Tag Archives: abu bakar ash – shiddiq

Peninggalan Abu Bakar As Shiddiq ketika Wafat


Jakarta

Abu Bakar As Shiddiq RA merupakan sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menjadi orang pertama yang memeluk Islam setelah Nabi Muhammad SAW.

Dalam memperjuangkan Islam, Abu Bakar As Shiddiq RA memberikan dedikasinya untuk menciptakan fondasi yang kokoh untuk umat muslim. Beliau juga memberikan beberapa peninggalan untuk umat muslim.

Lantas, apa saja peninggalan Abu Bakar As Shiddiq RA? Berikut beberapa peninggalan Abu Bakar As Shiddiq RA.


Biografi Abu Bakar As Shiddiq

Dirangkum dari buku Jejak Langkah Abu Bakar Ash-Shidiq oleh Ari Ghorir Atiq, Abu Bakar As Shiddiq RA merupakan salah satu Khulafa’ al-Raasyidun (para pengganti yang mendapat bimbingan ke jalan yang lurus). Beliau juga merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama kali masuk Islam.

Abu Bakar As Shiddiq RA lahir pada tahun 572 M, keturunan Bani Taim, golongan Quraisy. Beliau terlahir dengan nama Abu Bakar Abdullah ‘Atiq bin Abi Quhafah Usman.

Abu Bakar As Shiddiq RA terkenal memiliki kepribadian yang baik di antara Quraisy yang lain. Beliau memiliki sifat yang sabar, ramah, dan penuh dengan kasih sayang.

Merujuk pada buku Fikih Sirah: Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah Hidup Rasulullah SAW oleh Said Ramadhan Al-Buthy, Abu Bakar As Shiddiq RA wafat dalam usia 63 tahun, pada tahun ke-13 H tanggal 23 Jumada Al-Tsaniyah. Jasadnya dimakamkan di rumah Aisyah RA, di samping makam Rasulullah SAW.

Peninggalan Abu Bakar As Shiddiq

Dirangkum dari buku Jejak Langkah Abu Bakar Ash-Shidiq, Abu Bakar As Shiddiq RA tidak meninggalkan harta apapun. Sebagian harta yang dimiliki Abu Bakar As Shiddiq RA telah diberikan kepada Umar. Meski tidak meninggalkan harta, Abu Bakar As Shiddiq RA memiliki jasa yang sangat banyak bagi kepentingan Islam.

1. Wafat Meninggalkan Empat Istri

Ketika Abu Bakar As Shiddiq RA wafat, beliau meninggalkan beberapa istri, di antaranya:

  • Qatilah binti Abdul Uzai bin Abdul As’ad bin Nadhar bin Malik bin Hasal bin Amir bin Lu’ay. Anaknya bernama Abdullah dan Asma’ Dzat an-Nithaqain.
  • Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdul Syams bin Itab. Anaknya bernama Abdurrahman dan Aisyah.
  • Asma’ binti Umais bin Ma’ad bin Taim bin Harits al-Khats’amiyyah. Anaknya bernama Muhammad bin Abu Bakar.
  • Habibah binti Kharijah al-Anshariyyah. Anaknya bernama Ummu Kulstum.

2. Peninggalan Berupa Baitul Mal

Ketika Abu Bakar As Shiddiq RA masih hidup, beliau telah membangun Baitul Mal. Baitul Mal tersebut berada di daerah Sanah, dan ikut pindah ketika Abu Bakar As Shiddiq RA pindah ke Madinah.

Di dalam Baitul Mal terdapat hasil penambangan dari para kabilah, di antaranya berasal dari penambangan Juhainah. Kas yang berada di dalam Baitul Mal tersebut digunakan Abu Bakar RA untuk diberikan kepada umat Islam dengan jumlah tertentu. Hal itu bertujuan untuk meratakan keadilan di seluruh rakyatnya.

Kas Baitul Mal tersebut juga digunakan untuk membeli kuda dan peralatan perang lainnya. Tujuannya yaitu untuk melengkapi peralatan pasukan Islam. Sebelum musim dingin tiba, Abu Bakar As Shiddiq RA membeli selimut beludru yang ia bagikan kepada seluruh janda di Madinah.

Beberapa hari setelah Abu Bakar As Shiddiq RA dimakamkan, Umar dan beberapa sahabat lainnya membuka Baitul Mal peninggalan Abu Bakar As Shiddiq RA. Mereka hanya menemukan uang satu dirham yang tersimpan di dalam karung yang biasanya digunakan untuk menyimpan harta.

Mereka tidak menemukan apapun di dalamnya. Ternyata Abu Bakar RA benar-benar tidak ada urusan mengenai harta terhadap siapapun ketika beliau wafat.

3. Peninggalan Berupa Unta

Dirangkum dari buku Abu Bakar Al-Shiddiq: Khalifah Pembawa Kebenaran oleh Khalid Muhammad Khalid, Abu Bakar As Shiddiq RA mewasiatkan agar harta bendanya dikembalikan ke Baitul Mal, yaitu seekor unta. Unta tersebut dipergunakan untuk mengambil air, mangkuk yang digunakan untuk menampung susu perah ternak, serta sehelai kain yang digunakan ketika ada tamu yang berkunjung.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Sahabat Nabi yang Dikenal Pemalu, Siapakah Dia?



Jakarta

Sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal pemalu adalah Utsman bin Affan. Meski begitu, Utsman memiliki pribadi yang cerdas dan dermawan.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan silsilah Utsman bin Affan. Namanya adalah Utsman bin Afan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf.

Sementara itu, ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Nama ibu Arwa (nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu) adalah Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib, saudara perempuan sekandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah Rasulullah.


Ada yang mengatakan bahwa Ummu Hukaim dan Abdullah adalah dua anak kembar Abdul Muthalib, kakek Rasulullah, seperti dikisahkan oleh Az-Zubair bin Bikar.

Mengutip buku Kisah Seru Para Sahabat Nabi susunan Lisdy Rahayu, sifat Utsman yang pemalu ini menyebabkan orang-orang sekitarnya juga menjadi malu kepadanya. Suatu ketika, Rasulullah SAW kedatangan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Sang nabi lantas mempersilahkan mereka untuk masuk. Namun ketika Utsman bin Affan datang, ia langsung membenarkan dulu letak jubahnya karena malu kepada Utsman.

Nabi SAW bersabda dalam haditsnya, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepada dia.” (HR Muslim)

Diterangkan dalam buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan oleh Mustafa Murrad, di kalangan sahabat Rasulullah, Utsman bin Affan termasuk orang yang paling banyak tahu tentang Al-Qur’an dan hadits. Utsman juga termasuk salah satu penghafal Al-Qur’an.

Ia selalu mengikuti petunjuk Nabi, Abu Bakar, dan Umar RA yakni para sahabat sekaligus Khalifah sebelum dirinya, ketika hendak mengambil keputusan. Utsman bin Affan yang memiliki gelar Dzunnurain (Pemilik Dua Cahaya) selalu mendampingi Nabi sehingga ia mendapatkan banyak ilmu dan petunjuk dari beliau.

Selain dikenal sebagai sahabat nabi, Utsman bin Affan juga seorang Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab pada tahun 644 Masehi. Ia menjalankan kenegaraan dengan penuh kesederhanaan.

Pada masa kepemimpinannya, kaum muslimin banyak menaklukkan negeri-negeri, seperti pula Cyprus, negara Khurasan, Armenia, dan negeri Maroko. Selain itu, penulisan kembali ayat-ayat Al-Qur’an juga terjadi pada masa kekhalifahan Utsman.

Saat itu, Utsman membuat ayat-ayat Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Karenanya, sampai saat ini mushaf yang terkenal dan banyak digunakan adalah mushaf Utsmani.

Utsman bin Affan wafat pada 12 Zulhijjah tahun 35 Hijriah. Ia meninggal di usia ke-81 dan dimakamkan di bukit sebelah timur pemakaman Al-Baqi.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Pertama Rasulullah SAW yang Masuk Islam


Jakarta

Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan agama Islam. Rasulullah SAW berdakwah dan mengajak para sahabat dan juga siapa saja untuk masuk Islam.

Menurut catatan sejarah, Rasulullah SAW adalah pria dengan kepribadian luar biasa, sehingga bisa menarik berbagai orang untuk dekat dan mengikutinya. Merekalah yang disebut sebagai sahabat Rasulullah SAW. Dan orang pertama masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar As-Siddiq.

Biografi Abu Bakar As-Siddiq

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil dijelaskan secara menyeluruh mengenai Abu Bakar As-Siddiq dan bagaimana dia mendapatkan julukan As-Siddiq.


Berdasarkan pendapat shahih nama asli Abu Bakar Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taiym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At Taimi. Beliau memiliki kunyah atau sebuah nama panggilan yang biasa digunakan oleh masyarakat Arab untuk panggilan kehormatan.

Beliau mendapatkan julukan As-Siddiq karena pernah membenarkan kabar bahwa Nabi Muhammad SAW naik ke langit tujuh dalam momen Isra Miraj dengan penuh percaya diri.

Orang-orang kafir bertanya kepadanya, “Teman kamu itu (Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam.”

Abu Bakar pun menjawab, “Jika ia berkata demikian, maka itu benar.” Karena itu Allah SWT menyebutnya sebagai As-Siddiq.

Allah SWT berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 33,

وَالَّذِيْ جَاۤءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهٖٓ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ ٣٣

Artinya: “Orang yang membawa kebenaran (Nabi Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Ayat di atas menjelaskan maksud dari orang yang membawa kebenaran adalah Nabi Muhammad SAW, dan orang yang membenarkannya adalah Abu Bakar As-Siddiq.

Julukan As-Siddiq juga didapatkan Abu Bakar sebab beliau adalah orang pertama yang membenarkan dan beriman kepada Allah SWT.

Selain itu, mengutip buku Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq Khalifah Pertama yang Menentukan Arah Perjalanan Umat Islam Sepeninggal Rasulullah karya Dr. Muhammad Husain Haikal, sebelum masuk Islam Abu Bakar punya nama lain yakni Abdul Kab’bah.

Baru setelah masuk Islam, Rasulullah SAW merubah namanya menjadi Abdullah, semakin dewasa Abdul Kab’ah berubah menjadi Atik.

Dalam riwayat Aisyah RA menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW pernah melihat Abu Bakar sambil berkata, “Inilah Atik Allah dari Api Neraka.”

Pada kesempatan lainnya Rasulullah SAW melihat Abu Bakar dan berkata, “Barang siapa yang senang melihat kepada orang yang lolos (Atik) dari api neraka, maka lihatlah kepadanya (Abu Bakar).”

Ciri-ciri Abu Bakar As-Siddiq

Mengutip buku 150 Kisah Abu Bakar Al-Shiddiq karya Ahmad Abdul `Al Al-Thahtawi dijelaskan oleh Aisyah RA mengenai ciri-ciri fisik Abu Bakar As-Siddiq.

Dari ‘Aisyah RA bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepadanya, “Gambarkanlah kepada kami ciri- ciri fisik Abu bakar.”

Kemudian, ‘Aisyah menjawab, “Dia adalah seorang lelaki yang berkulit putih, berbadan kurus, dadanya tidak terlalu lebar, punggungnya tidak bungkuk, tulang pinggangnya kecil sehingga tidak dapat menahan kain yang dipakainya, wajahnya kurus, kedua matanya cekung, dahinya lebar, dan urat- urat tangannya tampak jelas. Begitulah ciri-ciri fisik beliau.”

Keutamaan Abu Bakar As-Siddiq

Masih mengutip buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil disebutkan keutamaan-keutamaan Abu Bakar As-Siddiq:

1. Abu Bakar As-Siddiq adalah manusia terbaik setelah Nabi Muhammad SAW dari golongan umat beliau.

كنا نخير بين الناس في زمن النبي ﷺ ، فنخير أبا بكر ، ثم عمر بن

الخطاب ، ثم عثمان بن عفان

Artinya: “Kami pernah memilih orang terbaik di masa Nabi Muhammad SAW. Kami pun memilih Abu Bakar, setelah itu Umar bin Khattab, lalu ‘Utsman bin Affan RA.” (HR Bukhari)

2. Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang menemani Rasulullah SAW di gua ketika dikejar kaum Quraisy.

3. Ketika kaum muslimin hendak hijrah Abu Bakar As-Siddiq menyumbangkan seluruh hartanya.

4. Abu Bakar As-Siddiq dipilih menjadi khalifah berdasarkan nash.

5. Umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk meneladani Abu Bakar As-Siddiq

Nabi Muhammad SAW bersabda,

اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر

Artinya: “Ikutilah jalan orang-orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits ini shahih)

6. Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang paling dicintai Nabi Muhammad SAW

‘Amr bin Al Ash RA bertanya kepada Nabi Muhammad SAW,

أي الناس أحب إليك ؟ قال : عائشة . قال : قلت : من الرجال ؟ قال : أبوها

Artinya: “Siapa orang yang kau cintai? Rasulullah menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya lagi, ‘Kalau laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar).” (HR Muslim)

Itulah kisah sahabat pertama Rasulullah SAW yakni Abu Bakar As-Siddiq RA. Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad SAW.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bilal bin Rabbah, Sahabat Nabi yang Dijuluki Muadzin Ar-Rasul



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari Habasyah atau Ethiopia. Ia merupakan seorang budak dari bani Jumhin.

Menukil dari buku Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi oleh Muhammad Nasrulloh, status sosial Bilal yang lemah menyebabkan dirinya menjadi bulan-bulanan kaum kafir Quraisy. Majikannya yang berasal dari bani Jumhin bahkan menyiksa Bilal habis-habisan begitu tahu Bilal memeluk Islam.

Sehari-hari, Bilal dijadikan layaknya mainan bagi kaum kafir Quraisy. Lehernya dikalungi tali dan dibuat seolah-olah ia adalah binatang.


Majikannya yang bernama Umayyah bin Khalaf bahkan menyeret Bilal keluar pada waktu siang terik. Bilal dipaksa keluar dari agama Islam, namun lidahnya selalu mengucap nama Allah SWT.

Merasa geram, Umayyah terus memaksa Bilal menyebut al-Latta dan al-Uzza. Tetapi hal itu tidak menghentikannya menyebut nama Allah SWT.

Bilal terus mengalami penyiksaan. Ia bahkan dipakaikan baju besi dan dibiarkan berjemur di bawah matahari. Dadanya juga ditimpa batu besar.

Meski dengan kondisi seperti itu, iman Bilal tidak runtuh. Berita penyiksaan Bilal ini sampai ke telinga Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhirnya ia memerdekakan Bilal dengan harga sembilan uqiyah emas seperti diterangkan dalam buku Bilal bin Rabah susunan Abdul Latip Talib.

Setelah merdeka, Bilal dipilih sebagai muazin. Dikisahkan dalam buku The Great Sahaba susunan Rizem Aizid, Bilal selalu berada di samping Rasulullah SAW ketika salat.

Saking dekatnya, Bilal kerap dijuluki sebagai bayangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, sang rasul sendiri yang menunjuk Bilal sebagai muazin karena suaranya terdengar kencang ke seluruh Madinah. Bilal juga digelari Muadzin ar-Rasul.

Walau begitu, selepas kepergian Nabi Muhammad SAW, Bilal bin Rabah memutuskan pensiun menjadi muazin. Saat Khalifah Abu Bakar RA meminta Bilal bin Rabah supaya menjadi muazin kembali, Bilal berkata dengan sedih, “Aku hanya menjadi muazin Rasulullah. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muazin siapa-siapa lagi.”

Sejak itulah Bilal tidak lagi mengumandangkan azan kecuali hanya sebanyak dua kali. Setelah itu, Bilal bin Rabah meninggalkan Madinah dan tinggal di Homs, Syria.

Menurut kitab Hadil Arwah ila Biladil Afrah oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyyah yang diterjemahkan Sholihin, Bilal menjadi sosok yang mendahului Nabi Muhammad SAW masuk ke surga. Kisah ini bersandar pada hadits dari Buraidah ibn Hushaib.

Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW memanggil Bilal, “Bilal! Bagaimana kau mendahului yang lain ke surga. Ketika aku hendak masuk surga kudengar suara di depanku. Semalam aku memasukinya dan kudengar suaramu di depanku.

Aku mendatangi istana segi empat yang sangat indah terbuat dari emas. Aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik seorang lelaki Arab.’

Aku menukas, ‘Aku orang Arab. Milik siapakah ia?’ Malaikat menjawab, ‘Milik lelaki Quraisy.’ Aku katakan, ‘Aku lelaki Quraisy. Milik siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Milik lelaki umat Muhammad.’

Aku berkata, ‘Aku Muhammad. Punya siapakah ia?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik Umar ibn Khaththab.’ Bilal pun menyahut, ‘Ya Rasulullah! Aku melantunkan azan setelah melakukan salat dua rakaat. Setiap kali berhadas, aku segera berwudhu. Aku bermimpi, Allah SWT menghargai salat dua rakaat itu.'”

Rasulullah SAW bersabda, “Dengan dua rakaat itu, engkau mendahuluiku masuk surga.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Bilal mendahului Rasulullah SAW karena berdoa lebih dulu kepada Allah SWT sebelum azan. Oleh sebab itu, azan Bilal terdengar di depan Rasulullah SAW.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ada Peran Wanita dalam Proses Penyusunan Al-Qur’an Pertama Kali



Jakarta

Salah satu istri Rasulullah SAW disebut memegang peranan penting dalam penyusunan dan kodifikasi Al-Qur’an yang dapat dibaca muslim saat ini. Hal ini disebut dalam salah satu jurnal penelitian dari seorang profesor di Claremont Graduate University, Ruqayya Khan.

Jurnal penelitian tersebut bersumber dari Journal of the American Academy of Religion Volume 82, Nomor 1 yang terbit pada Maret 2014. Jurnal dengan 43 halaman ini diterbitkan oleh Oxford University Press.

Menurut Khan dalam Medievalist, informasi mengenai periode awal Islam cenderung terlalu berfokus pada kaum pria yang menjadi pengikut Rasulullah SAW. Padahal, sejarawan menemukan beberapa wanita yang mengambil peran penting pada era tersebut seperti, penyusunan dan kodifikasi Al-Qur’an.

Melalui penelitiannya yang berjudul “Did a Woman Edit the Qur’an? Hafsa’s Famed Codex“, Khan menyebut Hafsah RA memegang peranan tersebut. Dia adalah putri dari salah satu sahabat nabi, Umar bin Khattab RA.


Hafsah binti Umar RA merupakan istri ke-4 Rasulullah SAW. Keduanya menikah pada sekitar tahun 625 M atau tahun ke-3 Hijriah.

Pernikahan ini bertujuan untuk mengikatkan tali persaudaraan antara Rasulullah SAW dengan Umar bin Khattab RA. Hal ini juga ditujukan sebagai penghormatan, kesejatian, dan simbol kekuatan.

Di antara para istri Rasulullah SAW hanya Hafsah RA saja yang pandai membaca dan menulis. Karena kecerdasannya pula, Hafsah RA bahkan pernah menantang Rasulullah SAW terkait relevansi dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Berkaitan dengan itu, Hafsah RA mulai mengambil perannya dalam membuat salinan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW hidup. Khan kemudian meneliti bagaimana Al-Qur’an mulai dibukukan menjadi dokumen tertulis pada pertengahan abad ketujuh.

Menurut Khan, setidaknya ada dua hadits utama yang menjelaskan bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an yang sebagian besar ditransmisikan secara lisan di kalangan muslim saat itu, kemudian dikodifikasi menjadi versi tertulis.

Khan kemudian mengutip sumber dari Abdullah Ibn Wahb RA dan menggabungkan sumber dari ‘Urwa bin al-Zubair, seorang ahli hukum Madinah yang terkenal dan pelopor dalam penulisan sejarah. Hasilnya, Khan menemukan bahwan Hafsah RA memang sosok wanita yang digambarkan sebagai sosok yang pandai membaca, membaca, menulis, dan menyusun surat-surat Al-Qur’an agar runut.

“Rasulullah SAW juga dikisahkan pernah mengajarkan Al-Qur’an pada Hafṣah serta menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an untuknya,” tulis Khan.

Untuk itulah, ayahnya, Umar bin Khattab RA, mempercayakan Hafsah RA sebagai sosok penyusun Al-Qur’an baik dalam bentuk lisan dan tulisan. Umar bin Khattab RA bahkan kerap mencari Hafsah RA dalam memilah bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang benar di tengah banyaknya bacaan yang keliru pada masa itu.

Salah satunya yang pernah dilakukan Umar bin Khattab RA saat mencari kebenaran untuk potongan ayat dari surah Al Bayyinah ayat 1. “Jadi Umar bin Khaṭṭab datang ke Hafṣah, (membawa bersamanya secarik) kulit (adīm). Dia berkata: Ketika Rasulullah datang kepadamu, mintalah dia untuk mengajarimu (potongan surah Al Bayyinah ayat 1). Dan katakan padanya untuk menuliskannya untukmu di (potongan) kulit ini,”

“Dia melakukan (ini), dan dia (yakni, Muhammad) menulisnya untuknya. Bacaan ini menjadi umum dan tersebar luas (‘āmma).” bunyi tulisan dari Khan.

Riwayat hadits lainnya menjelaskan, pada masa pemerintahan khalifah pertama, Abu Bakar RA, ia dan Umar memutuskan untuk menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk dokumen tertulis setelah kematian sejumlah besar para penghafal Al-Qur’an.

Naskah tersebut kemudian dipegang pertama kalinya oleh Abu Bakar RA. Kemudian, naskah Al-Qur’an itu diserahkan pada Umar RA, hingga akhirnya disimpan oleh Hafsah RA sendiri setelah ayahnya wafat.

Hingga sekitar tahun 650-an M, Ustman bin Affan RA yang menjabat sebagai khalifah selanjutnya pun mengirim utusan pada Hafsah RA. Utsman RA berencana untuk menyusun ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk kitab utuh seperti yang kita kenal sekarang.

“Kirimkan kami lembaran (ṣuḥuf) agar kami dapat menyalinnya menjadi mushaf dan kemudian kami akan mengembalikannya kepadamu,” demikian isi pesan dari Utsman RA kepada Hafsah.

Menurut Khan, hal ini menunjukkan bahwa Hafsah RA adalah sosok yang hati-hati dalam menjaga lembaran-lembaran Al-Qur’an yang dimilikinya. Selain itu, hal ini menunjukkan Hafsah RA sebagai pemegang kunci dari penyusunan Al-Qur’an pada masa awal Islam.

Menariknya, dalam riwayat lain dari Abdullah bin Wahb RA, Khan menemukan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang diminta oleh Utsman RA pada Hafsah RA justru dalam bentuk mushaf bukan suhuf. Berikut bunyinya,

“Utsman mengirim pesan pada Hafsah agar mengirimkan (mushaf) padanya. Hafsah berkata, ‘Dengan syarat dikembalikan lagi padaku. Utsman pun mengiyakan.”

Untuk itulah, setelah menyusun isi Al-Qur’an, Anuwar Ismail dalam buku 10 Wanita Kesayangan Nabi, Hafsah RA kemudian mengambil peranan sebagai penjaga mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an itu selalu dijaga dengan baik oleh Hafsah RA.

Bahkan saat Gubernur Madinah saat itu, Marwan bin Hakam meminta mushaf tersebut diserahkan padanya, Hafsah RA menolak. Marwan diketahui harus menanti hingga Hafsah RA wafat pada 665 M untuk mengambil alih mushaf tersebut.

Meski demikian, sebelum meninggal dunia, Hafsah RA sempat mewasiatkan mushaf pertama itu kepada Abdullah bin Umar RA seorang pemuda yang senantiasa meneladani Rasulullah SAW.

(rah/nwk)



Sumber : www.detik.com