipun sebagian orang tetap bisa berpuasa tanpa sahur, dia dia menganjurkan untuk ibu menyusui melakukan hal demikian. Sebab sahur waktu yang tepat untuk kembali mengisi simpanan makanan, dan melewatkannya mungkin berdampak pada asupan ASI.

Selain itu, bisa menambahkan multivitamin ke dalam makanan, apabila tidak mendapatkan semua nutrisi dalam waktu singkat.

Apakah Ada Resiko Menyusui Saat Puasa?

Fareeha mengatakan ketika menyusui, ibu biasanya mengalami pengurangan air sebanyak 700 ml akibat keluarnya ASI, hal ini berisiko menyebabkan ibu dehidrasi.

Ia merekomendasikan minum setidaknya dua liter air per hari, waspadalah apabila ibu merasa haus, sering buang air kecil, dan juga tergantung warna urine, ini bisa menjadi indikator dehidrasi.

Selain air, untuk menjaga agar tetap terhidrasi, makanan tersebut dapat mencakup jus buah, susu, dan yoghurt, serta buah dan sayuran yang memiliki kandungan air tinggi, seperti semangka, stroberi, atau buah jeruk. Kuah daging dan sup juga akan membantu hidrasi. Kafein harus dihindari karena bersifat diuretik tetapi juga dapat mengganggu tidur bayi,” kata Fareeha.

Terakhir Fareeha berpendapat selalu dapat mengganti puasa di akhir tahun bagi ibu menyusui, sebab puasa Ramadan dikecualikan bagi mereka.

“Terserah mereka mau berpuasa atau tidak, pengambilan keputusan berdasarkan apa yang mereka rasakan selama berpuasa, tapi mereka juga bisa mendiskusikannya dengan ahli kesehatan. Bagi sebagian orang, ini mungkin mudah. Bagi yang lain, hal ini mungkin sangat menantang dan dapat memengaruhi aktivitas mereka sehari-hari, membuat mereka mengalami dehidrasi dan mempengaruhi suplai ASI. Jika puasa Ramadhan menimbulkan bahaya bagi tubuh ibu, maka disarankan untuk tidak berpuasa,” ujar Fareeha.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Ciri Wanita yang Dirindukan Surga dan Sosoknya dalam Islam


Jakarta

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan jaminan surga untuk sejumlah wanita muslim di dunia. Ciri wanita tersebut dapat dipedomani muslim demi mencapai surga-Nya.

Mengenai wanita-wanita yang dijamin masuk surga ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits, “Sebaik-baik wanita surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun.” (HR Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la, Ath-Thabrani, Abu Daud, dan Al-Hakim)

Lantas, bagaimana cara menjadi wanita muslim yang dapat dirindukan surga seperti mereka?


5 Ciri Wanita Muslim yang Dirindukan Surga

Ada beberapa ciri-ciri wanita yang dirindukan surga yang dapat diteladani muslim. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits,

“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, ‘Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka’.” (HR Ahmad)

Berdasarkan riwayat tersebut ditambah dengan penjelasan dari buku Wanita Yang Dirindukan Surga karya M. Fauzi Rachman. Berikut ciri-ciri muslimah yang dirindukan surga.

1. Menjaga Salat 5 Waktu

Salat fardu adalah kewajiban setiap umat Islam. Amalan ini juga menjadi yang pertama kali dihisab pada hari akhir kelak. Tak heran, muslimah yang menjaga salat lima waktunya akan dirindukan oleh surga.

2. Berpuasa di Bulan Ramadan

Puasa termasuk ke dalam rukun Islam. Wanita dapat melaksanakan puasa meski ada halangan biologis karena haid, mereka masih diberi kesempatan untuk melunasi utang puasanya di luar bulan Ramadan.

3. Menjauhi Zina

Zina merupakan perbuatan keji dan dosa besar dalam Islam. Untuk itu, wanita yang tidak pernah mendekati zina akan termasuk ke dalam golongan wanita yang dirindukan surga.

4. Menaati Suami

Setelah menikah, seorang muslim harus menaati suaminya. Suami yang dimaksud ialah yang dapat menuntun keluarganya menuju kebaikan, baik dari dunia maupun akhirat.

5. Wanita yang Sabar

Allah SWT menjelaskan dalam surah Al Ahzab ayat 35, ada sejumlah kriteria untuk mendapat ampunan dan pahala yang besar, salah satunya yakni wanita yang sabar. Dengan demikian, sabar akan mengantarkan pada ampunan Allah SWT dan dari ampunan itu maka seseorang bisa mendapat rahmat-Nya yang berupa surga.

Terkait kriteria ini, Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 35:

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Artinya: Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.

Sosok Wanita yang Dijamin Masuk Surga

1. Khadijah binti Khuwailid

Wanita pertama yang dirindukan surga ada Khadijah binti Khuwailid atau Siti Khadijah merupakan istri dari Nabi Muhammad SAW yang namanya disebut dalam percakapan antara Rasulullah SAW dengan Malaikat Jibril. Seperti yang diceritakan oleh Abu Hurairah RA,

“Khadijah adalah wanita yang akan menghidangkan sebuah tempayan berisi makanan dan minuman kepadamu di surga. Sampaikanlah salamku kepadanya, bahwa dia kelak akan masuk surga yang penuh dengan kenikmatan dan tiada terdengar suara jerit penderitaan di sana.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dirangkum dari buku 99 Pesan Rasulullah untuk Perempuan: Terapi Hati untuk Wanita yang Mendambakan Surga karya Lestari Ummu Al-Fatih menceritakan kisah dari Khadijah binti Khuwailid.

Siti Khadijah merupakan sosok wanita suci dan mulia yang pertama beriman kepada Allah SWT. Ia memiliki sifat pemurah dan peduli pada orang miskin.

Bahkan Siti Khadijah merupakan sosok wanita tangguh dan kaya raya yang rela mengorbankan harta, jiwa, dan raganya demi berdirinya ajaran Islam.

2. Fatimah binti Muhammad

Selanjutnya, ada Fatimah Az Zahra merupakan putri kesayangan Nabi Muhammad SAW. Fatimah Az Zahra dikenal sebagai anak yang taat kepada orang tuanya.

Merangkum buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga karya Iis Nuraeni Afgandi dan buku Kamulah Wanita Karier yang Hebat karya Arum Faiza dkk, Bukan hanya itu, ia juga seorang wanita muslim yang sangat sabar, cerdas, kuat imannya, serta taat kepada suaminya.

3. Maryam binti Imran

Kemudian, ada Maryam bin Imran yang merupakan ibunda dari Nabi Isa AS. Maryam merupakan sosok wanita yang patut jadi teladan saat beribadah. Ia selalu beribadah sepanjang hari kepada Allah SWT.

Sehingga suatu hari Allah SWT meniupkan satu ruh pada rahimnya, akhirnya Maryam pun hamil tanpa proses kehamilan seperti perempuan pada umumnya. Kabar kehamilan Maryam ini disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril.

4. Siti Asiyah binti Muzahim

Terakhir ada Siti Asiyah bin Muzahim, Ia merupakan istri dari Fir’aun. Meskipun Siti Asiyah memiliki suami kafir namun menjadi wanita yang dirindukan surga Allah SWT.

Mengutip Arum Faiza dalam buku 11 Kisah Wanita Super Hebat di Masa Lalu: Menjadi Wanita Kuat, Cerdas, dan Taat, awalnya Asiyah menolak untuk dijadikan istri oleh Fir’aun namun penolakan itu berakhir dengan penyiksaan sadis dan keji terhadap kedua orang tuanya.

Akhirnya, Asiyah pun menerima lamaran Fir’aun. Sebagai, seorang perempuan salehah, ia selalu memohon kepada Allah SWT supaya dijauhkan dari Fir’aun dan kaumnya yang zalim.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah At Tahrim ayat 11,

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ

Artinya: “Allah juga membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

Doa Asiyah pun dikabulkan oleh Allah SWT, kemudian diutuslah malaikat untuk memperlihatkan tempatnya di surga. Hingga pada akhirnya, Asiyah pun wafat sebagai seorang syuhada yang dijaminkan surga.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Sari Berita Penting