Apakah Boleh Wudhu Tanpa Melepas Jilbab? Ini Hukumnya



Jakarta

Mengusap sebagian kepala termasuk rukun wudhu yang tidak boleh ditinggalkan. Bagi muslimah yang khawatir auratnya terbuka, apakah boleh wudhu tanpa melepas jilbab?

Bagi seorang wanita yang menggunakan jilbab dan khawatir apabila auratnya terlihat terdapat aturan tersendiri sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Syukur Al-Azizi dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita.

Dikatakan, mengusap kepala ini boleh sebagian maupun keseluruhan yang dimulai dari bagian depan kepala, lalu diusapkan ke belakang dengan kedua tangan, kemudian mengembalikannya ke depan kepala.


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi, disebutkan bahwa Rasulullah SAW mencontohkan tentang cara mengusap kepala, yaitu dengan kedua telapak tangan yang telah dibasahkan air.

Lalu beliau mengarahkan kedua telapak tangannya mulai dari bagian depan kepala ke belakang tengkuknya, kemudian mengembalikan lagi ke depan kepala beliau.

Setelah itu, tanpa mengambil air baru lagi, Rasulullah SAW mengusap daun telinga beliau, dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari mengusap kedua daun telinga.

Lantas, bagaimana bagi wanita yang menggunakan jilbab, jika ia khawatir auratnya terlihat ketika berwudhu di tempat umum?

Mengenai kondisi tersebut, Abdul Syukur Al-Azizi menjelaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan bagi seorang wanita untuk berwudhu tanpa melepas jilbab. Hal ini didasarkan pada beberapa riwayat.

Pertama, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa salah satu istri Rasulullah SAW yaitu Ummu Salamah RA pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan ia mengusap kerudungnya. (HR Ahmad Ibn Abd al-Halim Ibnu Taimiyyah, dalam Majmu’ah al-Fatawa)

Dalam riwayat lain, Bilal RA mengatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengusap kedua khuf (sepatu) dan surbannya. (HR Muslim)

Abdul Syukur Al-Azizi menyimpulkan, diperbolehkan berwudhu tanpa harus melepas jilbab jika hal itu menyulitkan, misalnya karena udara yang amat dingin, dan kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, atau bahkan sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka jilbab karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain.

Akan tetapi, apabila masih memungkinkan untuk membuka jilbab, maka lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.

Abdul Syukur Al-Azizi menyebutkan terdapat dua cara menurut pendapat yang kuat mengenai aturan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala saat wudhu, yaitu:

1. Mengusap jilbab yang sedang dipakai (boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya)

2. Mengusap depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap jilbab

Hal ini diriwayatkan pula dalam sebuah hadits, Anas bin Malik RA berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah SAW berwudhu, sedang beliau memakai serban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah serban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas serban itu.” (HR Abu Dawud)

Hal yang Membatalkan Wudhu

Muhammad Utsman Al-Khasyt dalam buku Fikih Wanita Empat Madzhab menjelaskan mengenai apa saja yang menyebabkan batalnya wudhu. Di antaranya:

1. Hilangnya waktu salat fardhu khusus bagi wanita yang sedang dalam keadaan uzur.

2. Keluarnya sesuatu dari dubur atau qubul. Misalnya air kencing, madzi, kentut, dan tinja.

Didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW,

لا يقبل الله مدة أحَدِكُمْ إِذَا أَخَذَتْ حَتى لتوضا

Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kalian yang telah berhadas hingga ia berwudhu terlebih dahulu.” (HR Bukhari-Muslim)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Wajib Setelah Haid, Dilengkapi dengan Tata Cara dan Dalil Terkaitnya



Jakarta

Niat mandi wajib setelah haid wajib dipanjatkan oleh muslimah. Niat mandi wajib bisa dinyatakan di dalam hati atau secara lisan ketika membasuh bagian tubuh untuk pertama kalinya.

Wahbah Az-Zuhaili melalui Fiqih Islam wa Adilatuhu memaparkan bahwa niat menjadi hal wajib yang tidak boleh terlewat dalam mengawali mandi junub. Bahkan, dalam sebuah hadits yang bersumber dari Umar bin Khattab, Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi) wanita, maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut,” (HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lainnya).


Dijelaskan dalam Fiqih Niat susunan Umar Sulaiman, ulama mazhab Hanafi menyebut wudhu dan mandi wajib tanpa niat tetap sah. Tetapi, mereka tidak mendapat pahala dari wudhu dan mandi wajib tanpa niat.

Niat Mandi Wajib setelah Haid: Arab, Latin dan Artinya

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada sumber yang sama yaitu buku Fiqih Islam wa Adilatuhu, berikut tata cara mandi wajib setelah haid bagi muslimah.

1. Membaca niat mandi wajib

2. Bersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali

3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri

4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih

5. Berwudhu secara sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki

6. Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air

7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyur air. Dimulai dari sisi kanan lalu lanjutkan ke tubuh sisi kiri

8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib setelah haid, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut terkena air serta dibersihkan

Dalil Mengenai Mandi Wajib setelah Haid

Aturan mengenai mandi wajib setelah haid tercantum dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat,” (HR Bukhari).

Haid merupakan darah yang keluar dari ujung rahim perempuan ketika dalam keadaan sehat, bukan semasa melahirkan atau sakit. Karenanya, bacaan niat mandi wajib setelah haid berbeda dengan bacaan ketika akan bersuci dari nifas dan lainnya.

Dalam Al-Qur’an sendiri, anjuran mengenai muslimah yang perlu bersuci sebelum melakukan salat setelah haid dijelaskan pada surat Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri,”

Demikian niat mandi wajib setelah haid beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Syarat Kurban untuk Wanita, Apakah Sama dengan Laki-laki?


Jakarta

Syarat kurban untuk wanita sama dengan laki-laki. Sejumlah riwayat juga menjelaskan mengenai boleh tidaknya seorang wanita menyembelih hewan kurbannya sendiri.

Diterangkan dalam buku Perbandingan Mazhab Fiqh: Penyesuaian Pendapat di Kalangan Imam Mazhab karya H. Syaikhu dan Norwili, syarat kurban adalah beragama Islam dan mampu. Sumber lain menambahkan merdeka, baligh, dan berakal sebagai syarat kurban.

Menurut mazhab Syafi’i mampu diartikan bahwa orang yang akan berkurban memiliki harta lebih yang cukup untuk membeli hewan kurban pada hari raya Idul Adha.


Harta lebih tersebut ketika digunakan untuk membeli hewan kurban tidak mengganggu kebutuhan pokok hidupnya dan orang yang wajib ditanggung.

Muhammad Jawad Mughniyah dalam Kitab Al-Fiqih ‘ala al-madzahib al-khamsah menjelaskan, para ulama mazhab sepakat kurban wajib bagi orang yang melakukan haji tamattu selain Makkah. Orang yang melakukan haji qiran juga diwajibkan berkurban.

Syarat Hewan Kurban

Masih dalam sumber yang sama, ada dua syarat hewan kurban yang harus dipenuhi umat Islam. Berikut di antaranya:

1. Kurban itu harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, domba. Ini merupakan kesepakatan ulama.

2. Binatang yang akan dijadikan kurban itu tidak cacat. Para ulama sepakat, tidak boleh berkurban dengan hewan yang buta sebelah matanya, pincang, sakit, dan belum cukup umur.

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat tentang binatang yang dikebiri, tidak mempunyai tandu, tidak mempunyai kuping atau hanya punya kuping kecil, atau ekornya putus.

Sayyid al-Hakim dan Sayyid Al-Khui berpendapat, jika hewan memiliki satu dari hal-hal tersebut, maka tidak boleh untuk dikurbankan. Sementara pengarang kitab, Al-Mughni, mengatakan boleh sekalipun binatang tersebut memiliki salah satu dari hal-hal yang disebutkan di atas.

Waktu Penyembelihan Kurban

Waktu penyembelihan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah salat hari raya Idul Adha, dilanjutkan pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan tanggal 13 Dzulhijjah sampai terbenam matahari.

Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu Juz 4 menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i kurban dimulai dengan berlalunya waktu seukuran pelaksanaan yang standar dari dua rakaat salat dan dua khutbah Idul Adha, dan lebih utama ketika matahari beranjak naik hingga seukuran tombak yaitu waktu dimulainya salat Dhuha.

Hal ini sebagaimana hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari al-Barra bin Azib,

أَوَّلُ مَا تَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعَ فَتَنْحَرَ

Artinya: “Aktivitas pertama yang kami lakukan untuk memulai hari ini (Idul Adha) adalah melaksanakan shalat lalu pulang ke rumah dan setelah itu langsung menyembelih kurban.”

Hukum Wanita Menyembelih Hewan Kurban

Mengutip dari Ensiklopedia Hadis Sahih karya Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan mengenai hadits yang membahas wanita menyembelih hewan kurban. Di antaranya,

عَنْ نَافِعِ : أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ لَمْ يَكُنْ يُضَرِّي عَمَّا فِي بَطْنِ الْمَرْأَةِ. أخرجه مالك

Artinya: “Nafi’ melihat Abdullah bin Umar tidak menyembelih hewan sesembelihan untuk bayi yang berada dalam kandungan wanita,” (HR Malik).

وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَحْرَ عَنْ آلِ مُحَمَّدٍ فِي حجة الوداع بَقَرَةً وَاحِدَةً

Artinya: “Menurut Aisyah, pada Haji Wada Rasulullah SAW menyembelih satu ekor sapi untuk keluarga besar Nabi Muhammad SAW.” (HR Abu Daud).

Para istri Rasulullah SAW juga termasuk dalam kelompok keluarga beliau. Rasulullah juga menyembelih seekor sapi untuk para istrinya.

وَعَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ أَمَرَ بَنَاتِهِ أَنْ يُضَحِيْنَ بِأَيْدِيهِنَّ وَوَضْع القَدَم عَلَى صَفْحَةِ الذُّبيحة ، والتكبيرِ وَالتَّسْمِيَةِ عِندَ الذَّبْحِ . أخرجه رزين وعلقه البخاري

Artinya: “Abu Musa Al-Asy’ari RA memerintahkan putri-putrinya untuk menyembelih: hewan sembelihan dengan tangan mereka sendiri, meletakkan telapak kaki di permukaan leher hewan sembelihan, bertakbir dan menyebut nama Allah pada saat menyembelih,” (HR Razin dan Al-Bukhari)

Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa wanita boleh menyembelih hewan kurban.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi sebelum Sholat Idul Adha untuk Wanita dan Tata Caranya



Jakarta

Mandi Idul Adha adalah salah satu amalan sunnah Rasulullah SAW yang dapat dikerjakan menjelang sholat ied. Dalam pelaksanakannya, umat Islam dapat mengawalinya dengan membaca niat mandi Idul Adha terlebih dahulu.

Dasar dianjurkannya mandi sebelum sholat Idul Adha bersandar pada hadits yang dinukil dari buku 165 Kebiasaan Nabi SAW karya Abdul Zulfidar Akaha sebagai berikut:

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ. رواه ابن ماجة


Artinya: “Dan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, ‘Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mandi pada hari Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ibnu Majah).

Adapun waktu yang afdhal untuk mandi sunnah Idul Adha, yaitu setelah subuh dan sebelum berangkat menunaikan sholat ied. Namun, diperbolehkan pula mandi sunnah Idul Adha pada malam harinya setelah lewat tengah malam.

Lantas, seperti apa bacaan niat mandi Idul Adha? Berikut ini penjelasan dan tata caranya.

Niat Mandi Idul Adha untuk Wanita

Berdasarkan buku Adab dan Doa Sehari-hari untuk Muslim Sejati karya Thoriq Aziz Jayana, berikut ini lafal niat mandi Idul Adha:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِيَوْمِ عِيْدِ اْلاَضْحَى سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

Arab-Latin: Nawaitul ghusla liyaumi ‘iiedil adha sunnatan lillahi ta’ala.

Artinya: “Saya niat mandi pada hari raya Idul Adha sunnah karena Allah Ta’ala.”

Apabila seorang wanita dalam keadaan belum bersuci dari hadats besar seperti selesai dari masa haid atau junub, maka hendaknya membaca niat mandi wajib sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الاَ كَبَرِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Arab-Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadasil akbari fardlal lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar, fardhu karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi sebelum Idul Adha untuk Wanita

Tata cara mandi sunnah Idul Adha pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar. Dilansir dari buku Panduan Shalat untuk Wanita karya Ria Khoirunnisa, berikut tata caranya:

  • Berniat mandi sunnah dan membaca basmalah.
  • Membersihkan telapak tangan sebanyak tiga kali terlebih dahulu.
  • Membersihkan kemaluan dari kotoran yang ada dengan menggunakan tangan kiri.
  • Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan cara menggosokkan tangan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
  • Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak akan melakukan sholat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki.
  • Ambillah air lalu masukkanlah jari-jari tanganmu pada pangkal rambut yang disertai dengan wangi-wangian sampai merata. Bagi wanita, hal itu dikerjakan sesudah rambut dalam keadaan terlepas.
  • Mulailah menyiram dengan air pada bagian sisi kanan kepala tiga kali, kemudian pada sisi kiri. Setelah itu, siramlah seluruh tubuh sambil digosok.
  • Mengguyur air ke seluruh badan yang dimulai dari sisi kanan lalu kiri.
  • Pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut dibersihkan.
  • Kemudian basuhlah kedua kaki dengan mendahulukan yang kanan lalu kiri.
  • Selain mandi, sunnah sebelum melaksanakan sholat Idul Adha seperti diterangkan dalam sumber sebelumnya, yaitu berhias diri dan memakai pakaian terbaik, mengenakan wewangian, tidak makan sampai selesai sholat ied, melewati jalan berangkat dan pulang yang berbeda, serta memperbanyak bertakbir ketika keluar rumah menuju masjid.

Demikian bacaan niat mandi Idul Adha untuk wanita dan tata caranya yang bisa diamalkan sebelum melaksanakan sholat ied. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

8 Ciri Istri Salehah dalam Ajaran Islam, Muslimah Sudah Tahu?



Jakarta

Menjadi istri salehah tentunya menjadi keinginan setiap kaum muslimah untuk dapat meraih ganjaran besar di dunia dan akhirat. Istri salehah bagi seorang lelaki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW dalam hadits yang dinukil dari buku Menjadi Istri Seperti Khadijah karya Ibnu Watiniyah, dari Amr Ibnu RA, beliau bersabda:

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR Muslim).


Pahala bagi istri salehah juga telah diterangkan melalui beberapa hadits. Salah satunya diriwayatkan dari Abu Umamah, beliau berkata, “Seorang wanita menemui Rasulullah SAW sambil membawa dua anak kecil. Dia menggendong satu anaknya dan menuntun yang lain.

Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Wanita-wanita yang hamil, melahirkan, dan penuh kasih sayang, jika mereka tidak melakukan keburukan kepada suami dan mereka rajin mengerjakan sholat, pasti mereka masuk surga.'” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani).

Lantas, apa saja ciri-ciri istri salehah dalam Islam? Dilansir dari buku Ajak Aku ke Surga Ibu karya Rizem Aizid, berikut ini di antaranya.

Ciri-ciri Istri Salehah dalam Islam

1. Taat dan Bertakwa kepada Allah SWT

Istri salehah tentunya taat dan bertakwa kepada Allah SWT beserta perintah-Nya. Salah satu perintah Allah SWT kepada para istri yaitu menaati perintah suaminya (kecuali dalam hal kemaksiatan) dan menjaga anak dari api neraka.

Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34, Allah SWT berfirman:

فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ

Artinya: “Wanita (istri) salehah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (QS An-Nisa: 34).

2. Rajin Mengaji dan Mengkaji Al-Qur’an

Istri salehah yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT, tentunya senantiasa membaca Al-Qur’an, mengkaji, dan mengamalkan isi kandungannya. Dengan bekal kemampuan ini, istri salehah akan mampu menjaga anaknya dari api neraka.

Bahkan ketika sang anak masih berada dalam kandungan, ia dianjurkan untuk membiasakan diri mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

3. Memiliki Akhlak Terpuji

Wanita salehah tentu memiliki akhlak terpuji. Artinya, ia tidak akan melakukan perbuatan maksiat maupun lalai terhadap tanggung jawabnya, baik kepada Allah SWT, suami, anak, maupun keluarganya.

4. Selalu Menjaga Rahasia dan Aib Suami

Istri salehah hendaknya selalu menjaga rahasia dan aib suami. Artinya, ia tidak mudah menceritakan rahasia atau aib suaminya kepada teman-temannya. Istri yang salehah juga tidak akan pernah menceritakan perihal hubungan intim mereka kepada orang lain.

Hal tersebut telah diterangkan dalam sebuah riwayat dari Asma binti Yazid RA, ia pernah berada di sisi Rasulullah SAW ketika kaum lelaki dan wanita juga sedang duduk. Rasulullah SAW kemudian bertanya,

“Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka semua orang yang ada di sana diam, tidak menjawab.

Kemudian Asma binti Yazid RA menjawab, “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami). Rasulullah SAW lalu bersabda, “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan setan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad)

5. Penuh Kasih Sayang

Seorang istri salehah memiliki sifat penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya, dan mencari maafnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga, yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya.

Jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, ‘Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.'” (HR An-Nasa’i).

6. Sabar dan Mampu Meredam Amarah

Istri salehah mampu meredam dan menahan amarahnya. Seberat apapun cobaan yang datang menerjang selalu diterimanya dengan sabar. Seberapa besar masalah yang menimpa rumah tangganya, ia akan menerimanya dengan penuh kesabaran.

Sebab, istri seperti inilah yang mampu menjaga dan menjauhkan anak dari api neraka. Melalui Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153).

7. Hanya Berdandan untuk Suami

Wanita salehah hanya berdandan untuk suaminya saja, sebab perbuatan berdandan tidak untuk suami termasuk tabarruj dan warisan orang-orang jahiliyah. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salehah yang bisa dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi akan menjaga dirinya.” (HR Abu Dawud).

8. Bersegera ketika Melayani Suami

Salah satu kewajiban istri kepada suaminya yaitu memenuhi kebutuhan biologisnya ketika diminta, kecuali dalam keadaan atau alasan tertentu yang tidak memungkinkan untuk istri memenuhinya, seperti saat haid atau nifas.

Istri salehah hendaknya akan bersegera untuk memenuhi permintaan suami tersebut. Sebagaimana diterangkan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR Muslim).

Itulah 8 ciri istri salehah dalam ajaran Islam yang perlu diketahui muslimah. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

5 Amalan yang Bisa Dikerjakan oleh Muslimah sewaktu Haid


Jakarta

Wanita dalam keadaan haid dilarang untuk mengerjakan salat dan puasa, namun ada beberapa amalan yang masih bisa dikerjakan. Haid sendiri diartikan sebagai darah yang keluar dari ujung rahim wanita secara sehat tanpa suatu sebab dan dalam waktu yang diketahui.

Menurut buku Kitab Haid, Nifas, dan Istihadhah susunan Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf, haid merupakan peristiwa pengalaman biologis yang Allah SWT berikan kepada wanita. Haid menjadi tanda bahwa organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi.

Dalil mengenai dilarangnya wanita haid untuk salat dan puasa terdapat pada surat Al Baqarah ayat 222,


وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri,”

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan terkait larangan salat dan puasa bagi wanita haid. Dinukil dari buku Fikih Haid karya KH Muhammad Syakur AH MH, hadits ini diterangkan oleh Rasulullah SAW kepada putrinya Fathimah, berikut bunyinya:

“Apabila datang haid, maka tinggalkanlah salat. Saat durasi waktu haid telah tuntas, maka bersihkanlah darah itu darimu lalu kerjakanlah salat.” (HR Bukhari & Muslim)

Lantas, amalan apa yang bisa dikerjakan oleh wanita haid? Simak bahasannya berikut ini.

Amalan yang Bisa Dikerjakan oleh Wanita Haid

1. Bersedekah

Abdul Syukur al-Azizi melalui karyanya yang berjudul Buku Lengkap Fiqh Wanita, menjelaskan sedekah adalah amal yang paling dianjurkan. Bagi wanita haid yang mampu bisa mengerjakannya.

2. Beristighfar

Selain bersedekah, Rasulullah SAW menganjurkan wanita muslim untuk perbanyak istighfar. Dengan beristighfar, Allah SWT menjamin ampunan dan pahala yang besar bagi siapa saja yang meminta.

3. Mempelajari Ilmu Agama

Mempelajari ilmu agama juga bisa dilakukan oleh wanita ketika haid dan tidak bisa untuk melaksanakan salat serta puasa. Cara mempelajarinya bisa dengan mendengar ceramah guru atau ustaz. Dalam surat Al Mujadalah ayat 11, Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

4. Berzikir

Dalam mengisi kekosongan waktu, wanita muslim yang sedang haid bisa berzikir dengan bertasbih dan menyebut nama-nama Allah SWT. Dengan mengerjakan amalan ini, maka hati seorang muslimah akan merasa tenang dan tentram.

Pada surat Al Ahzab ayat 41-42, Allah SWT mengingatkan kaum muslimin untuk berzikir,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ. وَّسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا.

Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanużkurullāha żikrang kaṡīrā. Wa sabbiḥụhu bukrataw wa aṣīlā.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang,”

5. Membaca Al-Qur’an Tanpa Menyentuh Lembaran Mushaf

Dijelaskan dalam buku Tentang Bagaimana Surga Merindukanmu susunan Ustazah Umi A Khalil, amalan lainnya yang bisa dikerjakan wanita haid ialah membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan ponsel atau tablet yang terdapat aplikasi Al-Qur’an online.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Mandi Nifas dan Caranya bagi Perempuan setelah Melahirkan


Jakarta

Mandi nifas wajib dilakukan oleh perempuan muslim setelah melahirkan untuk bersuci dari hadats besar. Setiap perempuan yang usai melahirkan pasti akan mengeluarkan darah yang tidak membolehkannya untuk sholat, puasa, dan membaca Al-Qur’an.

Mengutip dari Buku Pintar Thaharah karya Ahmad Reza, darah nifas memiliki tenggat waktu maksimal 40 hari. Apabila darah nifas yang keluar lebih lama dari itu, maka darah tersebut tidak disebut sebagai nifas melainkan bisa jadi darah haid atau darah istihadhah.

Perintah melakukan mandi wajib bagi perempuan setelah selesai nifas atau telah mencapai 40 hari dari masa kelahiran, bersandar pada hadits berikut:


كَانَتِ النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Artinya: “Para perempuan yang mengalami nifas pada masa Rasulullah Saw. duduk (tidak mengerjakan shalat) selama 40 hari 40 malam.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Setelah berhentinya darah nifas, setiap perempuan muslim yang hendak mengerjakan sholat harus melakukan mandi wajib terlebih dahulu untuk mensucikan diri.

Lantas, seperti apa bacaan doa mandi nifas dan caranya? Berikut ini penjelasannya.

Doa Mandi Nifas

Bacaan doa mandi nifas ialah niat yang dibaca ketika hendak melaksanakan mandi wajib. Dilansir dari buku Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, berikut ini bacaannya:

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النَّفَاسِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minan nifaasi fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Nifas

Cara mandi nifas pada dasarnya sama dengan melaksanakan mandi wajib setelah haid, hanya saja berbeda niatnya. Disebutkan dalam sumber yang sama, berikut cara mandi wajib setelah nifas sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW melalui sabda-sabda beliau:

  • Niat.
  • Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum mandi.
  • Membersihkan kemaluan dan kotoran dengan tangan kiri.
  • Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan sabun atau yang sejenisnya.
  • Berwudhu yang sempurna seperti ketika hendak sholat.
  • Menyiramkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali.
  • Mengguyurkan air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (tidak wajib bagi wanita untuk mengurai ikatan rambutnya).
  • Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.

Masa Nifas bagi Perempuan yang Keguguran

Para ulama telah bersepakat bahwa darah yang keluar karena keguguran juga termasuk nifas, sebagaimana diterangkan dalam Buku Pintar Thaharah yang dikutip sebelumnya.

Seorang perempuan yang mengalami keguguran hingga bayi dalam kandungannya meninggal, apabila setelah itu keluar darah dari kemaluannya, maka darah tersebut termasuk darah nifas.

Hukum perempuan yang keguguran sama halnya dengan perempuan melahirkan. Ia akan mengalami masa nifas paling lama sekitar 40 hari dan diwajibkan baginya untuk mandi wajib setelah darah nifasnya berhenti.

Nah, itulah bacaan doa mandi nifas dan caranya yang dapat diamalkan untuk bersuci bagi perempuan setelah melahirkan atau mengalami keguguran kandungan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Ummu Aiman, Budak Pengasuh Rasulullah yang Jadi Ahli Surga



Jakarta

Ummu Aiman adalah wanita pengasuh Rasulullah SAW yang gemar ibadah dan tulus hatinya. Ia menjadi salah satu ahli surga dari kalangan budak.

Meskipun berasal dari kalangan budak, Rasulullah SAW amat memuliakan Ummu Aiman. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Ummu Aiman adalah ibuku sesudah ibuku.” (Al-Mustadrak’ala ash-Shahihain, Tarikh ath-Thabari, dan Usd al-Ghabah).

Syekh Syarif Radhi dalam Nahjul Balaghah mengatakan, Nabi SAW memberi kesaksian bahwa Ummu Aiman termasuk di antara penghuni surga. Hal ini turut disebutkan dalam Thabaqat al-Kubra Ibnu Sa’d dan Al-Ishabah.


Disebutkan dalam Nisa’ Haula ar-Rasul karya Bassam Muhammad Hamami, nama asli Ummu Aiman adalah Barakah binti Tsa’labah bin Amar bin Hishn bin Malik bin Salamah bin Umar bin Nu’man al-Habasyiyyah. Ia dinikahi oleh Ubaid bin Harits al-Khazraji setelah dimerdekakan oleh Rasulullah SAW.

Semasa hidupnya, tepatnya setelah memeluk Islam, Ummu Aiman banyak berpuasa dan qiyamul lail. Ia juga hijrah dengan berjalan kaki. Allah SWT telah memberinya minum yang membuatnya tidak pernah merasa kehausan.

Ummu Aiman pernah bercerita, “Rasulullah SAW pernah menginap di rumahku. Pada tengah malam beliau bangun dan buang air kecil dalam sebuah bejana. Setelah itu, aku pun terbangun dalam keadaan kehausan. Tanpa melihat apa yang ada dalam tembikar itu, aku langsung meminumnya.

Keesokan harinya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Ummu Aiman, buanglah yang ada dalam bejana itu!’ Aku pun menjawab, ‘Wahai Rasulullah, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku telah meminum apa yang ada dalam bejana itu.’

Rasulullah SAW tertawa hingga gerahamnya terlihat. Selanjutnya, beliau bersabda, ‘Sungguh perutmu tidak akan pernah sakit selamanya.'”

Kisah tersebut diceritakan Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’, Ibnu Hajar dalam Al-Ishbah fi Tamyiz ash-Shahabah, dan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat al-Kubra.

Kedudukan Ummu Aiman di Sisi Rasulullah

Ummu Aiman memiliki kedudukan tinggi di sisi Rasulullah SAW. Dalam Nisa’ Mubasysyarat bil-Jannah karya Ahmad Khalil Jam’ah dikatakan, Ummu Aiman senantiasa mengabdi dan memperhatikan Rasulullah SAW sehingga tidak heran jika ia memiliki kedudukan tersendiri di sisi beliau.

Rasulullah SAW adalah orang yang paling mengetahui manusia. Saat melihat keadaan Ummu Aiman, beliau mengetahui kebersihan jiwanya dan ketulusan hatinya. Karena itu, beliau memberikan tempat yang tinggi bagi Ummu Aiman, seakan-akan ia merupakan bagian dari keluarga nabi.

Sosok Ummu Aiman tidak pernah dilupakan oleh Nabi SAW. Bukan karena jasanya yang telah mengasuhnya saja, tetapi Ummu Aiman mengingatkan Rasulullah SAW kepada almarhum ayah beliau, Abdullah, sebagaimana diceritakan M. Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-hadis Shahih.

Dikatakan, Ummu Aiman mulanya budak milik Abdullah yang kemudian dimerdekakan oleh Rasulullah SAW setelah menikah dengan Siti Khadijah RA.

Ummu Aiman memeluk Islam dan berhijrah ke Madinah. Ia wafat sekitar lima bulan atau setahun setelah hijrah. Ada pula riwayat yang menyebut, ia wafat pada masa pemerintahan Khalifah Umar RA atau Utsman RA.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Wanita Muslim Pakai Perhiasan Emas, Boleh atau Haram?


Jakarta

Emas menjadi salah satu logam yang sering dijadikan perhiasan. Bagi muslimah, mengenakan beragam perhiasan emas hukumnya boleh.

Sangat banyak jenis perhiasan emas yang dapat dikenakan wanita mulai dari cincin, kalung, anting-anting hingga gelang. Tidak ada larangan bagi wanita muslim untuk mengenakan perhiasan berbahan emas, demikian juga yang berbahan perak.

Rasulullah SAW bersabda, “Dibolehkan bagi umatku yang wanita memakai emas dan sutra, tapi diharamkan bagi kaum laki-laki.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).


Mengutip buku Fiqhun-Nisa Shiyam-Zakat-Haji oleh Adil Sa’di dijelaskan bahwa secara syariat, Islam tidak melarang muslimah mengenakan perhiasan emas. Berdasar pada hadits tersebut, para ulama sepakat tentang penggunaan perhiasan emas diperbolehkan bagi wanita dan diharamkan bagi laki-laki.

Emas yang dikenakan sebagai perhiasan juga tidak wajib dizakati apabila memang sengaja untuk dipakai atau dipinjamkan. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada zakat bagi perhiasan.” (HR Tabrani)

Hukum yang berbeda diterapkan bagi emas yang digunakan dengan tujuan perdagangan, disimpan untuk dijadikan nafkah, untuk mengabulkan suatu hajat, disimpan, atau untuk maksud yang lain seperti yang di atas, hukumnya kembali pada hukum asalnya, yaitu wajib dizakati.

Kewajiban menzakati emas dan perak gugur apabila barang itu memang dipakai untuk perhiasan.

Apabila emas tersebut dengan sendirinya atau dengan menggabungkan dengan harta yang lain telah mencapai nisab maka hukumnya wajib dizakati. Akan tetapi, jika tidak mencapai nisab dan tidak mungkin digabung dengan harta lain, maka tidak wajib dizakati.

Hukum Haram Pakai Emas

Mengenakan emas sebagai perhiasan memang diperbolehkan namun emas juga bisa menjadi haram hukumnya.

Mengutip buku As-Suluk Al-Ijtima’i (Fikih Sosial) Membangun Masyarakat Berperadaban Islami oleh Syaikh Hasan Ayyub, dijelaskan sebuah hadits yang menegaskan larangan penggunaan wadah berbahan emas oleh umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan.

Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah kalian minum dengan wadah emas atau perak, dan janganlah kalian memakai sutra dan brokat. Karena keduanya untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia dan untuk kamu di akhirat. “(HR Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini melarang minum dan makan dengan wadah dari emas serta perak. Alasannya pun telah disebutkan dalam hadits ini, yaitu menikmati makanan dengan keduanya (wadah emas dan perak) di dunia adalah untuk orang-orang musyrik sedangkan di akhirat, mereka disiksa di neraka ketika orang-orang mukmin bersuka ria di surga.

Ash-Shan’ani berkata, “Hadits ini adalah dalil atas diharamkannya makan dan minum dengan wadah emas dan perak baik wadah itu terdiri dari emas murni maupun campur perak.”

Haram juga menjadikan emas atau perak sebagai atap ataupun dinding rumah. Tidak boleh juga memakai emas dan perak untuk membuat kendaraan beserta kuncinya.

Menjadikan emas sebagai alat tulis atau tinta juga termasuk perbuatan yang diharamkan karena hal itu menunjukkan kesombongan dan berlebih-lebihan.

Allah SWT berfirman tentang larangan berlaku sombong, sebagaimana termaktub dalam Surah Luqman ayat 18:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ

Latin: Wa lā tuṣa”ir khaddaka lin-nāsi wa lā tamsyi fil-arḍi maraḥā(n), innallāha lā yuḥibbu kulla mukhtālin fakhūr(in).

Artinya: “Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.”

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga umatnya yang beriman dengan memberi perlindungan serta dijauhkan dari segala hal yang dilarang.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Adab Istri terhadap Suami Menurut Ajaran Islam


Jakarta

Ketika terikat melalui perkawinan, seorang suami dan istri diharuskan memenuhi hak dan kewajibannya. Istri memiliki kewajiban dalam rumah tangga termasuk yang berkaitan dengan adab terhadap suami.

Mengenai adab istri terhadap suami, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 442) menjelaskan tentang adab istri terhadap suami sebagai berikut:

آداب المرأة مع زوجها: دوام الحياء منه، وقلة المماراة له، ولزوم الطاعة لأمره، والسكون عند كلامه، والحفظ له في غيبته، وترك الخيانة في ماله، وطيب الرائحة، وتعهد الفم ونظافة الثوب، وإظهار القناعة، واستعمال الشفقة، ودوام الزينة، وإكرام أهله وقرابته، ورؤية حاله بالفضل، وقبول فعله بالشكر، وإظهار الحب له عند القرب منه، وإظهار السرور عند الرؤية له..


Artinya: “Adab istri terhadap suami, yakni: selalu merasa malu, tidak banyak mendebat, senantiasa taat atas perintahnya, diam ketika suami sedang berbicara, menjaga harta suami, menjaga badan tetap berbau harum, mulut berbau harum dan berpakaian bersih, menampakkan qana’ah, menampilkan sikap belas kasih, selalu berhias, memuliakan kerabat dan keluarga suami, melihat kenyataan suami dengan keutamaan, menerima hasil kerja suami dengan rasa syukur, menampakkan rasa cinta kepada suami kala berada di dekatnya, menampakkan rasa gembira di kala melihat suami.”

Syaikh Khalid Abdurrahman Al-‘Ak dalam bukunya Adab Berumah Tangga Sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan ada tiga poin adab penting yang harus dimiliki seorang istri. Apa saja itu? Berikut rinciannya.

1. Akhlak Istri dalam Berperilaku

  • Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
  • Istri taat dan patuh terhadap suami.
  • Mengatur rumah tangga dengan baik.
  • Istri bergaul baik dengan keluarga suami.
  • Selalu hemat dan suka menabung.
  • Tidak keluar rumah tanpa izin suami.
  • Usahakan tidak membebani suami dengan banyak menuntut.
  • Bersikap selalu santun dan sabar.
  • Menerima kesalahan suami dengan bersikap lemah lembut.
  • Jauhkan diri dari hal yang menyulitkan suami.
  • Tidak bermuka asam di depan suami.
  • Bersikap sopan dan penuh senyum kepada suami.
  • Ridha dan bersyukur atas pemberian suami.
  • Jangan terlalu cemburu.
  • Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disukai suami.
  • Menerima apapun kondisi dan rezeki yang diberikan suami.
  • Menjaga suaminya baik saat keluar rumah maupun di dalam rumah.
  • Tidak boleh berpuasa sunnah tanpa izin suami.
  • Tidak mengkhianati suami.
  • Bersalaman ketika suami hendak bekerja dan pulang kerja.

2. Akhlak Istri dalam Bertutur Kata

Ketika berbicara hendaknya selalu bertutur kata dengan lemah lembut, sehingga dapat menarik hati sang suami. Perkataan yang halus dan lembut dapat mendorong suami untuk menjaga keutuhan serta keharmonisan rumah tangga.

Sebab, perkataan yang lembut dan manis akan membuat hubungan rumah tangga semakin erat. Hal ini tidak hanya berlaku untuk istri, melainkan suami juga harus bertutur kata lemah lembut.

3. Akhlak Istri dalam Bergaul dengan Suami

  • Berdandan dan mengenakan wewangian ketika hendak tidur, menyikat gigi, jangan sampai mulut berbau tidak sedap.
  • Bersolek ketika suami berada di rumah, bukan hanya ketika pergi keluar rumah.
  • Tidak boleh menolak ajakan suami.
  • Saat ingin melakukan hubungan, keduanya harus menutup aurat. Maka hendaklah keduanya berada di dalam selimut.

(hnh/nwk)



Sumber : www.detik.com

Sari Berita Penting