Bacaan Doa Niat Mandi Wajib setelah Haid Beserta Tata Caranya


Jakarta

Doa niat mandi wajib sehabis haid dibaca ketika seorang muslimah hendak bersuci setelah menstruasi. Niat tidak selalu dilafalkan secara lisan, namun bisa juga dibaca dalam hati.

Terkait kewajiban bersuci setelah haid dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 222 yang berbunyi,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ


Arab latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Mengutip Fiqih Islam wa Adilatuhu susunan Wahbah Az-Zuhaili, niat adalah hal yang wajib dan tidak boleh terlewat dalam mengerjakan mandi besar. Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi) wanita, maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut,” (HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lainnya).

Doa Niat Mandi Wajib setelah Haid

Merangkum arsip detikHikmah, berikut bacaan niat mandi wajib setelah haid yang dapat diamalkan muslimah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada sumber yang sama, ada sejumlah tata cara khusus ketika melakukan mandi wajib setelah haid, antara lain sebagai berikut:

  • Membaca doa niat mandi wajib setelah haid
  • Membersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali
  • Membersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri
  • Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih
  • Berwudhu secara sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki
  • Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air
  • Bilas seluruh tubuh dengan mengguyur air. Dimulai dari sisi kanan lalu lanjutkan ke tubuh sisi kiri
  • Saat menjalankan tata cara mandi wajib setelah haid, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut terkena air serta dibersihkan

Itulah doa niat mandi wajib setelah haid beserta tata caranya. Jangan lupa diamalkan ya!

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Nasihat Ummul Mukminin Aisyah tentang Kerasnya Hati



Jakarta

Ummul Mukminin Aisyah RA pernah memberikan nasihat tentang penyakit yang menurutnya paling buruk. Penyakit itu adalah kerasnya hati.

Nasihat Sayyidah Aisyah RA ini termuat dalam sebuah riwayat yang dinukil Majdi Muhammad Asy-Syahawi dalam Sakarat al-Maut, Wa’izhah al-Maut wa Syada ‘Iduhu. Diriwayatkan, ada seorang pria datang menemui Ummul Mukminin Aisyah RA dan berkata,

“Wahai Ummul Mukminin, aku punya suatu penyakit. Apakah engkau memiliki obatnya?”


Aisyah RA bertanya, “Apakah penyakitmu itu?”

Orang itu menjawab, “Kekerasan hati.”

Aisyah RA berkata, “Penyakitmu itu adalah penyakit yang paling buruk. Jenguklah orang-orang yang sedang sakit, layatlah jenazah, dan perkirakanlah datangnya kematian sudah dekat.”

Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub mengatakan bahwa Shafiyyah mengadu kepada Aisyah RA tentang keras hatinya. Aisyah RA menjawab, “Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya hatimu akan lembut.” Lalu Shafiyyah melaksanakan nasihat itu. Beberapa waktu kemudian, ia mendatangi Aisyah RA dan berterima kasih kepadanya.

Ibnul Jauzi dalam kitab Bustaan al-Waa’izhiin turut menukil riwayat Aisyah RA tersebut. Kemudian, ia memaparkan sebuah syair tentang nasihat kematian, yang berbunyi,

Siapa yang tahu bahwa maut adalah tangganya
Kuburan adalah rumahnya dan kebangkitan merupakan jalan keluarnya
Dan tahu bahwa ia akan disengat ular-ular
Pada hari kiamat atau api neraka akan membakarnya
Setiap sesuatu selain ketakwaan memiliki keburukan
Dan keburukan itu tidak membuatnya tegak berdiri
Kau lihat orang yang menjadikan dunia sebagai negerinya
Ia tidak tahu bahwa kematian akan mengagetkannya

Kerasnya Hati Disebabkan karena Keburukan

Diterangkan dalam buku Quranic Healing karya Ibnu Rusydi al-Maswani, kumpulan keburukan dapat membentuk kerasnya hati. Ia menjelaskan lebih lanjut, Al-Qur’an menggunakan istilah batu bagi bagi hati yang keras sebagai akumulasi penentangan terhadap ajaran-Nya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 74,

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ٧٤

Artinya: “Setelah itu, hatimu menjadi keras sehingga ia (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, dan ada lagi yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut menceritakan tentang kerasnya hati orang-orang bani Israil. Hati mereka tetap keras sekalipun telah ada peringatan kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Membaca Yasin saat Haid?


Jakarta

Bagi sejumlah wanita muslim mungkin masih ada yang kebingungan mengenai persoalan hukum membaca surah Yasin saat sedang haid. Bolehkah membaca Yasin saat haid?

Ada pemahaman yang meluas bahwa wanita haid diharamkan untuk membaca bahkan menyentuh Al-Qur’an sedikitpun. Sebab masyarakat percaya bahwa kitab Al-Qur’an adalah benda yang suci dan wanita haid adalah sedang dalam keadaan tidak suci.

Oleh karena itu, sebagian mungkin memilih menghindari untuk membaca Al-Qur’an saat haid sebab mereka mengira hukumnya yang haram. Benarkah demikian?


Bolehkah Membaca Yasin saat Haid?

Dikutip dari buku Fikih Muslimah Praktis oleh Hafidz Muftisany, wanita yang sedang haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits lain yang dikutip dari buku Fiqih Kontroversi Jilid 2 oleh HM Anashary juga menguatkan keterangan tersebut. Berikut haditsnya yang bersumber dari Aisyah RA.

وَعَنْ عَائِسَةَ قَالَتْ لَمَّا جِىٔنَا سَرَفَ حِضَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ إِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجٌُ غَيْرَ أَ نْ لَا تُطَوِ فِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي (متفق عَلَيْهِ)

Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji, kecuali berthawaf di sekeliling Ka’bah hingga kamu suci.” (Muttafaq ‘alaihi)

HM Anashary menjelaskan, seseorang cenderung banyak mengisi kegiatan dengan amalan sholeh seperti membaca ayat-ayat Al-Qur’an saat sedang menunaikan haji. Namun, dalam kedua hadits tersebut, Rasulullah SAW hanya melarang pengerjaan thawaf dan salat saja bagi wanita haid.

“Sehingga apabila hukum membaca Al-Qur’an saat haid adalah haram, maka beliau pasti akan menjelaskannya sebagaimana beliau menerangkan hukum salat ketika haid,” bunyi keterangan HM Anashary dalam bukunya.

Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits tersebut menjadi bukti bahwa wanita haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, termasuk surah Yasin. Selain itu, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla Juz 1 pun menegaskan, bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca Al-Qur’an, bersujud, menyentuh mushaf, dan berdzikir kepada Allah SWT.

Pendapat di atas didukung pula oleh Syaikh Ali Jaber. Pasalnya, menurut beliau, perkara yang selama ini diperdebatkan adalah kebolehan menyentuh mushaf Al-Qur’an bagi wanita haid bukan perkara membacanya.

“Banyak yang diartikan (tidak boleh) menyentuh (Al-Qur’an), seolah-olah tidak boleh baca. Itu beda, itu ada dua hukum. Bagaimana hukum menyentuh, bagaimana hukum membaca. Itu ada dua persoalan fiqih, bukan satu persoalan,” katanya dalam unggahan video dakwah melalui channel YouTube resmi Syekh Ali Jaber, dikutip dari arsip detikcom.

Untuk itu, Syekh Ali Jaber menyarankan bagi wanita haid yang hendak membaca Al-Qur’an, penggunaan mushaf Al-Qur’an dapat digantikan dengan Al-Qur’an digital dalam smartphone. Menurutnya, ada kebolehan juga penggunaan Al-Qur’an terjemahan, buku tafsir, hingga pelapis sarung tangan bagi wanita haid.

Dikutip dari buku Mencari Pahala Disaat Haid oleh Ratu Aprilia Senja, wanita yang haid malah dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an dan bangun di sepertiga malam untuk berdoa. Sebab kondisi saat itu dinilai dari kondisi terjauh dari Allah SWT yakni, diharamkan untuk mendirikan sholat, berpuasa, dan thawaf. Untuk itu, wanita haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an demi mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan pahala pengganti ibadah-ibadah wajib yang ia tinggalkan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Masya Allah! Ibu yang Memberi ASI Mendapat Balasan Surga, Ini Dalilnya



Jakarta

Seorang ibu wajib memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Anjuran ini bahkan tercatat dalam Al-Qur’an.

Banyak keutamaan yang bisa diraih dengan menjadi seorang ibu. Pahala terus mengalir bagi seorang wanita yang hamil, melahirkan bahkan menyusui dan merawat anaknya dengan ikhlas.

Khusus bagi ibu yang menyusui, ada ganjaran surga baginya. Masya Allah!

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman tentang anjuran bagi ibu menyusui anaknya selama dua tahun pertama setelah kelahiran.


۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Ayat yang menjelaskan tentang pentingnya memberikan ASI bagi bayi juga termaktub dalam kisah Nabi Musa.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Qasas Ayat 7,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Artinya: Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.”

Dalam ayat lain pada surah Al Qasas juga menyebutkan anjuran serupa. Allah SWT berfirman dalam surah Al Qasas ayat 12,

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰٓى اَهْلِ بَيْتٍ يَّكْفُلُوْنَهٗ لَكُمْ وَهُمْ لَهٗ نَاصِحُوْنَ

Artinya: Dan Kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah dia (saudaranya Musa), “Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?”

Keutamaan Ibu yang Menyusui Anaknya

Mengutip buku Menyusui dan Menyapih Dalam Islam oleh Wida Azzahida menyebutkan beberapa hadits Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan yang bisa diraih oleh seorang ibu yang menyusui bayinya. Jika dilakukan dengan ikhlas, seorang ibu akan mendapatkan balasan surga.

1. Dijauhkan dari neraka

Rasulullah SAW dalam HR Ibnu Hibban bersabda,

“Kemudian malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas.

Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i),” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491).

2. Mendapat pahala dari setiap tetes air susu

Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, ‘Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu’.”

3. Memberikan susu yang bermanfaat bagi bayinya

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu.”

Hal ini senada dengan hadits Rasulullah SAW,

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Artinya: “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain,” (H.R. Bukhari).

4. Mendapat pahala jihad

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perempuan yang hamil dan menyusui diumpamakan sebagai pejuang di jalan Allah SWT. Seorang perempuan bertanya, “Apakah perempuan tidak mendapat pahala jihad? Rasululah menjawab, “Perempuan juga mendapat pahala jihad ketika harus melahirkan seorang anak dan menyusui, jika ia meninggal dalam kondisi demikian, maka perempuan tersebut sesungguhnya meninggal layaknya seorang syahid di jalan Allah SWT.” (HR. Bukhari)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid



Jakarta

Hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid barangkali masih menjadi pertanyaan para muslimah. Mengingat, ada pendapat yang menyebut wanita haid diharamkan menyentuh Al-Qur’an.

Diharamkannya wanita haid menyentuh Al-Qur’an ini dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Ia mengatakan, semua yang diharamkan pada orang junub juga diharamkan bagi wanita haid.

Ulama Syafi’iyyah, Sayyid Sabiq, dalam kitab Fiqh Sunnah-nya turut menyebut bahwa dilarang membaca Al-Qur’an meskipun sedikit. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq menjelaskan, mungkin yang dimaksud Sayyid Sabiq tersebut adalah membaca Al-Qur’an sambil memegang mushaf Al-Qur’an.


Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi menjelaskan, orang-orang yang hafal Al-Qur’an tidak diharamkan membaca hafalannya (tanpa menyentuh mushaf), seperti halnya wanita-wanita penghafal Al-Qur’an yang mengalami haid. Mereka bisa membaca hafalannya tanpa harus memegang mushaf Al-Qur’an.

Sayyid Sabiq turut menyebutkan pendapat dari Al-Bukhari, Ath-Thabrani, Abu Dawud, dan Ibnu Hazm yang memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an. Al-Bukhari mengatakan dari Ibrahim, “Tidak apa-apa bagi orang yang haid membaca ayat Al-Qur’an.'”

Ibnu Hajar mengomentari pendapat ini, “Menurut Bukhari, tidak ada satu pun hadits shahih yang membahas masalah ini, yakni larangan membaca Al-Qur’an bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haid.”

Ia melanjutkan, meskipun semua hadits yang menerangkan masalah ini dijadikan dalil oleh sebagian orang, tapi pada dasarnya, kata Ibnu Hajar, mayoritas dari hadits tersebut masih mengandung berbagai penafsiran.

Boleh Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid

Wanita haid juga boleh membaca Al-Qur’an di HP, seperti dikatakan Syaikh Khalid Al-Musyaiqih dalam kitab Fiqh An-Nawazil fil ‘Ibadah seperti dikutip Ninih Muthmainnah dalam buku Selalu Ada Jalan: 6 Solusi Hidup Orang Beriman.

Syaikh Khalid Al-Musyaiqih berpendapat bahwa HP yang memiliki aplikasi Al-Qur’an atau berupa soft file, tidak dihukumi seperti mushaf Al-Qur’an yang mensyaratkan harus suci saat menyentuhnya. Oleh karenanya, wanita haid tetap bisa membaca Al-Qur’an lewat HP.

“Handphone seperti ini boleh disentuh meskipun tidak dalam keadaan bersuci. Namun, agar lebih aman, aplikasi Al-Qur’an dalam HP tersebut tidak disentuh dalam keadaan tidak suci, cukup menyentuh bagian pinggir HP-nya saja,” jelasnya.

Dalam buku Fiqih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany turut disebutkan kebolehan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf dengan bersandar pada hadits tentang haji dan umrah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda,

“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dikatakan, ketika Rasulullah SAW menyebutkan hadits ini kepada Aisyah RA, beliau SAW menyadari bahwa pelaksanaan haji akan banyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, perkara yang dilarang hanya thawaf dan salat.

Di sisi lain, ada ulama yang menghukumi Al-Qur’an digital sama seperti mushaf Al-Qur’an. Menurut pendapat ini, hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid tetap haram. Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Buya Yahya. Menurutnya, keharaman ini berlaku jika sengaja membuka Al-Qur’an di HP.

“Ada dua pembahasan tentang wanita. Bagi wanita yang dalam keadaan haid mutlak ia tidak boleh menyentuh mushaf. Mushaf adalah Al-Qur’annya ada lembarannya dan juga termasuk dihukumi mushaf adalah HP yang disengaja oleh yang megang HP untuk mengeluarkan program yang itu ada Al-Qur’an dan itu terlihat bacaannya, itu seperti orang membuka lembarannya,” kata Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Buka Tutup Cadar bagi Wanita, Apakah Berdosa?



Jakarta

Hukum buka tutup cadar bagi muslimah seringkali menjadi pertanyaan dan perkara yang diperdebatkan. Cadar atau niqab adalah penutup kepala atau muka bagi perempuan.

Wajib tidaknya memakai cadar sebenarnya tidak bisa lepas dari bahasan terkait batasan aurat perempuan, terutama kewajiban menutup wajah. Para ulama juga memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hukum memakai cadar.

Lantas, seperti apa hukum buka tutup cadar bagi muslimah? Sebelum memahami hukumnya, berikut ini penjelasan dari batasan aurat bagi perempuan.


Batasan Aurat bagi Perempuan

Batasan aurat bagi perempuan salah satunya bersandar pada dalil Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31, Allah SWT berfirman:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS An-Nur: 31).

Dijelaskan dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu’man, ayat tersebut menegaskan kewajiban perempuan untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali yang biasa tampak.

Disebutkan pula dalam ayat tersebut bahwa hendaknya perempuan menutupkan kain kerudung ke dadanya. Namun, tidak ada satupun kata yang menyebutkan perintah menutup wajah bagi perempuan.

Jumhur ulama juga mengatakan bahwa wajah dan kedua telapak tangan perempuan bukan termasuk aurat, sebagaimana diterangkan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir ketika Imam Ibnu Katsir menafsirkan makna ayat “…kecuali, yang biasa terlihat…”

Oleh sebab itu, aurat perempuan dapat dipahami sebagai seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Hukum Buka Tutup Cadar bagi Muslimah

Hukum buka lalu menutup cadar bagi muslimah dapat dipahami dari hukum mengenakan cadar. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait penggunaan cadar,

Mengutip dari buku Ahlussunnah wal Jamaah karya A. Fatih Syuhud, cadar atau niqab dimaknai sebagai tradisi, bukan syar’i karena tidak didukung oleh dalil qat’i dari Al-Qur’an dan sunnah. Mayoritas ulama Salafus Salih pun turut mendukung pendapat ini.

Pengikut mazhab Maliki bahwa menyatakan hukum niqab bagi perempuan bisa menjadi kategori hukum makruh. Terlebih apabila niqab atau cadar dijadikan sebagai permasalahan yang menyebabkan umat Islam menjadi terpecah belah atau menganggap niqab sebagai syiar untuk mengklaim bahwa penggunanya lebih kuat agamanya dan kuat ibadahnya.

Mengutip dari NU Online, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan bahwa memakai cadar hukumnya mubah. Sedangkan menurut sebagian ulama mazhab Syafi’i memakai cadar hukumnya sunnah, bahkan sebagian ulama menghukuminya wajib.

Dengan demikian, adanya perbedaan pandangan mengenai hukum menutup cadar seharusnya membuat umat muslim menjadi semakin toleran dan tidak mudah menyalahkan kelompok lain yang berbeda pandangan.

Hukum buka tutup cadar bergantung pada keyakinan dan pendapat yang dipilihnya. Apabila seorang muslimah meyakini bahwa cadar tidak wajib dikenakan, maka ia boleh melepasnya.

Sebaliknya, jika seseorang telah meyakini bahwa menutup wajah dengan cadar termasuk kewajiban, maka ia tidak boleh untuk kadang-kadang melepasnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum membuka atau menutup cadar bagi muslimah tidak berdosa. Yang berdosa adalah ketika wanita muslim tidak mengenakan jilbab atau tidak menutup auratnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Wanita Berdesakan dengan Pria saat Thawaf, Apa Hukumnya?



Jakarta

Pelaksanaan haji ke Baitullah yang hanya terjadi setahun sekali, membuat umat Islam dari seluruh dunia tumpah ruah dalam satu waktu dan tempat. Terlebih ketika menjalankan thawaf, di mana pria dan wanita bercampur serta saling berdesakan. Lantas bagaimana hukumnya?

Thawaf merupakan salah satu rukun ibadah dalam rangkaian pelaksanaan haji dan umrah sehingga pengerjaannya benar harus ditunaikan. Jika tidak, maka ibadah haji dan umrahnya tidak sah atau batal.

Allah SWT melalui kalam-Nya secara langsung mensyariatkan thawaf bagi jemaah haji dan umrah, sebagaimana termaktub dalam Surat Al Hajj ayat 29:


وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ – 29 …

Artinya: “… Dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq (Baitullah).”

Namun ketika mengerjakan thawaf pada waktu haji, jemaah menghadapi kesulitan yang tak bisa dihindarkan seperti berdesakan satu sama lain baik laki-laki dan perempuan. Begitu juga saat jemaah ingin mengambil sunnah dalam mencium Hajar Aswad.

Hukum Wanita Berdesakan dengan Pria saat Thawaf

Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim melalui Kitab Fiqh as-Sunnah li an-Nisa’ mengemukakan pendapatnya, “Tidak sepatutnya bagi kaum wanita untuk berdesak-desakan dengan kaum laki-laki dalam melakukan thawaf, untuk menyentuh dua rukun Yamani atau mencium Hajar Aswad.”

Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab fikihnya Al Umm menyatakan makruh bagi pria dan wanita untuk berdesakan di saat thawaf. Ia mengambil dalil dasar dari riwayat Aisyah, Ummul Mukminin.

Disebutkan, “Sa’id bin Salim mengabari kami, dari Umar bin Sa’id bin Abu Husein, dari Manbudz bin Abu Sulaiman, dari ibunya, bahwa suatu ketika dia bersama Aisyah.

Lalu masuklah seorang maulah kepadanya yang kemudian berkata kepadanya, ‘Wahai Ummul Mukminin, aku berthawaf mengelilingi Baitullah tujuh kali dan aku beristilam (menyentuh dan mencium Hajar Aswad) pada rukun dua atau tiga kali.’

Aisyah lalu berkata kepadanya, ‘Allah tidak memberi pahala kepadamu, dan Dia tidak akan memberi pahala kepadamu karena engkau mendorong-dorong para laki-laki. Kenapa engkau tidak bertakbir dan terus lewat saja?'”

Hal ini juga diterangkan dalam riwayat lain, “Sa’id mengabari kami, dari Utsman bin Miqsam al-Rabi, dari Aisyah binti Sa’d, bahwa ia berkata, ‘Ayahku berkata kepada kami, ‘Apabila kalian menemukan kesenggangan di tengah orang-orang (thawaf), maka beristilamlah. Tetapi jika tidak, maka bertakbirlah kalian dan lewatlah.'”

Imam Syafi’i kemudian menegaskan, “Ketika Aisyah, Ummul Mukminin dan Sa’d sudah memerintahkan para laki-laki jika wanita melakukan istilam maka janganlah mereka berdesakan dengan para wanita itu melainkan melanjutkan meninggalkan mereka, karenanya saya nyatakan makruh bagi laki-laki dan perempuan untuk berdesakan di saat thawaf.”

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa menjelaskan bahwa perempuan sunnah untuk melakukan thawaf di malam hari. Menurutnya, karena itu lebih melindungi aurat wanita dan menghindarkannya dari desakan banyak orang, sehingga ia baginya memungkinkan untuk mendekati Kakbah dan mencium Hajar Aswad.

Sebagaimana sebuah riwayat dari Ibnu Juraij, ia mengatakan: “Atha’ bercerita kepadaku bahwa ketika Ibnu Hisyam melarang perempuan melakukan thawaf bersama dengan kaum laki-laki, dia berkata, ‘Bagaimana engkau melarang mereka, padahal istri-istri Rasulullah SAW melakukan thawaf bersama dengan kaum laki-laki?”

Aku (Ibnu Juraij) bertanya, ‘Apakah mereka melakukannya setelah ayat hijab turun atau sebelumnya?’ Atha’ menjawab, ‘Aku bersumpah, mereka melakukannya setelah ayat hijab turun.’ Aku bertanya, ‘Bagaimana mereka bercampur dengan kaum laki-laki?’

Atha’ menjawab, ‘Mereka tidak bercampur dengan kaum laki-laki. Aisyah thawaf di tempat terpisah dari kaum laki-laki. Seorang perempuan (yang ikut thawaf bersama Aisyah) berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, mari kita menyentuh Hajar Aswad.’ Aisyah berkata, ‘Lakukan sendiri.’ Aisyah tidak mau diajak menyentuh Hajar Aswad.

Istri-istri Rasulullah SAW pada malam hari keluar dengan menyamar lalu melakukan thawaf bersama kaum laki-laki. Tetapi, ketika mereka ingin masuk Ka’bah, mereka menunggu hingga kaum laki-laki yang berada di dalam diperintahkan untuk keluar.” (HR Bukhari dalam kitab al-Hajju, [618])

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menerangkan bahwa perempuan boleh istilam jika situasi kosong dan jauh dari kalangan laki-laki. Tetapi jika kaum pria berebut menyentuh dan mencium Hajar Aswad, maka wanita hendaknya membaca takbir dan tahlil saja sesuai perkataan Aisyah, Ummul Mukminin.

Buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa turut menyebut perempuan tidak disunnahkan berdesak dengan laki-laki saat thawaf untuk menyentuh Hajar Aswad. Tetapi baginya cukup mengisyaratkan tangan ke arah Hajar Aswad.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Simak Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid bagi Wanita



Jakarta

Niat dan tata cara mandi wajib setelah haid penting dipahami oleh wanita muslim. Mandi wajib dilakukan ketika seseorang dalam keadaan junub, baik wanita maupun pria.

Aturan mandi wajib setelah haid bagi wanita terdapat dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, beliau bersabda:

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat,” (HR Bukhari).


Terlebih, darah haid termasuk ke dalam golongan hadats besar. Karenanya, wanita tidak diperbolehkan salat sebelum menyucikan dirinya dengan cara mandi wajib.

Dalam surat Al Baqarah ayat 222, Allah SWT menjelaskan tentang kewajiban menyucikan diri bagi wanita usai haid,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri,”

Selain haid, ada juga perkara lainnya yang menyebabkan seorang wanita mandi wajib. Menukil dari buku Fiqh as-Sunnah li an-Nisa susunan Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim, perkara tersebut antara lain:

  • Keluarnya mani dengan syahwat
  • Setelah berhubungan badan walau tidak mengeluarkan air mani
  • Masuk Islamnya seseorang
  • Ketika seorang wanita meninggal dunia
  • Keluarnya nifas

Niat Mandi Wajib setelah Haid

Berikut merupakan bacaan niat mandi wajib wanita setelah haid yang dikutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari karya Muh Hambali.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada buku Fiqh as-Sunnah li an-Nisa, berikut ini merupakan tata cara mandi wajib setelah haid yang perlu dipahami oleh wanita muslim.

1. Menggunakan sabun atau pembersih lain yang digunakan bersama dengan air, sesuai sabda Rasul SAW kepada Asma.

2. Mengurai rambut dan melepaskan kepangnya jika akan mandi wajib dari haid dan nifas, sebagaimana dalam riwayat Aisyah.

3. Usai mandi wajib, terdapat anjuran mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi wewangian, dan kemudian digunakan untuk membersihkan sisa bau darah. Sesuai riwayat Aisyah, ada seorang wanita yang bertanya kepada Nabi SAW tentang mandi dari haid, maka beliau bersabda:

“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya (potongan kain/kapas).” (HR Muslim)

Itulah niat dan tata cara mandi wajib setelah haid bagi wanita muslim. Semoga bermanfaat!

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

4 Mahar Pernikahan yang Dilarang dalam Islam



Jakarta

Mahar pernikahan yang dilarang dalam Islam perlu diketahui oleh calon pasangan suami istri yang hendak menikah. Mahar menjadi salah satu syarat sah dalam pernikahan yang harus diberikan oleh mempelai laki-laki.

Mengutip dari buku Sejarah Ibadah karya Syahruddin El-Fikri, salah satu rukun nikah yang wajib dipenuhi seorang calon suami apabila ingin menikahi seorang wanita yaitu dengan memberikan maskawin atau mahar. Pernikahan akan menjadi tidak sah hukumnya jika calon suami tidak bisa memberikan mahar tersebut.

Pemberian mahar dalam pernikahan telah diterangkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4, Allah SWT berfirman:


وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا

Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati (ikhlas), maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu.” (QS An-Nisa: 4).

Mahar pernikahan juga menunjukkan bentuk tanggung jawab seorang calon suami kepada istrinya. Dengan mahar tersebut, maka suami dihalalkan untuk mempergauli istrinya dengan baik.

Ajaran Islam tidak menentukan aturan pasti mengenai jumlah mahar pernikahan. Namun, terdapat beberapa jenis mahar pernikahan yang dilarang dalam Islam. Berikut ini penjelasannya yang dikutip dari berbagai sumber.

Mahar Pernikahan yang Dilarang

1. Mahar Pernikahan yang Berlebihan

Islam sangat menganjurkan perempuan agar tidak meminta mahar yang berlebihan. Disebutkan dalam buku Hadiah Pernikahan Terindah karya Ibnu Watiniyah, menentukan nilai mahar yang tinggi juga dapat membahayakan kedua calon mempelai.

Apabila keduanya telah bersepakat untuk menikah tetapi terkendala perkara mahar, bisa jadi pernikahannya akan terancam batal dan keduanya menjalin hubungan di luar nikah.

Ajaran Islam pun hakikatnya senantiasa memberi kemudahan bagi pemeluknya untuk beribadah. Melalui Al-Qur’an surat At-Talaq ayat 7, Allah SWT berfirman:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS At-Talaq: 7).

2. Jumlah Mahar yang Memberatkan

Mahar yang memberatkan juga dilarang dalam ajaran Islam. Dalam Buku Pintar Fikih Wanita karya Abdul Qadir Manshur disebutkan bahwa mahar bukanlah tujuan dari pernikahan, melainkan hanya sebagai simbol ikatan cinta kasih.

Pernikahan dengan mahar yang ringan justru dikatakan bisa membawa keberkahan dalam rumah tangga. Sebagaimana dikatakan dalam hadits, diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya pernikahan yang paling banyak berkahnya adalah yang paling sedikit biayanya.” (HR Ahmad).

3. Mahar yang Tidak Bernilai

Mahar pernikahan yang tidak bernilai termasuk yang dilarang. Disebutkan dalam buku Walimah Cinta karya Ummu Azzam, Islam telah memberikan keringanan kepada laki-laki yang tidak mampu memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk mencicilnya atau mengangsurnya.

Mahar yang diperbolehkan dalam Islam yaitu mahar yang bernilai, seperti emas, seperangkat alat salat, atau dapat berupa hal yang bermanfaat bagi kehidupan calon mempelai wanita seperti hafalan Al-Qur’an dan barang berharga lainnya.

4. Mahar Pernikahan yang Haram

Memberikan mahar yang haram, baik secara zat ataupun cara memperolehnya jelas dilarang dalam Islam. Dikutip dari Kitab Al-Umm Jilid 9 karya Imam Asy-Syafi’i, apabila mahar yang diberikan dalam pernikahan berupa barang haram seperti khamr atau lainnya, lalu istri belum menerima mahar tersebut, maka istri berhak menerima mahar yang wajar baginya.

Apabila seorang istri menerima mahar yang harap setelah salah satu di antara pasangan suami istri itu masuk Islam, maka istri berhak mendapatkan setengah dari nilai mahar yang wajar baginya.

Sedangkan jika istri telah menerima maharnya yang haram, sementara kedua pasangan tersebut pada saat menikah masih musyrik, maka mahar itu sudah berlalu dan tidak ada hak untuk mendapatkan mahar lagi bagi istri selain mahar yang telah diberikan.

Demikian penjelasan dari 4 mahar pernikahan yang dilarang dalam Islam. Sebagai umat muslim, hendaknya perlu memperhatikan ketentuan pemberian mahar dalam pernikahan agar ibadah yang dilakukannya menjadi sah secara agama.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Dampak Negatif bagi Pelaku Zina di Akhirat, Mendapat Siksa yang Pedih!



Jakarta

Zina termasuk bagian dari dosa besar yang paling dibenci oleh Rasulullah SAW. Bahkan, Allah SWT telah melarang hamba-hamba-Nya untuk mendekati segala hal yang dapat menjerumuskannya ke jurang perzinaan.

Syaikh Abu Bakar Jabar al-Jazairi dalam Kitab Minhajul Muslim menerangkan, zina adalah perbuatan haram dengan melakukan hubungan badan, baik melalui kemaluan atau dubur oleh dua orang yang bukan pasangan suami istri.

Sementara dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa zina merupakan suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. Orang yang melakukan zina berarti telah mengotori jiwanya dengan sifat-sifat yang buruk, baik di mata sesama manusia maupun di sisi Allah SWT.


Melalui surat Al-Isra ayat 32, Allah SWT telah menegaskan larangan berbuat zina melalui firmannya:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra: 32).

Turut disebutkan dalam buku Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi oleh Muhammad Masykur, pelaku zina akan mendapatkan dampak negatif, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak.

Wanita yang sudah berumah tangga dan masih melakukan perzinaan akan membuat hancurnya kehormatan rumah tangga. Selain itu, pelaku zina juga dapat keluarga dan nama baik orang tua sehingga termasuk perbuatan dosa besar.

Lantas, seperti apa dampak negatif bagi pelaku zina di akhirat kelak? Ini penjelasannya.

Dampak Negatif bagi Pelaku Zina di Akhirat

Berikut ini di antara siksaan bagi pelaku zina di akhirat, dirangkum dari buku Ternyata Kita Tak Pantas Masuk Surga karya H. Ahmad Zacky El Syafa & Dosa-dosa Jariah karya Rizem Aizid.

1. Hisab yang Berat dan Dimurkai Allah SWT

Pelaku zina di akhirat kelak akan mendapatkan balasan berupa hisab yang berat serta dimurkai Allah SWT. Dalam suatu riwayat hadits telah diterangkan dampak negatif bagi pelaku zina di akhirat, Rasulullah SAW bersabda:

“Hai kamu muslimin, takutlah kamu terhadap perbuatan zina, karena didalamnya ada enam perkara, yaitu hilangnya cahaya di wajah, umur pendek, dan akan terus berada dalam keadaan fakir. Sedang tiga perkara di akhirat, mendapat kemurkaan Allah, siksa yang jelek, dan azab neraka.” (HR Baihaqi).

2. Hidup Kekal di Neraka Jahanam

Di akhirat kelak, pelaku zina akan hidup kekal di Neraka Jahanam. Muka pelaku zina akan ditarik dengan rantai ke jurang neraka paling dahsyat. Hal ini turut digambarkan dalam hadits, sebagaimana dikatakan melalui sabda Rasulullah SAW:

“Di Jahanam, ada sebuah lembah ada suatu lembah yang dipenuhi oleh ular berbisa. Ukurannya sebesar leher unta dan akan mematuk orang yang meninggalkan sholat. Bisanya akan menggerogoti tubuh selama 70 tahun hingga terkelupas daging-dagingnya.

Di sana juga terdapat lembag bernama Jubb al-Huzn. Di dalamnya dipenuhi ular dan kalajengking. Ukuran kalajengkingnya sebesar bighal (peranakan keledai atau kuda) dan memiliki 70 sengat. Masing-masing kalajengking memiliki kantung bisa untuk menyengat pezina dan memasukkan isi kantong bisanya ke dalam tubuh pezina itu.

Pelaku zina akan merasakan kepedihan selama 1000 tahun. Kemudian terkelupaslah daging-dagingnya dan akan mengalir dari kemaluannya nanah dan darah busuk.” (HR Baihaqi).

3. Dibakar dengan Api yang Berkobar

Pelaku zina di akhirat nantinya akan dibakar dengan api yang menyala-nyala. Dalam sebuah hadits dari Samurah bin Jundub RA, ia berkata Rasulullah SAW bermimpi didatangi oleh malaikat Jibril dan Mikail, lalu bercerita:

“Kamu berjalan hingga kami tiba di sebuah dapur yang mulutnya kecil, tetapi di bawahnya luas. Dari dalam lubang itu terdengar suara berisik. Kami pun melongok ke dalamnya. Di sana, kami melihat para lelaki dan wanita telanjang dan dibakar api yang berkobar di bawahnya.

Saat lidah api menyentuhnya, mereka pun berteriak dengan histeris karena panasnya. Aku lantas bertanya kepada malaikat, ‘Siapakah gerangan itu?’ Malaikat menjawab, ‘Mereka adalah para pezina. Ini azab mereka hingga hari kiamat.'” (HR Bukhari).

Meskipun hadits tersebut didasarkan pada sebuah mimpi, tetapi mimpi para nabi dapat dikatakan sebagai wahyu yang haq atau benar.

Demikian dampak negatif bagi pelaku zina di akhirat, yaitu akan mendapat siksaan yang pedih dan kekal. Semoga dapat menjadi renungan untuk selalu menjauhi perbuatan zina ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Sari Berita Penting