Tag Archives: anak

Franco Mastantuono, ‘Si Anak Ajaib’ Real Madrid Penerus Lionel Messi


Madrid

Franco Mastantuono bergabung dengan Real Madrid musim panas ini. Gelandang muda Argentina itu dianggap ‘anak ajaib’ yang bakal meneruskan legasi Lionel Messi.

Madrid mendatangkan Mastantuono dari River Plate musim panas ini. Los Blancos menebus klausul rilisnya senilai 45 juta Euro.

Masih berusia 17 tahun, Mastantuono dianggap pemain komplet. Ia bermain sebagai gelandang serang dan winger.


Dua musim di tim senior River Plate, Mastantuono sudah mencetak 10 gol dari 64 laga. Ia membantu River Plate memenangkan gelar Supercopa Argentina 2023 dan terakhir membela klub Argentina itu di Piala Dunia Antarklub 2025.

Daniel Brizuela, kepala pencari bakat River Plate, bercerita bagaimana ia menemukan Franco Mastantuono. Ia langsung terpukau dengan kontrol bolanya.

“Di antara segerombolan anak-anak, dia bisa membuat kontrol yang berorientasi dan memberikan umpan yang berakhir dengan gol. Saat itulah saya berkata: ini adalah anak ajaib,” katanya kepada Radio Marca.

“Perbedaannya tidak hanya pada apa yang dia lakukan, tetapi bagaimana dan kapan dia melakukannya. Dia memiliki prototipe dari pesepakbola Eropa. Saya selalu mengatakan dia adalah pemain yang sempurna untuk Real Madrid,” terangnya.

Mastantuono bahkan juga sudah dipanggil Timnas Argentina. Ia menjalani debutnya Maret lalu saat melawan Chile, menjadi debutan termuda Tim Tango.

“Saya yakin dia akan berada di Piala Dunia berikutnya. Dia adalah penerus nomor 10 (Lionel Messi) dari tim nasional Argentina,” kata Brizuela.

Franco Mastantuono akan segera diperkenalkan Real Madrid sebagai pemain anyarnya. Ia sudah tiba di Spanyol sejak Sabtu (2/8).

(yna/nds)



Sumber : sport.detik.com

Pro dan Kontra SPMB Perdana

Jakarta – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) digelar perdana pada 2025. Sederet kritik publik menyorot kurangnya daya tampung, pemenuhan hak anak atas pendidikan, dan potensi menguntungkan anak dari keluarga sejahtera saja.

Kritik tersebut tercatat dalam laporan Persepsi Publik terhadap Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dari Katadata Insight Center (KIC), dipublikasi Selasa (30/9/2025).

Laporan ini terbagi atas riset kualitatif dan kuantitatif. Kritik-kritik terkait SPMB dihimpun dari in-depth interview bersama 6 stakeholder yang terdiri dari orang tua murid SMP, murid SMP, guru SMP (panitia SPMB), kepala sekolah SMA, dinas pendidikan, dan pengamat pendidikan.
(nah/nah)



Sumber : www.detik.com

Cara India Memajukan Anak Mudanya di Bidang Teknologi: Transformasi Digital


Jakarta

Dunia tengah bergerak ke arah kemajuan teknologi yang terus berinovasi. Kondisi ini turut dimanfaatkan oleh negara dengan populasi terbesar di dunia yakni India.

India memiliki jumlah pengguna internet terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 800 juta pengguna per 2024. Ini menandakan bahwa India memiliki sumber daya manusia besar yang melek teknologi.

Namun, populasi yang sangat besar dan wilayah geografis yang luas, menjadi tantangan tersendiri bagi India. Lalu, bagaimana India mengatasinya?


Transformasi Digital

Menurut laporan World Economic Forum (WEF), Pemerintah India tengah fokus mendorong pembangunan merata selama dekade terakhir. Pemerintah juga berupaya keras membangun tata kelola pemerintahan yang baik untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan multidimensi.

Salah satunya, dilakukan dengan pendekatan teknologi. India telah menganggap teknologi berfungsi sebagai jembatan, sehingga bisa dimanfaatkan untuk transformasi industri, ekonomi, dan masyarakat yang adil dan berpusat pada manusia.

Pemerintah melakukannya dengan transformasi digital. India ingin memanfaatkan sumber daya manusia yang besar untuk mengembangkan bakat inovasi generasi masa depannya.

Seiring waktu, perkembangan pesat mulai terjadi di India. Kemajuan pesat dalam Infrastruktur Publik Digital (DPI) telah menunjukkan kepemimpinan India dalam inovasi digital dan menawarkan model yang adaptif bagi dunia. Untuk mempertahankan pertumbuhannya di era digital, bahkan India terus berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur generasi mendatang.

Mereka memiliki inisiatif “Make in India” yang bisa berkembang menjadi “Make Smart in India”, di mana AI, robotika, dan analitik data menggerakkan pabrik-pabrik. Terlebih, seiring dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi baru seperti AI, IoT, dan 5G, permintaan semikonduktor seperti yang telah dikembangkan India, diperkirakan akan melonjak.

Industri semikonduktor ini dapat menjadi penentu penting bagi kesuksesan India di era mendatang. Dengan investasi yang terarah, promosi bakat, dan kolaborasi internasional yang kuat, India diprediksi dapat memperluas posisinya di pasar semikonduktor global.

Teknologi dalam Pendidikan

Studi menunjukkan bahwa sistem pendidikan India masih beroperasi dengan metode tradisional. Namun, transformasi digital membuat teknologi modern perlahan-lahan mengubah wajah pendidikan di India.

Menurut laporan Varthana, teknologi memungkinkan instruktur/pengajar dan siswa untuk belajar lebih baik. Dua contohnya yaitu kelas pintar dan pembelajaran personal yang didukung oleh artificial intelligence (AI).

Teknologi digital, platform internet, dan perangkat pembelajaran interaktif telah banyak mengubah dunia pengajaran dan pembelajaran. Metode ‘baru’ ini semakin memudahkan lebih banyak anak-anak di India untuk bersekolah.

Penggunaan smartphone yang terjangkau, koneksi internet, dan platform digital dapat mengakses materi pembelajaran, bahkan dari daerah pedesaan. Kursus daring, buku elektronik, dan aplikasi pendidikan memungkinkan siswa bisa belajar dengan kecepatan mereka sendiri, di mana pun mereka tinggal atau berapa pun uang yang mereka miliki.

Selain itu, pembaca layar dan buku audio telah beredar di India sebagai contoh teknologi canggih yang membantu siswa penyandang disabilitas belajar lebih baik. Di India, teknologi tidak hanya mengajarkan topik atau mata pelajaran penting, tapi mengubah kebiasaan belajar siswa menjadi lebih adaptif.

Melalui revolusi digital ini, AI bisa membantu dengan menganalisis pola belajar siswa. AI menyarankan pelajaran yang dipersonalisasi, melacak kemajuan, dan memberikan umpan balik. Dengan demikian, setiap siswa mendapatkan pengalaman belajar yang unik dan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Model baru seperti laboratorium virtual juga memungkinkan siswa melakukan eksperimen sains secara digital. Laboratorium virtual menawarkan pengalaman yang mendekati nyata dan sangat cocok untuk sekolah yang tidak memiliki laboratorium fisik.

Meski begitu, India tetap masih menghadapi kendala karena akses dan luasnya geografis mereka. Namun, pemerintah terus berkomitmen dalam teknologi dan pendidikan untuk generasi mendatang.

Pada daerah yang memiliki kendala seperti ketersediaan internet dan listrik, program pemerintah seperti PM eVidya dan penggunaan TV dan radio, turut membantu siswa di daerah pedesaan.

Generasi Muda Mahir Mengadopsi Teknologi Digital Baru

India benar-benar menunjukkan keseriusannya dalam membangun sumber daya maju di masa depan. Mereka memprioritaskan pengembangan talenta melalui program pendidikan khusus, kemitraan dengan perusahaan teknologi global, dan investasi dalam pendidikan STEM atau Sains (Science), Teknologi (Technology), Teknik (Engineering), dan Matematika (Mathematics).

Kurikulum terus dikembangkan untuk memasukkan AI, pembelajaran mesin, dan ilmu data sebagai mata pelajaran inti. Sementara program pelatihan vokasi disesuaikan untuk membekali tenaga kerja dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan di era digital.

Kampus-kampus bidang teknologi di India juga mulai menancapkan prestasinya di kancah global. Setidaknya, ada empat kampus yang masuk top 60 dunia versi Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings (WUR) 2025 yakni Indian Institute of Technology Delhi (IITD), Indian Institute of Technology Bombay (IITB), Indian Institute of Technology Madras (IITM), dan Indian Institute of Technology Kharagpur (IIT-KGP).

Dengan usaha dan komitmen selama dekade terakhir, lebih dari separuh penduduk India berusia di bawah 30 tahun, telah mahir dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi digital baru. Negara ini juga menjadi tuan rumah ekosistem start-up yang kuat, dengan lebih dari 110 unicorn dan sekitar 130.000 start-up yang mendorong inovasi di berbagai sektor.

India juga memiliki pusat inovasi seperti Silicon Valley di Amerika Serikat sebagai kekuatan di bidang teknologi. Empat pusat teknologi terbesar di India ada di kota Bangalore, Hyderabad, Chennai, dan Thiruvananthapuram.

Maka tak heran jika saat ini, ada banyak tokoh keturunan India yang menjadi pemimpin perusahaan tingkat global, termasuk bidang teknologi. Sebut saja Satya Nadella (CEO Microsoft), Sundar Pichai (CEO Alphabet-Google), Neal Mohan (CEO Youtube), Shantanu Narayen (CEO Adobe), hingga Laxman Narasimhan (CEO Starbucks).

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Pangan yang Aman bagi Anak!



Jakarta

Dosen Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Sekolah Vokasi IPB University, Rosyda Dianah menegaskan bahwa ikan hiu bukanlah bahan pangan yang aman bagi anak-anak. Hal ini diungkapnya usai kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.

Rosyda menyebut ikan hiu mengandung logam berat di dalam tubuhnya karena perannya sebagai predator puncak. Untuk itu, daging ikan hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia, apalagi anak-anak.

“Hiu adalah predator puncak yang mudah mengakumulasi merkuri, arsenik, dan timbal melalui proses biomagnifikasi. Akumulasi ini menjadikan daging hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia,” tutur Rosyda dikutip dari laman resmi IPB University.


Dampak Memakan Daging Ikan Hiu pada Anak

Dalam rantai makanan, ada sebuah proses yang disebut dengan biomagnifikasi atau keadaan ketika konsentrasi zat beracun meningkat. Merkuri yang ada di laut umumnya terserap oleh tumbuhan laut lalu berpindah ikan.

Lantaran hiu adalah predator puncak yang memakan ikan lain, merkuri yang ada di proses sebelumnya akan terkumpul dalam jumlah tinggi di tubuh hiu. Kandungan merkuri pada daging hiu bersifat racun yang dapat menimbulkan mual hingga gangguan saraf serius.

Rosyda menekankan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap efek ini. Oleh karena itu, seharusnya pengolahan daging hiu tidak jadi pilihan pada MBG.

“Kandungan metil merkuri pada hiu bersifat toksik, dapat menimbulkan mual, muntah, sakit kepala, hingga gangguan saraf serius,” jelas Rosyda.

Tidak hanya daging, sirip ikan hiu juga mengandung merkuri dan arsenik dalam kadar tinggi. Paparan arsenik dapat merusak hati, ginjal, kulit, dan paru-paru.

Jenis logam terakhir yang ada di daging hiu adalah timbal. Jika dikonsumsi, timbal bisa menimbulkan gejala kejang, koma, bahkan kematian.

“Pemilihan ikan hiu sebagai bahan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) jelas tidak tepat, apalagi untuk konsumsi anak sekolah,” tegasnya.

Makanan MBG Harus Aman

Tidak sembarangan, penyusunan makanan anak-anak di MBG harus mengikuti konsep B2SA, yakni beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Konsep ini bisa memastikan anak memperoleh energi dan gizi yang cukup tanpa risiko kesehatan.

Bila konsepnya siap diterapkan, Rosyda mengingatkan agar bahan makanan yang dibeli harus bisa diterima anak-anak dengan tetap menyesuaikan kemampuan daya beli masyarakat

Sorot Kebersihan Dapur dan Distribusi Makanan

Hal penting lainnya yang tak luput dari sorotan Rosyda yaitu kebersihan dapur dan distribusi makanan. Ia menekankan, dapur pembuatan MBG harus selalu bersih, bebas kontaminasi, memiliki fasilitas cuci tangan, serta memenuhi standar pengendalian hama.

Sedangkan distribusi makanan MBG ke sekolah diharapkan tepat waktu. Terlambatnya distribusi berpengaruh pada keamanan pangan.

Kasus yang terjadi di Ketapang, baginya merupakan sebuah pembelajaran yang harus diperhatikan. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih serta mengelola pangan.

“Anak-anak tidak boleh dijadikan korban dari kelalaian dalam penyusunan menu dan pengelolaan makanan. Konsep B2SA harus menjadi pedoman utama,” pungkasnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Mengenal ‘Efek Burung Unta’, Momen Ketika Manusia Mulai Menghindari Informasi



Jakarta

Dalam sebuah studi terbaru, para peneliti dari The University of Chicago (UChicago) menunjukkan momen ketika manusia mulai menghindari informasi. Bahkan, ketika informasi tersebut bermanfaat baginya.

Tak bisa dihindari, seluruh manusia di dunia masuk ke masa di mana informasi bergerak dengan cepat dan berlebihan. Oleh karena itu, terkadang rasanya kita ingin menutup telinga dan seakan mengubur kepala di tanah hingga tak tahu informasi apapun.

Menurut para psikolog, menghindari informasi ketika hal tersebut tidak mengenakkan adalah perilaku umum orang dewasa. Perilaku ini disebut dengan “Efek Burung Unta”.


Tapi bagaimana bisa kita menjadi burung unta? Penelitian yang diterbitkan pada jurnal Psychological Science, Juni 2025 lalu oleh tim peneliti pascadoktoral UChicago Radhika Santhanagopalan mencoba menjawabnya.

Usia Manusia Mulai Menghindari Informasi

Santhanagopalan menemukan seiring bertambahnya usia anak-anak, kecenderungan untuk menghindari informasi akan semakin kuat. Pada usia 5 dan 6 tahun, anak biasanya masih aktif untuk mencari informasi.

Tetapi, ketika masuk di usia 7-10 tahun, mereka ditemukan secara strategis menghindari pembelajaran, jika hal itu menimbulkan emosi negatif. Untuk mengetahui asal-usul perilaku ini, Santhanagopalan menilai anak-anak adalah objek yang tepat.

“Untuk memahami asal-usul perilaku pengambilan keputusan dan bagaimana perilaku tersebut berubah seiring waktu, satu-satunya populasi yang dapat memberi wawasan adalah anak-anak,” tuturnya dikutip dari laman resmi Uchicago.

Ketidaktahuan adalah Kebahagiaan

Keingintahuan adanya perilaku ‘efek burung unta’ timbul dari kehidupan sehari-harinya sebagai mahasiswa doktoral di bidang bisnis dan psikologi. Ia menemukan hal yang sangat menarik untuk diketahui.

Di kelas bisnisnya, Santhanagopalan menemukan bila orang dewasa kerap mengabaikan pasar saham yang sedang anjlok atau menolak melihat hasil tes. Mereka sering kali secara aktif menghindari informasi, bahkan ketika informasi itu merugikan.

Tetapi, ketika masuk ke kelas psikologi perkembangan, yang terjadi justru sebaliknya. Ia menemukan bila anak-anak begitu ingin tahu pada awalnya, tetapi mengapa saat beranjak dewasa mereka jadi orang yang menghindari informasi.

Untuk menjawab hal tersebut, Santhanagopalan menggandeng profesor Jane Risen dari Sekolah Bisnis dan Katherine Kinzler dari Departemen Psikologi UChicago.

Pada percobaan awal, ketiganya mengamati ada 5 alasan mengapa manusia mungkin sengaja untuk memilih untuk tidak tahu. Kelimanya yaitu:

1. Menghindari emosi negatif seperti kecemasan atau kekecewaan.

2. Menghindari informasi negatif tentang kesukaan atau kompetensi kita sendiri.

3. Menghindari tantangan terhadap keyakinan kita.

4. Melindungi preferensi diri sendiri.

5. Bertindak sesuai kepentingan dirinya sendiri sambil berusaha agar tidak terlihat mementingkan diri sendiri.

Setelah merumuskan 5 alasan tersebut, para peneliti ini kemudian mengadaptasinya ke dalam lima skenario. Anak-anak dilibatkan ketika eksperimen berlangsung untuk melihat apakah mereka dapat memicu penghindaran informasi.

Salah satu skenario mengajak anak-anak diminta untuk membayangkan permen favorit dan yang paling tidak mereka sukai. Selanjutnya, mereka ditanya apakah ingin menonton video tentang mengapa memakan permen itu buruk bagi gigi.

Dalam skenario ini, Santhanagopalan dan tim menemukan bahwa anak-anak yang lebih kecil benar-benar ingin mencari tahu informasi, sedangkan anak-anak yang lebih besar mulai menunjukkan perilaku menghindar.

“Misalnya, mereka tidak ingin tahu mengapa permen favorit mereka buruk, tetapi mereka tidak masalah mempelajari mengapa permen yang paling tidak mereka sukai itu buruk,” kata Santhanagopalan.

Temuan ini berlaku untuk semua motivasi, kecuali poin kompetensi. Anak-anak dari segala usia tidak takut belajar bahkan jika mereka mendapat nilai buruk dalam sebuah ujian.

Santhanagopalan berhipotesis bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh pola pikir berkembang yang ditanamkan di sekolah. Di sekolah anak-anak mungkin diberi banyak pesan tentang bakat bisa berubah atau berkembang jika ingin berusaha.

“Mereka mungkin lebih tertarik mencari informasi karena tahu bahwa mereka berpotensi bisa mengubah hasilnya,” paparnya lagi.

Ruang Gerak Moral

Selain soal proses anak menghindari informasi, tim peneliti juga penasaran tentang kapan mulanya anak-anak mulai mengeksploitasi “ruang gerak” moral mereka. Ruang gerak moral berhubungan dengan gagasan bahwa orang cenderung menjadikan ambiguitas (ketidaktahuan atau ketidakjelasan) sebagai senjata untuk keuntungan mereka sendiri.

“Kita ingin bertindak demi kepentingan pribadi, tetapi kita juga sangat peduli untuk tampil adil di hadapan orang lain. Keleluasaan moral memungkinkan kita mencapai kedua tujuan tersebut,” jelas Santhanagopalan lagi.

Para peneliti kemudian kembali melakukan eksperimen, di mana anak-anak secara berpasangan diberikan dua ember. Pada masing-masing ember terdapat stiker yang akan diberikan untuk dirinya dan pasangannya.

Mereka dapat melihat bahwa ember A memiliki lebih banyak stiker dibanding ember B, tetapi jumlah stiker yang akan diterima pasangan mereka dari setiap ember tidak diberi tahu. Sebelum memilih ember, peserta ditanya apakah mereka ingin tahu berapa banyak stiker yang akan diterima pasangan mereka.

Hasilnya, anak-anak sebagian besar memilih untuk tidak ingin mengetahui berapa banyak stiker yang akan didapatkan pasangannya. Hal ini dinilai agar mereka dapat membuat pilihan tanpa rasa bersalah.

“Ruang gerak moral memungkinkan mereka mengambil keuntungan pribadi, sekaligus mempertahankan ilusi keadilan. Tabir ketidaktahuan memungkinkan mereka bertindak demi kepentingan pribadi mereka sendiri,” ungkap Santhanagopalan.

Cara Tidak Menghindari Informasi

Santhanagopalan tak bisa memungkiri bila ada beberapa alasan bagus untuk menghindari informasi negatif. Informasi jenis ini dapat membuat seseorang kewalahan, mengancam, dan melumpuhkan.

Namun, terlalu banyak menghindari informasi juga dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang serius, seperti memperdalam polarisasi politik atau kekakuan ideologis.

Untuk menghindari perilaku rasa ingin menghindari informasi, Santhanagopalan menyarankan agar kita kembali memikirkan alasan mengapa hal itu terjadi. Menurutnya, membingkai ulang informasi yang membuat kita tidak nyaman sebagai sesuatu yang berguna dan berharga mungkin dapat membantu.

Penelitian menunjukkan bahwa melakukan intervensi saat anak masih kecil dapat mencegah mereka terjebak dalam perangkap penghindaran. Hal ini juga bisa memberikan manfaat yang berlipat ganda.

Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk ingin menyelesaikan ketidakpastian. Tetapi ketidakpastian adalah salah satu hal yang juga sangat menakutkan.

“Tetapi ketika penyelesaiannya terasa mengancam, orang mungkin akan memilih untuk menghindari hal tersebut. Saya pikir ada manfaatnya jika kita mampu menoleransi dan bahkan menerima ketidakpastian dalam tingkat tertentu,” tuturnya.

“Saya pikir itu mungkin bisa membantu kita untuk tidak terjerumus dalam penghindaran informasi,” sambung Santhanagopalan.

Jika semua upaya dalam menghindari informasi gagal, Santhanagopalan menyarankan untuk meniru perilaku anak-anak, yakni:

“Ikuti rasa ingin tahu Anda,” tandas Santhanagopalan.

(det/pal)



Sumber : www.detik.com

Intip Yuk! Fasilitas Taman Bugar Duri Kepa, Ruang Interaksi dan Rekreasi



Jakarta

Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Pramono Anung meresmikan Taman Bugar di Duri Kepa, Jakarta Barat. Berbagai fasilitas taman bermain anak-anak hingga fasilitas olahraga yang di sediakan di Taman Bugar ini.

Taman ini memiliki luas 2.156 meter persegi dan dilengkapi berbagai fasilitas seperti lapangan olahraga, children playground, outdoor fitness, dan Area relaksasi. Semua fasilitas ini hadir sebagai sarana untuk menunjang kegiatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup yang produktif dan sehat.


Nah kita intip yuk gimana sih fasilitas yang ada di taman yang digadang-gadang sebagai ruang interaksi.

(ddn/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Sekolah Negeri Sudah Gratiskan Biaya, Kenapa Pemerintah Tetap Butuh Sekolah Rakyat?



Jakarta

Sekolah Rakyat menjadi salah satu program yang digagas Presiden Prabowo Subianto dan sudah mulai beroperasi di tahun pertama masa jabatannya. Namun, mengapa Presiden menghadirkan Sekolah Rakyat di kala pemerintah sudah menggratiskan biaya pendidikan sekolah negeri?

Menjawab hal itu, Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf menyatakan Sekolah Rakyat merupakan bagian dari program pengentasan kemiskinan. Untuk itu, penyelenggaraannya dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tentang Pengentasan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim.

“Nah untuk itulah diperuntukkan bagi mereka-mereka dari keluarga yang tidak mampu atau disebut miskin ekstrim. Kalau di dalam data tunggal kita itu namanya desil 1 dan desil 2 paling bawah,” ungkap sosok yang akrab dipanggil Gus Ipul itu kepada Pemimpin Redaksi detikcom, Alfito Deannova Ginting dalam acara Jejak Pradana, ditulis Selasa (7/10/2025).


Pentingnya Sekolah Rakyat

Berdasarkan data yang diperolehnya, Gus Ipul menyebut ada 4 juta lebih anak usia sekolah di Indonesia tidak sekolah, belum sekolah, putus sekolah, dan berpotensi putus sekolah. Mereka berada di kisaran umur 6 sampai 16-17 tahun.

Setelah dibuka sejak Juli 2025 lalu, ia menyebut banyak murid yang bersekolah di Sekolah Rakyat masuk dalam kategori putus sekolah. Sehingga, ada murid yang sudah berusia 9 tahun tapi baru masuk kelas 1 SD, ataupun berusia 15 tahun tetapi baru bersekolah di SMP.

Ketika ditanya mengapa anak-anak ini bisa putus sekolah, Gus Ipul dengan tegas menyatakan tidak ada biaya menjadi penyebab utamanya. Ia tidak bisa memungkiri saat ini pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan di sekolah negeri.

Tetapi, bagi masyarakat desil 1 dan desil 2 sulit untuk memenuhi biaya penunjang lainnya yang cukup besar. Biaya penunjang yang dimaksud dalam hal ini adalah uang saku dan ongkos transportasi.

“Sekolah itu (memang) gratis, tapi ada butuh biaya (lain) istilahnya sangu, biaya sekolah untuk anak ini kalau dia berangkat sekolah. Ongkos sekolah, kan ada itu,” bebernya.

Selain biaya pendidikan negeri yang gratis, pada dasarnya Kementerian sosial juga menaungi bantuan sosial program keluarga harapan. Pada program tersebut keluarga yang memiliki anak-anak berusia sekolah baik jenjang SD, SMP, dan SMA mendapatkan uang saku.

“Iya ada uang sakunya itu kira-kira 200 ribu lebih kalau untuk SD, 300 ribu kalau SMP per tiga bulan,” kata Gus Ipul lagi.

Ia sekali lagi membenarkan memang hal itu ada untuk membantu agar anak-anak Indonesia tidak putus ada. Namun, dalam temuannya di lapangan tidak semua masyarakat yang masuk dalam kategori miskin ekstrim menerima bantuan ini.

Dengan begitu, Sekolah Rakyat hadir dan menyasar langsung anak-anak dari keluarga miskin ekstrim termasuk yang belum mendapat bantuan. Mereka akan dibina dengan pendidikan yang baik dan mumpuni sehingga ketika lulus bisa menjadi agen perubahan.

“Ternyata masih ada saudara-saudara kita yang belum, yang tidak bisa sekolah ini datanya ada. Maka yang bisa sekolah di sini anak-anak yang keluarga yang seperti ini, keluarga yang belum beruntung,” tandasnya.

(det/nah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Petani Tegal Antar Anak Raih Gelar Sarjana di UNJ



Jakarta

Rasa haru bercampur bangga tak mampu disembunyikan Sutarwo, seorang petani asal Tegal, Jawa Tengah. Akhirnya, ia bisa menyaksikan putrinya diwisuda di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (6/10/2025).

Putrinya, Suni Putri Anggraini, resmi menyandang gelar sarjana dari Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik UNJ. Bagi Sutarwo, ini merupakan sebuah pencapaian luar biasa dan tak pernah terbayangkan.

“Alhamdulillah, acaranya meriah sekali dan luar biasa. Ini kali kedua saya ke Jakarta, dan kali ini sangat istimewa karena bisa melihat anak sendiri memakai toga dan apalagi langsung bersalaman dengan Pak Rektor,” ujar Sutarwo dikutip dari laman UNJ, Selasa (7/10/2025).


Perjuangan Sutarwo untuk Kuliahkan Anak

Sutarwo kembali mengenang masa-masa berjuang untuk putrinya. Sebagai petani, penghasilan Sutarwo bergantung pada hasil panen.

Ia bercerita, sebagian besar pendapatannya selalu disisihkan untuk biaya kuliah sang anak. Terkadang, saat hasil sawah belum bisa dipanen, ia terpaksa harus menjual barang di rumah demi menutup biaya pendidikan.

“Kalau habis panen, disisihkan buat biaya kuliah. Tapi kalau belum panen dan anak butuh bayar kos atau semester, ya kadang sampai jual apa yang ada,” tuturnya.

Sutarwo memang tidak punya jejak pendidikan yang tinggi. Namun, ia selalu yakin meski hidup sederhana, ia harus berpegang pada prinsip kerja keras dan keikhlasan.

Kegigihan Orang Tua-Anak Demi Pendidikan

Kerja keras demi pendidikan juga dilakukan putrinya. Tak tinggal diam, ia bekerja paruh waktu di hotel dan membantu di warung keluarga.

“Dia pernah bantu mamanya di warung, kerja paruh waktu di hotel, bantu masak dan dekorasi gedung. Namanya juga anak tata boga, ya dia manfaatkan ilmunya,” katanya.

Sutarwo hanya menamatkan pendidikan hingga kelas dua SMP. Namun, ia percaya bahwa pendidikan adalah jalan untuk memperbaiki nasib sehingga hal itu ia tanamkan pada anak-anaknya.

“Saya enggak sekolah tinggi, tapi anak jangan sampai kayak bapaknya. Zaman sudah beda. Kalau anak mau sekolah, orang tua jangan minder. Usaha dulu, Tuhan pasti kasih jalan,” katanya.

Saat pandemi Covid-19 melanda, sang putri menghadapi ujian yang cukup sulit, Warung keluarga di Jakarta harus tutup dan penghasilan berhenti.

Meski demikian, semangat belajar sang anak tidak padam. Ia tetap belajar secara online sembari membantu Sutarwo bertani di sawah.

“Waktu corona itu berat banget. Warung enggak bisa buka, penghasilan berhenti, tapi anak tetap harus kuliah. Ya sudah, dibawa pulang dulu ke kampung, bantu saya di sawah. Tapi dia tetap semangat belajar online,” kenangnya.

Doa dan Harapan yang Jadi Kenyataan

Perjuangan untuk melewati masa-masa sulit tersebut kini terbayar. Upaya Sutarwo dan sang putri berbuah manis dengan disandangnya gelar sarjana.

“Saya cuma bisa bersyukur. Yang penting ilmunya bermanfaat. Mau kerja di Jakarta atau pulang ke kampung, saya cuma berharap dia bisa pakai ilmunya buat orang lain,” ucapnya.

Menurut Sutarwo, orang tua harus selalu mendukung penuh sang anak untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Ia yakin usaha untuk menyekolahkan anak selalu diberikan jalan rezekinya.

“Kalau anak punya keinginan buat sekolah, dukung saja. Jangan takut nggak mampu. Selama kita mau usaha, pasti ada jalan. Jangan lupa banyak bersyukur. Punya Rp 5 ribu pun kalau disyukuri, rasanya cukup,” tuturnya.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Anak Muda Harus Bergerak Hadapi Krisis Dunia Lewat Riset



Jakarta

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Laksana Handoko, mengajak generasi muda agar menjadikan pendidikan dan penelitian sebagai senjata dalam menghadapi berbagai tantangan global.

Ia menilai, di tengah perubahan iklim, krisis kesehatan, dan disrupsi digital, inovasi berbasis ilmu pengetahuan menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik.

“Perubahan iklim terus mengganggu alam sekitar kita dan ekonomi. Krisis kesehatan global mengingatkan kita tentang ketergantungan kita. Masalah kesejahteraan makanan dan energi menjadi masalah yang menekankan setiap hari,” ujar Handoko saat memberikan sambutan dalam Week of Indonesia-Netherlands Education and Research (Winner) 2025 secara daring di Jakarta, Selasa (7/10/2025).


Dunia Hadapi Krisis, Saatnya Anak Muda Bergerak

Tri Handoko juga menyoroti dunia yang kini tengah menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain perubahan iklim dan krisis pangan, menurutnya disrupsi digital jadi kesenjangan baru.

“Dan di tengah-tengah semua hal ini, perubahan dinamik geopolitik menjadi masalah kesejahteraan global,” katanya.

Namun, di balik krisis tersebut, ia melihat peluang besar bagi generasi muda untuk tampil sebagai penggerak perubahan melalui pendidikan dan riset.

“Pendidikan menyelamatkan karakter dan kreativitas anak-anak kita. Ia menunjukkan nilai penasaran, resiliensi, dan bertanggungjawab. Penelitian memberikan pengetahuan dan bukti,” tegasnya.

Riset Kolaboratif Kunci Menuju Dunia Lebih Baik

Lebih lanjut Handoko menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk menjawab tantangan global. Ia mencontohkan kerja sama panjang antara Indonesia dan beberapa negara.

Dalam forum bersama periset Belanda tersebut, Tri Handoko teringat pada masa-masa lalu ketika generasi muda masih banyak yang menempuh pendidikan di Negeri Kincir Angin tersebut.

“Selama berabad-abad, pelajar Indonesia telah belajar di universitas Belanda, dan banyak penelitian Belanda telah bekerja bersama-sama dengan rakan-rakan Indonesia,” ujar Tri Handoko.

Forum Winner 2025, menurut Handoko, menjadi wadah penting untuk mempertemukan akademisi, ilmuwan, industri, dan pembuat kebijakan dalam bertukar ide serta menantang perspektif lama.

“Ini berasal bukan hanya dari perhubungan sejarah lama kita, tetapi juga dari nilai dan komitmen kita untuk membangun pertemanan yang lebih maju,” katanya.

Handoko juga menyoroti pentingnya menjaga nilai kemanusiaan di tengah perkembangan teknologi dan geopolitik dunia yang dinamis. Ia menegaskan, tidak ada satu negara pun yang bisa berjalan sendiri dalam menghadapi krisis global.

“Tantangan-tantangan ini mungkin terasa berat, tetapi sesungguhnya juga mempersatukan kita. Mereka mengingatkan kita akan kemanusiaan yang sama dan bahwa tidak ada satu bangsa pun yang dapat menyelesaikan masalah ini sendirian. Kita saling membutuhkan,” tuturnya

(cyu/faz)



Sumber : www.detik.com

Baru Diresmikan Pramono Anung, Ini Kondisi Taman Bugar Sekarang


Jakarta

Gubernur Provinsi Jakarta Pramono Anung meresmikan Taman Bugar di Duri Kepa, Jakarta Barat pada Selasa (30/9/2025). Taman dilengkapi banyak wahana dan sarana untuk kegiatan fisik segala usia serta ramah disabilitas.

detikTravel berkesempatan mengunjungi Taman Bugar pada Sabtu (4/10/2025) sore ketika sudah tidak terlalu terik. Area seluas 2.150 meter2 tersebut dipadati anak-anak yang bermain dan berlari ke seluruh penjuru taman.

Taman Bugar di Duri Kepa, Jakarta BaratTaman Bugar di Duri Kepa, Jakarta Barat (dok. Qonita Hamidah/detik travel)

Fasilitas favorit anak-anak adalah lapangan serbaguna yang bisa digunakan untuk futsal, voli, dan bulu tangkis. Sebagian asyik main bola, sedangkan yang lain istirahat atau sekadar ngobrol bersama teman.


“Suasana tamannya asyik, kita senang bisa main bola, balap lari, bulu tangkis di sini,” kata Alfi yang sedang duduk di pinggir lapangan sebelum melanjutkan permainan bersama teman-temannya.

Selain lapangan, wahana lain juga dipenuhi anak-anak yang aktif bermain bersama orang tua atau teman sebaya. Beberapa wahana yang dipadati anak-anak berusia 3-12 tahun ini adalah perosotan, panjat tali, dan monkey bar.

Menurut Dar, salah satu pengunjung yang sedang menemani anaknya bermain, kehadiran Taman Bugar disambut positif dang sangat bermain. Tempat ini menjadi arena bermain, rekreasi, dan interaksi anak dari segala usia serta orang dewasa.

“Saya disini ngawasin anak lagi main. Pertama kali ke sini liat tamannya bagus, luas, banyak tempat bermainnya, dan anak-anak bisa berinteraksi sama teman-temannya,” kata Dar.

Menurut Cutet, kontraktor sekaligus penjaga kebersihan Taman Bugar, pengunjung Taman Bugar berbeda sepanjang hari. Anak-anak biasanya memenuhi taman di sore hari, sedangkan orang dewasa datang selepas jam kantor.

“Ramainya mulai dari pagi sampai sore, tapi biasanya ada warga yang ke sini malam. Kalau hari biasa, anak-anak bermain di taman itu setelah pulang sekolah,” kata Cutet.

Sedangkan saat libur akhir pekan, Taman Bugar bisa ramai sepanjang hari. Aktivitas sedikit menurun di siang hari saat matahari bersinar makin terik. Di sore hari, warga setempat atau dari area lain sekitar Jakarta kembali meramaikan Taman Bugar.

Jam Buka Taman Bugar dan Kebersihannya

Taman Bugar di Duri Kepa, Jakarta BaratTaman Bugar di Duri Kepa, Jakarta Barat (dok. Qonita Hamidah/detik travel)

Terkait jadwal buka Taman Bugar, Cutet mengatakan belum ada jadwal pasti dari pemerintah provinsi. Taman Bugar bisa diakses setiap saat, asal jangan terlalu malam atau dini hari.

“Sementara belum ada ketentuan jam operasional dari dinas terkait dan pemprov. Warga masih bebas keluar masuk taman. Paling kalau sudah malam ada warga, ditegur aja,” kata Cutet.

Cutet yang juga bertanggung jawab pada kebersihan taman mengatakan, saat ini dia bertugas menyiram dan melakukan pembersihan rutin. Tugas ini dia jalankan, sampai ada penunjukan petugas baru dari pemprov atau pihak terkait.

(row/wsw)



Sumber : travel.detik.com