Respons UI soal Protes Dosen-Mahasiswa SIL Digabung dengan SKSG


Jakarta

Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI) dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI resmi digabung menjadi Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) UI, Rabu (22/10/2025). Penggabungan ini memantik protes dari sejumlah dosen dan mahasiswa.

Sejumlah poin kritik tersebut antara lain menyorot SPPB UI yang dinilai berdiri di tengah ketiadaan aturan penggabungan prodi, fakultas, atau sekolah; serta kurang dialog dengan mahasiswa, tenaga pendidik, dan alumni, yang meminta ada forum terbuka sebelum peresmian.

Merespons kritik tersebut, Rektor UI Heri Hermansyah mengatakan pendirian SPPB UI sudah melalui rapat empat organ UI dan memenuhi regulasi.


“Ini sudah dilalui dengan rapat berbulan-bulan di tim, di sekolah, dan bahkan juga di Senat (Akademik). Artinya semua sudah memenuhi regulasi,” kata Heri di Balai Sidang UI, Rabu (22/10/2025).

“Kita sudah melalui semua proses dengan baik, dengan melibatkan empat organ UI. Ada panitia yang dibentuk pihak universitas, yang menjalankan ini. Kemudian juga di-quality control oleh Senat Akademik, itu ibaratnya mirip DPR dan kolega kita di situ ada perwakilan seluruh fakultas yang terdiri dari guru besar dan rektor kepala. Jadi ini sudah melalui proses yang proper sesuai dengan regulasi yang ada di Universitas Indonesia,” sambungnya.

Heri mengatakan juga terbuka berkomunikasi dengan mahasiswa, termasuk soal pendirian SPPB UI.

“Justru mahasiswa tahu betul sekarang, rektor yang sekarang HP-nya ini bisa diakses dengan mudah oleh para ketua lembaga mahasiswa,” ucapnya.

“Jadi tidak benar saya tidak bisa diajak komunikasi. Justru any time pintu rektor bisa diakses. Bukan hanya mahasiswa, tapi seluruh stakeholder bisa dengan mudah berkomunikasi dengan saya karena saya yakin komunikasi merupakan awalan yang baik untuk kesuksesan. Seluruh aktivitas, komunikasi dengan baik. Tak kenal maka tak sayang. Nanti diinfokan saja ke mahasiswanya, any time Rektor nunggu,” sambung Heri.

Protes Dosen-Mahasiswa SIL UI

Sebelumnya, mantan Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI Dr Dr Tri Edhi Budhi Soesilo menyayangkan proses pembentukan sekolah baru yang dinilai minim dialog akademik dan dilakukan di tengah ketiadaan regulasi resmi terkait restrukturisasi unit akademik.

“Saya prihatin dan sedih, SIL UI hanya berumur 9 tahun. Sekarang dibubarkan untuk menjadi sekolah baru. Yang saya sayangkan, tradisi ilmiah dan tradisi akademik tidak dijalankan, terutama dalam mengajak dialog para pemangku kepentingan di SIL maupun SKSG,” ujar Budhi pada detikcom.

Budhi mengatakan SIL memiliki komite sekolah, dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, hingga alumni yang seharusnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Namun menurutnya, tak satu pun dari mereka diajak berdiskusi terlebih dahulu.

“Itu kekurangannya. Komite, dosen, mahasiswa, tendik, alumni tidak pernah diajak dialog,” dia menambahkan.

Budhi juga menilai penggabungan SIL dan SKSG UI dilakukan tanpa dasar hukum yang memadai lantaran UI belum memiliki aturan yang jelas tentang penggabungan atau pembubaran program studi, fakultas, atau sekolah. Ia menyatakan surat pembubaran SIL itu belum pernah diterimanya.

“Saya merasa kami ditinggalkan. Tradisi dialog yang seharusnya dijunjung tinggi dalam komunitas akademik tidak dijalankan. Bukan hanya saya, tapi seluruh komunitas SIL dan SKSG tidak pernah diajak bicara,” katanya.

“Tidak mengejutkan juga kalau mahasiswa heran semua, tiba-tiba ada sekolah baru,” dia menambahkan.

Prof Raldi Hendro Koestoer PhD, dosen Hukum Etika Lingkungan SIL UI, menilai proses penggabungan SIL dan SKSG UI justru berisiko mengabaikan warisan besar yang telah dibangun Prof Emil Salim dan menjadi bumerang bagi UI ke depan.

Ia menjelaskan, SIL UI telah membangun reputasi yang solid di bidang ilmu lingkungan. Dia khawatir bahwa penggabungan itu menyebabkan SIL kehilangan identitasnya, yang kemudian bisa menyulitkan untuk menarik minat dan dukungan dari luar.

“Legacy Prof. Emil Salim adalah SIL UI. Jenis pengabaian seperti ini tentu akan menjadi bumerang di kemudian hari,” kata Raldi.

“SIL yang sudah outstanding, akan sulit mencari ‘pasar’ kecuali direktur SIL nantinya mampu mendapatkan dana besar untuk promosi, beasiswa, dan sebagainya. Yang sanggup mencari pasar itu adalah mereka yang punya akses kuat dan dana besar,” sambungnya.

Raldi mengatakan tradisi akademik yang melibatkan dialog dan keterlibatan aktif semua pihak harus tetap dijaga. Sementara itu, SIL semestinya dipertahankan untuk mengedukasi generasi masa depan agar siap menghadapi tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan, tanpa terganggu oleh perubahan struktural yang tergesa-gesa.

Kendati demikian, ia mendukung calon pelajar yang berminat di bidang ilmu lingkungan untuk studi di SPPB UI.

“Secara pribadi, saya tetap buka akses bagi peminat di bidang ilmu lingkungan ke sana. Tanpa bantuan dari internal, karena saya dan Prof. ES selalu bekerja bersama-sama, hand in hand, membangun SIL,” ujarnya.

Respons Mahasiswa

Sementara itu, sejumlah mahasiswa SIL UI mengetahui rencana penggabungan sekolahnya dengan SKSG UI melalui forum formal. Sebagian lainnya belum tahu dan baru saat diumumkan via Instagram.

Dwi, salah satu mahasiswa SIL UI, mempertanyakan keterlibatan mahasiswa dalam pengambilan keputusan penggabungan sekolahnya. Ia mengatakan, seharusnya mahasiswa dilibatkan seperti halnya SIL UI mewajibkan pelibatan manusia dalam penelitian ilmu lingkungan.

“Seharusnya SIL dapat memberi contoh penerapan input kualitatif dari mahasiswa terhadap keputusan besar ini, bukan hanya sekadar menuntut mahasiswa untuk melibatkan ‘manusia’ saat mengambil kebijakan-kebijakan saat sudah lulus nanti,” ucapnya.

Forum Mahasiswa Doktoral dan Magister (FMDM) SIL UI meminta pimpinan UI dan SIL UI untuk menunda peresmian nama sekolah baru tersebut sampai ada mekanisme yang jelas dan partisipatif, seperti tertuang dalam pernyataan sikapnya, tertanggal 21 Oktober 2025.

FMDM UI juga mendesak pimpinan UI dan SIL UI untuk membuka forum terbuka yang melibatkan seluruh civitas akademika UI agar aspirasi dan masukan mahasiswa bisa didengar dan dipertimbangkan secara serius.

“Kami menegaskan bahwa pernyataan sikap ini disampaikan dalam koridor akademik yang konstruktif. Kami tidak menolak perubahan, namun kami menolak proses yang tidak partisipatif dan transparan.Keputusan sebesar ini harus dibangun atas dasar kepentingan bersama seluruh civitas akademika,” tulis FDMD UI.

“Kami berharap pimpinan SIL UI dan Universitas Indonesia dapat mendengarkan suara mahasiswa dan membuka ruang dialog yang bermartabat demi masa depan almamater tercinta,” sambungnya.

(twu/pal)



Sumber : www.detik.com

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More