Tag Archives: al a

Kisah Sahabat Ditegur Nabi karena Baca Al Baqarah saat Salat


Jakarta

Sahabat Nabi Muhammad SAW yang ditegur adalah Muadz bin Jabal. Kala itu, Muadz mengimami salat Isya tetapi bacaan yang ia panjatkan terlalu panjang.

Dalam kisah yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah RA, saking panjangnya bacaan Muadz menyebabkan salah seorang makmum memisahkan diri dari barisan salat berjamaah. Orang tersebut memutuskan untuk salat sendirian.

Menukil dari Shalatul Mu’min Bab Imamah susunan Dr Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani yang diterjemahkan Abu Khadijah, Muadz membaca surah Al Baqarah ketika menjadi imam. Perginya makmum dari barisan salat yang Muadz imami sampai ke telinganya dan ia berkata, “Sungguh dia itu munafik,”


Perkataan Muadz juga sampai kepada laki-laki yang memisahkan diri dari barisan salat. Ia lantas mendatangi Rasulullah SAW dan mengadukan hal tersebut seraya berujar,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami ini adalah orang yang bekerja dengan tangan kami sendiri dan kami menyirami sendiri tanah kami dengan bantuan unta, dan sesungguhnya semalam Muadz mengimami kami salat dengan membaca surah Al Baqarah, kemudian aku memisahkan diri, kemudian dia mengatakan bahwa aku munafik (bagaimana ini?)”

Menanggapi lelaki itu, sang Rasul lantas mendatangi Muadz. Rasulullah SAW menegur Muadz dengan lembut dan mengingatkannya untuk lebih mempertimbangkan kondisi makmum ketika salat.

“Wahai Muadz, apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Oleh karena itu, bacalah surat Asy-Syams dan Al-A’la atau surat lain yang kurang lebih sama panjangnya.” (HR Bukhari)

Sebagaimana diketahui, ketika menjadi imam salat hendaknya muslim membaca surah pendek. Ini dimaksudkan agar amal ibadah tidak memberatkan jemaah lainnya seperti dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam buku Panduan Shalat Praktis & Lengkap susunan Ustaz Syaifurrahman El-Fati. Meski demikian, ukuran berat dan ringannya sesuai dengan kebiasaan imam dan makmum wilayah setempat.

Sosok Muadz bin Jabal RA

Muadz bin Jabal merupakan sahabat Rasulullah SAW yang termasuk Assabiqunal Awwalun. Dijelaskan dalam buku Akidah Akhlak susunan Harjan Syuhada, nama lengkapnya adalah Muadz bin Jabal bin Aus al-Khazraji atau sering dijuluki Abu Abdurrahman.

Muadz bin Jabal dikenal sebagai cendekiawan yang wawasannya luas. Ia bahkan memiliki ilmu pengetahuan mendalam terkait fiqih hingga Rasulullah SAW menyebutnya sebagai sahabat yang paling mengerti terkait hukum halal dan haram.

Muadz bin Jabal juga dikenal dengan keberaniannya dalam memperjuangkan Islam. Ia termasuk salah satu sosok yang diteladani pada zamannya.

Mengutip dari Nukilan Tarikh karya Hasan Zein Mahmud, Muadz bin Jabal memiliki ingatan yang kuat. Kehadirannya sebagai sosok yang mendalami ilmu fiqih dan hukum Islam menjadi teladan yang membakar semangat keingintahuan dan kecintaan terhadap pengetahuan.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa Berhadapan dengan Tukang Sihir Firaun


Jakarta

Ada banyak kisah Nabi Musa AS yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Salah satunya ketika Nabi Musa AS dihadapkan dengan tukang sihir utusan Fir’aun.

Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi menceritakan Fir’aun mengumpulkan seluruh tukang sihir yang ada di negerinya. Saat itu, negeri Mesir penuh dengan tukang-tukang sihir yang ahli di bidangnya.

Mereka semua berkumpul dari berbagai penjuru negeri hingga para tukang sihir dalam jumlah besar tumpah-ruah menyatu di satu lokasi.


Salah satu sumber menyebutkan, para penyihir ini berjumlah 80.000, seperti dinyatakan Muhammad bin Ka’ab. Yang lain menyebut 70.000, seperti dinyatakan Qasim bin Abu Burdah. Lain lagi pendapat As-Suddi yang mengatakan, “Tiga puluh sekian ribu tukang sihir.” Diriwayatkan dari Abu Umamah, 19.000 tukang sihir. Muhammad bin Ishaq menyebut 15.000 tukang sihir. Ka’ab Al-Ahbar menyatakan, “Mereka berjumlah 12.000 orang.”

Kemudian Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Mereka berjumlah 70 orang.” Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Mereka berjumlah 40 pemuda dari bani Israil. Wallahu a’lam.

Dakwah Nabi Musa AS

Di tengah kerumunan tukang sihir, datanglah Fir’aun yang menyerukan untuk menghadiri pertemuan besar ini. Mereka semua keluar dengan mengatakan, “Agar kita mengikuti para tukang sihir itu, jika mereka yang menang.”

Musa maju menghampiri para tukang sihir dan menasihati mereka, melarang mereka untuk melakukan sihir-sihir batil yang menentang ayat-ayat dan hujah Allah SWT.

Musa berkata, “Celakalah kamu! Janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kamu dengan azab.” Dan sungguh rugi orang yang mengada-adakan kedustaan. Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka dan mereka merahasiakan percakapan (mereka).”

“Mereka (para tukang sihir) berkata, Sesungguhnya, dua orang ini adalah tukang sihir yang hendak mengusirmu (Fir’aun) dari negerimu dengan sihir mereka berdua.” Mereka berkata, “Dia (Musa) dan saudaranya, Harun, adalah dua tukang sihir ahli, mumpuni, dan mahir di bidang sihir. Keduanya bermaksud untuk mengumpulkan semua orang, menyerang raja dan para pembesarnya, selanjutnya akan melenyapkan dan memperbudak kalian dengan sihir.

“Maka kumpulkanlah segala tipu daya (sihir) kamu, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sungguh, beruntung orang yang menang pada hari ini,” mereka menyampaikan kata-kata yang pertama itu hanya bermaksud agar mereka berpikir dan saling menyampaikan pesan satu sama lain, juga agar mereka mengerahkan semua kemampuan, tipu daya, sihir dan kebohongan yang mereka kuasai.

Nabi Musa Beradu dengan Para Penyihir

Saat para tukang sihir berbaris, sementara Musa dan Harun berdiri tepat di hadapan mereka, mereka berkata pada Musa, “Kau yang lemparkan dahulu sebelum kami, atau kami terlebih dahulu yang melempar.”

“Dia (Musa) berkata, Silakan kamu melemparkan!” Kalian yang melempar terlebih dulu.

Mereka menghampiri sejumlah tali dan tongkat, lalu mereka beri air khusus dan bahan lain yang bisa membuat tali dan tongkat-tongkat tersebut bergerak, sehingga seakan terlihat bergerak-gerak sendiri, padahal bergerak karena air atau bahan lain yang diberikan. Saat itulah mereka menyihir mata orang-orang dan membuat mereka ketakutan. Mereka melemparkan tali dan tongkat-tongkat mereka dengan mengatakan, “Demi kekuasaan Fir’aun, pasti kamilah yang akan menang.”

Allah SWT berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 116, “Maka setelah mereka melemparkan, mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).

Allah SWT berfirman, “Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya,” yaitu Musa takut jika orang-orang terkena fitnah sihir dan tipu daya mereka itu sebelum Musa melemparkan tongkat yang ada di tangannya, karena sebelum diperintahkan Allah, Musa tidak melakukan apa pun.

Allah kemudian mewahyukan kepada Musa di saat-saat genting, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang). Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana pun ia datang,” saat itu Musa melemparkan tongkatnya dan mengatakan, “Setelah mereka melempar, Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu. Sungguh, Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang berbuat kerusakan.’ Dan Allah akan mengukuhkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukainya.”

Kemudian Allah SWT berfirman, “Dan Kami wahyukan kepada Musa, Lemparkanlah tongkatmu!” Maka tiba-tiba ia menelan (habis) segala kepalsuan mereka. Maka terbuktilah kebenaran, dan segala yang mereka kerjakan jadi sia-sia. Mereka dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan para tukang sihir itu serta merta menjatuhkan diri dengan bersujud. Mereka berkata, “Kami beriman kepada Rabb seluruh alam, (yaitu) Rabbnya Musa dan Harun’.”

Kisah ini termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 117-122. Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Wafatnya Rasulullah SAW di Pangkuan Istri pada 12 Rabiul Awal



Jakarta

Sejumlah riwayat mengisahkan Rasulullah SAW wafat di pangkuan salah satu istrinya yang bernama Aisyah RA. Beliau wafat di usianya yang menginjak ke-63 tahun.

Menurut Tarikh Al-Khulafa’ karya Imam As Suyuthi terjemahan Samson Rahman, Rasulullah SAW wafat pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah. Duka itu menyelimuti umat Islam di Madinah hingga kesedihan mendalam bagi para sahabat seperti Umar bin Khattab RA dan Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

Sebelum wafat, Rasulullah SAW menderita sakit selama beberapa hari. Menurut Abu Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi dalam Sirah Nabawiyah terjemahan Muhammad Halabi Hamdi, Rasulullah SAW mulai jatuh sakit pada akhir bulan Safar tahun ke-11 Hijriah.


Berdasarkan cerita Aisyah RA, Rasulullah SAW jatuh sakit setelah mengunjungi pemakaman para sahabatnya di Baqi’ al Gharqad. Sepulang dari pemakaman, beliau menemui Aisyah RA di rumahnya.

Namun, justru Aisyah RA yang lebih dulu mengeluhkan sakit. Ia mengeluh sakit di kepalanya.

Setelahnya, Rasulullah SAW menjawab, “Bahkan, demi Allah, kepalaku lebih sakit, wahai Aisyah.” Itu merupakan keluhan pertama Rasulullah SAW terkait sakit yang dideritanya.

Nabi Muhammad SAW kemudian memanggil istri-istrinya dan meminta izin tinggal di rumah Aisyah RA selama sakit. Di rumah Aisyah RA inilah Rasulullah SAW wafat.

“Maut datang kepada Rasulullah ketika kepala Beliau berada di pangkuanku,” kata Aisyah RA.

Sebelum wafat, dikisahkan Rasulullah SAW sempat pingsan sebentar, lalu tersadar. Saat sadar pandangan beliau mengarah ke atap rumah dan berkata, “Allahumma ar-rafiqal a’la (Ya Allah Dzat yang Maha Tinggi).”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Rasulullah SAW wafat.

Menurut riwayat, Aisyah RA kemudian mengambil bantal lalu meletakkan kepala Rasulullah SAW di bantal itu. Aisyah RA lalu mengumumkan berita duka itu dengan suara keras.

Dikutip dari Said Al-A’zhawi An-Nadawi dalam buku Aisyah yang diterjemahkan Ghozi Mubarok, ada hadits dari riwayat Imam Ahmad mengisahkan tentang hal ini.

“Rasulullah SAW meninggal dunia di atas pangkuanku. Kuperhatikan wajah Beliau. Ternyata pandangan Beliau tertuju ke atas. Kemudian kutaruh kepala Beliau di atas bantal. Aku pun menangis bersama wanita-wanita lain sambil memukul dada dan wajahku.” (HR Ahmad)

Pendapat lain mengungkapkan bahwa Rasulullah SAW wafat di pangkuan Ali bin Abi Thalib RA. Dikutip dari M Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad, hal ini dikemukakan Al Waqidi yang dikutip oleh Ibnu Sa’sd dalam Thabaqat-nya meski beberapa ulama tidak menerima riwayatkan karena dikenal tidak akurat dalam periwayatannya.

Rasulullah SAW dikisahkan meminta Ali RA mendekat lalu beliau bersandar padanya.

Ali RA bercerita, “Sampai-sampai sebagian ludah beliau mengenai badanku. Tidak lama kemudian, Rasulullah SAW terjatuh memberati pangkuanku maka aku berteriak memanggil al Abbas.” Ia pun membaringkan Rasulullah SAW.

Wallahu a’lam.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Pingsannya Nabi Musa AS setelah Allah SWT Tampakkan Diri-Nya



Jakarta

Pingsannya Nabi Musa AS terjadi ketika beliau menerima wahyu di Gunung Sinai. Gunung itu terletak di Mesir, tepatnya pada Semenanjung Sinai.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 143,

وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ١٤٣


Artinya: “Ketika Musa datang untuk (bermunajat) pada waktu yang telah Kami tentukan (selama empat puluh hari) dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, dia berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Dia berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka, ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) pada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Allah SWT berbicara dengan Musa AS pada hari yang sama di mana sang Khalik menyempurnakan agama Rasulullah SAW. Nabi Musa AS berbicara dengan Allah SWT dari balik tabir.

Sang Khalik memperdengarkan kata-kata kepada Musa AS, Allah SWT memanggil, berbisik dan mendekatkan Musa AS kepada-Nya. Ini adalah kedudukan tinggi dan pangkat yang mulia.

Ketika Allah SWT memberikan kedudukan dan tingkatan yang tinggi tersebut, saat Musa AS mendengar firman Allah SWT ia meminta agar Dia menghilangkan tabir penghalangnya. Ia berkata,

“Ya Rabbku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.”

Allah SWT lalu menjelaskan bahwa Nabi Musa AS tidak akan sanggup bertahan ketika sang Khalik menampakkan diri. Sebab, gunung yang jauh lebih kuat, besar dan teguh tidak mampu bertahan ketika Allah SWT menampakkan diri.

Karenanya, Allah SWT berfirman: “Namun, lihatlah gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.”

Turut diterangkan dalam kitab-kitab kuno, Allah SWT berfirman kepada Musa, “Sungguh, tidaklah ada makhluk hidup yang melihat-Ku melainkan ia pasti mati, dan tidaklah ada benda kering (saat Aku menampakkan diri di hadapannya) melainkan ia pasti tergelincir.”

Ibnu Abbas RA berkata terkait firman Allah SWT, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.” “Itulah cahaya-Nya, yang jika Ia menampakkan diri pada sesuatu, tidak akan ada apa pun yang bisa tegak berdiri di hadapan-Nya.”

Oleh karenanya, Allah SWT berfirman: “Maka ketika Tuhannya menampakkan kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Nabi Musa AS kemudian melihat gunung-gunung yang langsung hancur luluh. Menyaksikan itu, Nabi Musa AS pingsan.

As-Suddi meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas RA bahwa keagungan yang Allah SWT perlihatkan kala itu hanya sedikit. Saking sedikitnya diibaratkan seukuran jari kelingking, namun sudah bisa membuat gunung hancur luluh.

Wallahu a’lam

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syuaib AS dan Dahsyatnya Azab bagi Penduduk Madyan yang Ingkar



Jakarta

Nabi Syuaib AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui oleh muslim. Dia diutus untuk membawa penduduk Madyan ke jalan yang benar.

Menukil dari Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Madyan merupakan penduduk bangsa Arab yang tinggal di perbatasan Syam dan Hijaz yaitu wilayah Mu’an. Kaum Madyan biasa disebut bani Madyan bin Ibrahim Al-Khalil.

Allah SWT menganugerahi penduduk Madyan dengan tanah yang subur. Pekerjaan penduduk Madyan sehari-harinya adalah berdagang di pasar.


Sayangnya, mereka berbuat curang dalam berbisnis. Mulai dari mengurangi timbangan, meminta lebih tetapi mengurangi ketika memberi dan sebagainya.

Selain itu, penduduk Madyan enggan menyembah Allah SWT. Penduduk Madyan tunduk kepada berhala dan menganggap benda-benda itu sebagai pemberi kehidupan sekaligus berkah bagi masyarakat Madyan.

Oleh karenanya, Nabi Syuaib AS diutus untuk memperbaiki akhlak dan membawa penduduk Madyan untuk patuh kepada Sang Khalik. Allah SWT berfirman dalam surah Al A’raf ayat 85,

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.”

Sebagai seorang Nabi, Syuaib AS dianugerahi mukjizat. Ia memiliki kemampuan berbicara yang luar biasa hebatnya.

Karena memiliki tutur kata yang baik, Nabi Syuaib AS memiliki julukan khatibul anbiya atau juru bicara para nabi. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA ketika Rasulullah SAW menyebut Nabi Syuaib AS, “Dia adalah khatibul anbiya”.

Kemampuannya dalam berbicara digunakan oleh Syuaib AS untuk berdakwah. Dengan gigih ia memberi nasihat agar kaum Madyan tidak terjerumus ke dalam kesesatan.

Dikisahkan dalam buku Dahsyatnya Doa Para Nabi susunan Syamsuddin Noor, Nabi Syuaib AS terus berdakwah. Berbagai rintangan dan cobaan ia hadapi demi memperjuangkan ajaran tauhid dan membawa kaumnya ke jalan yang benar.

Setelah berjuang dengan sangat sabar, beberapa kaum Madyan percaya terhadap Syuaib. Namun, banyak juga yang tetap ingin musyrik dan tidak mempercayainya.

Akhirnya, Nabi Syuaib AS berdoa kepada Allah SWT agar kaumnya diberi azab. Sang Khalik mendengar doa dari utusan-Nya dan memintanya Syuaib AS untuk pindah dari wilayah tersebut agar tidak terkena petaka yang akan ditimpakan oleh Allah SWT.

Dengan berat hati dan perasaan sedih, Nabi Syuaib AS meninggalkan wilayah Madyan dengan pengikutnya yang beriman. Atas izin Allah SWT, menurunkan azab kepada kaum Madyan dengan membuat hembusan udara menjadi sangat panas.

Saking panasnya, sekujur tubuh penduduk Madyan dibanjiri keringat. Tanaman-tanaman mereka juga mengering, begitu pula dengan air yang mendidih hingga membuat mereka terus kepanasan dan kehausan.

Syuaib AS berkata kepada kaumnya yang ingkar sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al A’raf ayat 93,

فَتَوَلّٰى عَنۡهُمۡ وَقَالَ يٰقَوۡمِ لَقَدۡ اَبۡلَغۡتُكُمۡ رِسٰلٰتِ رَبِّىۡ وَنَصَحۡتُ لَـكُمۡۚ فَكَيۡفَ اٰسٰی عَلٰى قَوۡمٍ كٰفِرِيۡنَ

Artinya: “Wahai kaumku! Sungguh, aku telah menyampaikan amanat Tuhanku kepadamu dan aku telah menasihati kamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang kafir?”

Tak sampai di situ, azab lain yang Allah SWT timpakan adalah suara halilintar dan gempa bumi yang dahsyat. Penduduk Madyan merasa sangat tersiksa pada azab-azab itu, namun mereka tetap tidak ingin beriman kepada Allah SWT.

Setelahnya, muncul angin hitam seperti mendung di langit. Mulanya, kaum Madyan merasa gembira akan turunnya hujan namun ternyata Allah SWT menurunkan semburan api panas dari awan hitam tersebut hingga mematikan penduduk Madyan.

Padahal, mereka sudah berbondong-bondong keluar rumah dan berkumpul di bawah awan hitam. Mereka mengira penderitaan akan segera berakhir.

Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 94,

وَلَمَّا جَآءَ اَمۡرُنَا نَجَّيۡنَا شُعَيۡبًا وَّالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَهٗ بِرَحۡمَةٍ مِّنَّا ۚ وَاَخَذَتِ الَّذِيۡنَ ظَلَمُوا الصَّيۡحَةُ فَاَصۡبَحُوۡا فِىۡ دِيَارِهِمۡ جٰثِمِيۡنَۙ‏ ٩٤

Artinya: “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami. Sedang orang yang zalim dibinasakan oleh suara yang mengguntur, sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya.”

Wallahu a’lam

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com