Tag Archives: al albani

Asal-usul Nikah Syighar dan Mengapa Rasulullah Melarangnya


Jakarta

Nikah syighar termasuk pernikahan yang dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan syariat. Larangan pernikahan ini ditetapkan dalam hadits.

Menurut penjelasan dalam buku Pernikahan Menurut Islam karya Samsurizal, nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan anak gadisnya kepada seseorang dengan syarat orang tersebut menikahkan anak gadisnya atau saudara wanitanya dengannya tanpa adanya mahar.


Tak ada kewajiban atas nafkah, waris, dan maskawin dalam nikah syighar, sebagaimana dijelaskan Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa’ terjemahan M. Abdul Ghoffar. Segala bentuk hukum yang berlaku dalam kehidupan suami istri pada umumnya juga tidak berlaku dalam pernikahan ini.

Asal-usul Nikah Syighar

Nikah syighar sudah ada sejak zaman jahiliah, sebagaimana termuat dalam penjelasan kitab Ar-Risalah Imam Asy Syafi’i mengacu pada kitab An Nihayah. Penyebutan syighar karena tidak ada mahar dalam pernikahan itu. Setelah datangnya Islam, Rasulullah SAW melarang pernikahan tersebut.

Sejumlah hadits turut menceritakan nikah syighar juga pernah terjadi pada zaman sahabat. Al Abbas bin Abdullah bin Al Abbas menikahkan Abdurrahman bin Al Hakam dengan anak wanitanya dan Abdurrahman menikahkan (Al ‘Abbas) dengan anak wanitanya, pertukaran ini dijadikan sebagai mahar. Mu’awiyah kemudian menulis surat pada Marwan dan memerintahkan agar menceraikan keduanya karena adanya larangan nikah syighar.

Berikut bunyi haditsnya,

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Faris, telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Hurmuz Al A’raj, bahwa Al Abbas bin Abdullah bin Al Abbas telah menikahkan Abdurrahman bin Al Hakam dengan anak wanitanya, dan Abdurrahman menikahkannya (Al ‘Abbas) dengan anak wanitanya dan pertukaran itu dijadikan sebagai maharnya. Kemudian Mu’awiyah menulis surat kepada Marwan dan memerintahkannya agar menceraikan antara keduanya. Dan dalam suratnya ia mengatakan: “Ini adalah syighar yang dilarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Abu Daud dari Mu’awwiyah bin Abiy Sufyan Shakhar bin Harbi bin Umayyah, ia shahabat negeri hidup Syam dan wafat tahun 60 H. Hadits ini dinyatakan hasan menurut al Albani)

Alasan Rasulullah Melarang Nikah Syighar

Rasulullah SAW dengan tegas melarang nikah syighar. Larangan ini ditetapkan dalam hadits Shahih Bukhari, Muslim, dan lainnya.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : نَهَى رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- عَنِ الشَّغَارِ ، وَالشَّغَارُ أَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ الْآخَرُ ابْنَتَهُ ، لَيْسَ بَيْنَهُمَا صداق)). أخرجه الستة –

Artinya: “Ibnu Umar RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Nikah syighar adalah seseorang menikahkan anak atau saudara perempuannya dengan seorang lelaki dengan syarat ia menikahkan dirinya dengan anak atau saudara perempuannya tanpa membayar mahar.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidak ada jalab, janab, dan syighar dalam Islam.” (HR An-Nasa’i)

Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad mengatakan para ulama berbeda pendapat terkait alasan Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Ada yang mengatakan mengapa nikah syighar dilarang adalah karena masing-masing dari kedua akad nikah itu dijadikan syarat dalam masing-masing dari kedua akad tersebut.

Pendapat lain mengatakan alasannya karena menjadikan kemaluan (budh’u) dari kedua perempuan yang dinikahkan sebagai mahar padahal si perempuan itu tidak bisa memanfaatkannya sehingga maharnya tidak untuknya tetapi justru untuk si wali.

“Yaitu dia memiliki budh’u istrinya dengan cara menyerahkan budh’u perempuan yang berada di bawah perwaliannya,” jelas Ibnu Qayyim seperti diterjemahkan Masturi Irham dkk.

Ibnu Qayyim sendiri menilai tindakan itu adalah bentuk kezaliman terhadap dua perempuan yang dinikahkan dan menjadikan pernikahan keduanya tanpa adanya mahar yang bisa dimanfaatkan olehnya. Pendapat ini dinilai sebagai alasan yang sesuai dengan bahasa Arab dalam arti syighar.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

10 Kumpulan Dalil tentang Sedekah, Pahala Kekal hingga Akhirat


Jakarta

Kumpulan dalil tentang sedekah telah diatur di dalam Al-Qur’an dan hadits. Dalil-dalil tersebut akan membuat umat Islam terdorong untuk bersedekah kepada orang yang kekurangan.

Mengutip buku Fiqih yang disusun oleh M. Aliyul Wafa dkk, sedekah berasal dari bahasa Arab shodaqoh yang berarti memberikan. Sedangkan secara istilah, sedekah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, semata-mata mengharap ridha Allah SWT.

Selain itu, dalam buku 10 Formula Dasar Islam Konsep dan Penerapannya oleh Gamar Al Haddar, dijelaskan, hukum dan ketentuan sedekah sama dengan infak namun untuk sedekah merupakan pemberian yang tidak sebatas materi, tetapi bisa nonmateri. Jika tidak mampu bersedekah dengan materi, maka kita bisa bersedekah dengan jasa yang kita miliki.


Contohnya, senyum termasuk sedekah, membantu korban banjir, membantu korban kebakaran dan lain-lain termasuk sedekah. Lantas bagaimana sedekah diatur dalam dalil-dalil yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadits? Berikut dalil-dalilnya.

Kumpulan Dalil tentang Sedekah

Sebagaimana yang diketahui oleh umat Islam, sedekah merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib untuk dikerjakan. Mengutip dari arsip detikHikmah, berikut ini kumpulan dalil tentang sedekah:

1. Surat Al-Baqarah Ayat 267

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ٢٦٧

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”

2. Surah At-Taubah Ayat 103

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ١٠٣

Artinya: ” Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

3. Surah Al-Baqarah Ayat 261

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”

4. Surah Ali Imran Ayat 92

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”

5. Surah Al-Ma’un Ayat 2-3

فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ ٢ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ ٣

Artinya: “Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.”

6. Hadits Riwayat Muslim

Dari Abu Dzar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فكُل تشبيحة صَدَقَةٌ، وَكُل تَحْمِيدَة صَدَقَةٌ، وكل تهليله صَدَقَد وَكُل تكبيرة صَدَقَد وَأَمرٌ بالمعروف صَدَقَة ونهي عن المنكر صَدَقَةٌ ويُخرى من ذلك رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الصحي

Artinya: “Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu dhuha.” (HR Muslim dalam kitab Zakat bab Penjelasan bahwa Kata Sedekah Digunakan untuk Setiap Jenis Kebaikan)

7. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, dan Lainnya

Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah SAW, “Pekerjaan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.”

Ia bertanya lagi, “(Memerdekakan) hamba sahaya mana yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang paling mahal harganya dan yang paling berharga di tengah keluarganya.”

Ia bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak bisa melakukan itu semua?” Beliau menjawab, “Bantulah orang yang kehilangan dan berbuat baiklah kepada orang yang bodoh.”

Ia bertanya lagi, “Bagaimana jika aku masih tidak bisa melakukan?” Beliau menjawab, “Doakan manusia supaya terhindar dari keburukan, maka itu termasuk sedekah yang kamu sedekahkan untuk dirimu.” (Hadits shahih, diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dalam bab Al-Iman, Ahmad, dan Al Baihaqi)

8. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ad Darimi

Dari Abu Dzar, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, para hartawan telah membawa pahala yang banyak, mereka salat sebagaimana kami salat, mereka puasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”

Lalu, beliau SAW berkata, “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang bisa kalian sedekahkan? Setiap (pembacaan) tasbih dan tahmid nilainya seperti sedekah, dan pada istrimu juga terdapat amal sedekah.”

Beliau SAW ditanya, “Apakah dalam memenuhi syahwat (istri) juga termasuk sedekah?”

Beliau menjawab, “Bukankah ia apabila diletakkan pada tempat yang haram adalah dosa? Sebaliknya jika ia diletakkan pada tempat yang halal maka mendapat pahala.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari, Muslim dalam bab Az-Zakah, dan Abu Dawud, dan Ad Darimi)

9. Hadits Riwayat Ath-Thabrani dan Al Baihaqi

Abu Umamah meriwayatkan dari Nabi SAW yang bersabda, “Seseorang masuk surga, lalu dia melihat tulisan di atas pintu surga ‘Satu sedekah dibalas sepuluh kali lipat, dan pinjaman dibalas 18 kali lipat’.” (Hadits shahih, termuat dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)

10. Hadits Riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Lainnya

Dari Hudzaifah, ia mengatakan bahwa Nabi SAW telah bersabda, “Setiap yang baik itu sedekah.” (Hadits shahih, diriwayatkan Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah. Al Albani men-shahihkan hadits ini dalam Al Misykat, Shahih at-Targhib, dan Silsilah Ahadits Ash-Shahihah)

Keutamaan Sedekah

Menukil buku Kehebatan Sedekah karya Fuad Abdurrahman, bersedekah merupakan amal saleh yang utama dan pahalanya dapat dirasakan sampai akhirat kelak. Berikut ini adalah keutamaan dari sedekah:

  1. Membersihkan dan menyucikan pelakunya.
  2. Memadamkan murka Allah.
  3. Menghapus dosa dan kesalahan.
  4. Mencegah berbagai bala (musibah).
  5. Allah SWT melipatgandakan pahala sedekah.
  6. Harta orang yang bersedekah akan diberkahi.
  7. Orang yang bersedekah dinaungi sedekahnya.
  8. Sebagai benteng dari api neraka.
  9. Malaikat mendoakan orang yang bersedekah.
  10. Pahala sedekah tak pernah putus.
  11. Melapangkan dada serta menentramkan hati pelakunya.
  12. Sebagai obat bagi penyakit jasmani.
  13. Sebagai obat bagi penyakit rohani.
  14. Orang yang bersedekah disejajarkan dengan orang yang berilmu.
  15. Orang yang bersedekah disejajarkan dengan orang yang mengamalkan Al-Qur’an.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wanita Muslim Masuk Neraka gegara Seekor Kucing



Jakarta

Surga dan neraka adalah tempat akhir yang wajib diimani dan hanya Allah SWT dengan kuasa-Nya yang mengetahui siapa yang akan masuk tempat tersebut. Terkadang amalan ringan bisa membawa ke surga, pun sebaliknya, kesalahan kecil bisa menyeret ke neraka. Seperti halnya kisah seorang muslimah dengan seekor kucing.

Diceritakan dalam kitab edisi Indonesia berjudul Hak-hak yang Wajib Anda Ketahui dalam Islam karya Syaikh Muhammad Hasan, ada seorang wanita muslim yang masuk neraka gara-gara mengurung seekor kucing, tanpa memberinya makan.

Muslimah itu juga tidak membiarkan kucing tersebut makan serangga-serangga tanah. Tindakan ini disebut membuatnya masuk neraka.


Kisah wanita muslim masuk neraka lantaran seekor kucing ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Ahadits Al-Anbiya’ dan Imam Muslim dalam kitab As-Salam.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada seorang wanita masuk ke dalam neraka karena seekor kucing yang diikatnya dan tidak diberi makan, serta tidak membiarkannya makan rerumputan yang tumbuh di bumi.” (Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah RA)

Menurut penjelasan dalam Rahmah Ar-Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam karya Raghib As-Sirjani yang diterjemahkan Moh Suri Sudahri dan Rony Nugroho, permasalahan dalam hal ini bukan terletak pada hadits yang diikuti dengan perbuatan, karena bisa saja ini sangat sedikit dan terbatas pada binatang tertentu. Namun, yang penting dalam hal ini adalah sesuatu yang ada di balik sebuah perbuatan, yakni kasih sayang dalam hati manusia.

Rasulullah SAW mengajarkan agar mengasihi seekor binatang dan tidak membiarkannya kelaparan atau diberi beban di luar kemampuannya. Pernah suatu ketika Nabi SAW melewati seekor unta yang kurus, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah untuk binatang-binatang asing ini. Tunggangilah ia dengan cara yang baik dan makanlah dagingnya dengan cara yang baik.” (Sunan Abu Dawud, Shahih Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Jika pun binatang itu harus disembelih, Rasulullah SAW memerintahkan untuk melakukannya dengan kasih sayang. Beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدٌ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah menentukan kebaikan terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka hendaknya membunuh dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka hendaknya menyembelih dengan baik, hendaknya kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah binatang itu pada saat disembelih.”

Hadits tersebut terdapat dalam Shahih Muslim, Shahih Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Sunan Ad Darimi, dan Shahih Ibnu Hibban.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Tarikh Al-Bukhari dan An-Nasa’i dalam Sunan An-Nasa’i yang dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, terdapat keterangan yang menegaskan Islam adalah agama kasih sayang, penuh toleransi, dan agama seluruh makhluk. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ آمَنَ رَجُلًا عَلَى دَمِهِ فَقَتَلَهُ، فَأَنَا بَرِيءٌ مِنَ الْقَاتِلِ، وَإِنْ كَانَ الْمَقْتُولُ كَافِرًا

Artinya: “Siapa yang telah memberikan jaminan keamanan kepada seseorang tetapi kemudian ia membunuhnya, maka aku tidak berlepas diri (bertanggung jawab) terhadap pembunuhan ini, meskipun yang dibunuh itu adalah orang kafir.”

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com