Tag Archives: arab

Kisah Kehancuran Kaum Saba’, Hidup Makmur Tanpa Rasa Syukur


Jakarta

Kaum Saba’ merupakan salah satu dari empat peradaban besar yang terdapat di Arab. Menurut buku Kisah Kota-kota Dalam Al Quran karya Rani Yulianty, diperkirakan kaum Saba’ hidup pada tahun 1000-750 SM. Kisah kaum ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15-19.

Disebutkan dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-makhluk Allah yang disadur oleh Kaserun AS Rahman, mereka disebut dengan Saba’ karena mereka adalah orang Arab pertama yang pernah menjadi tawanan. Mereka memiliki mahkota yang dikenakan bagi para penguasa.

Banyak rasul yang diutus kepada mereka untuk mengajak mereka kepada agama tauhid dan menyembah Allah SWT. Akan tetapi, mereka tetap hidup semau mereka dan tidak mau menyambut ajakan para rasul tersebut. Akhirnya, kaum Saba’ mendapat azab berupa banjir besar yang menghancurkan hidup mereka. Berikut kisah kehancuran kaum Saba’.


Kisah Kehancuran Kaum Saba’

Diceritakan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Quran yang ditulis oleh Ridwan Abqary, kaum Saba’ adalah kaum yang hidup makmur dan serba berkecukupan di wilayah Arab Selatan. Allah SWT sudah menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh kaum Saba’ dengan hasil pertanian yang subur dan tempat yang sangat cocok untuk berdagang.

Kebun anggur tumbuh subur di mana-mana dengan hasil yang sangat melimpah. Mereka menjual anggur-anggur hasil panen dan mencukupi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Sebuah bendungan yang cukup kuat dan kokoh tampak berdiri tegak di wilayah Ma’rib, yang disebut sebagai Bendungan Ma’rib.

Bendungan Ma’rib ini menampung air yang mengalir dari Sungai Adhanah dan digunakan untuk mengairi kebun-kebun anggur milik kaum Saba’. Dengan pengairan yang baik dan tanah yang subur, mereka bisa menikmati hasil panen yang baik setiap tahunnya. Oleh karena itu, seluruh penduduk Saba’ tidak ada yang hidup kekurangan.

Kaum Saba’ adalah kaum yang lengkap, mereka hidup makmur dan bergelimang kemewahan. Selain kenikmatan hidup dari berbagai usaha yang mereka jalankan, mereka pun memiliki pasukan tentara yang sangat kuat.

Dengan keamanan yang kuat, mereka bisa menjaga kehidupan kaum mereka dengan aman. Mereka hidup dengan nikmat dan berkah dunia yang sangat tinggi.

Kaum Saba’ pun terkenal sebagai salah satu kaum yang hebat pada saat itu dan disegani oleh kaum-kaum yang lain. Namun ternyata, keberhasilan dan kehidupan mewah mereka tidak diikuti oleh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Mahakuasa.

Kemakmuran yang merupakan limpahan nikmat dari Allah SWT tidak diiringi dengan rasa syukur. Mereka tenggelam dalam harta duniawi dan mulai melupakan Sang Pemberi Rezeki. Air mengalir terus ke kebun-kebun mereka, namun tidak ada ucapan pujian sedikit pun kepada Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, kisah kehancuran kaum Saba’ ini terjadi ketika mereka tidak menjalankan perintah Allah SWT, maka Allah SWT mengirimkan pasukan tikus yang melubangi bendungan mereka yang begitu kokoh itu.

Bendungan yang kokoh itu pun runtuh hingga terjadi banjir yang sangat besar dan menghantam seluruh penduduk beserta taman-taman mereka yang bagaikan surga. Bumi yang subur dan indah itu pun rusak dan hancur. Batu-batu yang berasal dari bendungan membanjiri seluruh tanah mereka hingga tidak lagi subur dan tidak bisa ditanami.

Beberapa waktu kemudian, taman bunga dan buah-buahan mereka berganti dengan kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berduri. Anggur, kurma, dan buah-buah segar lainnya telah musnah, berganti dengan pohon yang buruk dan berduri.

Mengutip kembali buku Kisah Kota-kota Dalam Al-Quran, hukuman yang dikirimkan kepada Kaum Saba’ dinamakan ‘Sail Al-Arim’ atau banjir Arim. Penamaan ini merupakan ungkapan yang menggambarkan datangnya banjir yang menimpa kaum Saba’ bersamaan dengan runtuhnya monumen penting Negeri Saba’, yaitu bendungan Arim.

Akibatnya, Negeri Saba’ hancur, baik dari segi perekonomian maupun bidang lainnya.

Disebutkan pula dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, bahwa hingga saat ini, penduduk Saba’ masih tinggal di desa dan rumah-rumah mereka. Namun, Allah SWT mempersulit dan mempersempit rezeki mereka. Kemakmuran dan nikmat yang mereka rasakan dahulu telah berganti dengan kemiskinan dan kekurangan.

Meski demikian, Allah SWT tidak sepenuhnya menghancurkan mereka dan tidak memecahbelahkan mereka. Wilayah mereka masih tetap terhubung dengan wilayah yang penuh berkah, Makkah Al-Mukarramah di Jazirah Arabia dan Baitul Maqdis di Syam.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Bangsa Rum yang Mengkhianati Islam saat Akhir Zaman


Jakarta

Bangsa Rum atau yang dikenal sebagai Romawi dalam sejarah, disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu bangsa besar yang akan berperan penting dalam peristiwa akhir zaman.

Keberadaan dan peran mereka dalam perjalanan sejarah umat Islam juga telah menjadi bagian dari tafsir dan hadits. Khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang dikaitkan dengan akhir zaman.

Asal-usul Bangsa Rum

Seperti dijelaskan oleh Musa Cerantonio dalam bukunya Which Nation Does Rum in The Ahadith of the Last Days Refer To? merujuk pada Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur.


Nama ini diambil dari ibu kota mereka, Byzantion yang kemudian lebih dikenal sebagai Konstantinopel.

Kekaisaran Bizantium merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi yang sejak berdirinya di Roma, meluas ke sebagian besar wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Wilayah kekaisaran yang luas ini akhirnya dibagi menjadi dua bagian administratif, yaitu Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur di Konstantinopel.

Setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M akibat serangan bangsa Jermanik, Kekaisaran Romawi hanya tersisa sebagai Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel.

Bangsa inilah yang dimaksud dalam surat Ar-Rum ayat 2, di mana tafsir Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan bahwa bangsa Rum adalah Romawi Timur yang saat itu beragama Nasrani.

Pada masa itu, bangsa Rum dipimpin oleh Flavius Heraclius Augustus, atau Heraklius, yang memerintah dari tahun 610 hingga 641 M.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, volume 6, Dr. Abdullah mengemukakan bahwa bangsa Rum merupakan keturunan al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim, lebih spesifiknya dari Bani Ashfar yang notabene adalah salah satu cabang Bani Israil.

Pengkhianatan Bangsa Rum

Peristiwa yang dialami bangsa Rum dijelaskan secara rinci oleh Allah SWT dalam pembukaan Surat Ar-Rum, tepatnya pada ayat 1 hingga 6.

الۤمّۤۚ ۝١
alif lâm mîm
Alif Lām Mīm.

غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ ۝٢
ghulibatir-rûm
Bangsa Romawi telah dikalahkan,

فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ ۝٣
fî adnal-ardli wa hum mim ba’di ghalabihim sayaghlibûn
di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang

فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ەۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُۗ وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ ۝٤
fî bidl’i sinîn, lillâhil-amru ming qablu wa mim ba’d, wa yauma’idziy yafraḫul-mu’minûn
dalam beberapa tahun (lagi). Milik Allahlah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin

بِنَصْرِ اللّٰهِۗ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ ۝٥
binashrillâh, yanshuru may yasyâ’, wa huwal-‘azîzur-raḫîm
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.

وَعْدَ اللّٰهِۗ لَا يُخْلِفُ اللّٰهُ وَعْدَهٗ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ۝٦
wa’dallâh, lâ yukhlifullâhu wa’dahû wa lâkinna aktsaran-nâsi lâ ya’lamûn
(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Mansur Abdul Hakim dalam bukunya, Ghulibat Ar-Rum Dzat Al-Qurun, memaparkan bahwa peristiwa perang besar antara Persia dan Romawi menjadi latar belakang utama turunnya Surat Ar-Rum.

Konflik antara Persia dan Romawi ini memicu polarisasi dukungan di kalangan masyarakat Arab. Kaum musyrik cenderung berpihak pada Persia, sedangkan umat Islam berharap kemenangan berpihak pada Romawi, yang notabene adalah pemeluk agama samawi.

Pada akhirnya, bangsa Persia memenangkan pertempuran, yang membuat kaum musyrik bersuka cita, sedangkan umat Islam merasa sedih. Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, kemenangan telak yang diraih oleh Raja Persia Sabur atas pasukan Romawi mengakibatkan penguasaan wilayah Syam dan sebagian besar teritori Romawi. Akibatnya, Kaisar Heraklius terpaksa mundur dan mencari tempat perlindungan.

Sementara itu, Menurut Muslih Abdul Karim dalam bukunya Isa dan al-Mahdi di Akhir Zaman, kemunculan al-Mahdi akan diawali dengan pertempuran antara umat Islam dan Bani Ashfar atau bangsa Rum.

Pada awalnya, umat Islam dan Bangsa Rum bersekutu untuk menghadapi musuh bersama. Namun, di tengah perjalanan, Bani Ashfar melanggar perjanjian damai dan berbalik melawan umat Islam.

Dalam beberapa haditsnya, Rasulullah SAW merujuk pada bangsa Rum (Romawi) dalam konteks peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman. Beliau bersabda,

“Kalian akan menyerang Jazirah Arab hingga Allah SWT menaklukkannya, kemudian Persia hingga Allah berkenan menaklukkannya, kemudian kalian menyerang Romawi hingga Allah berkenan menaklukkannya, dan setelah itu kalian menyerang Dajjal hingga Allah berkenan menaklukkannya.” (HR Ahmad dan Muslim)

Dalam kitab kumpulan hadits Misykah Al-Mashabih, terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa di masa depan, bangsa Romawi akan melakukan pengkhianatan terhadap umat Islam. Rasulullah SAW bersabda,

“Kalian akan mengadakan perjanjian damai dengan bangsa Romawi selama beberapa lama. Lalu kalian akan menyerang ketika mereka menjadi musuh di belakang kalian. Kemudian kalian akan dimenangkan, mendapat ghanimah, dan kalian selamat. Setelah itu, kalain turun di padang rumput bernama Dzi Tulul. Kemudian seorang lelaki dari Romawi ke sana untuk mengibarkan bendera salib seraya berkata, ‘Ingatlah, salib telah menang”.

Mengetahui seruan kaum salib tersebut membuat muslim yang murka mendekati dan memukulnya (membunuhnya). Saat itulah bangsa Romawi berkhianat dan bersiap untuk memobilisasi pasukannya sebagai persiapan pertempuran dahsyat.

Lalu umat Islam mengobarkan perang melawan mereka hingga terjadi pertempuran dan Allah memuliakan golongan tersebut dengan kesyahidan.

Tempat tinggal umat Islam dalam pertempuran di akhir zaman ini terletak di Al-Ghauthah. Hal ini disebutkan dalam riwayat Abu Darda RA.

Rasulullah SAW bersabda, “Pada saatnya nanti umat Islam akan terkepung di Madinah Al-Munawwarah hingga mereka berada jauh dari benteng-benteng mereka di Silah.” (Shahih Al-Jami. Silah dalam riwayat ini adalah sebuah tempat dekat Khaibar)

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Seperti Apa Hewan Penjaga Dajjal yang Pernah Dikisahkan Rasulullah?


Jakarta

Hewan penjaga Dajjal adalah salah satu topik yang menarik dalam eskatologi Islam. Kemunculannya pernah disinggung dalam riwayat hadits Rasulullah SAW.

Menurut sejumlah riwayat, Dajjal, sebagai fitnah terbesar menjelang akhir zaman, memiliki makhluk atau hewan yang bertugas sebagai penjaga atau pengiringnya. Hewan ini disebut Al Jassasah dan digambarkan memiliki ciri-ciri yang luar biasa.

Untuk lebih mendalami kisah dan peran hewan tersebut, simak artikel berikut yang akan mengulas hadits dan penjelasan tentang kisah bertemunya sahabat Rasulullah SAW dengan hewan penjaga Dajjal.


Pengertian Al Jassasah

Tidak banyak hadits atau dalil yang membahas wujud Al Jassasah secara detail. Adapun hadits yang dijadikan sandaran mengenai hal ini adalah tentang kisah sahabat Rasulullah SAW yang terdampar di suatu pulau dan bertemu dengan hewan penjaga Dajjal.

Disebutkan dalam buku Dajjal Fitnah Besar Akhir Zaman yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal, hadits ini diriwayatkan oleh Muslim pada hadits No.2942 bab Qishshah Al-Jassasah.

Dalam Tafsir Al Qurthubi, Al Jassasah secara etimologis diartikan sebagai “mata-mata” karena tugasnya yang selalu mengintai informasi di dunia untuk dilaporkan kepada Dajjal.

Hewan ini bukanlah binatang melata yang disebut-sebut akan muncul di akhir zaman, tetapi dipahami sebagai peliharaan yang bertindak sebagai hewan penjaga Dajjal. Tafsir ini menekankan bahwa peran Al Jassasah lebih terkait dengan pengumpulan informasi atau pengintai saja.

Kisah Sahabat Nabi Bertemu Hewan Penjaga Dajjal

Menurut hadits riwayat Muslim, sahabat nabi yang dikisahkan bertemu Dajjal adalah Tamim Ad-Dari. Tamim adalah sahabat yang mulia, ia dahulu beragama Nasrani lalu memeluk Islam setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah.

Diceritakan, saat itu Rasulullah SAW sedang melakukan salat di masjid dan menyuruh jemaahnya tetap berada di tempat salatnya. Lalu beliau duduk di mimbar dan mulai menceritakan kisah Tamim Ad-Dari yang pernah bertemu dengan hewan penjaga Dajjal dan Dajjal itu sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku kumpulkan kalian untuk sesuatu yang menggembirakan atau menakutkan kalian, tetapi aku kumpulkan kalian karena Tamim Ad-Dari.”

“Dahulu ia seorang Nasrani yang kemudian datang berbaiat (memberikan sumpah setia) dan masuk Islam serta mengabariku sebuah kisah yang kisah itu sesuai dengan apa yang pernah aku kisahkan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.”

“Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama tiga puluh orang dari kabilah Lakhm dan Judzam. Di tengah perjalanan, mereka dipermainkan badai ombak hingga berada di tengah laut selama satu bulan sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan tersebut saat tenggelam matahari mereka pun duduk di perahu-perahu kecil. Mereka pun memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang yang berambut sangat lebat dan kaku hingga mereka tidak tahu mana kubul mana dubur karena demikian lebat bulunya.”

Mereka pun berkata, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Mereka berkata, “Apakah Al-Jassasah itu?”

Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada seorang lelaki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian!”

Tamim menceritakan, “Ketika dia menyebutkan untuk kami seorang laki-laki, kami menjadi khawatir kalau-kalau binatang itu ternyata setan. Kami pun bergerak menuju kepadanya dengan cepat sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu.”

“Ternyata di dalamnya ada orang yang paling besar yang pernah kami lihat, dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya terikat dengan leher, antara dua lutut dan dua mata kaki terikat dengan besi.”

Kami katakan kepadanya, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Kalian telah mampu mengetahui tentang aku, maka beritakan kepadaku siapa kalian ini.”

Rombongan Tamim menjawab, “Kami ini orang-orang Arab. Kami menaiki kapal ternyata kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa sehingga kami dipermainkan ombak selama satu bulan sampai terdampar di pulaumu ini. Kami pun naik perahu-perahu kecil memasuki pulau ini dan bertemu dengan binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya tidak diketahui mana kubul dan mana dubur karena lebat rambutnya.”

Kami pun mengatakan, “Celaka kamu, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Kami pun bertanya, “Apa itu Al-Jassasah?” Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada laki-laki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian.”

Kami pun segera menuju kepadamu, kami khawatir kalau binatang itu ternyata setan.

Lalu orang itu mengatakan, “Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon kurma di Baisan.”

Kami mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

Dia berkata, “Aku bertanya kepada kalian tentang pohon kurma apakah masih berbuah.”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir dia tidak akan mengeluarkan buahnya.”

“Kabarkan pula kepadaku tentang Danau Thabariyah”, tanya orang ini.

Kami menjawab, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah masih ada airnya?” tanyanya.

Mereka menjawab, “Danau itu melimpah ruah airnya.”

Dia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir airnya akan habis.”

“Kabarkan kepadaku tentang mata air Zughar,” tanya orang ini.

Mereka mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduk masih bertani dengan airnya?” tanya orang itu.

Kami menjawab, “Ya, mata air itu deras airnya dan penduduknya bertani dengannya.”

Ia berkata, “Kabarkan kepadaku tentang Nabi ummiyyin apa yang dia lakukan?”

Mereka menjawab, “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib (Madinah).”

Ia mengatakan, “Apakah orang-orang Arab memeranginya?”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan lagi, “Apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Arab?”

Maka kami beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang Arab dan mereka taat kepadanya.

Ia mengatakan, “Itu sudah terjadi?”

Kami katakan, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya amat baik bila mereka menaatinya.”

“Sekarang aku akan beritakan kepada kalian tentang aku. Sesungguhnya aku adalah Al-Masih dan sudah hampir dekat aku diberi izin untuk keluar, hingga aku keluar lalu berjalan di bumi dan tidak kutinggalkan satu negeri pun kecuali aku akan turun padanya dalam waktu 40 malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), keduanya diharamkan bagiku. Setiap kali aku akan masuk pada salah satu kota ini, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus di tangan menghalangiku darinya dan sesungguhnya pada tiap celah ada para malaikat yang menjaganya.”

Fatimah mengatakan, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil menusukkan tongkat di mimbar lalu bersabda, “Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, yakni Kota Madinah.”

Apakah aku telah beritahukan kalian tentang hal itu?

Orang-orang menjawab, “Ya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya cerita Tamim menakjubkanku, kisahnya sesuai dengan apa yang aku ceritakan kepada kalian tentang Dajjal serta tentang Makkah dan Madinah.”

Kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah bahwa ia berada di lautan Syam atau lautan Yaman,” Oh, tidak! Bahkan dari arah timur! Tidak, dia dari arah timur. Tidak, dia dari arah timur, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan ke arah timur.” (HR Muslim)

Ciri-ciri Hewan Penjaga Dajjal

Mengacu hadits tersebut, ciri-ciri hewan penjaga Dajjal memiliki rambut atau bulu yang lebat dan kaku, tidak bisa dibedakan antara bagian depan dan belakangnya. Ciri lainnya, Al Jassasah disebut bisa menggunakan bahasa manusia pada umumnya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Saat Iblis Nyamar di Rapat Pemuka Quraisy untuk Singkirkan Rasulullah



Jakarta

Kabar kenabian Rasulullah SAW membuat geger para pemuka Quraisy di Makkah, terlebih saat sahabat nabi semakin banyak. Pemuka Quraisy pun mengadakan musyawarah untuk menyingkirkan Nabi SAW.

Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam yang diterjemahkan Fadhli Bahri, rapat tersebut berlangsung di Daar An-Nadwah. Menurut keterangan Ibu Ishaq, tempat tersebut mulanya adalah rumah milik Qushay bin Kilab. Orang-orang Quraisy selalu mengadakan pertemuan penting di sana.

Saat kekhawatiran terhadap Rasulullah SAW semakin meningkat, mereka kembali menggelar rapat di Daar An-Nadwah pada hari Yawmu Az-Zahmah. Pada hari itu, iblis datang menjelma manusia, menyerupai orang tua yang berwibawa yang memakai mantel.


Iblis berdiri di depan pintu Daar An-Nadwah. Ketika orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya, “Siapa Anda?”

“Aku penduduk Najed. Aku dengar kalian akan mengadakan rapat membahas Muhammad. Aku ingin menyertai rapat kalian agar kalian bisa mendengarkan pendapat dan nasihat dariku,” jawab iblis.

Orang-orang Quraisy pun mengizinkannya. Iblis pun masuk bersama mereka.

Para pemuka Quraisy dari bani Syams, bani Naufal bin Abdu Manaf, bani Abduddar bin Qushay, bani Makhzum, bani Sahm, dan bani Jumah hadir dalam rapat tersebut. Sebagian dari mereka membuka pembicaraan yang mengkhawatirkan keberadaan Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya orang ini semakin berbahaya saja. Demi Allah, kita tidak merasa aman jika sewaktu-waktu para pengikutnya yang berasal dari selain kita menyerang kita. Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan pada orang ini?” kata mereka.

Salah seorang dari mereka mengusulkan memenjarakan Nabi Muhammad SAW seperti halnya yang mereka lakukan terhadap para penyair. Mendengar itu, iblis berkata, “Demi Allah, ini bukanlah sebuah pandangan yang tepat untuk kalian. Sebab, jika kalian memenjarakannya tetap saja ia bisa berkomunikasi dan memberi perintah kepada para sahabatnya, kemudian mereka menyerang kalian dan membebaskannya. Ini bukan pandangan yang tepat. Carilah pandangan lain!”

Kemudian, muncul usulan agar mengusir Rasulullah SAW dan mengasingkannya ke negeri lain. Menurut pandangan orang Quraisy, langkah ini cukup bisa membuat mereka tidak terlalu resah dan tidak terganggu olehnya.

Lagi-lagi usulan tersebut ditolak iblis dengan dalih Nabi Muhammad SAW memiliki retorika yang indah, manis, dan daya pikat bagi orang-orang Arab yang mendengarkannya. Iblis menyarankan cari solusi lain.

Tibalah Abu Jahal bersuara. “Bagaimana kalau kita kerahkan para pemuda yang tangguh dalam bertarung untuk membunuhnya sehingga kita bisa tenang setelah kematiannya. Jika para pemuda tersebut berhasil melakukannya, maka banyak kabilah yang akan mendukung mereka dan bani Abdu Manaf tidak akan kuasa membalas dendam. Jika mereka meminta uang ganti rugi, kita berikan saja.”

Tentu saja ide Abu Jahal itu dipandang brilian, sependapat dengan iblis. “Inilah pandangan yang paling tepat,” kata iblis.

Setelah itu, orang-orang Quraisy berpencar untuk merealisasikan usulan Abu Jahal agar membunuh Nabi Muhammad SAW.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Saleh AS dan Mukjizat Unta Hamil yang Keluar dari Batu Besar



Jakarta

Nabi Saleh AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ia berdakwah kepada kaum Tsamud untuk menyembah Allah SWT.

Menukil dari Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Tsamud adalah kabilah yang masyhur. Kaum ini merupakan bangsa Arab aribah yang tinggal di Hijir yaitu kawasan yang letaknya di antara Hijaz dan Tabuk. Tsamud merupakan kaum setelah Ad, mereka menyembah berhala seperti kaum Ad.

Allah SWT berfirman dalam surah Al A’raf ayat 73-74,


وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ هَٰذِهِۦ نَاقَةُ ٱللَّهِ لَكُمْ ءَايَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِىٓ أَرْضِ ٱللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَٱذْكُرُوٓا۟ إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِن سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ ٱلْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَٱذْكُرُوٓا۟ ءَالَآءَ ٱللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.”

Nabi Saleh AS berdakwah kepada kaumnya dengan lembut. Ia juga mengatakan untuk menyembah Allah SWT dan menegaskan tidak ada Tuhan selain-Nya.

Meski begitu kaum Tsamud tidak menghiraukan Nabi Saleh AS. Beliau tetap menyampaikan kebenaran dengan lemah lembut dan cara yang baik agar kaumnya menuju kebaikan.

Sayangnya, kaum Tsamud mengatakan Nabi Saleh AS terkena sihir dan tidak mengerti apa yang beliau ucapkan setiap menyeru untuk beribadah kepada Allah SWT. Pendapat lain mengatakan maksud dari orang yang terkena sihir ini adalah orang yang mampu menerawang.

Kaum Tsamud meminta Nabi Saleh AS untuk menunjukkan mukjizat sebagai bukti kebenaran ajaran yang ia sampaikan. Mereka menantang Nabi Saleh AS untuk mengeluarkan seekor unta hamil dari sebuah batu, selain itu kaum Tsamud juga menyebut ciri unta yang mereka maksud.

Mendengar itu, Nabi Saleh AS berdoa kepada Allah SWT agar permintaan mereka dikabulkan. Kaum Tsamud juga mengatakan akan beriman kepada Allah SWT jika benar mukjizat tentang unta itu terjadi.

Atas kuasa Allah SWT, bongkahan batu besar yang ada di sana tiba-tiba mengeluarkan unta besar dan hamil dengan ciri yang memang diinginkan kaum Tsamud. Mukjizat itu disaksikan oleh mereka dan akhirnya sebagian dari mereka beriman kepada Allah SWT namun kebanyakan dari kaum Tsamud tetap enggan menyembah sang Khalik.

Nabi Saleh AS memperingatkan untuk terakhir kalinya kepada Kaum Tsamud yang masih ingkar agar beriman kepada Allah SWT. Mereka yang telah menentang dan tidak bertobat akan mendapat azab.

Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 65,

فَعَقَرُوْهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوْا فِيْ دَارِكُمْ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ

Artinya: “Mereka lalu menyembelih unta itu. Maka, dia (Saleh) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.”

Mereka yang beriman diberi perlindungan oleh Allah SWT dari azab-Nya. Sebaliknya, yang ingkar diganjar azab berupa guntur yang sangat keras sampai-sampai mati bergelimpangan di rumahnya.

Naudzubillah min dzalik.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Sahabat Rasulullah yang Buruk Rupa tapi Bisa Menikahi Bidadari?


Jakarta

Ada sahabat Rasulullah yang memiliki penampilan fisik yang buruk dan miskin, namun ia berhasil menikahi seorang gadis cantik yang salihah. Ia adalah Julaibib.

Nama Julaibib adalah nama yang tidak biasa dan tidak lengkap. Nama ini, tentu bukan ia sendiri yang menghendaki. Bukan pula orang tuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan ibunya. Demikian pula orang-orang, semua tidak tahu, atau tidak mau tahu tentang nasab Julaibib.

Dalam buku 99 Asmaul Husna Kisah dan Mukjizat yang ditulis Chris Oetoyo, dijelaskan bahwa tampilan fisik dan kesehariannya juga menjadi alasan sulitnya orang lain mendekat dengannya.


Penampilan fisik dan keseharian Julaibib sangat menyedihkan. Wajahnya jelek dan menyeramkan, pendek, bungkuk, hitam, dan miskin. Kainnya sudah kusam dan pakaiannya lusuh.

Ia tidak memiliki rumah untuk berteduh. Ia sungguh miskin, namun ketika Allah SWT berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghalangi.

Ia selalu berada di shaf terdepan ketika salat maupun jihad. Meski hampir semua orang memperlakukannya seolah ia tidak ada, tetapi Rasulullah SAW memperlakukan Julaibab sama seperti umat lainnya.

Julaibib tidak pernah menyesali apa yang ada pada dirinya. Ia yakin bahwa Allah SWT mempunyai rencana sendiri untuknya.

Pada suatu hari, Julaibib menerima hidayah atas bantuan Rasulullah SAW. Akhirnya Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi menikah dengan seorang gadis cantik yang salihah. Berikut kisah selengkapnya.

Kisal Julaibib RA yang Menikahi Bidadari Salehah

Dikisahkan dalam buku Jangan Berhenti Mencoba karya Nasrul Yung, Julaibib yang tinggal di shuffah masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Rasulullah SAW,

“Julaibib…”, begitu lembut beliau memanggil. “Tidakkah engkau ingin menikah?” lanjut beliau.

“Siapakah orangnya ya Rasulullah, yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum. Tidak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah SWT pada kata-kata ataupun mukanya. Rasulullah pun tersenyum. Mungkin memang tidak ada orangtua yang berkenan pada Julaibib.

Di hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah SAW menanyakan hal yang sama. “Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”.

Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama, tiga kali, dan tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Rasulullah SAW menggenggam lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar.

“Aku ingin menikahkan putri kalian.” Kata Rasulullah SAW pada si tuan rumah.

“Betapa indahnya dan betapa berkahnya.” Begitu si tuan rumah menjawab dengan berseri-seri, mengira bahwa sang Rasul lah calon menantunya.

“Oh… ya Rasulullah, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami.”

“Tetapi bukan untukku.”, kata Rasulullah SAW. “Kupinangkan putri kalian untuk Julaibib.”

“Julaibib?” nyaris berteriak ayah sang gadis. “Ya, untuk Julaibib.” Jawab Rasulullah SAW

“Ya Rasulullah…” terdengar helaan napas berat ayah sang gadis. “Saya meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini.”

Setelah meminta pertimbangan sang istri, ternyata ibu dari sang gadis itu pun menolak.

“Dengan Julaibib?” Istri seorang pemimpin kaum Anshar pun turut terkejut.

“Bagaimana bisa? Julaibib berwajah lacak, tidak berpangkat, tidak bernasab, tidak berkabilah, dan tidak bertahta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kami menikah dengan Julaibib.”

Perdebatan itu tidak berlangsung lama, Kemudian sang putri cantik asal Madinah itu mendengarnya dari balik tirai dan berkata dengan lembut, “Siapa yang meminta?”.

Sang ayah dan ibunya menjelaskan bahwa Rasulullah SAW lah yang meminta.

“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tidak akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Jawab sang gadis.

Sang gadis yang salehah kemudian membaca surah Al-Ahzab ayat 36, https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-ahzab/tafsir-ayat-36-3569

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
Arab Latin: wa mâ kâna limu’miniw wa lâ mu’minatin idzâ qadlallâhu wa rasûluhû amran ay yakûna lahumul-khiyaratu min amrihim, wa may ya’shillâha wa rasûlahû fa qad dlalla dlalâlam mubînâ

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”

Rasulullah SAW dengan tertunduk berdoa untuk si gadis salehah, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Jangan Engkau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”

Akhirnya dilaksanakanlah pernikahan antara Julaibib si buruk rupa dengan gadis tercantik Madinah putri pemuka Anshar.

Mengutip buku Tetes Embun karya Iqbal Syafi’i, beberapa hari kemudian setelah Julaibib dan istrinya menikah, terjadilah perang Uhud.

Mendapatkan seruan dari Rasulullah SAW untuk berperang, Julaibib dengan antusias mengikutinya. Ia termasuk pasukan terdepan di perang itu, namun ditengah peperangan, ia pergi dengan syahid.

Rasulullah SAW bersedih atas kepergian Julaibib, karena ia baru saja menikah. Disaat pemakamannya, Rasulullah SAW tiba-tiba memalingkan wajahnya dari Julaibib.

Lalu ada sahabat yang menanyakan sebabnya, beliau menjawab, “Kulihat para bidadari memperebutkannya, hingga salah seorang dari mereka tersingkap betisnya.” Karena itulah Rasulullah SAW memalingkan wajahnya.

Si gadis cantik salehah asal Madinah itu tidak mencintai Julaibib kecuali karena diminta Rasulullah SAW, Julaibib pun tidak mencintai kecuali karena Rasulullah SAW. Jadi, dibawah naungan sang Rasul lah keduanya saling mencintai.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah Naik ke Sidratul Muntaha untuk Terima Perintah Salat


Jakarta

Salat adalah rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Perintah untuk melaksanakannya tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43.

Allah SWT berfirman,

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ ۝٤٣


Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Di balik diwajibkannya seseorang untuk melaksanakan ibadah ini, salat memiliki sejarah pada awal permulaannya. Berikut penjelasan singkatnya.

Sejarah Singkat Awal Diwajibkannya Salat

Dikutip dari buku Sejarah Kenabian karya Aksin Wijaya, istilah salat berasal dari bahasa Aramaik (shala) yang bermakna rukuk. Dalam perjalanannya, makna salat berubah menjadi ibadah sebagaimana umum dikenal.

Kemudian, kaum Yahudi menggunakan istilah itu sehingga salat yang awalnya berbahasa Aramaik berubah menjadi berbahasa Ibrani. Kaum Yahudi menggunakan istilah (shalutuhu).

Salat awalnya turun dalam Al-Qur’an dalam surah Al-‘Alaq, Al-A’la, Al-Baqarah, dan Taha. Dalam Islam, salat diwajibkan pada peristiwa Isra dan Mi’raj pada pertengahan periode Makkah. Tujuan diperintahkannya salat adalah membersihkan hati dari syirik yang kala itu berkembang merata di masyarakat Arab.

Merangkum buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3 karya Ahmad Sarwat, sebelum salat lima waktu ini diwajibkan syariat, sesungguhnya Rasulullah SAW dan para sahabat sudah disyariatkan untuk menjalankan ibadah salat. Hanya saja ibadah salat itu belum seperti salat lima waktu yang disyariatkan sekarang ini.

Aisyah RA menyebutkan bahwa dahulu Rasulullah SAW dan para sahabat telah menjalankan ibadah salat di malam hari sebagai kewajiban. Setidaknya selama setahun sebelum kewajiban salat malam itu diringankan menjadi salat sunnah.

Awalnya, umat Islam mendapatkan rukhshah (kemudahan) dalam bersuci untuk bertayamum, terutama saat berada dalam perjalanan pulang dari peperangan dan tidak menemukan air untuk berwudhu. Meskipun demikian, bersuci dengan air (wudhu) tetap diutamakan.

Sementara itu, perintah untuk menjaga kesucian pakaian terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Muddassir. Selanjutnya, perintah untuk melaksanakan salat khauf dan salat Jumat diturunkan di Madinah. Nabi Muhammad SAW pertama kali melaksanakan salat Jumat di rumah Hay bin Auf setelah tiba di Madinah.

Pada masa itu, tidak terdapat syariat azan dalam Al-Qur’an yang diturunkan di Makkah karena jumlah umat Islam masih sedikit. Azan baru dilaksanakan di Madinah, yang berdasarkan pada hadits Nabi, bukan ketentuan Al-Qur’an. Selain itu, salah satu unsur dalam salat adalah kiblat, yang menunjukkan arah yang harus dihadapi oleh umat Islam saat melaksanakan ibadah.

Kisah Rasulullah Menerima Perintah Salat yang Awalnya 50 Kali

Merujuk kembali pada buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3, salat fardu yang kita kenal saat ini dimulai dengan jumlah yang sangat berbeda. Awalnya, umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan salat lima puluh kali dalam sehari semalam.

Peristiwa ini terjadi pada malam Isra Mi’raj, tepatnya pada tanggal 27 Rajab tahun kelima sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait waktu Isra Mi’raj ini. Adapun menurut pendapat mayoritas, Isra Mi’raj terjadi setelah Fatimah putri Rasulullah SAW lahir.

Menurut riwayat yang diceritakan dalam kitab al-Isra’ wa al-Mi’raj karya Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Jalaluddin As-Suyuthi yang diterjemahkan Arya Noor Amarsyah, perjalanan Isra Mi’raj berlangsung dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan berlanjut ke Sidratul Muntaha melewati setiap lapisan langit hingga langit ketujuh.

Dari Anas bin Malik RA, “Telah difardhukan kepada Nabi SAW salat pada malam beliau diisra’kan lima puluh salat, kemudian dikurangi hingga tinggal lima salat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima salat ini sama bagimu dengan lima puluh kali salat.” (HR Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmidzi)

Setelah Nabi Muhammad SAW turun dari Mi’raj di langit ketujuh, yang ditetapkan saat itu adalah salat lima waktu. Namun, jumlah rakaat untuk setiap salat tersebut masih dua rakaat, sehingga totalnya hanya sepuluh rakaat dalam sehari semalam.

Kemudian, Allah SWT menurunkan penyempurnaan yang mengubah jumlah rakaat untuk salat fardu. Salat Zuhur, Asar, dan Isya ditambah dari dua rakaat menjadi empat rakaat, sedangkan salat Magrib ditingkatkan dari dua rakaat menjadi tiga rakaat. Sementara itu, salat Subuh tetap dengan dua rakaat.

Dari Aisyah RA berkata: “Awal mula diwajibkan salat itu dua rakaat kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan (empat rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar). (HR Bukhari Muslim)

Terdapat penambahan riwayat dari Bukhari, “Kemudian beliau SAW hijrah maka diwajibkan salat itu empat rakaat dan ditetapkan bagi salat safar atas yang pertama (dua rakaat).”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Mukjizat Nabi Yusuf AS, Ketampanannya Bisa Meluluhkan Hati Siapa Saja


Jakarta

Nabi Yusuf AS adalah putra Nabi Ya’qub dan cucu Nabi Ishaq, yang merupakan satu keturunan dengan Nabi Ibrahim AS. Sejak kecil, Nabi Yusuf AS telah dianugerahi wajah yang rupawan dan budi pekerti yang sangat baik.

Kisah Nabi Yusuf AS ditandai dengan berbagai ujian dan cobaan, mulai dari dijual sebagai budak hingga menjadi pembesar di Mesir, yang seluruhnya diabadikan dalam surah Yusuf.

Beliau diberi berbagai mukjizat oleh Allah SWT yang menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya. Mukjizat-mukjizat tersebut menjadi bukti nyata keistimewaannya sebagai seorang nabi.


Mukjizat Nabi Yusuf AS

1. Ketampanannya Mampu Meluluhkan Setiap Hati

Nabi Yusuf AS memang dikenal sebagai nabi yang berwajah rupawan, bersih bersinar, dan cemerlang.

Dikisahkan dalam buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat karya Usman bin Affan, bahwa cacian dan cemoohan yang diterima Zulaikha membuat Zulaikha bertekad untuk memikat kembali hati Nabi Yusuf AS. Suatu hari, diadakan satu jamuan khusus untuk para wanita dan para tamu diberikan pisau untuk memotong makanan mereka.

Ketika Nabi Yusuf AS keluar di hadapan para tamu, pesonanya membuat mereka terpesona. Tanpa sadar, mereka melukai jari-jari tangan mereka dengan pisau yang mereka pegang, teralihkan oleh ketampanan yang terpancar dari sosok Nabi Yusuf AS dan mengatakan nabi Yusuf AS bukanlah manusia biasa tetapi malaikat.

Kisah ini diabadikan dalam firman Allah SWT surah Yusuf ayat 31,

فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ اَرْسَلَتْ اِلَيْهِنَّ وَاَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَـاً وَّاٰتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِّنْهُنَّ سِكِّيْنًا وَّقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ ۚ فَلَمَّا رَاَيْنَهٗٓ اَكْبَرْنَهٗ وَقَطَّعْنَ اَيْدِيَهُنَّۖ وَقُلْنَ حَاشَ لِلّٰهِ مَا هٰذَا بَشَرًاۗ اِنْ هٰذَآ اِلَّا مَلَكٌ كَرِيْمٌ

Arab Latin: fa lammâ sami’at bimakrihinna arsalat ilaihinna wa a’tadat lahunna muttaka’aw wa âtat kulla wâḫidatim min-hunna sikkînaw wa qâlatikhruj ‘alaihinn, fa lammâ ra’ainahû akbarnahû wa qaththa’na aidiyahunna wa qulna ḫâsya lillâhi mâ hâdzâ basyarâ, in hâdzâ illâ malakung karîm

Artinya: “Maka, ketika dia (istri al-Aziz) mendengar cercaan mereka, dia mengundang wanita-wanita itu dan menyediakan tempat duduk bagi mereka. Dia memberikan sebuah pisau kepada setiap wanita (untuk memotong-motong makanan). Dia berkata (kepada Yusuf), “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Ketika wanita-wanita itu melihatnya, mereka sangat terpesona (dengan ketampanannya) dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri seraya berkata, “Mahasempurna Allah. Ini bukanlah manusia. Ini benar-benar seorang malaikat yang mulia.”

2. Mampu Manfsirkan Mimpi

Pada suatu waktu, sang Raja Mesir bermimpi yang membuat dirinya risau. Raja pun segera mengumpulkan ahli tafsir mimpi yang terkenal.

Kisah ini diabadikan dalam surah Yusuf ayat 43,

وَقَالَ الْمَلِكُ اِنِّيْٓ اَرٰى سَبْعَ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعَ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۗ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ اَفْتُوْنِيْ فِيْ رُءْيَايَ اِنْ كُنْتُمْ لِلرُّءْيَا تَعْبُرُوْنَ

Arab Latin: wa qâlal-maliku innî arâ sab’a baqarâtin simâniy ya’kuluhunna sab’un ‘ijâfuw wa sab’a sumbulâtin khudlriw wa ukhara yâbisât, yâ ayyuhal-mala’u aftûnî fî ru’yâya ing kuntum lir-ru’yâ ta’burûn

Artinya: “Raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus serta tujuh tangkai (gandum) yang hijau (dan tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai para pemuka kaum, jelaskanlah kepadaku tentang mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkannya!”

Dalam buku Mengenal Mukjizat 25 Nabi karya Eka Satria disebutkan bahwa di antara mereka (pemuka kaum) tak ada satu pun yang bisa menafsirkan mimpi sang Raja Mesir. Lalu, datanglah tukang kebun istana menghadap Raja.

Ia memberi tahu tentang seseorang yang dapat menafsirkan mimpi sang Raja. Ternyata, tukang kebun istana itu ialah kawan Nabi Yusuf AS ketika dalam penjara. la memberi tahu tentang Nabi Yusuf AS yang bisa menafsirkan mimpi kepada sang Raja.

Tukang kebun istana itu meminta izin untuk bertemu dengan Nabi Yusuf AS di dalam penjara. Raja pun mengizinkan permintaan tukang kebun istana tersebut.

Ketika bertemu dengan Nabi Yusuf AS, tukang kebun istana menceritakan mimpi sang Raja. Mendengar cerita tukang kebun istana, Nabi Yusuf AS langsung menafsirkan mimpi sang Raja.

“Arti dari mimpi sang Raja ialah perintah kepada sang Raja agar menanam gandum selama tujuh tahun seperti biasanya. Lalu, simpan gandum itu dan ambillah sedikit untuk keperluan makan. Kemudian, akan datang tujuh tahun yang teramat susah yang menghabiskan persediaan gandum yang disimpan. Setelah itu, akan datang musim hujan yang memberi cukup rezeki kepada manusia.”

Kemudian, tukang kebun istana segera menyampaikan tafsiran mimpi dari Nabi Yusuf AS kepada Raja.

Sang Raja sangat senang karena mendapatkan tafsiran mimpi yang tepat dari Nabi Yusuf AS. la pun memanggil Nabi Yusuf AS untuk menghadapnya. Lalu, Nabi Yusuf AS diangkat menjadi petinggi Kerajaan Mesir.

3. Baju Nabi Yusuf AS Dapat Menyembuhkan Mata Ayahnya yang Buta

Mengutip buku 100 Kisah Fantastis Dari Al-Qur`An Dan Hadis karya Walidah Ariyani, Nabi Yakub AS sangat menyayangi anaknya, Nabi Yusuf AS karena kepribadiannya yang baik, cerdas, dan rupawan. Hal tersebut membuat anak-anaknya yang lain iri hingga memisahkan Nabi Yusuf AS dengan sang ayah.

Kehilangan Nabi Yusuf AS membuat Nabi Yakub AS sedih hingga matanya menjadi putih dan tidak bisa melihat.

Atas izin Allah SWT, Nabi Yusuf AS berhasil menjadi orang kepercayaan raja Mesir. Saat kemarau panjang, Nabi Yakub AS menyuruh anak-anaknya datang ke Mesir untuk meminta gandum kepada para pembesar negeri Mesir.

Saat tiba di Mesir, Nabi Yusuf AS memberi tahu tentang dirinya dan membuat saudara-saudara Nabi Yusuf AS sangat terkejut. Mereka kemudian meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Sang adik yang bernama Bunyamin juga memberi tahu keadaan ayahnya, Nabi Yakub AS.

Kemudian Nabi Yusuf AS meminta untuk membawa bajunya agar diusapkan ke wajah sang ayah. Mukjizat Nabi Yusuf AS ini tercatat dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 93,

اِذْهَبُوْا بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَاَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ اَبِيْ يَأْتِ بَصِيْرًاۚ وَأْتُوْنِيْ بِاَهْلِكُمْ اَجْمَعِيْن

Arab Latin: idz-habû biqamîshî hâdzâ fa alqûhu ‘alâ waj-hi abî ya’ti bashîrâ, wa’tûnî bi’ahlikum ajma’în

Artinya: “Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku. Nanti dia akan melihat kembali dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.”

Sesuai perintah Nabi Yusuf AS, mereka kemudian mengusapkan baju Nabi Yusuf AS ke wajah Nabi Yakub AS. Atas izin Allah SWT, Nabi Yakub AS bisa melihat kembali. Melihat kejadian tersebut, anak-anak Nabi Yakub AS bertobat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Setelah sekian lama terpisah, akhirnya Nabi Yusuf AS dan Nabi Yakub AS bisa bertemu kembali.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW, Peristiwa Penuh Duka dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok teladan bagi umat Islam, sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan petunjuk hidup dari Allah SWT.

Kehilangan ini tidak hanya dirasakan oleh para sahabat dan pengikutnya, tetapi juga meninggalkan dampak yang luas bagi seluruh umat manusia. Berikut adalah kisah wafatnya Rasulullah SAW.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, menandakan berakhirnya periode kenabian dan menyisakan warisan ajaran Islam hingga saat ini.


Wasiat Rasulullah SAW saat Melaksanakan Haji Wada’

Diceritakan dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, pada tahun tahun 10 H atau 32 M, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terkenal dalam sejarah Islam sebagai haji Wada’, bersama kaum muslimin yang berjumlah sekitar seratus ribu orang.

Di hadapan ribuan jamaah haji itu, Rasulullah SAW mengucapkan pidato penting yang mempunyai arti bagi kaum muslimin, yang tidak hanya pada waktu itu, tetapi bagi kaum muslimin sesudahnya, kini, dan yang akan datang. Pidato yang diberikan Rasulullah SAW ini seperti menunjukkan adanya wasiat didalamnya.

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini. Aku tidak dapat memastikan apakah aku akan dapat bertemu lagi atau tidak dengan kamu sekalian di tempat seperti ini sesudah tahun ini. Wahai manusia, sesungguhnya kamu haram menumpahkan darah, dan haram mengganggu hartamu, kecuali ada hak. Riba semuanya telah dibatalkan, kamu hanya berhak atas uang pokok. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. Penumpahan darah yang dilakukan di masa Jahiliah tidak ada diyat (denda)-nya lagi. Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di muka bumi, akan tetapi ia masih menginginkan yang lain dari itu. Sebab itu, awaslah selalu terhadapnya. Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu, dan asalmu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Orang Arab tidak ada kelebihan atas orang non Arab, dan orang non Arab pun tidak ada pula kelebihannya atas orang Arab, kecuali karena takwanya.”

Rasulullah SAW Sempat Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sekitar tiga bulan setelah menunaikan haji Wada’ itu, Rasulullah SAW mengalami demam yang berat hingga tidak mampu keluar untuk menjadi imam salat. Beliau menyuruh Abu Bakar RA untuk menggantikannya menjadi imam.

Kaum Muslimin saat itu cemas terhadap penyakit yang diderita Rasulullah SAW. Pada suatu hari, Rasulullah SAW dijemput oleh paman beliau, Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk keluar menemui kaum muslimin yang sedang berkerumun di masjid dengan sorotan wajah sedih yang ikut merasakan penyakit beliau.

Rasulullah SAW duduk di mimbar, tepatnya pada anak tangga pertama, yang dikerumuni oleh kaum muslimin Anshar dan Muhajirin, dan beliau pun menyampaikan sebuah amanat,

“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu meninggal dunia. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selama-lamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selama-lamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.”

Dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia di Dunia karya Neti S, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sakit selama 13 atau 14 hari. Beliau sempat mengerjakan salat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari.

Penyakit yang diderita Rasulullah SAW semakin lama semakin berat, dan beliau meminta untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Kemudian dua hari atau sehari sebelum wafat, beliau keluar untuk menunaikan salat Dzuhur dan minta didudukkan di samping Abu Bakar.

Rasulullah SAW juga memerdekakan budak-budaknya, bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang beliau miliki, dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.

Menjelang wafat, Rasulullah SAW menyampaikan wasiatnya. Beliau berkata bahwa “laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Beliau juga berkata, “Jagalah shalat! Jagalah shalat! Jangan sekali-kali telantarkan budak-budak kalian.” Wasiat tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali.

Reaksi Para Sahabat saat Rasulullah SAW Wafat

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, tepatnya pada tanggal 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah di usianya yang menginjak 63 tahun.

Merujuk kembali pada buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, berita wafatnya Rasulullah SAW diterima di kalangan sebagian kaum muslimin dengan keraguan dan seakan-akan mereka tidak percaya jika hal itu terjadi.

Umar bin Khattab pun berdiri di depan umum sambil mengatakan:

“Ada orang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi Allah, beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa pun pergi menghadap Allah. Demi Allah, Nabi Muhammad SAW akan kembali.”

Setelah itu, Abu Bakar segera masuk ke kamar Rasulullah SAW untuk menjenguk beliau. Dan terlihat oleh Abu Bakar, beliau sedang terbaring wajahnya yang ditutupi oleh kain, kemudian Abu Bakar pun membuka kain penutup wajah beliau, sambil berkata:

“Alangkah baiknya engkau di waktu hidup dan di waktu mati. Jika seandainya engkau tidak melarang kami menangis, akan kami curahkan seluruh air mata kami.”

Kemudian Abu Bakar keluar, mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun, mencoba menenangkan mereka dan menghilangkan kebingungan yang mereka rasakan dengan mengatakan di hadapan mereka,

“Wahai manusia, barang siapa memuja Muhammad, Muhammad telah mati. Tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup selama-lamanya, tiada mati-matinya.”

Abu Bakar juga membacakan ayat Al-Qur’an untuk memperingatkan semua orang, yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 144,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔاۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ ۝١٤٤

Arab Latin: wa mâ muḫammadun illâ rasûl, qad khalat ming qablihir-rusul, a fa im mâta au qutilangqalabtum ‘alâ a’qâbikum, wa may yangqalib ‘alâ ‘aqibaihi fa lay yadlurrallâha syai’â, wa sayajzillâhusy-syâkirîn

Artinya: Muhammad itu hanyalah seorang rasul, telah berlalu beberapa orang rasul sebelumnya. Sekiranya Muhammad itu mati atau dibunuh orang, apakah kamu akan kembali menjadi kafır (murtad). Barang siapa kembali menjadi kafır, ia tidak akan mendatangkan bahaya kepada Tuhan sedikit pun.”

Mendengar pernyataan dari Abu Bakar yang tegas ini, umat Islam yang sedang berkerumun itu menjadi sadar dan menerima bahwa Rasulullah SAW memang telah wafat.

Saat itu, banyak orang yang berkumpul untuk menyalatkan beliau. Rasulullah SAW dimakamkan, dengan diantar dan disaksikan oleh kaum muslimin yang melepasnya ke tempat peristirahatan terakhir dalam suasana damai, menghadap Allah SWT.

Kepemimpinan Umat Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW

Mengutip buku Mencintai Keluarga Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Nur Laelatul Barokah, sepeninggalan Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka dikenal dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman, Ali Bin Abi Thalib dilantik menjadi Amirul Mukminin atau pemimpin umat Islam di depan umum. Hal ini merupakan permintaan Ali Bin Abi Thalib sebagai bukti bahwa dia ditunjuk oleh semua golongan kaum muslim.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Azazil, Raja Iblis dalam Islam yang Mulia di Surga pada Masanya


Jakarta

Dalam Islam, sosok Iblis dikenal sebagai makhluk yang paling durhaka dan terkutuk. Penolakan untuk bersujud kepada Nabi Adam AS menjadi sebab terkutuk dan terbuangnya ia dari surga.

Namun, sebelum menjadi Iblis yang dikenal sekarang, ia memiliki nama yang berbeda dan memiliki kedudukan yang mulia pada masanya. Hingga kini, ia disebut sebagai rajanya iblis.

Lantas, siapa raja iblis dalam Islam yang dimaksud ini? Berikut penjelasan selengkapnya.


Azazil, Sosok Raja Iblis dalam Islam

Mengutip buku Eksistensi Dunia Roh yang ditulis oleh Sudiyono, Iblis pada awalnya dikenal dengan nama Azazil (atau Izazil). Nama Azazil berasal dari bahasa Arab Kuno yang terdiri dari dua bagian, “Aziz,” yang berarti terhormat, kuat, dan berharga, serta “Eil,” yang merujuk pada penamaan Allah SWT di zaman Arab Kuno. Secara keseluruhan, Azazil berarti makhluk yang dihormati dan kuat di hadapan Allah SWT.

Azazil juga terbentuk dari kata “al-azaz,” yang berarti hamba, dan “al-il,” yang merujuk pada Allah SWT. Kata “al-Azaz” tersebut berasal dari kata “al-‘Izzah,” yang berarti kebanggaan atau kesombongan. Hal ini menunjukkan bahwa Azazil adalah makhluk yang membawa kesombongan yang diberikan oleh Allah SWT.

Azazil, yang diciptakan dari api, merupakan nama asli Iblis, yang juga dikenal sebagai pemimpin atau raja iblis dalam Islam. Namun, ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama asli Iblis adalah al-Harits.

Untuk menjawab siapa raja iblis dalam Islam, Azazil inilah yang menjadi pemimpin kelompok iblis dan syaitan dari kalangan jin dan manusia.

Azazil sebagai Makhluk Mulia pada Masanya

Sebelum diciptakannya Nabi Adam AS, Azazil pernah menjadi pemimpin para malaikat (Sayyid al-Malaikat) dan bendaharawan surga (Khazin al-Jannah). Ia menjabat selama puluhan ribu tahun sebelum akhirnya membangkang terhadap perintah Allah SWT.

Dalam buku Manusia (Purba) Sebelum Adam karya Arjuno Resowiredjo, dijelaskan bahwa sebelum dilaknat oleh Allah SWT, Azazil memiliki penampilan yang sangat rupawan, wajahnya bersinar cemerlang, serta memiliki empat sayap. Dia juga dikenal karena ilmunya yang luas, rajin beribadah, dan menjadi kebanggaan para malaikat. Azazil memimpin kelompok malaikat yang disebut karubiyyuun, dan masih banyak lagi.

Azazil beribadah dengan tekun selama seribu tahun, dan Allah SWT memberinya sayap yang terbuat dari manik-manik hijau. Dengan izin-Nya, ia terbang hingga mencapai langit kedua.

Selama seribu tahun, ia terus beribadah di setiap lapisan langit, hingga akhirnya mencapai langit ketujuh. Sedangkan di Bumi, telah ada penghuni lain sebelumnya, yaitu bangsa jin yang disebut “janna”.

Setelah 70.000 tahun, bangsa jin ini berkembang biak hingga menjadi anak cucu. Menurut sebagian ahli tafsir, mereka tinggal di Bumi selama 18.000 tahun, namun kemudian menjadi sombong dan ingkar.

Akibatnya, Allah SWT memusnahkan mereka dan menggantinya dengan kelompok jin yang baru, yaitu Banunal Janna, yang mendiami Bumi selama 18.000 tahun lamanya.

Setelah itu, Banunal Janna pun dimusnahkan oleh Allah SWT, dan Azazil bersama para malaikat tetap khusyuk beribadah di langit. Azazil yang dikenal sebagai Sayyidul Malaikat (Penghulu Malaikat) dan Khazinul Jannah (Bendahara Surga) mengabdi selama tujuh ribu tahun lamanya dalam beribadah. Hingga pada satu waktu, Azazil mengajukan suatu permohonan kepada Allah SWT, ia mengatakan:

“Ya tuhanku, tujuh ribu tahun hamba-Mu ini berbuat kebaikan pada-Mu dalam tujuh lapis langit ini. Jikalau dianugerahkan oleh-Mu, hamba-Mu mohon hendak turun ke bawah ke langit keenam, berbuat kebaikan kepada-Mu.”

Allah SWT pun mengabulkan permohonannya dan menjawab, “Pergilah engkau!”

Azazil bersama 700 malaikat pengikutnya pun turun ke langit keenam. Setelah merasa cukup di sana, ia memohon izin lagi kepada Allah SWT untuk turun ke langit kelima.

Begitu seterusnya, ia terus memohon untuk diturunkan ke langit yang lebih rendah hingga akhirnya mereka sampai di langit dunia. Di langit dunia, Azazil kembali mengajukan sebuah permohonan kepada Allah SWT.

“Ya Tuhanku, hambamu hendak memohon turun ke bumi dengan para malaikat. Bahwasanya hamba-Mu hendak beribadah kepadamu di bumi itu. Ya Tuhanku, betapa Bananul Janna telah banyak berbuat kerusakan di muka bumi. Anugerahkanlah atas hamba-Mu ini bersama para malaikat berbuat kebaikan ke hadirat-Mu di muka bumi itu. ” Ujar Azazil.

Allah SWT pun mengabulkan permohonan Azazil tersebut. Ia beserta tujuh ratus malaikat pengiringnya diturunkan ke bumi untuk beribadah, setelah Banunal Janna dihancurkan karena kerusakan yang ditimbulkannya.

Setelah beribadah selama 8.000 tahun, Azazil mengungkapkan bahwa bumi adalah tempat yang paling membuatnya betah, lebih dari tempat lainnya.

Sebelum mendapat laknat dari Allah SWT, Azazil pernah melaksanakan berbagai tugas mulia yang diberikan oleh-Nya, antara lain:

  1. Azazil bertugas sebagai penjaga surga selama 40.000 tahun.
  2. Azazil hidup bersama para malaikat selama 80.000 tahun.
  3. Azazil diangkat menjadi penasihat bagi para malaikat selama 20.000 tahun.
  4. Azazil memimpin para malaikat karobiyyun selama 30.000 tahun.
  5. Azazil bersama para malaikat melakukan thawaf (mengelilingi) Arsy selama 14.000 tahun.

Jadi, Azazil menjalani ibadah dan melaksanakan semua perintah Allah SWT selama lebih dari 185.000 tahun. Dalam waktu yang sangat panjang itu, ia menjalani berbagai ibadah seperti halnya umat Islam, termasuk salat, puasa, dan thawaf bersama para malaikat mengelilingi Baitul Makmur di Arsy.

Selama itu, Azazil tidak pernah merasa lelah atau mengeluh. Ia menjalankan semua perintah Allah SWT dengan penuh keikhlasan, tanpa niat selain untuk memperoleh keridhaan-Nya semata.

Pada masa itu, para malaikat dan makhluk lainnya memberikan gelar yang sangat mulia kepada Azazil. Beberapa menyebutnya sebagai Iblis al-A’ziz (makhluk Allah yang paling mulia), sementara yang lain menyebutnya sebagai Azazil (panglima besar para malaikat).

Sebab Dilaknatnya Azazil oleh Allah SWT

Dikutip dari buku Penampakan Setan Sepanjang Sejarah yang ditulis oleh Manshur Abdul Hakim, ketika Allah SWT meniupkan ruh kepada Nabi Adam AS, ia menjadi manusia sempurna dengan daging, darah, dan tubuh yang utuh.

Allah SWT kemudian memerintahkan kepada malaikat dan makhluk yang ada pada waktu itu, temasuk Iblis dan anak buahnya, untuk bersujud kepada manusia pertama ciptaannya, yaitu Nabi Adam AS.

Semuanya bersujud, termasuk anak buah Iblis. Tapi, Azazil menghasut anak buahnya agar mereka membangkang kepada perintah Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku Eksistensi Dunia Roh, karena keengganannya bersujud kepada hakikat Nabi Adam AS itulah, ia disebut sebagai Iblis. Jika sekiranya ia akan bersujud, ia tetap disebut Azazil, yang gelarnya populer di kalangan para penduduk langit dengan sebutan Abu Marrah.

Tercantum dalam surah Shad ayat 75, saat itu Allah SWT berfirman kepada Iblis,

قَالَ يٰٓاِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۗ اَسْتَكْبَرْتَ اَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِيْنَ

Artinya: “Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku, apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu merasa termasuk golongan yang lebih tinggi?”

Para makhluk alam tertinggi (al-mala’ al-a’la) itu adalah para malaikat, yang tercipta dari nur (cahaya) ketuhanan, semisal malaikat yang bernama Nun dan lain-lain. Demikian pula dengan para malaikat lainnya yang juga tercipta dari unsur tersebut, mereka semua diperintahkan bersujud kepada Nabi Adam AS.

Iblis berkata kepada Rabb-nya dalam surah Shad ayat 76,

قَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

Artinya: “Aku lebih baik daripadanya. Karena, Engkau telah ciptakan aku dari api, sedangkan ia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah”

Di sini terlihat dosa keangkuhan yang membuat Iblis menolak perintah Allah SWT, karena merasa dirinya yang terbaik dari manusia. Menanggapi jawaban iblis tersebut, Allah SWT berfirman dalam surah Shad ayat 77,

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَاِنَّكَ رَجِيْمٌۖ

Artinya: “Keluarlah darinya (surga) karena sesungguhnya kamu terkutuk.

Wajah dari raja Iblis dalam Islam kini sangat buruk sebagai kutukan Allah SWT karena kesombongan tidak bersujud kepada Nabi Adam AS dan keluarlah ia dari surga.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com