Tag Archives: 19

Apa Itu COVID LF.7 yang Menyebar di Indonesia? Begini Cara Mencegahnya



Jakarta

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus varian COVID-19 yang dominan di Indonesia per 18 Oktober 2025 lalu. Salah satunya varian COVID LF.7 yang mencapai 29 persen kasus pada Agustus 2025. Apa itu varian LF.7?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan varian COVID LF.7 mirip seperti flu biasa. Varian LF.7 merupakan subvarian Omicron, yang lebih ringan dari varian delta.

“Yang jelas lebih ringan dibanding varian delta,” katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (22/10/2025), dikutip dari detikHealth Kamis (23/10/2025).


Menurut laporan per 18 Oktober, ada 11 kasus positif yang ditemukan di Indonesia dari 258 pemeriksaan. Kasus didominasi subvarian XFG, LF.7, dan XFG 3.4.3.

Mengenal Varian COVID LF.7

Varian COVID LF.7 pertama kali dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdeteksi di India. Dalam laporan per 26 Mei 2025, WHO mencatat 1.009 kasus aktif COVID-19 di India, salah satunya temuan varian baru LF.7.

Menurut data dari Konsorsium Genomik SARS-CoV-2 India (INSACOG), pada Mei 2025, empat kasus varian COVID LF.7 terdeteksi di Gujarat. Namun, WHO mengklasifikasikan subvarian LF.7 sebagai “varian yang sedang dipantau”, bukan sebagai “varian yang menjadi perhatian atau menarik”.

Beberapa minggu setelahnya, varian ini kemudian berkontribusi dalam lonjakan kasus di China, Singapura, dan Hong Kong. Meski begitu, pakar mengatakan masyarakat di India tidak perlu panik terhadap varian LF.7 dan subvarian lainnya.

“Tidak perlu panik, tetapi tetap berhati-hati itu penting. Beberapa kematian telah dilaporkan, jadi jangan anggap remeh. Berhati-hatilah,” ujar Dr Sharad Joshi, Direktur & HOD, Pulmonologi dan Pulmonologi Pediatrik, Max Healthcare, dikutip dari NDTV.

Dr Joshi menyarankan, masyarakat di India untuk terus menjaga diri, kebersihan, termasuk ketika dalam perjalanan.

Sementara untuk di Indonesia, Aji mengatakan, varian LF.7 yang mirip flu biasa penting untuk diwaspadai. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik. Khusus kelompok rentan bisa lebih hati-hati, terutama terkait protokol kesehatan.

“Mirip flu biasa tapi perlu waspada untuk kelompok rentan,” jelasnya.

Cara Mencegah Paparan COVID-19 dan Variannya

Kemenkes mengimbau untuk melakukan pencegahan potensi paparan dengan cara:

1. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).

2. Menerapkan etika batuk/bersin untuk menghindari penularan kepada orang lain.

3. Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun (CTPS) atau menggunakan hand sanitizer.

4. Menggunakan masker bagi masyarakat jika jika berada di kerumunan atau sedang sakit seperti batuk, pilek, atau demam.

5. Segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko

6. Bagi pelaku perjalanan, jika mengalami sakit selama perjalanan, sampaikan kepada awak atau personel alat angkut, maupun kepada petugas kesehatan di pelabuhan/ bandar udara/Pos Lintas Batas Negara (PLBN) setempat.

(faz/twu)



Sumber : www.detik.com

Hampir 2 Juta Kasus Penyakit Mirip COVID Hantui DKI, Dokter Bagi Tips Cegah Tertular


Jakarta

Di tengah cuaca panas yang tak kunjung reda, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat lebih dari 1,9 juta kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga Oktober 2025.

Lonjakan mulai terdeteksi sejak Juli, seiring menguatnya paparan polusi dan datangnya musim kemarau basah yang disebut sebagai pemicu utama gangguan pernapasan warga.

Meski jumlah kasus mendekati dua juta, Dinkes DKI memastikan situasi masih dalam kondisi terkendali. Pemerintah terus melakukan monitoring dan evaluasi (monev) melalui Sistem Kewaspadaan dan Respons Dini (SKDR) untuk memantau potensi wabah seperti ISPA dan COVID-19.


“ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” tutur Ani kepada detikcom Kamis (16/10/2025).

Di sisi lain, dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) beberapa waktu lalu menyebut saat ini memang terjadi musim infeksi saluran napas. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh perubahan cuaca dan sirkulasi virus yang tinggi.

Ia membagikan beberapa tips sederhana yang bisa dilakukan untuk menjaga paru-paru tetap bersih dan sehat. Dengan begitu, tubuh bisa menjadi lebih kuat dalam menghadang berbagai penyakit, termasuk batuk pilek.

⁠”Pakai masker dan gizi seimbang, banyak makan sayur dan buah sebagai antioksidan. Serta juga hindari kerumunan,” ujar dr Erlang ketika dihubungi detikcom, Rabu (8/10).

Makanan tinggi antioksidan juga dapat membantu memperkuat sistem imun dengan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Dengan sistem imun yang optimal, tubuh menjadi lebih tahan terhadap serangan virus dan mampu mempercepat pemulihan saat sudah terkena batuk atau pilek.

Menurutnya, masalah infeksi virus yang memicu batuk dan pilek bisa sembuh dengan sendirinya. Meski begitu, ia mewanti-wanti kelompok rentan, seperti lansia dan orang dengan komorbid untuk lebih berhati-hati.

“Kalau tanda bahaya kalau sudah ada perburukan seperti sesak napas, dahak yang sudah berubah warna yang menandakan terjadinya infeksi bakteri, dan demam tinggi perlu ke fasilitas kesehatan,” sambungnya.

(suc/up)



Sumber : health.detik.com

Daftar 6 Kelompok Orang yang Tidak Boleh Donor Darah

Jakarta

Donor darah merupakan salah satu tindakan sederhana yang bisa menyelamatkan banyak nyawa. Dengan menyumbangkan darah, seseorang bisa membantu pasien yang membutuhkan transfusi.

Kendati demikian, tidak semua orang bisa menjad pendonor darah. Ada beberapa kondisi kesehatan dan faktor risiko yang membuat seseorang tidak diperbolehkan mendonorkan darah.

Syarat Mendonorkan Darah

Sebelum mengetahui siapa saja yang tidak dibolehkan untuk mendonorkan darah, ketahui apa saja persyaratan untuk donor darah. Dikutip dari laman PMI Kota Bandung dan PMI Jakarta Barat, berikut di antaranya:


  • Sehat jasmani dan rohani
  • Usia 17-65 tahun
  • Berat badan minimal 45 kg
  • Tekanan darah: Sistole 100-70 dan diastole 70-100
  • Kadar hemoglobin 12,5% sampai dengan 17,0 g%
  • Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah sebelumnya (maksimal 5 kali dalam 2 tahun).
  • Suhu tubuh 36,5-37,5 C
  • Wanita tidak sedang hamil, menstruasi, dan menyusui
  • Tidak bertato dan tindik, kecuali sudah lebih dari 6 bulan
  • Tidak pecandu alkohol dan narkotik
  • Tidur malam sebelum donasi minimal 5 jam dan tidak begadang
  • Sudah makan 3-4 jam sebelum donor darah

Kelompok Orang yang Tidak Boleh Mendonorkan Darah

Berikut kelompok orang yang tidak boleh mendonorkan darah:

1. Orang yang Sedang Flu-Penyakit Lainnya yang Menyebabkan Demam

Orang yang sedang mengidap pilek atau flu saat ingin mendonorkan darah harus melakukan jadwal ulang donor selama 7 hari setelah gejala hilang. Meski pilek atau flu tidak memengaruhi darah, namun Unit Transfusi Darah (UTD) akan menolak donor darah dari orang sakit, sebagai upaya mengurangi penyebaran flu. Tak hanya flu, orang yang demam juga tidak akan diizinkan untuk mendonorkan darah.

2. Hemoglobin Rendah

Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang berperan penting dalam mengangkut oksigen ke organ dan jaringan tubuh serta ke,bali ke paru-paru. Protein ini juga mengandung banyak zat besi.

Apabila pernah kesulian dalam mendonorkan darah sebelumnya, sebab kadar zat besi/hemoglobin yang rendah, atasi kekurangan ini dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi, terutama daging dan produk hewani. Untuk vegetarian, roti dan pasta, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu, dan telur merupakan sumber zat besi yang baik.

3. Orang yang Sedang Mengonsumsi Obat atau Antibiotik Tertentu

Sebagai aturan umum, sebagian obat bebas yang dikonsumsi masih bisa membuat seseorang diterima untuk mendonorkan darah. Namun, untuk lebih jelasnya, doker akan menjelaskan kepada donor saat pemeriksaan tentang boleh atau tidaknya pendonoran saat mengonsumsi obat tertentu.

Adapun obat-obaan yang paling sering dibicarakan dalam pembatasnnya yaitu:

  • Aspirin, harus menunggu 3 hari penuh
  • Pengencer darah, tidak diizinkan mendonorkan darah
  • Insulin, bisa mendonorkan darah selama diabetes terkendali dengan baik.

4. Orang yang Baru Divaksinasi

Orang yang baru menerima vaksinasi atau imunisasi mungkin diminta menunggu selama beberapa waktu sebelum memenuhi syarat donor darah. Misalnya, pada saat ini UTD PMI menyatakan bahwa donor darah bisa diterima jika seseorang divaksinasi dengan vaksin COVID-19 dengan ketentuan:

  • Hari keempat setelah vaksin 1 tanpa ada gejala KIPI
  • Hari ke delapan setelah vaksin 2 atau vaksin 3 tanpa ada gejala KIPI
  • Jika terdapat KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), donor darah sebaiknya ditunda dalam satu bulan.

5. Bepergian ke Tempat Tertentu pada Waktu yang Salah

Perjalanan bisa menghadapkan seseorang pada budaya, kebiasaan, dan penyakit yang berbeda. Beberapa penyakit tersebut bisa memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendonokan darah.

6. Orang yang Memiliki Masalah Kesehatan terkait Darah

Orang dengan penyakit berkaitan dengan masalah darah dan pendarahan seringkali tidak dibolehkan untuk donor darah. Jadi, jika seseorang mengidap hemofilia, penyakit Von Willebrand, hemokromatosis heredier atau sickle cell trait, maka dia tidak bisa mendonorkan darah.

(elk/up)



Sumber : health.detik.com

Pakar Sorot Dominasi Buzzer di Medsos, Sedangkan Akademisi Absen


Jakarta

Media sosial menjadi medan tempur narasi yang didominasi buzzer dan bot. Hal ini disampaikan oleh pakar analisis media sosial pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi.

Di sisi lain, ia juga menyorot absennya peran akademisi dalam membentuk narasi di ruang publik digital di negeri ini. Melalui penjelasannya yang bertajuk “Siapa Pemilik Narasi? Data, Disinformasi, dan Hilangnya Suara Akademisi” dalam “The 2025 International Conference on Computer, Control, Informatics, and Its Application (IC3INA) pada Rabu (15/10/2025), ia mengutarakan suara akademisi yang berbasis data dan kebenaran malah hilang dan tertinggal di belakang jurnal-jurnal ilmiah.

Perbandingan Aktivitas Kampus Terkemuka di AS dan Indonesia

Ismail Fahmi dalam acara ini memaparkan hasil analisis jaringan sosial (Social Network Analysis). Analisis ini membandingkan aktivitas digital universitas-universitas terkemuka di Amerika Serikat (AS) seperti Stanford University, Harvard University, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan tiga universitas terkemuka di Indonesia seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).


Ia menemukan ada perbedaan aktivitas digital universitas-universitas di kedua negara. Di universitas-universitas di AS, jejaring akun institusi dan akademisi sangat aktif. Pembahasan yang dibangun bersifat global dan mencakup isu-isu kritis seperti COVID-19, politik internasional, serta penemuan sains. Para akademisi AS, seperti tampak pada saat pandemi, menjadi influencer pengetahuan yang aktif berdebat dan mengedukasi publik di media sosial.

Sementara, ia menemukan Universitas Indonesia memiliki keterlibatan di media sosial yang sangat minim dan cenderung bersifat institusional atau lokal. Berdasarkan analisis Drone Emprit, jejaring diskusi seputar UI justru sangat dekat dengan isu politik.

“Universitas kita tidak memiliki naratifnya sendiri di media sosial. Kita hanya ditarik oleh buzzer dan isu politik ke dalam naratif mereka,” jelasnya, dikutip dari BRIN pada Senin (20/10/2025).

Namun, Ismail Fahmi juga mengakui ada kendala yang membuat akademisi di Indonesia enggan bersuara, termasuk ketakutan akan kekerasan politik; tekanan institusional; sampai risiko hukum dan reputasi.

Saran Strategi Komunikasi untuk Akademisi

Maka dari itu, ia menawarkan strategi komunikasi yang aman serta konstruktif yang dapat dilakukan para akademisi. Ia menegaskan agar para akademisi Tanah Air fokus pada data, bukan politik; mengadopsi jurnalisme konstruktif; serta memanfaatkan kecerdasan buatan.

“Jika kita akademisi dan peneliti tetap menjadi penonton, maka siapa yang akan menjadi pemandu intelektual publik berbasis data? Data harus berada di ruang publik, bukan hanya di jurnal dan kelas”, ucapnya.

Ia berharap forum akademik dapat menjadi kekuatan intelektual publik dengan memastikan hasil penelitian mempunyai tujuan gand,a yakni literasi sains dan informasi real-time untuk masyarakat.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

DKI Bakal Larang Jual Daging Anjing dan Kucing, Pakar IPB Harap Berlaku Nasional


Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan akan segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan perdagangan daging anjing dan kucing untuk konsumsi. Langkah ini diambil untuk mencegah penyebaran rabies di Jakarta.

“Mudah-mudahan Jakarta bisa jadi contoh bagi daerah lain,” kata Pramono, dikutip dari unggahan Instagram @dkijakarta, Selasa (14/10/2025).


Merespons rencana Pemprov DKI Jakarta, Guru Besar bidang Genetika dan Pemuliaan Ternak IPB University Prof Ronny Rachman Noor menilai upaya ini merupakan langkah maju.

“Rencana pelarangan perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing oleh Pemprov DKI Jakarta walaupun terlambat dinilai merupakan langkah maju. Diharapkan langkah ini menjadi cikal bakal pelarangan total konsumsi dan perdagangannya di Indonesia,” tulis Ronny dalam laman IPB, dikutip Senin (20/10/2025).

“Angin segar yang dimulai dari pelarangan peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing di wilayah DKI Jakarta, diharapkan akan diikuti oleh peraturan di tingkat nasional,” imbuhnya.

Tradisi Konsumsi Daging Anjing-Kucing

Ia mengatakan, tradisi mengonsumsi daging anjing dan kucing sudah dilakukan selama ribuan tahun. Di beberapa wilayah di Asia, ada anggapan bahwa konsumsi anjing merupakan bagian dari ritual musiman dan punya manfaat medis.

Konsumsi daging anjing tak terbatas di negara-negara Asia. Warga di negara-negara Amerika dan Afrika tidak luput dari praktik ini.

Sementara itu, kendati konsumsi kucing kurang umum ketimbang daging anjing, praktiknya masih dijumpai di beberapa daerah. Penentangan muncul seiring pergeseran etika, kesehatan, dan budaya, memicu sebagian anak muda memilih tidak makan daging anjing dan kucing.

Di samping itu, berbagai organisasi mengkampanyekan bahaya makan daging kucing dan anjing. Praktik perdagangannya juga kian dikecam lantaran sebagian penjual menerima pasokan anjing dan kucing peliharaan yang dicuri.

Berbagai negara di Asia pun telah melarang sepenuhnya konsumsi anjing dan kucing. Termasuk di antaranya yaitu Taiwan, Hongkong, Thailand, dan India.

Tak Ada Bukti Khasiat Daging Anjing-Kucing

Prof Ronny menjelaskan, dari sisi nilai nutrisi, tidak ada bukti daging anjing dan daging lebih berkhasiat dibandingkan daging sapi.

“Daging sapi secara gizi bahkan lebih unggul daripada daging anjing dan kucing dalam hal kualitas protein, komposisi lemak, dan kepadatan mikronutrien. Sementara daging anjing dan kucing sebanding dalam makronutrien dasar, tetapi informasinya kurang banyak didokumentasikan karena kontroversial secara etika,” terangnya.

Sementara itu, dari sisi kandungan lemak, daging sapi lebih sehat ketimbang daging anjing karena kandungan lemak yang lebih sedikit. Ia mengungkapkan, kandungan zat besi, vitamin B, dan omega 3 daging sapi juga lebih unggul daripada daging anjing dan kucing.

“Daging sapi juga memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan keduanya,” ujar Ronny.

Risiko Tertular Penyakit

Dari sisi kesehatan, Ronny menjelaskan, peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing sangat berisiko terhadap penyebaran zoonosis seperti rabies. Sederhananya, zoonosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Rabies atau sakit anjing gila merupakan penyakit dari virus yang menular lewat gigitan atau kontak dengan hewan terinfeksi.

“Perdagangan anjing dan kucing hidup maupun dagingnya berperan besar dalam meningkatkan risiko penyebaran penyakit rabies ini,” kata Ronny.

Ia juga menyorot rendahnya tingkat kebersihan serta sanitasi pasar hewan informal dan ilegal, yang notabene tidak punya pengawas veteriner. Akibatnya manusia rentan terinfeksi Salmonella, E. coli, dan parasit lainnya.

“Pasar hewan hidup yang menjual anjing dan kucing bersama spesies lain turut menciptakan lingkungan yang kondusif bagi munculnya patogen zoonosis baru, serupa dengan wabah seperti COVID-19,” sambungnya.

Ia menambahkan, jika penyakit zoonosis dari anjing dan kucing menjadi wabah, maka pekerjaan dan perekonomian masyarakat jadi terdampak.

(twu/pal)



Sumber : www.detik.com