Tag Archives: aspek

Banyak Perumahan Adopsi Konsep Green City, Ini Alasannya



Jakarta

Pembangunan kota hijau atau green city semakin populer di banyak negara. Hadirnya kota hijau bukan sekadar tren, tapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat di tengah terbatasnya sumber daya alam.

Berdasarkan survei Tren World Green Building yang dilakukan oleh McGraw Hill Construction di 2024, sebanyak 51 persen perusahaan mengharapkan bisa mengembangkan proyek dengan mengusung konsep ramah lingkungan. Artinya, bangunan hijau sudah menjadi bagian dalam bisnis.

Green city tak hanya terbatas oleh letak geografis, tapi sudah mulai menyebar ke seluruh dunia. Beberapa kota besar seperti Karachi (Pakistan), Dhaka (Bangladesh), Amman (Jordan), dan Yangon (Myanmar), menduduki peringkat teratas soal pasar hunian ramah lingkungan di negara berkembang.


Kota-kota tersebut memiliki properti yang mengusung konsep ramah lingkungan (eco-friendly) dan keberlanjutan (sustainability) yang dijual atau disewakan. Properti tersebut banyak yang mengusung panel surya, tangki air, dan sistem pembuangan limbah domestik yang dikelola sendiri.

Dalam laporan McGraw Hill Construction, nilai-nilai idealistik dalam penerapan prinsip kota hijau bukan menjadi motivasi utama, tapi justru ada dorongan tersendiri dalam bisnis untuk menerapkan bangunan hijau (green building). Sebab, tren ini dianggap sebagai peluang bisnis jangka panjang di seluruh dunia.

Laporan tersebut juga mengatakan faktor utama yang mendorong prinsip bangunan dan kota hijau di 2025 karena tingginya permintaan dari pasar. Hal ini terjadi karena konsumen merasakan biaya operasional yang lebih rendah jika menerapkan green building and city.

Faktor lainnya terkait lingkungan dan sosial. Sebagai contoh, penerapan rancang-bangun hijau bisa menjaga kesehatan sehingga dapat meningkatkan produktifitas. Dari segi ekonomi, penerapan bangunan dan kota hijau dapat memberikan keuntungan, seperti pengurangan biaya operasional, meningkatnya nilai proyek kota hijau, dan meningkatkan aset bangunan.

Tren bangunan dan kota hijau juga sedang tren di Tanah Air, salah satunya diterapkan oleh Paramount Petals. Kota mandiri yang terletak di Tangerang, Banten, itu berupaya menekan konsumsi listrik, menghemat pemakaian air bersih, mengelola air kotor dari kamar mandi dan dapur, serta memakai bahan bangunan ramah lingkungan.

Paramount Petals yang berada di bawah naungan developer Paramount Land itu juga membangun fasilitas infrastruktur dan utilitas dasar, seperti air bersih, listrik, gas, sanitasi, drainase, dan pembuangan limbah. Dibangun juga ruang-ruang terbuka hijau, terutama di sekitar jalan boulevard yang dilengkapi pedestrian walk dan jalur khusus sepeda.

Paramount Petals dibangun di kawasan yang memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun. Guna mencegah banjir, dibangun sistem drainase terintegrasi yang meliputi kolam retensi (flood retention pond) dengan kapasitas yang sangat memadai. Drainase ini terhubung dari South Petals ke West Petals.

Penampung air (long storage) yang saling terhubung guna menampung debit air hujan juga dibangun hingga saluran median jalan (box culvert) yang berada di sepanjang kawasan utara Paramount Petals hingga area tol.

Direktur Sales & Marketing Paramount Land Chrissandy Dave mengatakan pengalaman Paramount Land dalam membangun hunian skala kota (Paramount Gading Serpong) telah memudahkannya dalam merancang Paramount Petals agar nyaman, aman, dan mengedepankan konsep hijau.

“Berangkat dari pengalaman mengembangkan Kota Gading Serpong, Paramount Land membawa komitmen nyata untuk membangun Paramount Petals agar memberikan manfaat dalam semua aspek kehidupan bagi penghuni, masyarakat sekitar, dan lingkungan,” kata Chris dalam keterangan resminya yang diterima detikcom, Selasa (21/10/2025).

(ilf/zlf)



Sumber : www.detik.com

Komdigi Kaji Teknologi Satelit Langsung ke HP, Ala Direct to Cell Starlink


Jakarta

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka konsultasi publik terkait dokumen Call for Information (CFI) Kajian Regulasi dan Kebijakan Potensi Implementasi Teknologi Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) di Indonesia.

Dokumen CFI ini membahas potensi pemanfaatan pita frekuensi 2 GHz untuk pengembangan dua teknologi strategis, Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) dan Air-to-Ground (A2G).

NTN-D2D memungkinkan konektivitas langsung antara ponsel dan satelit, sedangkan A2G memungkinkan komunikasi langsung antara pesawat dan jaringan darat.


Teknologi NTN-D2D memungkinkan perangkat seluler berkomunikasi langsung dengan satelit tanpa bergantung pada menara BTS, sehingga dapat menjangkau masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan, dan perairan yang sulit dijangkau jaringan terestrial.

Secara konsep, teknologi ini serupa dengan layanan ‘Direct to Cel’ milik Starlink, yang memungkinkan ponsel biasa mengirim pesan atau melakukan komunikasi langsung melalui satelit tanpa perangkat tambahan. Model ini tengah menjadi tren global karena dianggap mampu menutup “blank spot” sinyal seluler di berbagai wilayah.

Komdigi menjelaskan bahwa kajian ini disusun oleh Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital, Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital.

Tujuannya untuk menghimpun pandangan, data, serta praktik terbaik dari para pemangku kepentingan mengenai potensi pemanfaatan teknologi NTN-D2D sebagai solusi pemerataan konektivitas digital nasional.

Komdigi menilai, penerapan teknologi NTN-D2D di Indonesia berpotensi memperluas jangkauan layanan seluler, memperkuat ketahanan komunikasi nasional, serta menciptakan dampak ekonomi digital di daerah.

“Teknologi ini memungkinkan perangkat seluler berkomunikasi langsung dengan satelit tanpa bergantung pada jaringan terestrial, sehingga berpotensi memperluas konektivitas hingga ke wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal),” dikutip dari siaran pers, Selasa (21/10/2025).

Adapun, kajian ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan Rencana Strategis Komdigi 2025-2029 dan mendukung sasaran RPJMN 2025-2029, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan agenda Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Dalam dokumen CFI tersebut, pemerintah mengundang masukan dari operator telekomunikasi, penyedia layanan satelit, industri perangkat, asosiasi, akademisi, dan masyarakat umum.

“Masukan yang diberikan akan menjadi bahan penting dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, termasuk aspek teknis, manajemen spektrum frekuensi, model bisnis, dan skema kerja sama antaroperator,” ungkap Komdigi.

(agt/rns)



Sumber : inet.detik.com