Tag Archives: abu bakar

Kisah Ali bin Abi Thalib Berbaring Gantikan Rasulullah SAW



Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA berbaring di tempat tidur Rasulullah SAW agar beliau bisa hijrah ke Madinah. Kisah ini abadi dan masyhur dan tercatat sebagai salah satu peristiwa di momen hijrah.

Ali RA berbaring di atas ranjang Rasulullah SAW atas perintah beliau langsung.

Mengutip buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib karya Ahmad Abdul `Al Al-Thahthawi, dikisahkan pada suatu malam, Rasulullah SAW berkata kepada Ali Ra, “Tidurlah di pembaringanku. Tutuplah tubuhmu dengan selimut hijauku. Tidurlah dengan mengenakannya. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu hal buruk kepadamu dari mereka.”


Mendengar perkataan itu, Ali RA pun kemudian tidur di ranjang milik Rasulullah SAW.

Tujuan dari Rasulullah SAW menyuruh Ali RA berbaring di ranjangnya yakni agar lolos dari kejaran kaum kafir Quraisy yang menentang ajaran Islam dan hendak menahan Rasulullah SAW.

Sementara itu, kaum Quraisy berselisih dan masih berdebat tentang siapa yang akan menyerang pemilik pembaringan dan menangkapnya hingga subuh tiba. Namun, mereka mendapati yang tertidur bukanlah Rasulullah SAW, melaikan Ali RA.

Kaum Quraisy marah dan gencar menanyai keberadaan Rasulullah SAW, namun Ali menjawab, “Tidak tahu.”

Ketika kaum Quraisy menyadari bahwa mereka telah lalai, maka kemarahan ditimpakan kepada Ali RA. Sahabat setia Rasulullah SAW ini dipukuli habis-habisan dan dibawa ke Masjid Al Haram serta megurungnya selama beberapa saat.

Ali RA sama sekali tidak menyesal karena telah menggantikan posisi Rasulullah SAW di ranjang milik beliau. Ali RA justru percaya bahwa hal ini akan membawa kebaikan dan mendapat ridha Allah SWT.

Kegembiraan menghampiri Ali RA saat ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW berhasil meninggalkan Makkah bersama Abu Bakar RA.

Ali RA kemudian tinggal di Makkah selama beberapa hari. Dia berkeliling menelusuri setiap jalan untuk menemui para pemilik barang yang pernah menitipkan barangnya kepada Rasulullah SAW.

Selanjutnya, setelah semua amanat ditunaikan, sehingga terbebaslah tanggungan Rasulullah SAW, Ali RA pun bersiap pergi menyusul Rasulullah SAW setelah tiga malam ia habiskan di Makkah.

Ali RA menyusul Rasulullah SAW yang telah lebih dulu ke Madinah bersama Abu Bakar RA. Dalam perjalanan ini, ia bersembunyi agar tidak diketahui kaum Quraisy.

Pada siang hari, Ali RA bersembunyi dan pada malam hari ia melakukan perjalanan ke Madinah. Perjalanan yang panjang dan medan yang sulit membuat Ali RA tiba di Madinah dengan kondisi kaki penuh luka dan berlumuran darah.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW, Peristiwa Penuh Duka dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok teladan bagi umat Islam, sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan petunjuk hidup dari Allah SWT.

Kehilangan ini tidak hanya dirasakan oleh para sahabat dan pengikutnya, tetapi juga meninggalkan dampak yang luas bagi seluruh umat manusia. Berikut adalah kisah wafatnya Rasulullah SAW.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, menandakan berakhirnya periode kenabian dan menyisakan warisan ajaran Islam hingga saat ini.


Wasiat Rasulullah SAW saat Melaksanakan Haji Wada’

Diceritakan dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, pada tahun tahun 10 H atau 32 M, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terkenal dalam sejarah Islam sebagai haji Wada’, bersama kaum muslimin yang berjumlah sekitar seratus ribu orang.

Di hadapan ribuan jamaah haji itu, Rasulullah SAW mengucapkan pidato penting yang mempunyai arti bagi kaum muslimin, yang tidak hanya pada waktu itu, tetapi bagi kaum muslimin sesudahnya, kini, dan yang akan datang. Pidato yang diberikan Rasulullah SAW ini seperti menunjukkan adanya wasiat didalamnya.

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini. Aku tidak dapat memastikan apakah aku akan dapat bertemu lagi atau tidak dengan kamu sekalian di tempat seperti ini sesudah tahun ini. Wahai manusia, sesungguhnya kamu haram menumpahkan darah, dan haram mengganggu hartamu, kecuali ada hak. Riba semuanya telah dibatalkan, kamu hanya berhak atas uang pokok. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. Penumpahan darah yang dilakukan di masa Jahiliah tidak ada diyat (denda)-nya lagi. Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di muka bumi, akan tetapi ia masih menginginkan yang lain dari itu. Sebab itu, awaslah selalu terhadapnya. Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu, dan asalmu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Orang Arab tidak ada kelebihan atas orang non Arab, dan orang non Arab pun tidak ada pula kelebihannya atas orang Arab, kecuali karena takwanya.”

Rasulullah SAW Sempat Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sekitar tiga bulan setelah menunaikan haji Wada’ itu, Rasulullah SAW mengalami demam yang berat hingga tidak mampu keluar untuk menjadi imam salat. Beliau menyuruh Abu Bakar RA untuk menggantikannya menjadi imam.

Kaum Muslimin saat itu cemas terhadap penyakit yang diderita Rasulullah SAW. Pada suatu hari, Rasulullah SAW dijemput oleh paman beliau, Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk keluar menemui kaum muslimin yang sedang berkerumun di masjid dengan sorotan wajah sedih yang ikut merasakan penyakit beliau.

Rasulullah SAW duduk di mimbar, tepatnya pada anak tangga pertama, yang dikerumuni oleh kaum muslimin Anshar dan Muhajirin, dan beliau pun menyampaikan sebuah amanat,

“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu meninggal dunia. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selama-lamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selama-lamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.”

Dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia di Dunia karya Neti S, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sakit selama 13 atau 14 hari. Beliau sempat mengerjakan salat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari.

Penyakit yang diderita Rasulullah SAW semakin lama semakin berat, dan beliau meminta untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Kemudian dua hari atau sehari sebelum wafat, beliau keluar untuk menunaikan salat Dzuhur dan minta didudukkan di samping Abu Bakar.

Rasulullah SAW juga memerdekakan budak-budaknya, bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang beliau miliki, dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.

Menjelang wafat, Rasulullah SAW menyampaikan wasiatnya. Beliau berkata bahwa “laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Beliau juga berkata, “Jagalah shalat! Jagalah shalat! Jangan sekali-kali telantarkan budak-budak kalian.” Wasiat tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali.

Reaksi Para Sahabat saat Rasulullah SAW Wafat

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, tepatnya pada tanggal 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah di usianya yang menginjak 63 tahun.

Merujuk kembali pada buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, berita wafatnya Rasulullah SAW diterima di kalangan sebagian kaum muslimin dengan keraguan dan seakan-akan mereka tidak percaya jika hal itu terjadi.

Umar bin Khattab pun berdiri di depan umum sambil mengatakan:

“Ada orang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi Allah, beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa pun pergi menghadap Allah. Demi Allah, Nabi Muhammad SAW akan kembali.”

Setelah itu, Abu Bakar segera masuk ke kamar Rasulullah SAW untuk menjenguk beliau. Dan terlihat oleh Abu Bakar, beliau sedang terbaring wajahnya yang ditutupi oleh kain, kemudian Abu Bakar pun membuka kain penutup wajah beliau, sambil berkata:

“Alangkah baiknya engkau di waktu hidup dan di waktu mati. Jika seandainya engkau tidak melarang kami menangis, akan kami curahkan seluruh air mata kami.”

Kemudian Abu Bakar keluar, mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun, mencoba menenangkan mereka dan menghilangkan kebingungan yang mereka rasakan dengan mengatakan di hadapan mereka,

“Wahai manusia, barang siapa memuja Muhammad, Muhammad telah mati. Tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup selama-lamanya, tiada mati-matinya.”

Abu Bakar juga membacakan ayat Al-Qur’an untuk memperingatkan semua orang, yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 144,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔاۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ ۝١٤٤

Arab Latin: wa mâ muḫammadun illâ rasûl, qad khalat ming qablihir-rusul, a fa im mâta au qutilangqalabtum ‘alâ a’qâbikum, wa may yangqalib ‘alâ ‘aqibaihi fa lay yadlurrallâha syai’â, wa sayajzillâhusy-syâkirîn

Artinya: Muhammad itu hanyalah seorang rasul, telah berlalu beberapa orang rasul sebelumnya. Sekiranya Muhammad itu mati atau dibunuh orang, apakah kamu akan kembali menjadi kafır (murtad). Barang siapa kembali menjadi kafır, ia tidak akan mendatangkan bahaya kepada Tuhan sedikit pun.”

Mendengar pernyataan dari Abu Bakar yang tegas ini, umat Islam yang sedang berkerumun itu menjadi sadar dan menerima bahwa Rasulullah SAW memang telah wafat.

Saat itu, banyak orang yang berkumpul untuk menyalatkan beliau. Rasulullah SAW dimakamkan, dengan diantar dan disaksikan oleh kaum muslimin yang melepasnya ke tempat peristirahatan terakhir dalam suasana damai, menghadap Allah SWT.

Kepemimpinan Umat Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW

Mengutip buku Mencintai Keluarga Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Nur Laelatul Barokah, sepeninggalan Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka dikenal dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman, Ali Bin Abi Thalib dilantik menjadi Amirul Mukminin atau pemimpin umat Islam di depan umum. Hal ini merupakan permintaan Ali Bin Abi Thalib sebagai bukti bahwa dia ditunjuk oleh semua golongan kaum muslim.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Abdullah ibn Al-Zubair, Muhajirin Pertama yang Lahir di Madinah


Jakarta

Pada masanya, masyarakat Madinah dibuat bahagia karena telah lahir seorang bayi pertama dari kaum Muhajirin. Bayi ini kemudian menjadi seorang sahabat Nabi SAW, yang juga merupakan anak dari seorang sahabat Nabi SAW, Al-Zubair ibn Al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad.

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Al-Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asas bin Abdil Uzza bin Qushay Al-Asadi. Ia dipanggil dengan julukan Abu Bakar, ada juga yang menyebutnya Abu Khubaib.

Kelahiran Abdullah ibn Al-Zubair

Mengutip buku Tarikh Khulafa Imam As-Suyuthi, Abdullah ibn Al-Zubair dilahirkan di Madinah dua puluh bulan setelah hijrahnya Rasulullah SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 1 H.


Ia adalah anak Muhajirin pertama yang dilahirkan di Madinah setelah hijrah.

Dalam buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi diceritakan bahwa ketika Asma binti Abu Bakar melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh kaum muslim bersukacita. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota Madinah.

Mereka merasa bahagia karena orang Yahudi pernah berkata, “Kami telah menyihir kalian.” Karenanya, tidak akan lahir seorang anak pun bagi mereka. Namun, Allah SWT mematahkan sihir dan celaan mereka ketika Asma melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair.

Beberapa saat setelah kelahirannya, Rasulullah SAW mengolesi langit-langit mulutnya dengan sebutir kurma yang telah beliau kunyah, lalu memberinya nama Abdullah ibn Al-Zubair, yang kemudian dijuluki sebagai Abu Bakar, sesuai dengan nama kakeknya.

Abdullah ibn Al-Zubair adalah seorang sahabat nabi yang gemar berpuasa dan melakukan salat malam. Ia adalah seorang yang sangat memelihara silaturahmi dan sangat pemberani.

Ia membagi malamnya menjadi tiga bagian. Ia memiliki kebiasaan berdiri, rukuk, dan sujud semalaman dalam salat hingga pagi menjelang. Abdullah ibn Al-Zubair telah meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW sebanyak 33 buah.

Kehidupan Abdullah ibn Al-Zubair Dihabiskan dengan Sang Ibu

Merujuk sumber sebelumnya, saat telah memasuki usia dewasa, Abdullah ibn Al-Zubair selalu ikut serta dalam peperangan oleh ayahnya, Al-Zubair ibn Al-Awwam. Ayahnya mendidiknya menjadi perwira yang berani dan disiplin.

Namun Al-Zubair, ayahnya, berperangai kasar. Ia bersikap keras kepada wanita, terutama istrinya. Hingga suatu hari, Abdullah mendengar ibunya meminta tolong karena dipukul ayahnya. Ketika ia akan masuk kamar untuk menenangkan ibunya, ayahnya mengancam, “Jika kau berani masuk, ibumu aku talak.”

Abdullah tidak peduli dengan ancaman ayahnya. la masuk ke kamar ibunya sehingga jatuhlah talak kepada Asma. Setelah bercerai dengan Al-Zubair, Asma hidup bersama putranya, Abdullah ibn Al-Zubair.

Dengan segala upaya, ia mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan pada diri Abdullah. Ia sangat tidak suka jika Abdullah tumbuh menjadi orang yang mudah menyerah dan gampang patah. la harus menjadi laki-laki yang kuat dan teguh pendirian.

Kekhalifahan Abdullah ibn Al-Zubair

Merangkum kembali buku Tarikh Khulafa, di era kekhilafahan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh wilayah tunduk kepadanya, kecuali Syam dan Mesir. Kedua wilayah ini menyerahkan bai’at kepada Mu’awiyah bin Yazid.

Namun, masa itu tidak berlangsung lama, ketika Mu’awiyah meninggal, penduduk Syam dan Mesir mengalihkan kesetiaan mereka kepada Abdullah ibn Al-Zubair.

Abdullah ibn Al-Zubair juga merupakan penunggang kuda yang sangat tangkas pada masanya. Ia mengabadikan banyak kisah kepahlawanannya.

Abu Ya’la di dalam Musnadnya meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berbekam. Setelah selesai Rasulullah SAW berkata kepadanya,

“Wahai Abdullah, bawalah darah ini dan pendamlah di suatu tempat yang tidak seorang pun melihatmu.”

Abdullah pun pergi lalu meminum darah bekas bekaman Rasulullah SAW itu. Setelah ia kembali, Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan darah itu, wahai Abdullah?” Ia menjawab, “Aku ingin menyembunyikannya di tempat yang paling tersembunyi dan telah kutaruh ia di tempat yang paling tersembunyi itu.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah engkau telah meminumnya?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW bersabda, “Manusia akan celaka karenamu dan engkau akan celaka karena manusia.” Orang-orang melihat bahwa kekuatan yang dimilikinya adalah berkat darah tersebut.

Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Nauf Al-Bikali, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya, kutemukan di Kitab Allah yang diturunkan bahwa Abdullah ibn Al-Zubair adalah khalifah yang paling tangkas menunggang kuda.”

Dalam riwayat lain, Mujahid berkata “Tidak ada pintu ibadah yang sukar ditembus oleh seseorang (artinya sangat sulit untuk dilakukan), kecuali Abdullah ibn Al-Zubair melakukannya. Suatu ketika, banjir menenggelamkan Ka’bah, tetapi ia tetap melakukan thawaf dengan berenang.”

Disebutkan pula bahwa orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain sutra adalah Abdullah ibn Al-Zubair. Kelambunya ia buat dari bulu dan kulit.

Abdullah ibn Al-Zubair juga memiliki seratus orang pelayan. Setiap pelayan memiliki logat bahasa sendiri dan Abdullah ibn Al-Zubair berbicara menggunakan logat bahasa mereka masing-masing.

Jika sedang melihatnya bicara tentang dunianya, Umar bin Qais selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan Allah.” Namun, jika sedang melihatnya bicara tentang agama, ia selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan dunia.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Utsman bin Affan, Sahabat yang Dermawan dan Pemilik Dua Cahaya


Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Islam. Sebagai khalifah ketiga, ia dikenal karena kebaikan, kedermawanan, dan akhlak mulianya.

Kehidupannya yang penuh dengan keteguhan pada Islam menjadikannya salah satu sosok paling dihormati di kalangan muslim pada masanya. Berikut riwayat hidup lengkap Utsman bin Affan dan keistimewaan yang dimilikinya.

Riwayat Hidup Utsman bin Affan

Merangkum buku Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Sa’id Mursi terjemahan Khoirul Amru Harahap, nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah, ia lahir di Makkah lima tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.


Utsman dikenal sebagai sosok yang tampan, dengan kulit halus dan putih, jenggot lebat, bagian depan kepala botak, dan tangan yang kekar. Ia termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dan juga salah satu juru tulis wahyu (Al-Qur’an). Ia ikut salat menghadap dua kiblat dan berhijrah dua kali.

Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya) adalah gelar yang diberikan kepadanya, karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW. Pertama, ia menikahi Ruqayyah, dan setelah Ruqayyah meninggal, ia menikahi Ummu Kultsum.

Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Seandainya kami memiliki tiga (putri), niscaya kami akan menikahkan dia dengan Anda,”

Utsman bin Affan terkenal sebagai pribadi yang pemalu. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW tidur terlentang dengan kedua betis terbuka, Abu Bakar dan Umar meminta izin masuk, dan Rasulullah tetap dalam posisi tersebut.

Namun, ketika Utsman meminta izin, Rasulullah SAW langsung menutup betisnya sambil berkata, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Selain itu, Utsman juga dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan. Pada perang Al-Asrah, ia menanggung semua perlengkapan separuh pasukan Muslim. Ia mendermakan 300 ekor onta, 50 ekor kuda beserta perlengkapannya, serta 1000 dinar yang diberikan langsung di hadapan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun mendoakannya, “Mudah-mudahan setelah ini, Utsman melakukan lebih banyak lagi” (HR. At-Tirmidzi).

Utsman sangat takut terhadap azab Allah SWT. Ia pernah berkata, “Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, lalu aku tidak tahu ke mana aku akan disuruh masuk, maka aku akan memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku akan dimasukkan.”

Rasulullah SAW pernah memberitakan bahwa Utsman akan masuk surga dan akan menghadapi fitnah serta terbunuh secara zalim. Utsman senantiasa bermunajat kepada Allah agar diberi kekuatan untuk bersabar menghadapi fitnah tersebut.

Utsman berjasa dalam menyempurnakan pengumpulan Al-Qur’an. Ia menghimpun umat untuk menggunakan mushaf yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar, lalu memerintahkan penyalinan mushaf tersebut dan membagikannya ke berbagai daerah. Semua mushaf lainnya dibakar.

Pada masa pemerintahannya, Utsman membuat perubahan besar. Ia adalah orang pertama yang memperluas bangunan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Ia juga membangun pangkalan angkatan laut, membentuk kepolisian negara, serta mendirikan gedung peradilan. Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, sidang peradilan masih dilaksanakan di masjid.

Utsman juga yang pertama kali mendahulukan khutbah dalam salat Ied dan menambah adzan pada salat Jum’at. Ia juga meriwayatkan 146 hadits dari Nabi SAW.

Dalam kehidupan rumah tangganya, Utsman menikahi 8 wanita, empat di antaranya meninggal dunia. Mereka adalah Fakhitah, Ummu Banin, Ramlah, dan Naelah.

Utsman memiliki 17 orang anak, 9 di antaranya laki-laki dan 8 perempuan.

Keislaman Utsman bin Affan

Dalam buku Kisah Utsman bin Affan yang disusun oleh Ahmad Abdul Al-thanthawi terjemahan Tubagus Kesa diceritakan, ketika mendengar berita bahwa Rasulullah SAW telah menikahkan putrinya, Ruqayyah RA, dengan putra pamannya (putra Abu Lahab), Utsman bin Affan sangat menyayangkan hal tersebut. Ia merasa tidak dapat mendahului untuk menikahi Ruqayyah RA dan tidak mendapatkan perilaku mulia serta keluarga yang terhormat tersebut.

Utsman bin Affan pulang dengan perasaan sedih. Di rumah, ada bibinya, Sa’da binti Kuraiz, seorang wanita tua yang bijaksana dan teguh. Bibi itu menghibur Utsman dengan kabar gembira tentang munculnya seorang nabi yang akan menghapus penyembahan berhala dan mengajak untuk menyembah Allah SWT Yang Maha Esa. Dia juga mendorong Utsman untuk mengikuti ajaran nabi tersebut, dan memberi tahu bahwa Utsman akan memperoleh keberuntungan jika mengikuti jalan tersebut.

Utsman kemudian menceritakan apa yang dikatakan bibinya kepada Abu Bakar. Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, wahai Utsman, bibimu benar. Engkau adalah seorang yang cerdas dan teguh. Kebenaran tidak akan tersembunyi darimu.” Abu Bakar kemudian bertanya, “Apa pendapatmu tentang berhala-berhala yang kita sembah? Bukankah mereka hanya batu yang tidak bisa mendengar atau melihat?” Utsman menjawab, “Benar.”

Abu Bakar melanjutkan, “Memang, apa yang dikatakan bibimu itu benar. Allah telah mengutus seorang nabi yang membawa petunjuk dan kebenaran.” Utsman pun bertanya, “Siapakah dia?” Abu Bakar menjawab, “Nabi itu adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Utsman terkejut, “Apakah dia orang yang jujur dan terpercaya itu?” tanya Utsman. “Benar, dialah orangnya,” jawab Abu Bakar.

Utsman kemudian bertanya, “Maukah engkau menemani aku untuk menemui nabi itu?” Abu Bakar menjawab, “Tentu.” Keduanya pun pergi untuk menemui Nabi Muhammad SAW.

Saat bertemu dengan Utsman, Nabi SAW bersabda, “Wahai Utsman, ikutilah seruan Allah. Aku adalah utusan Allah untuk kalian dan seluruh umat manusia.”

Ketika tangan kanan Utsman bersalaman dengan Nabi SAW dan mendengar sabda beliau, hati Utsman merasakan kedamaian dan keyakinan penuh terhadap risalah yang disampaikan. Kemudian, Utsman pun bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Keistimewaan Utsman bin Affan

Allah SWT memberikan banyak sifat baik, keutamaan yang melimpah, dan ragam perilaku terpuji kepada Utsman bin Affan, sang pemilik “dua cahaya”. Ia adalah sosok yang penuh dengan kebaikan dan kehormatan, baik sebelum maupun sesudah memeluk Islam.

Dalam buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan yang disusun oleh Mushthafa Murad terjemahan Khalifurrahman Fath, Utsman pernah menuturkannya sendiri, “Sepuluh kebaikan tersimpan di sisi Tuhanku: aku adalah khalifah ketiga dalam Islam, aku menyiapkan jays al-‘usrah (pasukan dalam keadaan sulit), aku menghimpun Al-Quran di masa Rasulullah, aku dipercaya Rasulullah untuk menikah dengan salah seorang putrinya, Ruqayyah. Ketika Ruqayyah meninggal, aku dinikahkan lagi dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum. Aku tidak menumpuk harta, aku tidak berdusta, tak pernah kusentuh kemaluanku dengan tangan kanan sejak aku berbaiat kepada Rasulullah. Setiap hari Jum’at kubebaskan seorang budak hingga ketika aku tak memiliki lagi budak, aku membeli budak untuk dibebaskan, dan aku tidak berzina, baik di masa Jahiliah maupun setelah Islam.”

Semua keistimewaan ini ia raih berkat kebaikan akhlak, pekerti luhur, dan perilaku terpuji yang dimilikinya. Para sahabat pun berlomba-lomba ingin meraih kedudukan yang sama, namun Utsman lebih dahulu meraihnya.

Keistimewaan lain yang tak terbantahkan adalah bahwa Utsman bin Affan mendapat pengakuan sebagai muslim terbaik ketiga setelah Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Umar RA pernah berkata:

“Bagi kami, di zaman Rasulullah, tidak seorang pun yang menandingi Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. Para sahabat Rasulullah bersumpah untuk tidak membeda-bedakan mereka satu sama lain.”

Salah satu prestasi terbaik Utsman ibn Affan adalah menyatukan gaya bacaan (qira’ah) Al-Quran semua umat Islam. Ia menyusun mushaf Al-Quran sesuai dengan bacaan yang didasarkan Jibril kepada Rasulullah SAW di akhir hayatnya. Rasulullah SAW menyifati Utsman bin Affan sebagai al-shadiq (Kawan) dan al-syahîd (Syahid).

Ketika Rasulullah SAW berada di atas sebuah gunung batu bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba gunung batu itu berguncang. Rasulullah SAW bersabda,

“Tenanglah! Karena di sisi kalian ada Nabi, shadîq, dan syahid.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Zunairah, Sosok Budak Abu Jahal yang Tabah


Jakarta

Sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini, seorang budak sering dipandang rendah oleh manusia. Namun di sisi Allah SWT, mereka bisa menjadi sangat mulia, terhormat, dan lebih tinggi derajatnya daripada orang merdeka dengan kekayaannya, terutama jika budak tersebut memiliki hati yang bersih dan selalu taat kepada Allah SWT.

Salah satu budak muslimah yang mulia di mata Allah SWT adalah Zunairah, seorang budak muslimah yang penuh kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan. Keteguhannya dalam agama Islam membuatnya semakin yakin akan pertolongan Allah SWT, meskipun ia terus-menerus menghadapi berbagai ujian.

Salah satu kisah Zunairah yang menggambarkan betapa besar kesabaran dan keteguhannya adalah ketika tuannya, Abu Jahal, mengetahui bahwa ia telah mengikuti seruan Nabi Muhammad SAW dan memeluk Islam, ia dianiaya dan disiksa oleh Abu Jahal dengan cara yang sangat kejam. Namun, Zunairah menghadapinya dengan pendirian yang sangat kuat dan kokoh tauhidnya kepada Allah SWT. Inilah kisah selengkapnya.


Kisah Zunairah yang Tabah Menghadapi Siksaan Abu Jahal

Mengutip buku Kisah Orang-orang Sabar yang disusun oleh Nasiruddin, kisah Zunairah ini terjadi ketika Abu Jahal melihat perubahan sikap Zunairah yang sangat sulit untuk diajak bercanda dan seringkali menyendiri, berbeda dengan biasanya. Setelah diselidiki, betapa murkanya Abu Jahal. Ternyata, Zunairah telah menjadi pemeluk agama baru yang disebarkan oleh keponakannya sendiri, Nabi Muhammad SAW.

Diceritakan dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW yang disusun oleh Moenawar Khalil, bahwa setelah mengetahui hal tersebut, Abu Jahal mendatangkan para pemuka musyrik Quraisy untuk menyeret Zunairah ke hadapannya. Lalu Abu Jahal berkata padanya, “Benarkah kamu sekarang mengikuti seruan Muhammad yang celaka itu?”

Ia menjawab dengan tegas, “Ya, aku benar-benar mengikuti seruan Muhammad, aku percaya kepada seruannya dan aku benar-benar mengikuti pimpinan Muhammad.”

Sambil mencemooh, Abu Jahal menengok kepada para pemuka Quraisy itu dan berkata, “Hai kaum Quraisy! Adakah engkau mengikuti apa-apa yang didatangkan oleh Muhammad?”

Mereka menyahut, “Tidak! Sekali-kali kami tidak akan mengikuti Muhammad orang celaka itu!” Abu Jahal berkata lagi, “Seandainya apa-apa yang diseru oleh Muhammad itu benar lagi baik, tentunya kita telah mengikuti lebih dulu kepadanya daripada Zunairah, tentunya begitu, bukan?”

Kemudian dimulailah siksaan bertubi-tubi terhadap Zunairah. Penganiayaan yang dilakukan begitu kejam hingga membutakan matanya. Saat Zunairah sudah buta, Abu Jahal dan kawan-kawannya mencoba mempengaruhinya dengan berkata, “Kamu menjadi buta itu tidak lain karena kamu dimurkai oleh Latta dan Uzza!”

Namun Zunairah tidak goyah. “Mereka dusta! Latta dan Uzza tidak dapat memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat kepada kita!” jawab Zunairah dengan tegas.

Abu Jahal terus berupaya melecehkan dan menghasut Zunairah, “Oh, Zunairah! Ingatlah kamu kepada Latta dan Uzza! Karena dialah berhala-berhala nenek moyangmu dahulu! Tidakkah kamu takut kepadanya, kalau ia nanti memurkai kamu? Engkau sekarang telah buta tidak lain karena engkau sudah sekian hari ini tidak pernah melihat dan memuja Latta dan Uzza, bukan? Ingatlah hai Zunairah, jangan kamu terus-menerus mengikuti Muhammad!”

Dengan senyuman dan keteguhannya, jawab Zunairah secara lantang, “Berhala-berhala Latta dan Uzza itulah yang lebih buta daripada aku. Apa gunanya kedua berhala itu engkau puja? Sebabnya aku sekarang menjadi buta ini ialah suatu perkara dari Tuhanku sendiri. Tuhanku lebih kuasa menjadikan aku dapat melihat kembali, sebab Dialah yang menciptakan aku.”

Pada malam harinya, Allah SWT menganugerahkan mukjizat dengan mengembalikan penglihatan Zunairah. Keesokan harinya, Abu Jahal dan kawan-kawannya terkejut mendapati Zunairah dapat melihat kembali, lantas mereka berkata, “Ini dari sihir Muhammad!”

Siksaan pun terus berlanjut, namun Zunairah tetap kokoh dengan keimanannya. Sampai pada akhirnya, Abu Bakar, sahabat setia Rasulullah SAW membeli Zunairah dan memerdekakannya semata karena Allah SWT.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah ketika Rasulullah Dihina oleh Orang di Sekitarnya


Jakarta

Sepanjang perjalanan dakwahnya, Rasulullah SAW menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari penolakan, penghinaan, hingga kekerasan. Meskipun demikian, beliau tetap tegar dalam menyampaikan wahyu dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran.

Tidak hanya cobaan dalam dakwahnya saja, di kehidupan sehari-hari pun, beliau harus menghadapi hinaan dan perlakuan buruk dari sebagian orang di sekitarnya. Namun, Rasulullah SAW selalu bisa mengendalikan dirinya, tidak membalas dengan kebencian, dan justru mendoakan kebaikan bagi mereka.

Dari kesabaran dan kerendahan hati beliau ini akhirnya meluluhkan hati banyak orang, bahkan sebagian di antara penghina beliau membalikkan hati mereka untuk mengikuti ajaran Islam.


Seperti dua kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya berikut ini. Sebagaimana dikutip dari buku Kisah Orang-orang Sabar yang distulis oleh Nasiruddin.

Kisah ketika Rasulullah Dihina Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah, terdapat seorang pengemis Yahudi yang buta. Setiap hari, ia selalu mencela Nabi Muhammad SAW di depan orang-orang yang melintas, dengan mengatakan “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.” Berulang kali ia katakan ucapan buruk ini.

Namun, setiap pagi, Rasulullah SAW tetap mendekatinya, membawa makanan, dan menyuapinya tanpa berkata sepatah kata pun, meskipun pengemis itu terus menghinanya. Rasulullah melakukan hal ini dengan penuh kesabaran, bahkan hingga menjelang wafatnya.

Setelah Rasulullah wafat, pengemis buta tersebut tidak lagi menerima makanan setiap pagi. Suatu hari, Abu Bakar RA bertanya kepada putrinya, Aisyah RA, “Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja.”

“Apakah itu?” tanya Abu bakar RA.

“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar RA mendatangi pengemis tersebut dan memberinya makanan. Saat Abu Bakar mulai menyuapinya, pengemis itu marah dan berteriak, “Siapakah kamu?”

Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”

Pengemis itu menyangkal, “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,”

“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Mendengar hal itu, Abu Bakar RA pun menangis dan berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah SAW.”

Setelah mendengar penjelasan tersebut, pengemis buta itu pun menangis. Ia menyadari kesalahannya selama ini, yang telah menghinakan Rasulullah tanpa tahu betapa mulianya beliau. “Benarkah demikian?, tanya pengemis itu.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pemah memarahiku sedikit pun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.”

Pengemis itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA, mengakui kekeliruannya, dan memeluk Islam. Kesabaran Rasulullah SAW memang tidak terbatas dan tanpa pandang bulu walaupun kepada seorang pengemis buta Yahudi yang selalu mencemooh beliau.

Kisah ketika Rasulullah Diludahi Wanita Tua

Tidak hanya satu saja kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya. Bahkan, ada seorang wanita tua yang berani mencerca Rasulullah SAW. Setiap kali beliau melintas di depan rumahnya, wanita tersebut meludahi beliau dengan air liurnya, “Cuh, cuh, cuh.” Peristiwa ini terjadi berulang kali, bahkan setiap hari.

Suatu kali, ketika Rasulullah melewati rumah wanita itu, ia tidak meludahinya seperti biasanya, bahkan rumahnya pun tampak kosong. Rasulullah SAW pun mempertanyakan wanita si peludah tadi.

Karena penasaran, Rasulullah SAW lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau, di manakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku?”

Orang yang ditanya merasa heran mengapa Rasulullah justru menunjukkan rasa penasaran, bukannya merasa senang. Namun, orang tersebut tidak terlalu memikirkannya dan segera menjawab pertanyaan beliau, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa meludahimu sudah beberapa hari terbaring sakit?”

Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW hanya mengangguk, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Ka’bah untuk beribadah dan memohon kepada Allah SWT.

Setelah kembali dari ibadah, Rasulullah SAW datang untuk menjenguk wanita yang biasa meludahinya. Begitu mengetahui bahwa orang yang setiap hari dia ludahi justru datang menjenguk, wanita itu lantas menangis.

“Duhai, betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan penuh haru, wanita itu pun bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”

Rasulullah menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau sudah mengetahuinya, aku yakin engkau tak akan lagi melakukannya.”

Mendengar ucapan bijak dari manusia utusan Allah SWT ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya seperti tercekik. Setelah beberapa saat mengatur napas, akhirnya ia bisa berbicara dengan lega, “Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Kemudian, wanita itu mengikrarkan dua kalimat syahadat.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar yang Menahan Marah saat Dicela


Jakarta

Menahan marah memang tidak mudah, tapi muslim wajib melakukannya. Sebuah kisah dari Abu Bakar RA mengajarkan bahwa menahan marah adalah perbuatan mulia.

Rasulullah SAW mengajarkan umat Islam untuk menahan marah ketika sedang merasa emosi. Anjuran menahan marah telah dijelaskan dalam beberapa hadits.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memerintahkan setiap muslim untuk menahan amarah. Siapapun yang mampu menahan marahnya maka termasuk dalam golongan orang bertakwa yang mendapat ampunan Allah SWT.

Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Kisah Abu Bakar Menahan Marah

Mengutip buku Kisah Mengagumkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Khoirul Anam, dikisahkan suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama Abu Bakar RA. Tiba-tiba muncul seseorang yang mencela Abu Bakar RA.

Menyaksikan tingkah orang itu, Rasulullah SAW hanya diam dan tersenyum. Namun, Abu Bakar merasa jengkel dan kesal mendengar celaan orang itu sehingga ia pun balas mencelanya. Namun, Rasulullah SAW tidak menyukai hal yang dilakukan Abu Bakar.

Beliau bangkit berdiri dan merengkuh pundak Abu Bakar dengan raut wajah yang menampakkan kemarahan.

Tentu saja Abu Bakar merasa heran dan bertanya, “Ya Rasul, ketika orang itu mencelaku, kau tetap duduk dan diam. Namun, ketika aku membantah celaannya, engkau tampak marah dan berdiri?”

Rasulullah SAW menjelaskan, “Ketika kau diam dan tidak membalas, ada malaikat yang menyertaimu dan ialah yang membantah celaan orang itu. Namun ketika kau mulai membantahnya, malaikat itu pergi dan yang datang adalah setan.”

Abu Bakar terdiam mendengar penjelasan Rasulullah SAW kemudian beliau melanjutkan, “Hai Abu Bakar, ada tiga hal yang semuanya benar. Pertama, ketika seorang hamba dizalimi, kemudian ia memaafkan karena Allah, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pertolongan-Nya. Kedua, ketika seorang hamba memberi sedekah dan menginginkan kebaikan, Allah akan menambah banyak hartanya. Ketiga, ketika seorang hamba meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, niscaya Allah tambahkan kepadanya kekurangan.”

Dalam kesempatan lain, beliau bersabda, “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kerikil yang Bertasbih di Tangan Rasulullah SAW



Jakarta

Dari banyaknya mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah SWT kepada Rasulullah SAW, salah satu mukjizat menarik yang dianugerahkan kepada beliau adalah batu kerikil yang bertasbih di tangannya.

Keajaiban yang dialami Rasulullah SAW ini tidak hanya menunjukkan kedekatan beliau dengan Allah SWT, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa Rasulullah SAW terlihat istimewa di seluruh ciptaan-Nya, termasuk benda-benda mati, hingga batu kerikil pun bertasbih di tangannya. Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana mukjizat Rasulullah SAW ini terjadi, simak kisahnya berikut ini.

Kisah Kerikil yang Bertasbih di Tangan Rasulullah SAW

Dalam buku Mukjizat-mukjizat Nabi Muhammad, Abdul Aziz bin Muhammad As-Salam mengutip sebuah riwayat yang dikisahkan Al-Bazzar, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa, kisah kerikil yang bertasbih ini terjadi ketika suatu hari, Abu Dzar mengikuti Rasulullah SAW lalu duduk di samping beliau.


Mengetahui keberadaannya, kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Abu Dzar, apa yang membuatmu datang ke sini?”

Abu Dzar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu datanglah Abu Bakar RA yang mengucapkan salam dan duduk di sebelah kanan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kembali bertanya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Kemudian datanglah Umar yang duduk di sebelah kanan Abu Bakar. Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya, “Wahai Umar, apa yang membuatmu datang ke sini?”

“Allah dan Rasul-Nya,” jawab Umar.

Selanjutnya, datanglah Utsman lalu duduk di sebelah kanan Umar. Kepadanya, Rasulullah SAW juga bertanya, “Wahai Utsman, apa yang membuatmu datang ke sini?” Utsman menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Rasulullah SAW lalu mengambil tujuh buah kerikil (ada yang mengatakan sembilan). Kerikil-kerikil yang beliau ambil itu tiba-tiba bertasbih, hingga Abu Dzar mendengar suaranya seperti suara lebah. Lalu beliau meletakkan kerikil-kerikil itu di tanah, anehnya mereka pun diam.

Selanjutnya, Rasulullah SAW mencoba meletakkannya di tangan Abu Bakar dan kerikil-kerikil itu kembali bertasbih di tangan Abu Bakar, hingga Abu Dzar mendengar suaranya masih seperti suara lebah.

Lalu beliau mengambilnya kembali dan meletakkannya di tangan Umar. Kerikil-kerikil itu pun bertasbih, hingga Abu Dzar mendengar lagi suara yang menyerupai lebah tersebut. Beliau meletakkan lagi kerikil-kerikil itu di tanah, dan mereka pun diam.

Terakhir, Rasulullah SAW mengambil kerikil-kerikil itu dan meletakkannya di tangan Utsman. Mereka pun kembali bertasbih hingga Abu Dzar mendengarnya lagi seperti suara lebah.

Setelah diletakkan kembali ke tanah, kerikil-kerikil itu pun terdiam. Mengenai kisah kerikil yang bertasbih ini, az-Zuhri berkata, “Itu adalah petunjuk tentang khilafah.”

Selain bertasbih, para sahabat pun telah meriwayatkan bahwa sebuah batu selalu memberikan salam kepada Rasulullah SAW setiap kali beliau melewatinya.

Dari Jabir bin Samurah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الآن.

“Aku masih ingat pada sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sekarang pun aku masih mengenalnya,” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, dari Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, “Aku pernah bersama Nabi di Makkah. Kami menuju beberapa tempat di luar Makkah antara pegunungan dan pohon-pohon. Beliau tidak melewati pohon dan batu kecuali mereka mengucapkan ‘Assalamu ‘Alaika, ya Rasulullah.” (HR. Tirmidzi)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Aisyah Istri Rasulullah SAW dari Lahir hingga Wafat


Jakarta

Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW. Usianya saat menikah dengan nabi cukup terbilang muda.

Menurut sebuah hadits, Aisyah RA dinikahi Rasulullah SAW saat berusia 6 tahun. Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari Aisyah RA berkata:

“Nabi SAW menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat bani Haris bin Khajraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok.


Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku.

Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: ‘Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar:’

Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah SAW. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.” (HR Bukhari)

Sirah Aisyah RA

Dijelaskan dalam Sirah Aisyah Ummil Mukminin karya Sulaiman An-Nadawi yang diterjemahkan Iman Firdaus, Aisyah mempunyai gelar Ash-Shiddiqah sering dipanggil Ummul Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah, Rasulullah suka memanggilnya Humairah, atau binti Ash-Shiddiq.

Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki Abu Bakar yang memiliki gelar Ash-Shiddiq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman yang berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi.

Menurut buku ini, moyang Aisyah bertemu dengan moyang Rasulullah SAW di kakek ketujuh, sedangkan moyang kakek dari pihak ibunya dari kakek kesebelas atau dua belas.

Kelahiran Aisyah

Sebelum menikah dengan Abu Bakar, Ummu Ruman merupakan istri Abdullah bin al-Harits al-Azadi, setelah Abdullah bin Al-Harits meninggal barulah Ummu Ruman menikah dengan Abu Bakar.

Pernikahan mereka berdua dikaruniai dua anak, yakni Abdullah dan Aisyah. Beberapa pengarang kitab sirah dan mengutip pendapat Ibnu Sa’ad dalam bukunya, Thabaqat menyatakan, “Kelahiran Aisyah terjadi pada awal tahun ke-4 kenabian. Pada tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah menikahinya saat ia berumur enam tahun.”

Pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW

Kisah pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW diceritakan dalam Aisyah Ummul Mu’minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah Fi Shafahat karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi yang diterjemahkan Masturi Irham dan Arif Khoiruddin.

Awal mula Nabi Muhammad SAW melamar Aisyah RA karena sebuah wahyu yang diturunkan kepada beliau. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلَاثَ لَيَالٍ، جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ، فَيَقُولُ : هَذِهِ امْرَأَتُكَ، فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكَ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ، فَأَقُولُ : إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

Artinya: “Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi selama tiga malam. Malaikat datang kepadaku membawamu dengan mengenakan pakaian sutera terbaik. Malaikat itu berkata, “Ini adalah istrimu.” Lalu aku singkap penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Lalu aku bergumam, “Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.”

Khaulan binti Hakim mendatangi Rasulullah SAW sesudah Khadijah RA wafat dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau ingin menikah lagi?”

Beliau bersabda, “Dengan siapa?” ia menjawab, “Jika engkau mau dengan seorang gadis, dan jika engkau mau dengan seorang janda.”

Lalu beliau bersabda, “Siapa yang gadis dan siapa yang janda?” Ia kembali menjawab, “Adapun yang gadis adalah putri dari makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling engkau cintai, yaitu Aisyah Radhiyallahu Anha. Adapun yang janda adalah Saudah binti Zam’ah RA; ia telah beriman kepadamu dan menjadi pengikutmu.”

Beliau bersabda, “Pergilah dan ceritakanlah keduanya kepadaku.” Kemudian Khaulah pergi dan masuk ke rumah Abu Bakar RA.

Di situ ia menemui Ummu Ruman, dan berkata, “Kebaikan dan keberkahan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan kepada kalian?”

Ummu Ruman bertanya, “Apa maksudnya?” la menjawab, “Rasulullah SAW mengutusku untuk meminangkan Aisyah.” Ummu Ruman berkata, “Aku lebih suka jika kamu menunggu Abu Bakar RAdatang.”

Lalu Abu Bakar RA pun datang, dan Khaulah menceritakan hal tersebut kepadanya, lalu Abu Bakar RA berkata, “Apakah ia (Aisyah) boleh untuk beliau, karena ia adalah putri saudaranya?”

Kemudian Khaulah kembali dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “Katakan padanya, “Aku dan kamu adalah saudara dalam Islam, dan putrimu halal (boleh) untukku.”

Lalu Abu Bakar RA datang dan menikahkan Aisyah RA dengan beliau, yang saat itu Aisyah RA berusia enam tahun.

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA hanyalah sebatas kihtbah/ akad saja. Rasulullah SAW belum menggauli dan membina rumah tangga dengannya, hingga hijrah ke Madinah.

Wafatnya Aisyah RA

Menurut Siiratus Sayyidah Aisyah Ummul Mu’miniina RA karya Sayyid Sulaiman an-Nadwi yang diterjemahkan Abu Vihraza, Aisyah RA wafat pada usia 67 tahun. Saat itu beliau mengalami sakit di bulan Ramadan pada 58 Hijriah, bertepatan dengan akhir pemerintahan Muawiyah RA.

Keutamaan Aisyah RA

Aisyah RA adalah wanita mulia yang memiliki sejumlah keutamaan. Mengutip buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad, berikut tiga di antaranya.

1. Memiliki Derajat yang Tinggi di Mata Allah SWT

Aisyah RA istri Rasulullah SAW adalah wanita yang memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT. Dalam hadits dikatakan, “Keutamaan Aisyah atas wanita-wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid atas makanan-makanan yang lain.” (HR Bukhari)

Menurut kitab Al-Lu’lu wal Marjan karya Muhammad Faud Abdul Baqi, maksud tsarid adalah makanan utama masyarakat Arab saat itu, berbentuk seperti bubur daging yang mempunyai gizi lengkap, lezat, dan mudah dikonsumsi.

2. Wanita Cantik dan Cerdas

Aisyah RA juga dikenal dengan parasnya yang cantik. Selain cantik, ia juga dikenal cerdas dan berwawasan luas karena belajar langsung kepada Rasulullah SAW.

3. Aisyah Tempat Bertanya Umat Islam

Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat sering meminta pendapat kepada Aisyah RA, ketika mereka menemui permasalahan yang sulit diselesaikan.

Demikianlah pembahasan mengenai Aisyah istri Rasulullah SAW mulai dari kelahirannya hingga wafat. Semoga Allah SWT senantiasa merahmatinya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com