Tag Archives: abu bakar

Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa oleh Orang-Orang Kafir Quraisy?



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sang muazin Rasulullah SAW yang memiliki sejarah hidup sangat hebat, terutama dalam memperjuangkan akidah.

Bilal bin Rabah juga seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia). Nama lengkapnya yaitu Abu Abdullah Bilal bin Rabah al-Habsyi. Ia dilahirkan di daerah As-Sarah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya seorang budak berkulit hitam bernama Hamamah yang tinggal di Kota Makkah.

Bilal bin Rabah pernah merasakan penderitaan akibat ulah jahat dan kekejaman orang-orang kafir Quraisy. Pada saat itu, Bilal disiksa dengan biadab dan bengis, tetapi ia mampu bersabar dan tetap mempertahankan imannya.


Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa Kafir Quraisy?

Dalam buku Ensiklopedi Kisah-Kisah Islami karya Kak Thifa, dikisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, banyak orang-orang kafir Quraisy yang memusuhi beliau dan orang-orang yang telah masuk Islam. Dengan kejamnya, kafir Quraisy menyiksa dan melukai umat Islam yang lemah, salah satunya Bilal bin Rabah.

Bilal bin Rabah merupakan seorang budak muslim yang kerap disiksa oleh majikannya, Umayyah. Pada saat itu, Bilal dijemur dengan keadaan bertelanjang dada di tengah padang pasir yang panas.

Tak hanya itu, sebongkah batu besar juga ditindihkan di atas perut Bilal. Meskipun siksaan dari kafir Quraisy begitu kejam, ketaqwaan dan keimanannya yang kuat membuat Bilal tetap berpegang teguh dengan agama Islam.

Saat disiksa, Bilal bin Rabah terus menerus mengucapkan, “Ahad, Ahad, Ahad…,” yang berarti Allah Yang Maha Esa.

Mengetahui peristiwa tersebut, hati Abu Bakar sangatlah tersentuh. Kemudian ia segera mengambil harta yang ia miliki lalu menemui Umayyah. Akhirnya, Abu Bakar berhasil membebaskan Bilal dari siksaan majikannya.

Keutamaan Bilal bin Rabah

Sebagai seorang muslim yang kukuh menegakkan akidahnya, Bilal bin Rabah memiliki banyak keutamaan. Mengutip dari buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid, di antara keutamaan Bilal bin Rabah yaitu sebagai berikut:

1. Derap Langkah Bilal bin Rabah Terdengar di Surga

Salah satu keutamaan yang dimiliki oleh Bilal bin Rabah yaitu derap langkahnya terdengar di surga. hal ini menunjukkan bahwa Bilal bin Rabah merupakan salah satu orang yang telah dijanjikan surga oleh Allah SWT.

Dari Abu Hurairah RA, ia pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabah setelah menunaikan sholat Subuh, “wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam. Sebab, sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.”

Bilal bin Rabah lalu menjawab, “tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan sholat (sunnah) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna pada waktu siang ataupun malam.” (HR Muslim).

2. Menjadi Orang Pertama yang Mengumandangkan Adzan

Bilal bin Rabah menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan. Telah dikisahkan sebelumnya bahwa Bilal bin Rabah adalah muadzin pertama dalam Islam. Ia menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan sejak disyariatkan oleh Rasulullah SAW sehingga hal ini menjadi salah satu dari keutamaannya.

3. Menjadi Orang Pertama yang Menampakkan Keislaman

Keutamaan Bilal bin Rabah berikutnya yaitu ia menjadi orang yang menampakkan keislamannya di depan kaum kafir Quraisy. Meskipun pada akhirnya Bilal bin Rabah mendapatkan siksaan yang sangat keji dari kafir Quraisy, tetapi ia tetap teguh pada keyakinannya.

Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Ada tujuh orang yang pertama menampakkan keislamannya: (1) Rasulullah SAW, (2) Abu Bakar, (3) Ammar, (4) Sumayyah, (5) Shuhaib, (6) Bilal, dan (7) Miqdad. Rasulullah SAW dilindungi oleh pamannya dan Abu Bakar dilindungi oleh kaumnya. Adapun selain keduanya disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka dipakaikan pakaian dari besi lalu dijemur di atas terik Matahari. Mereka semua yang disiksa akhirnya menuruti apa yang diinginkan kafir Quraisy (mengucapkan kalimat kufur walaupun keimanan tetap berada di hati mereka) kecuali Bilal, ia menundukkan dirinya di jalan Allah…”

Itulah alasan mengapa Bilal bin Rabah disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga ia memiliki banyak keutamaan di sisi Allah SWT. Semoga dengan mengetahui sejarah kehidupan Bilal bin Rabah dapat menjadikan keimanan para umat muslim semakin kuat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Deretan Pujian Rasulullah kepada Umar bin Khattab



Jakarta

Umar bin Khattab adalah seorang sahabat kesayangan Rasulullah SAW. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW banyak melontarkan pujian kepada Umar.

Sebelum mengenal ajaran Islam, Umar sangat membenci agama yang dibawa Rasulullah SAW ini karena menganggap Islam telah melanggar ajaran nenek moyang dan memecah belah kaum Quraisy. Dalam perjalanannya, kemudian Umar berubah menjadi seorang pembela Islam yang gigih lagi pemberani. Ia juga menjadi sahabat Rasulullah SAW yang dijamin surga.

Beliau turut membantu barisan Islam yang pada zaman itu masih sedikit jumlahnya. Keislaman Umar bin Khattab adalah jawaban Allah atas doa-doa yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang Engkau cintai, Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.”


Pilihan Allah jatuh kepada Umar bin Khattab karena Abu Jahal mengingkari Allah beserta Rasul-Nya, bahkan melecehkan dan menyiksa umat Islam. Berkat perjuangan, kesetiaan, ketaatan, dan kegigihannya, Rasulullah memuji Umar dalam beberapa hadits.

Pujian Rasulullah untuk Umar bin Khattab

Rasulullah SAW memberikan julukan khusus kepada Umar, yakni Al Faruq (pembeda) yang berarti orang yang dapat memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Nabi Muhammad bersabda,

أقواكم في دين الله عمر ؛ قوله الحق و ما له في الناس من الصديق

Artinya: “Yang paling teguh dalam melaksanakan agama Allah (syariat Islam) ialah Umar. Perkataanya adalah benar dan yang ia miliki dari (kepribadian) manusia adalah kejujuran.”

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab oleh Mustafa Murrad, dari Uqbah ibn Amir Rasulullah bersabda, “Andaikata setelah aku terdapat seorang nabi, dia adalah Umar.” (HR Ahmad 4/154, At Tirmidzi 3686, al-Hakim 3/85, Ibn Syahin 140, al-Lalkai 2491).

Kemudian, dalam riwayat yang lain, Amr ibn Ash bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling kau cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.”

“Lalu siapakah lelaki yang paling kau utamakan?” Beliau menjawab, “Ayah ‘Aisyah (Abu Bakar).” Aku lanjut bertanya, “Lalu siapa lagi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Umar ibn Khattab.”

Setelah itu Rasulullah menyebut nama sahabat lainnya. (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, bab Qawl an-Nabi, juz 7, hal. 22, nomor 3662)

Pujian untuk Keimanan Umar

Rasulullah pernah memuji ketaatan Umar yang luar biasa. “Suatu malam aku bermimpi. Beberapa orang mendatangiku sambil membawa baju. Di antara mereka ada yang bajunya hanya sampai menutupi dada, di antara yang lain ada yang melebihinya.

Umar bin Khattab menghadapku sambil menyodorkan baju, dan aku pun menerima baju pemberian Umar.” Para sahabat bertanya, “Apa takwilnya, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Itu adalah perlambang dari agama.” (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, Bab Manaqib Umar, juz 7, hal. 52, nomor 3861)

Rasulullah juga memuji Umar dalam hadits yang lain: “Suatu ketika aku pernah bermimpi. Dalam mimpi itu aku meminum susu sampai kurasakan kesegarannya mengalir di antara sela kuku jemariku. Setelah itu, kusodorkan gelas itu kepada Umar.”

Para sahabatnya bertanya, “Apa arti semua itu?” Rasulullah pun menjawab, “Itu perumpamaan ilmu.”

Perumpamaan ilmu dan susu sejatinya menyiratkan makna banyaknya manfaat dari keduanya. Ilmu dan susu juga obat dan penyembuh. Susu adalah sumber pokok kekuatan badani sementara ilmu adalah sumber kekuatan maknawi.

Adapun Lia Heliana dalam bukunya Rasulullah My Soulmate, menyebutkan bahwa Umar mendapat pujian dari Rasulullah. Salah satunya adalah, “Hai Umar, tidaklah setan berjumpa denganmu sedang berjalan di satu sisi melainkan ia berjalan di sisi yang tidak engkau lalui.”

Dalam riwayat lainnya disebutkan pujian kepada Umar bin Khattab atas keimanan dan sikapnya yang teguh pendirian, “Hai Umar, setanpun akan lari terbirit-birit jika berjumpa denganmu.”

Sebagai bagian dari Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab memimpin Islam dengan gagah berani. Hal ini terbukti pada masa kepemimpinannya selepas Rasulullah dan Abu Bakar wafat, Islam pun mencapai masa-masa gemilang dan menjadi suatu kekhalifahan yang kuat.

Maka, tidak heran apabila Rasulullah SAW begitu menghormati perjuangan Umar lagi mengutamakannya dengan pujian-pujian yang beliau lontarkan. Hal ini termasuk bukti cinta Rasulullah kepada sahabatnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam yang Wafat & Dikafani Kain dari Surga



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama ciptaan Allah SWT menemui ajalnya, beliau memperoleh perlakuan khusus dari para malaikat.

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, mengemukakan bahwa Adam AS wafat pada hari Jumat. Di mana kemudian malaikat menemui beliau sambil membawa balsam (wewangian) dan kain kafan dari Allah SWT yang berasal dari surga.

Jumat adalah hari Adam AS menjemput ajal juga diketahui melalui sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Lubabah Al-Badri. Beliau SAW menuturkan: “Penghulu hari (Sayyidul Ayyam) adalah hari Jumat, dan ia adalah seagung-agungnya hari bagi Allah SWT, bahkan lebih agung bagi Allah daripada hari raya Fitri dan Adha.


Dan pada hari Jumat itu terdapat lima kejadian, yaitu; Allah menciptakan Adam AS, Allah menurunkan Adam ke dunia, Allah mewafatkan Adam, hari Jumat adalah saat yang tidaklah seseorang memohon kepada Allah melainkan pasti dikabulkan selama ia tidak meminta barang yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidak ada malaikat yang dekat kepada Allah, langit, bumi, angin, gunung-gunung, lautan melainkan semuanya mencintai hari Jumat.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)

Kisah Wafatnya Nabi Adam AS

Masih dari Qashash Al-Anbiya, Ubay bin Ka’ab meriwayatkan hadits mengenai kisah wafatnya Adam AS. Ia berkata:

“Sesungguhnya ketika menjelang wafatnya, Adam AS berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku menginginkan buah-buahan dari surga.’

Ka’ab melanjutkan, “Kemudian anak-anak Adam AS pun segera mencari buah-buahan itu untuk ayah mereka. Mereka lalu ditemui oleh para malaikat yang membawa balsam dan kain kafan. Sementara itu, anak-anak Adam AS membawa kapak, pedang, dan golok.

Para malaikat berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari?’ Mereka menjawab: ‘Ayah kami sedang sakit dan beliau menginginkan buah-buahan dari surga.’

Para malaikat kembali berujar, ‘Kalian pulang lagi saja. Sesungguhnya, ayah kalian telah mendapatkannya.’

Setelahnya, para malaikat datang menemui Adam AS. Saat Hawa (istri Nabi Adam) melihat kedatangan mereka, ia mengetahui bahwa mereka adalah para malaikat. Hawa segera berlindung mendekati Adam AS.

Lalu Adam AS menuturkan, ‘Menjauhlah dariku, sesungguhnya aku datang sebelum kamu. Oleh sebab itu, menjauhlah dari hadapanku dan dari hadapan para malaikat Tuhanku.’

Tak lama, malaikat mencabut nyawa Adam AS. Kemudian memandikan, mengafani, dan mengolesi tubuhnya dengan wewangian. Selanjutnya, mereka mengubur jenazah beliau ke dalam liang kubur yang telah dipersiapkan.

Setelah itu, para malaikat berkata: ‘Wahai anak-anak Adam, inilah tata cara (mengurus jenazah) bagi kalian’.” (HR Ahmad dalam kitab Musnad-nya) Ibnu Katsir menyatakan hadits ini bersanad shahih.

Ibnu Abbas mengutip sumber yang sama, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Para malaikat bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Adam AS. Abu Bakar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Fathimah. Umar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Abu Bakar, dan Shuhaib bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Umar.” (Disebutkan As-Suyuthi dalam kitab Al-Fathul Kabir, 2/316)

Tempat Nabi Adam AS Dimakamkan

Dalam Qashash Al-Anbiya dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai lokasi makam Adam AS. Menurut pendapat yang masyhur, jenazah beliau dikebumikan di pegunungan yang juga menjadi tempat beliau diturunkan (dari surga), yaitu di Hindi.

Ada juga yang mengatakan jenazah Adam AS dikubur di Jabal Abu Qubais, sebuah gunung di kawasan Makkah.

Dikatakan dalam sumber lain, sebelum badai topan dan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh AS, Nuh AS sempat memindahkan jasad Adam AS dan Hawa dalam sebuah peti. Kemudian, jenazah keduanya dimakamkan di Baitul Maqdis. Pandangan ini juga diceritakan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Asakir meriwayatkan pula dari sebagian perawi, ia berkata, “Kepala (jenazah) Adam AS berada di Masjid Ibrahim, sementara kedua kakinya berada di bebatuan di Baitul Maqdis. Adapun Hawa wafat setahun setelah kematian Adam AS.” Wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemenggalan Malik bin Nuwairah, Si Pemimpin yang Enggan Bayar Zakat



Jakarta

Malik bin Nuwairah merupakan kepala suku dari Bani Tamim. Ia merupakan salah satu tokoh pembangkang pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pria yang tinggal di Buthah itu menolak membayar zakat. Selain itu, ia juga memerangi para pengikut-pengikut Islam yang ada di dalam sukunya, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Empat Khalifah tulisan Fazl Ahmad.

Seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW, mulailah muncul sosok pembangkang di Islam, seperti nabi palsu hingga sosok Malik bin Nuwairah. Kesesatan Malik ini diperangi oleh Abu Bakar dengan mengutus Khalid bin Walid, seorang panglima perang Islam yang tersohor pada masanya.


Kala itu, setelah mendengar Khalid akan datang menggempur pasukannya, Malik langsung membubarkan pasukannya. Sahabat Rasulullah yang dijuluki Pedang Allah itu bermain cerdik demi mengatasi kelicikan Malik, akhirnya dengan kepintarannya Khalid berhasil menangkap Malik.

Mengutip dari buku Lelaki Penghuni Surga oleh Ahmed Arkan, sebagian kaum Anshar tidak ingin menuruti Khalid untuk menyerang Malik. Khalid lantas berkata:

“Hal ini harus dilakukan karena ini adalah kesempatan yang tak boleh terlewatkan. Walaupun aku tidak mendapatkan instruksi, namun aku adalah pimpinan kalian dan akulah yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, aku tidak bisa memaksakan kalian untuk mengikutiku, yang jelas aku harus ke Al-Buthah,” ujarnya.

Sebagai informasi, kala itu Malik tengah berdiam diri di suatu tempat yang dinamai Al-Buthah. Khalid dengan semangatnya yang berkobar untuk memerangi para pembangkang lalu melakukan perjalanan selama dua hari ke Buthah.

Menyaksikan hal itu, kaum Anshar lalu mengikuti dan menyusul Khalid untuk memerangi Malik di Buthah. Sesampainya di sana, Khalid memanggil Maik bin Nuwairah yang sedang berdiam diri.

Kemudian, Khalid menyatakan bahwa apa yang dilakukan Malik tidaklah baik. Terlebih zakat wajib ditunaikan oleh tiap umat Islam.

“Tidakkah engkau tahu bahwa zakat itu seiring dengan salat?” tanya Khalid.

Alih-alih merasa bersalah dan berdosa, Malik justru menjawab dengan enteng, “Begitulah yang dikatakan oleh sahabat kalian (Abu Bakar),”

“Berarti Abu Bakar adalah sahabat kami dan bukan sahabatmu?” kata Khalid kembali melontarkan pertanyaan dengan geram.

Melihat hal itu, Khalid kemudian meminta Dhirar ibnul Azur, salah satu bala tentaranya yang ia bawa untuk memenggal leher Malik. Mematuhi perintah sang panglima, Dhirar segera memenggal leher Malik tanpa pikir panjang. Terlebih, sikap Malik terlihat sangat melecehkan panglima perangnya dan merendahkan Islam.

Sayangnya, berita pemenggalan leher Malik sampai ke telinga Umar bin Khattab. Mendengar hal itu, Umar merasa kurang senang dengan keputusan sang panglima perang yang dinilai terburu-buru untuk menghabisi nyawa Malik bin Nuwairah.

Lantas, Umar berkata kepada Abu Bakar:

“Copotlah Khalid dari jabatannya! Sesungguhnya pedangnya terlampau mudah mencabut nyawa orang,” beber Umar.

Abu Bakar yang tidak setuju lalu menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang dihunus Allah terhadap orang kafir,”

Muttammim bin Nuwairah juga turut melaporkan perbuatan Khalid yang memenggal Malik. Umar lantas membantunya agar Abu Bakar membayarkan diyat untuk keluarga Malik dari harta pribadinya.

Diyat adalah uang darah. Nantinya saudara atau kerabat terdekat dari seseorang yang membunuh harus mengumpulkan dana untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan.

Meski Abu Bakar telah menyatakan tidak akan mencabut jabatan Khalid, Umar bin Khattab masih memaksa dan terus menyakinkannya. Akhirnya, Khalid dibawa ke Madinah dengan mengenakan baju perang yang berkarat karena banyak terkena darah.

Ketika menghadap Abu Bakar, Khalid pun meminta maaf atas tindakannya memenggal kepala Malik bin Nuwairah. Melihat Khalid yang seperti itu, Abu Bakar lantas memaafkannya dan tidak mencopot jabatan Khalid.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Ali bin Abi Thalib Dobrak Benteng Kuat Khaibar Seorang Diri



Jakarta

Bersama 1.600 pasukan muslimin, Nabi Muhammad SAW bergerak menuju Khaibar. Pada permulaan bulan Rabiulawal tahun ke-7 Hijriah itu, Rasulullah SAW benar-benar merahasiakan pergerakan pasukannya untuk mengagetkan pasukan Yahudi sekaligus mencegah bantuan-bantuan militer yang datang dari kabilah-kabilah Ghathfan.

Menurut buku Kisah-kisah Manusia Suci susunan Sayyid Mahdi Ayatullah, di bawah lindungan kegelapan malam kaum Muslimin mengepung benteng-benteng Khaibar dan mengambil posisi di antara pepohonan kurma. Pada pagi harinya, pertempuran pun pecah dan jatuhlah benteng-benteng tersebut satu demi satu.

Dalam Perang Khaibar ini, ada sebuah kisah menarik mengenai Ali bin Abi Thalib RA yang turut serta di dalamnya. Keberanian Ali RA dibuktikan dengan menerobos gerbang Khaibar tanpa pelindung sebagaimana dijelaskan melalui buku 125 Cerita Fakta Islam yang Unik & Menakjubkan tulisan Alifa Aryatna.


Sebelumnya, kaum Muslimin kesulitan menaklukkan dua benteng tempat kaum Yahudi berkumpul untuk melakukan perlawanan pada kaum Muslimin dengan menggunakan anak panah. Rasulullah SAW kemudian mengutus Abu Bakar RA memimpin sebagian kekuatan pasukan Islam, sayangnya beliau menelan kekalahan.

Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengutus Umar bin Khattab RA, namun kaum Muslimin tetap kalah. Hal itu lantas mendorong kaum Yahudi untuk mengolok-olok kekalahan pasukan Islam.

Kemudian, Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh besok aku akan menyerahkan panji-panji kepada seorang lelaki yang mencintai Allah serta rasul-Nya, dan Allah serta rasul-Nya pun mencintainya. Ia akan bertempur terus dan tidak melarikan diri. Karenanya ia tidak akan kembali hingga Allah memberikan kemenangan kepadanya,”

Mendengar ucapan Nabi Muhammad SAW, pasukan muslim bertanya-tanya siapakah sosok tersebut. Ketika pagi tiba, Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib RA dan menyerahkan panji-panji kepadanya serta mendoakannya meraih kemenangan.

Ali bin Abi Thalib RA mengibarkan panji-panji dan bergerak bersama pasukan muslim untuk menghadapi musuh-musuh. Kaum Yahudi yang tengah terlena karena sebagian kemenangannya, sehingga sebagian kekuatan mereka berada di luar benteng.

Pada saat itu pula, Ali RA bersama pasukan muslim masuk dan melancarkan serangan tak terduga. Bahkan, Ali RA berhasil membunuh Marhab dan Al Harits yang kala itu merupakan pahlawan Yahudi hingga menimbulkan ketakutan dalam barisan Yahudi.

Setelahnya, pasukan Yahudi menarik diri ke dalam benteng dan mengunci seluruh pintunya. Kaum Muslimin menghalau agar mereka tidak masuk benteng. Namun, ketika pasukan Yahudi masuk dan mengunci pintu benteng, barisan muslimin tidak dapat mendobraknya.

Ali RA kemudian menjulurkan tangannya ke pintu benteng dan menggoyangkan pintu itu sekuat tenaga. Atas izin Allah, dicabutnya pintu tersebut dan dijadikan sebagai jembatan penyeberangan pasukan Islam.

Menyaksikan peristiwa itu, tentara muslim terkejut. Bagaimana bisa Ali RA mendobrak pintu itu seorang diri sementara sebelumnya mereka mencoba mendobrak pintu dengan kekuatan tujuh orang.

Setelah itu, pasukan muslim meraih kemenangan. Kaum Yahudi memohon perdamaian dengan Rasulullah dan meminta untuk tetap diizinkan menghuni rumah-rumah mereka, dengan catatan mereka menyerahkan separuh penghasilan setiap tahun kepada kaum Muslimin.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar Temani Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah


Jakarta

Rasulullah SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah untuk menyebarkan syiar dakwah ajaran Islam. Seorang sahabat mendampingi dengan setia, dia adalah Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

Sebelum Rasulullah SAW melakukan perjalanan hijrah, Abu Bakar RA menjadi orang yang sangat ingin berhijrah. Abu Bakar RA bahkan telah menyiapkan beberapa keperluan yang nantinya akan dibawa selama perjalanan hijrah.

Merangkum buku, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 1 yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, Ibu Ishaq mengatakan bahwa Abu Bakar RA seringkali meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi berhijrah ke Madinah. Abu Bakar RA pun bahkan telah membeli dua ekor unta, sebagai kendaraan untuk persiapan berhijrah. Dua ekor unta itu kemudian ia pelihara di rumahnya, sambil menunggu waktu hijrah tiba.


Mengetahui Abu Bakar RA sangat bersemangat, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau terlalu terburu-buru, mudah-mudahan Allah akan memberimu teman.”

Persiapan Hijrah Rasulullah SAW Ditemani Abu Bakar

Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah Ummul Mukminin berkata, “Rasulullah biasanya datang ke rumah Abu Bakar di waktu sore atau pagi. Pada hari Allah mengizinkan dan memerintahkan beliau untuk berhijrah, beliau datang pada tengah hari.”

Abu Bakar RA yang melihat kedatangan Rasulullah SAW ke rumahnya terkejut dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau tidak datang di waktu seperti ini melainkan untuk sesuatu yang penting.”

Kala itu di dalam rumah Abu Bakar RA hanya ada kedua anaknya, yaitu Aisyah RA dan saudarinya Asma’ binti Abu Bakar.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengizinkanku keluar dari Makkah untuk berhijrah.”

Aisyah RA berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat orang menangis karena gembira, saat itu aku melihat pada Abu Bakar.”

Abu Bakar RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa aku boleh menemanimu ya Rasulullah?
Rasulullah SAW pun menjawab, “Engkau boleh menemaniku.”

Abu Bakar RA langsung berkata, “Ya Nabi Allah, sesungguhnya aku telah mempersiapkan dua ekor unta untuk berhijrah, silakan engkau ambil.”

Rasulullah SAW lalu mengambilnya, namun tidak secara cuma-cuma melainkan membelinya dari Abu Bakar RA. Keduanya kemudian melakukan persiapan untuk perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA kemudian menyewa Abdullah bin Uraiqith seorang dari Bani Ad-Dail bin Bakr dan ibunya yang berasal dari Bani Sahm bin Amr seorang musyrik, yang akan menjadi petunjuk jalan bagi mereka.

Akhirnya, Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA menyerahkan unta tersebut kepadanya sampai hari yang telah ditentukan oleh keduanya untuk melakukan perjalanan.

Pada tahun 622 Masehi atau 13 tahun pasca kenabian, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekah menuju Madinah. Mereka melakukan perjalanan hijrah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kejaran kaum Quraisy.

Ancaman kepada Rasulullah SAW

Kaum Quraisy merasa marah karena mendengar kabar tentang banyaknya orang-orang kaum Anshar dan Muhajirin yang telah memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, mereka sangat mewaspadai keluarnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.

Kaum Quraisy bahkan bersepakat membuat rencana untuk menyerang, dan telah menyusun rencana untuk membunuh Rasulullah SAW.

Ketika orang-orang kafir dari kaum Quraisy mengetahui bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar RA sudah pergi dari Makkah, mereka langsung mencari dan menyiapkan hadiah seratus unta bagi orang yang berhasil menangkap Rasulullah SAW untuk diserahkan kepada mereka.

Abu Bakar RA merasa khawatir dan bersedih, setiap kali ada orang yang akan memburu mereka dalam perjalanan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita” lalu beliau melanjutkan membaca doa ” Ya Allah, lindungilah kami dari mereka menurut kehendak-Mu.”

Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memilih untuk melewati Gunung Tsur setelah menempuh perjalanan sejauh 5 mil (sekitar 8 km). Tempat ini medannya sulit karena jalannya menanjak dan banyak bebatuan besar.

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sempat memapah beliau hingga tiba di sebuah gua di puncak gunung. Gua tersebut dikenal dengan Gua Tsur. Keduanya lalu bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, dari malam Jumat hingga malam Minggu.

Kedatangan Rasulullah SAW di Madinah

Kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA disambut baik oleh penduduk Madinah. Kaum muslimin di Madinah yang telah mendengar keberangkatan Abu Bakar RA dan Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah merasa sangat gembira.

Dikutip dari buku “Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasullullah dan Para Sahabat” karya Syaikh Muhammad Yusuf, orang yang pertama kali melihat kedatangan Rasulullah SAW adalah seorang Yahudi. Pada saat itu orang Yahudi tersebut melihat kedatangan mereka dari atap rumahnya, setelah itu ia langsung berteriak keras memanggil penduduk Madinah untuk memberitahukan mengenai kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA.

Penduduk Madinah pun segera keluar dan pergi ke batas kota untuk menyambut kedatangan mereka. Namun,orang-orang belum pernah melihat wujud dari Rasulullah SAW. Pada saat itu kaum Anshar langsung mendatangi dan menyalami Abu Bakar RA, karena mereka mengira Abu bakar RA adalah Rasulullah SAW.

Al Baihaqi telah meriwayatkan dalam Al-Bidayah: 3/197, dari Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah dan Abu Bakar tiba di kota Madinah, saking bahagianya penduduk di sana banyak kaum wanita dan anak-anak membacakan syair:

“Telah muncul bulan purnama ke atas kami yang datang dari bukit, Tsaniyatil Wada’, wajib bersyukur atas kami dan atas ajakanya kepada Allah.”

Setibanya di Madinah, bertepatan dengan hari Senin bulan Rabi’ul Awal Rasulullah SAW tinggal di kediaman Bani Amir bin Auf. Selama di sana, beliau membangun masjid di Quba. Beliau menjadi orang yang meletakan batu pertama untuk pembangunan Masjid Quba, yang dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT.

Peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah ini menjadi peristiwa yang kemudian dikenang sebagai awal tahun Hijriyah.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengangkatan Utsman bin Affan sebagai Khalifah, Menggantikan Umar bin Khattab



Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk ke dalam golongan Assabiqunal Awwalun. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas dan dermawan.

Utsman berasal dari keluarga suku Quraisy Bani Umayyah dan hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliyah. Mengutip dari buku Biografi Utsman bin Affan susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi, Utsman bin Affan merupakan laki-laki keempat yang memeluk Islam setelah Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah.

Perbedaan usia Utsman dan Rasulullah SAW hanya terpaut 6 tahun lebih muda. Beliau juga merupakan khalifah ketiga sesudah masa kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.


Menurut buku Kitab Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin tulisan Ibnu Katsir, kala itu Umar bin Khattab menetapkan perkara pengangkatan khalifah di bawah Majelis Syura yang anggotanya berjumlah 6 orang. Mereka terdiri atas Utsman bin Affan, Ali bin Abi thalib, Thalhah bin Ubaidillah, az-Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash serta Abdurrahman bin Auf.

Umar merasa sangat berat menentukan salah seorang di antara mereka yang menjadi khalifah setelahnya. Ia berkata,

“Aku tidak sanggup untuk bertanggung jawab tentang perkara ini, baik ketika aku hidup maupun setelah aku mati. Jika Allah menghendaki kebaikan terhadap kalian maka Dia akan membuat kalian bersepakat untuk menunjuk seorang yang terbaik di antara kalian sebagaimana telah membuat kalian sepakat atas penunjukan orang yang terbaik setelah nabi kalian,”

Akhirnya dilakukan musyawarah usai Umar bin Khattab wafat. Terpilihlah tiga kandidat, yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Dari keenam anggota Majelis Syura, tidak ada satu pun yang mengajukan diri untuk dibaiat. Begitu pun dengan Ali dan Utsman, sehingga musyawarah ditunda.

Kemudian, di hari kedua Abdurrahman bin Auf berkeliling Madinah untuk menjumpai para sahabat. Ia meminta pendapat kepada mereka.

Di malam hari ketiganya, Abdurrahman bin Auf memanggil Zubair bin al-Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, mereka lalu bermusyawarah. Abdurrahman memandang Ali dan membacakan syahdatain sambil berkata memegang tangannya,

“Engkau punya hubungan dekat dengan Rasulullah, dan sebagaimana diketahui engkau pun lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu engkau harus berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau harus patuh dan taat. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat dari berbagai kalangan dan ternyata mereka lebih memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini,”

Ali bin Abi Thalib lantas menjadi orang kedua yang berkata sama kepada Utsman untuk membaiatnya sebagai khalifah menggantikan Umar bin Khattab. Kala itu, kaum muslimin yang hadir serempak membaiat Utsman sebagai khalifah.

Utsman diangkat menjadi khalifah ketiga dan disebut sebagai yang tertua. Pada saat pembaiatan, ia berusia 70 tahun.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah Pertama



Jakarta

Abu Bakar Ash Shiddiq RA merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk ke dalam Assabiqunal Awwalun. Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi.

Menukil dari Tarikh Khulafa tulisan Ibrahim Al-Quraibi, Abu Bakar RA disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam. Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra dari Asma’ binti Abu Bakar yang menuturkan,

“Ayahku masuk Islam, sebagai muslim pertama. Dan demi Allah aku tidak mengingat tentang ayahku kecuali ia telah memeluk agama ini,”


Sepeninggalan Rasulullah SAW, Abu Bakar RA ditunjuk sebagai khalifah. Menurut buku Pengantar Studi Islam susunan Shofiyun Nahidloh, S Ag, M H I, Abu Bakar RA menerima jabatan sebagai khalifah pada saat Islam dalam keadaan krisis dan gawat.

Kala itu, muncul berbagai perpecahan, adanya para nabi palsu, serta terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah berdasarkan keputusan bersama balai Tsaqidah Bani Sa’idah.

Keputusan terkait pemilihan Abu Bakar RA sebagai khalifah setelah Nabi Muhammad SAW wafat dikarenakan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

  • Dekat dengan Rasulullah SAW baik dari ilmunya maupun persahabatannya
  • Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah SAW
  • Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya
  • Seorang yang dermawan
  • Abu Bakar RA merupakan sahabat yang diperintah oleh Rasulullah SAW untuk menjadi imam salat jamaah
  • Abu Bakar RA ialah seseorang yang pertama memeluk agama Islam

Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifah pada tahun 632-634 Masehi. Usai wafatnya Rasulullah SAW, pengangkatan Abu Bakar RA dilakukan dengan persiaran Umar bin Khattab RA dalam sebuah pertemuan di Safiqah melalui musyawarah yang disetujui oleh para tokoh kabilah dan suku lain.

Pada saat itu, pemilihan Abu Bakar RA sebagai khalifah terkesan mendadak karena kondisi dan situasi cukup genting bahkan berpotensi menimbulkan perpecahan. Di sela-sela ketegangan itu, kaum Anshar menyarankan harus ada dua kelompok untuk menjadi khalifah.

Hal tersebut berarti sama seperti perpecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan segala risiko, Abu Bakar RA tampil ke depan dan berkata, “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih di antara kedua orang ini,”

Suasana di Safiqah masih belum kondusif, kemudian Umar bin Khattab RA berbicara untuk mendukung Abu Bakar RA dan mengangkat setia kepadanya. Umar bin Khattab RA tidak memerlukan waktu yang lama untuk meyakinkan kaum Anshar dan yang lain bahwa Abu Bakar RA adalah orang yang tepat di Madinah untuk menjadi penerus setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

Lalu, musyawarah secara bulat menentukan bahwa Abu Bakar RA-lah yang akan menjadi khalifah dengan gelar Amirul Mu’minin. Pertemuan tersebut merupakan sebuah implementasi dari sebuah politik dengan semangat musyawarah.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pertempuran Yamamah dan Syahidnya Para Penghafal Al-Qur’an



Jakarta

Pertempuran Yamamah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Kala itu, ia mengutus Khalid bin Walid untuk memimpin pertempuran tersebut.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Pertempuran Yamamah terjadi pada bulan Desember 632 M di Jazirah Arab, wilayah Yamamah. Peperangan ini melawan Musailamah Al Kadzdzab yang mengaku sebagai nabi palsu.

Padahal, setelah Nabi SAW wafat tidak ada nabi lagi selain beliau. Rasulullah SAW adalah nabi terakhir sekaligus penutup seperti yang tercantum dalam sebuah hadits.


“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahku.” (HR Abu Dawud)

Dijelaskan dalam buku Orang-orang yang Memusuhi Nabi Muhammad SAW susunan Kaha Anwar, Musailamah Al Kadzdzab lahir sebelum Rasulullah SAW. Begitu pun setelah sang nabi wafat, dirinya masih hidup dan meninggal di usia 150 tahun.

Musailamah berasal dari Bani Hanifah yang mendiami Yamamah, daerah yang terletak di sebelah timur Hijaz. Kawasan tersebut terkenal indah dan subur sehingga sering disebut dalam syair Arab.

Musailamah telah lama mengaku dirinya sebagai rasul, bahkan jauh sebelum Nabi SAW diangkat menjadi nabi. Orang-orang Makkah telah mengetahui terkait hal ini.

Musailamah bahkan sering pergi ke luar daerah untuk menyampaikan ajarannya. Menukil buku Get Smart PAI oleh Udin Wahyudin, sebagai pendusta besar, Musailamah bahkan disebut sebagai orang munafik dan penyembah berhala.

Kesesatan Musailamah semakin menjadi. Dirinya bahkan menyatakan telah membebaskan mereka dari kewajiban salat Subuh dan Maghrib.

Setelah Rasulullah SAW wafat, banyak umat Islam yang murtad. Tak sedikit juga yang mengaku-ngaku sebagai nabi palsu.

Kesesatan tersebut diberantas oleh Khalifah Abu Bakar RA, salah satunya melalui Pertempuran Yamamah. Pada perang itu, jumlah pasukan Islam lebih sedikit sementara musuh berkisar 3 kali lipat lebih banyak.

Rizem Aizid melalui karya lainnya yang berjudul Dua Pedang Pembela Nabi SAW mengatakan bahwa Pertempuran Yamamah berlangsung sengit. Sejak mendeklarasikan diri sebagai nabi, tidak sedikit orang yang murtad dan mempercayai Musailamah.

Musailamah bahkan menghapuskan kewajiban untuk melaksanakan salat dan memberikan kebebasan untuk mengonsumsi alkohol hingga berhubungan dengan yang bukan mahram. Dirinya juga menyebut sebagai utusan Allah bersama Nabi SAW.

Kala itu, 12.000 tentara muslim mengalahkan 40.000 orang murtad. Meski perang berhasil dimenangkan, banyak para penghafal Al-Qur’an yang gugur pada Pertempuran Yamamah.

Para penghafal Qur’an selalu berada di barisan paling depan. Ada yang menyebut jumlah penghafal yang syahid mencapai 700 orang.

Syahidnya para penghafal Qur’an dalam Pertempuran Yamamah itulah yang membuat Aku Bakar RA berinisiatif membukukan Al-Qur’an. Dikhawatirkan, firman-firman Allah SWT hilang bersama dengan wafatnya mereka yang jihad.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar bin Khattab, Abu Bakar dan Seorang Nenek Tua yang Buta



Jakarta

Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Ash Shiddiq menggantikan peran beliau sebagai pemimpin kaum muslimin atau khalifah. Abu Bakar menerima jabatan sebagai khalifah ketika Islam dalam keadaan gawat dan krisis.

Mengutip buku Pengantar Studi Islam susunan Shofiyun Nahidloh S Ag M H I, kala itu muncul para nabi palsu hingga berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam. Pengangkatan Abu Bakar sendiri berdasarkan keputusan bersama balai Tsaqiddah Bani Sa’idah.

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama, ada sebuah kisah menarik di baliknya. Suatu hari, Umar bin Khattab tengah mengawasi Abu Bakar di waktu fajar.


Dikisahkan dalam buku Umar bin Khattab susunan A R Shohibul Ulum, Umar melihat gerak-gerik Abu Bakar di pinggiran kota Madinah selepas Subuh.

Melihat hal itu, Umar bin Khattab merasa penasaran. Ia lantas mengikuti Abu Bakar dan mendapati sang Khalifah datang ke gubuk kecil.

Abu Bakar tidak berlama-lama di gubuk itu. Selang beberapa saat, ia beranjak dari gubuk tersebut dan kembali ke rumahnya.

Umar bin Khattab tidak tahu menahu akan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Keesokan harinya, Umar kembali memantau Abu Bakar pergi menuju gubuk kecil itu, ini dilakukan selama berhari-hari oleh Umar.

Berdasarkan yang Umar bin Khattab saksikan, Abu Bakar tidak pernah sekalipun absen mebgunjungi gubuk tersebut. Merasa penasaran, Umar akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk kecil setelah Abu Bakar pergi meninggalkan tempat itu.

Umar kaget melihat seorang nenek tua yang lemah dan tidak dapat bergerak. Sang nenek mengalami kebutaan pada kedua matanya.

Merasa tercengang akan hal yang ia saksikan, Umar lantas bertanya pada si nenek.

“Apa yang dilakukan laki-laki itu tadi di sini, nek?”

Sang nenek menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahui, wahai anakku. Setiap pagi dia datang, membersihkan rumahku ini dan menyapunya. Dia juga menyiapkan makanan untukku. Kemudian, dia pergi tanpa berbicara apa pun denganku,”

Umar makin tercengang. Ternyata nenek tersebut sama sekali tidak mengetahui bahwa pria yang membersihkan rumahnya dan menyiapkan makanan untuknya adalah sang Khalifah, Abu Bakar ASh-Shiddiq.

Mendengar jawaban si nenek, Umar bin Khattab menekuk kedua lututnya seraya menangis. Ia lalu berkata,

“Sungguh, engkau telah membuat lelah khalifah sesudahmu, wahai Abu Bakar,”

Padahal, saat itu Umar bin Khattab sama sekali tidak tahu bahwa dirinya yang nanti akan menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah. Ia merasa sangat kagum dengan amalan yang dilakukan oleh Abu Bakar.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com