Tag Archives: astronomi

Ada Komet ‘Asing’ dari Luar Tata Surya, Ilmuwan Curigai sebagai Pesawat Alien



Jakarta

Para astronom tengah menyoroti kemunculan komet antarbintang bernama 3I/ATLAS yang ditemukan pada 1 Juli 2025 lalu. Hasil pengamatan ilmuwan menunjukkan bahwa objek luar angkasa tersebut berasal dari luar Tata Surya.

Seperti yang diketahui, Tata Surya merupakan ruang yang terdiri dari Matahari sebagai bintang pusat dan objek yang mengorbit seperti planet hingga asteroid. Di Tata Surya, terdapat delapan planet dari Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Penemuan komet 3I/ATLAS telah dikonfirmasi sebagai objek ‘asing’ yang berasal dari luar Tata Surya. Indikasi yang ditemukan ilmuwan, salah satunya karena lintasannya yang sangat eksentrik.


“Komet-komet ini benar-benar asing. Mereka membawa petunjuk tentang pembentukan dunia yang jauh melampaui dunia kita,” catat Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA), dikutip dari Tech Space 2.0.

Ukuran Komet yang Sangat Besar

Pengamatan awal oleh teleskop termasuk Hubble dan James Webb mengisyaratkan bahwa komet 3I/ATLAS berukuran sangat besar. Analisis ilmuwan menunjukkan inti padatnya berdiameter setidaknya sekitar 5 kilometer.

Sebagai perbandingan, objek antarbintang pertama yang diketahui sebelumnya, ʻOumuamua, hanya berukuran sekitar 0,4 km. Dengan kata lain, 3I/ATLAS bisa ribuan kali lebih masif daripada ʻOumuamua.

“Ini membuat 3I/ATLAS tiga hingga lima orde magnitudo lebih masif daripada dua objek antarbintang sebelumnya yang telah kami amati,” Dr Avi Loeb, seorang astrofisikawan Harvard.

Meski ukurannya sangat besar dan telah memasuki Tata Surya, Bumi dikonfirmasi akan aman dari komet 3I/ATLAS. Menurut ilmuwan, lintasan komet berjarak sekitar 240 juta km dari Bumi atau sama dengan satu setengah kali jarak antara Bumi dan Matahari.

“Itu tidak menimbulkan bahaya bagi planet kita atau planet lain di Tata Surya,” ESA mengonfirmasi.

Alih-alih mengancam, para ilmuwan menganggap komet ‘asing’ tersebut bisa menjadi kesempatan untuk mengamatinya. Ilmuwan telah menemukan bahwa 3I/ATLAS tampak berperilaku seperti komet pada umumnya, memiliki koma – awan gas dan debu kabur di sekitar intinya – dan bahkan ekor samar.

Spekulasi Bukan Sekadar Komet, tapi Pesawat Alien

Avi Loeb yang juga tertarik dengan ekstraterestrial, membuka spekulasi bahwa 3I/ATLAS bisa jadi bukan komet biasa. Spekulasi mengarah pada pertimbangan bahwa jika bukan komet, objek tersebut bisa jadi sesuatu yang direkayasa, seperti pesawat ruang angkasa alien yang tidak aktif atau penyelidikan.

Loeb bersama peneliti Adam Crowl dan Adam Hibberd, menerbitkan sebuah makalah pada bulan Juli yang mengeksplorasi gagasan bahwa 3I/ATLAS, pada awalnya mungkin buatan. Spekulasi ini merujuk pada massa komet yang luar biasa dan kemiringan orbit yang tidak biasa.

“Jika peradaban cerdas ingin mengirim pesawat besar ke Tata Surya kita, jalur seperti 3I/ATLAS dapat menguntungkan,” kata peneliti.

Tim Loeb berpendapat bahwa lintasan 3I/ATLAS yang membawanya relatif dekat dengan Venus, orbit Bumi, dan Mars selama tahun depan, bisa jadi disengaja jika itu adalah wahana yang dirancang untuk mempelajari planet.

“Jalur dan kemiringannya dapat memungkinkan kehidupan cerdas di atas objek tersebut mengukur orbit dan massa planet,” kata Loeb.

Meski begitu, Loeb dan tim menekankan bahwa ini spekulatif karena tidak ada bukti langsung dari teknologi atau sinyal apa pun dari 3I/ATLAS saat ini. Namun, layak untuk diteliti secara ilmiah.

Spekulasi terhadap objek luar angkasa ‘asing’ sebagai wahana alien bukan sekali saja terjadi. Pada 1977, terdapat sinyal atau transmisi radio yang kuat dan tidak bisa dideteksi. Kemudian, itu diduga berasal dari luar Bumi.

Loeb menunjukkan bahwa pada tanggal adanya sinyal 1977 itu, posisi di langit asalnya kira-kira di bagian langit yang sama di mana 3I/ATLAS seharusnya berada, jauh di luar angkasa.

Ia berharap spekulasi ini mendorong para astronom untuk mendengarkan 3I/ATLAS saat ia melintas, untuk berjaga-jaga jika komet tersebut memancarkan sinyal radio apa pun. Sejauh ini, belum ada teleskop yang melaporkan emisi yang tidak biasa dari komet tersebut.

(pal/pal)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Hujan Meteor Draconid, Sebagian Pakar Kaitkan dengan Meteor Cirebon


Jakarta

Saat ini, tengah terjadi periode hujan meteor Draconid. Aktivitas hujan meteor tersebut terjadi pada 6-10 Oktober 2025 dan puncaknya pada 8 Oktober 2025.

Meski begitu, hujan meteor Draconid dinilai tergolong sebagai hujan meteor yang tidak terlalu aktif. Fenomena astronomi ini terjadi di belahan bumi utara.

Sementara, jatuhnya meteor di Cirebon yang terjadi pada Minggu (5/10/2025) malam bertepatan dengan periode aktivitas metor ini. Dikutip dari laman Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sebagian pakar menduga meteor yang jatuh di Cirebon itu bisa jadi bagian dari aktivitas hujan meteor Draconid atau puing tambahan dari jalur orbit komet.


Apa Itu Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor terjadi ketika Bumi melintasi awan puing-puing komet. Dikutip dari Royal Museums Greenwich, dalam hal ini, hujan meteor Draconid berasal dari puing-puing komet 21 P/Giacobini-Zinner.

Laju meteor selama puncak hujan meteor bergantung pada bagian jalur komet mana yang berpotongan dengan orbit Bumi pada tahun tertentu. Dalam beberapa tahun terakhir, Draconid tidak menghasilkan ledakan aktivitas yang signifikan. Namun, pada tahun 1933 dan 1946, hujan meteor Draconid menghasilkan beberapa penampakan paling aktif di abad ke-20.

Di Mana Dapat Menyaksikan Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor dapat disaksikan secara maksimal dengan jelas dan jernih pada malam tanpa awan. Bagi masyarakat yang berpeluang menyaksikannya, sebaiknya mencari tempat dengan langit gelap, pemandangan alam yang tidak terhalang, dan polusi cahaya yang sangat minim.

Seluruh hujan meteor Draconid pada 2025 terjadi sekitar bulan purnama, 7 Oktober 2025, sehingga kondisi pengamatan akan kurang baik.

Pengamat sebaiknya memastikan tidak ada sumber cahaya langsung yang mengenai mata, agar dapat beradaptasi sepenuhnya dengan kondisi setempat dan memastikan meteor yang lebih redup terlihat. Tidak ada keuntungan menggunakan teropong atau teleskop, cukup lihat ke atas untuk mendapatkan pemandangan langit seluas mungkin.

Selain itu, meskipun kebanyakan hujan meteor lainnya paling baik disaksikan pada dini hari, Draconid dapat diamati paling maksimal pada sore hari, setelah malam tiba.

Komet Induk Draconid

Michel Giacobini secara visual menemukan komet yang kini menyandang namanya pada 20 Desember 1900 di langit senja, dari Observatorium Nice di Prancis. Komet itu redup dan berada di bagian selatan rasi bintang Aquarius.

Giacobini menggunakan teleskop refraktor 46 sentimeter (lensa berdiameter 18 inci), teleskop terbesar untuk berburu komet pada saat itu. Meskipun 21P/Giacobini-Zinner bersifat periodik dengan orbit 6,6 tahun mengelilingi Matahari, para pengamat melewatkannya saat kembali lagi.

Kemudian, pada 23 Oktober 1913, Ernst Zinner dari Jerman menemukan komet tersebut saat mengamati bintang variabel. Ini adalah satu-satunya penemuan kometnya.

Penjelajah Komet Internasional atau International Cometary Explorer mengunjungi komet ini pada bulan September 1985, menjadikannya komet pertama yang dikunjungi oleh wahana antariksa.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ternyata Ada Hujan yang ‘Mengerikan’ di Matahari, Ilmuwan Ungkap Fakta Ini



Jakarta

Para peneliti di Institut Astronomi Universitas Hawaiʻi (IfA) mengungkap fenomena hujan yang ada di Matahari. Hujan deras yang terjadi di Matahari, disebut sangat mengerikan. Kenapa?

Berbeda dengan hujan di Bumi yang berupa air, hujan di Matahari terjadi di korona Matahari. Wilayah itu merupakan plasma super panas di atas permukaan lapisan terluar Matahari.

Plasma sendiri merupakan suatu wujud materi di mana atom-atom terionisasi dan berperilaku kolektif di bawah gaya magnet dan listrik. Di korona, suhu plasma melonjak hingga lebih dari satu juta derajat Celcius, tetapi pendinginan lokal dapat menciptakan gumpalan padat yang jatuh ke bawah di sepanjang garis medan magnet.


Hujan di Matahari Terdiri dari Apa?

Mengutip laman resmi University of Hawaiʻi, hujan di Matahari terdiri dari gumpalan plasma yang lebih dingin dan lebih padat yang jatuh kembali setelah terbentuk di bagian atas korona. Selama beberapa dekade, para ilmuwan berjuang untuk menjelaskan bagaimana hujan ini terbentuk begitu cepat selama jilatan matahari.

Sejak tahun 1970-an, para ilmuwan telah mengusulkan beberapa mekanisme untuk hujan Matahari. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan kemunculannya yang tiba-tiba dalam flare.

Salah satu teorinya adalah nonequilibrium termal, di mana pemanasan berkepanjangan di dasar loop magnetik menciptakan gradien yang memicu hujan. Teori lainnya adalah ketidakstabilan termal, di mana ketidakseimbangan dalam pemanasan dan pendinginan berputar menjadi kondensasi yang tak terkendali.

Sayangnya, model ini secara konsisten gagal mereproduksi pengamatan. Hampir setiap suar menunjukkan hujan koronal, tapi simulasi tanpa kelimpahan variabel tidak menunjukkan hujan koronal. Ketidakcocokan ini menandakan bahwa terdapat bagian fundamental fisika matahari yang hilang.

Sementara pada penemuan terbaru, para peneliti berhasil menambahkan bagian yang hilang pada model-model surya yang telah ada selama puluhan tahun. Penelitian tim IfA menunjukkan bahwa pergeseran kelimpahan unsur dapat menjelaskan bagaimana hujan dapat terbentuk dengan cepat.

Dengan penemuan ini, ilmuwan bisa memodelkan dengan lebih baik bagaimana Matahari berperilaku selama flare. Temuan ini juga akan memberi wawasan yang suatu hari nanti dapat membantu memprediksi cuaca luar angkasa yang memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

“Penemuan ini penting karena membantu kita memahami cara kerja Matahari yang sebenarnya,” kata astronom IfA, Jeffrey Reep.

“Kita tidak bisa melihat proses pemanasan secara langsung, jadi kita menggunakan pendinginan sebagai proksi. Namun, jika model kita tidak memperhitungkan kelimpahan dengan tepat, waktu pendinginan kemungkinan telah ditaksir terlalu tinggi. Kita mungkin perlu kembali ke dasar pemikiran tentang pemanasan koronal, jadi masih banyak pekerjaan baru dan menarik yang harus dilakukan,” urainya lebih lanjut.

Penemuan menyoal hujan di Matahari ini telah diterbitkan di Astrophysical Journal, pada 1 Oktober 2025.

Pentingnya Penemuan bagi Cuaca Luar Angkasa

Untuk diketahui, bahwa suar matahari memicu badai yang memengaruhi satelit Bumi, seperti jaringan listrik, dan komunikasi. Untuk memprediksi peristiwa ini, para ilmuwan mengandalkan model tentang bagaimana Matahari memanaskan dan mendinginkan atmosfernya.

Hujan koronal yang diteliti para ilmuwan merupakan sinyal pendinginan yang terlihat. Namun hingga saat ini, simulasi belum mampu mereproduksinya dalam kondisi suar yang sebenarnya.

Para ilmuwan hanya dapat menciptakan model jilatan matahari yang lebih realistis. Ini berarti prakiraan cuaca antariksa dapat menjadi lebih akurat, dengan peringatan dini akan gangguan pada teknologi Bumi.

Penelitian baru ini juga menunjukkan bahwa pendorong utama hujan di Matahari adalah melimpahnya unsur-unsur dengan potensial ionisasi pertama yang rendah, seperti besi, magnesium, dan silikon. Unsur-unsur ini meningkat di korona relatif terhadap permukaan Matahari.

Sementara unsur-unsur potensial tinggi seperti helium dan oksigen hampir tidak berubah. Pola ini disebut efek Potensial Ionisasi Pertama, demikian dilansir The Watchers.

Ke depan, studi lebih lanjut kemungkinan akan menguji bagaimana variasi kelimpahan berinteraksi dengan peristiwa berskala lebih kecil seperti nanoflare dan mikroerupsi. Pergeseran ini juga dapat memengaruhi komposisi angin di Matahari, yang membentuk heliosfer dan kondisi cuaca antariksa di seluruh Tata Surya.

Misi-misi mendatang seperti Solar Orbiter milik ESA dan observatorium-observatorium NASA di masa mendatang akan menyediakan data spektroskopi resolusi tinggi untuk menguji prediksi-prediksi ini. Dengan mengukur perubahan kelimpahan secara langsung, para ilmuwan dapat menyempurnakan model mereka dan memperdalam pemahaman mereka tentang pemanasan koronal, salah satu pertanyaan besar yang belum terpecahkan dalam fisika soal Matahari.

(faz/pal)



Sumber : www.detik.com

Ada Kampung Alien di Kulon Progo, Dijaga Patung Alien 3 Meter!



Kulon Progo

Di Kulon Progo, ada satu tempat wisata yang disebut Kampung Alien. Diresmikan sejak 2023, traveler bisa belajar soal dunia antariksa di sini.

Kampung Alien terletak di tengah permukiman penduduk wilayah Kenteng, Kembang, Nanggulan, Kulon Progo. Dari pusat Kota Jogja, jarak yang ditempuh untuk bisa sampai ke sini berkisar 20 km atau setengah jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.

Sesampainya di Kampung Alien, traveler akan disambut oleh dua patung alien yang tingginya mencapai lebih dari 3 meter. Selain itu, juga ada replika pelatihan simulasi hidup di Planet Mars dengan bentuk bulat menyerupai bola sepak dan empat tiang penyangga sebagai kakinya.


Kampung Alien didirikan sebagai wahana untuk siapapun yang ingin belajar tentang dunia astronomi. Mulai dari komunitas pegiat antariksa, ilmuwan, hingga pelajar dapat mengakses tempat ini untuk keperluan pendidikan.

Di momen-momen tertentu, Kampung Alien juga jadi lokasi untuk mengamati fenomena alam seperti gerhana bulan sampai pergerakan rasi bintang. Bisa juga untuk mengamati benda-benda langit, termasuk unidentified flying object atau biasa disebut UFO.

Pendiri Indonesia Space Science Society (ISSS) sekaligus penggagas Kampung Alien, Venzha Christ, mengatakan sejak pertama kali beroperasi dua tahun lalu, Kampung Alien sudah banyak melakukan berbagai kegiatan yang bersinggungan dengan dunia astronomi.

Salah satunya kehadiran progam bernama Space Science Club atau kelas astronomi gratis bagi warga dan pelajar di wilayah Nanggulan.

“Nah 2024 bertepatan dengan Festival UFO, kita menginisiasi untuk mengundang semua kepala sekolah yang ada di Nanggulan dari SMP-SMA untuk datang memperkenalkan diri, terus dibuat kegiatan-kegiatan masyarakat, pelajaran atau mengambil kolaborasi, misalnya pendidikan tentang astronomi gratis, atau kelas astronomi gratis yang namanya Space Science Club,” ucap Venzha lewat sambungan telepon, Rabu (8/10/2025).

Kampung Alien di Nanggulan, Kulon Progo. Foto diunggah Senin (24/7/2023).Kampung Alien di Nanggulan, Kulon Progo Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Space Science Club ini bertujuan untuk memperkenalkan ilmu astronomi dan sains antariksa kepada masyarakat luas, serta menghadirkan kesadaran kosmologis sebagai manusia yang hidup dan tinggal di Planet Bumi agar selalu peduli tentang alam dan lingkungannya.

Salah satu contoh program yang dilakukan adalah lokakarya tentang Space Food dan Space Farming untuk anak-anak. Para pengunjung biasa datang ke sini buat ikut workshop maupun proyek khusus yang berkaitan dengan hal tersebut.

Kampung Alien juga jadi tempat berkumpulnya pegiat ilmu astronomi yang tak hanya berasal dari Indonesia tapi juga mancanegara.

“Kemudian ada beberapa tamu dari luar Indonesia juga yang mengadakan project di sana, terus selama setahun terakhir ini juga ada beberapa kegiatan astronomi, UFO camp, terus ada workshop, pameran, ya lumayan banyak,” ujarnya.

Aneka Fasilitas di Kampung Alien

Venzha mengatakan kian banyaknya kegiatan membuat fasilitas di Kampung Alien terus ditambah. Penambahan paling kentara yaitu kehadiran area kemping, fasilitas ruang menginap, patung alien baru dan replika wahana untuk simulasi hidup di Mars.

“Ada, yaitu ada tempat untuk camping, terus ada rumah yang sudah kita bangun untuk residensi jadi orang bisa menginap di situ, terus ada penambahan alien jadi 2. Terus ada prototipe V-Mars namanya (analog pelatihan simulasi hidup),” ucapnya.

Soal replika VMARS, singkatan dari v.u.f.o.c Mars Analogue Research Station, Venzha menyebut jika itu tidak hanya sebatas hiasan semata. Nantinya replika ini jadi wadah simulasi hidup di Mars.

Penampakan Kampung Alien Kulon Progo dilihat dari dalam, Rabu (8/10/2025).Penampakan Kampung Alien Kulon Progo Foto: dok. Pengelola Kampung Alien

“Nanti itu bisa ditempati, jadi simulasi hidup di Planet Mars, tapi sekarang masih bertahap, untuk sementara baru luarnya yang dibangun. Terus nanti kita akan membangun dalamnya, terus nanti bisa buat kelas-kelas untuk masyarakat,” ujarnya.

Venzha mengatakan Kampung Alien akan terus dikembangkan tidak hanya sebatas wadah belajar astronomi, tapi juga ke hal-hal lain yang bermanfaat untuk wilayah Nanggulan.

“Harapannya supaya environment atau ekosistem yang ada di Nanggulan bisa tergabung dan semua itu bisa terhubung. Karena kesan sekarang masih sendiri-sendiri, ada wisata sawah mlaku dewe, angkringan mlaku dewe, kafe mlaku dewe, vila mlaku dewe, jadi masih belum terasa ekosistemnya supaya daerah Nanggulan bisa jadi semacam bukan sebatas daerah dodolan. Ini bisa ada ruang ruang publik, ruang komunitas yang aware juga terhadap perkembangan pendidikan, khususnya seni dan teknologi,” harapnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Rancang Baterai Super Cepat-Temukan Planet Asing



Jakarta

India menjadi salah satu negara dengan industri teknologi yang maju di dunia. Ini karena India memiliki ekosistem yang saling mendukung antara pemerintah dan pendidikan, selama beberapa dekade.

Mengutip laporan BBC, orang-orang India yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi mulai berdatangan ke Amerika Serikat sejak 1960-an. Mereka datang sebagai ilmuwan, insinyur, dan pemrogram untuk belajar dan bekerja di bidang teknologi.

Tak heran, jika di kemudian hari, India memiliki pusat teknologi seperti Silicon Valley di AS. Pusat inovasi dan teknologi terbesar di India antara lain di wilayah Bangalore, Hyderabad, Chennai, dan Thiruvananthapuram.


Saat ini, teknologi dan sains juga terus berkembang. Ini ditandai dengan berbagai penemuan yang berhasil dilakukan oleh ilmuwan asal India pada 2025.

Merancang Baterai yang Bisa Mengisi Daya Super Cepat

Salah satu penemuan yang baru dilakukan oleh ilmuwan asal India yakni rancangan baterai yang dapat mengisi daya dengan cepat dan tahan lama. Penemuan ini telah dipublikasi di ‘Advanced Materials’ pada 7 April 2025.

Tim peneliti di Jawaharlal Nehru Center for Advanced Scientific Research (JNCASR), sebuah lembaga otonom di bawah Departemen Sains dan Teknologi (DST), telah mengembangkan baterai ion natrium (SIB) pengisian super cepat berdasarkan bahan katoda dan anoda tipe NASICON. Baterai ini dapat mengisi daya hingga 80% hanya dalam enam menit dan bertahan lebih dari 3000 siklus pengisian daya.

Baterai baru ini berbeda dengan baterai (SIB) konvensional yang pengisian dayanya lambat dan masa pakainya pendek. Ini karena baterai baru menggunakan perpaduan cerdas antara kimia dan nanoteknologi.

Para ilmuwan yang dipimpin oleh Prof Premkumar Senguttuvan dan peneliti Ph D, Biplab Patra, merekayasa material baru untuk anoda yakni Na₁.₀V₀.₂₅Al₀.₂₅Nb₁.₅(PO₄)₃. Kemudian mengoptimalkannya dalam tiga cara penting yaitu:

– Mengecilkan partikel hingga skala nano

– Membungkusnya dengan lapisan karbon tipis

– Menyempurnakan material anoda dengan menambahkan sedikit aluminium.

“Perubahan ini membuat ion natrium bergerak lebih cepat dan lebih aman, sehingga memungkinkan kecepatan dan daya tahan,” tulis laporan dalam laman resmi Department of Science and Technology (DST), dikutip Kamis (16/10/2025).

Penemuan ini menjadi penting karena baterai yang dibuat dengan natrium, alih-alih litium, dapat membantu India mencapai kemandirian dalam teknologi penyimpanan energi. Selain biaya, baterai ion natrium ini dapat memberi daya pada segalanya, mulai dari kendaraan listrik dan jaringan surya hingga drone dan rumah-rumah pedesaan, membuat energi bersih dapat diakses di tempat yang paling membutuhkannya.

Menemukan Planet Asing Sangat Besar

Di bidang astronomi, para ilmuwan India dari Laboratorium Penelitian Fisika (PRL) berhasil menemukan sebuah eksoplanet masif yang diberi kode TOI-6038A b. Planet ini diketahui memiliki ukuran 78 kali lebih besar dari Bumi, demikian melansir Times of India.

Planet itu mengelilingi bintang tipe-F, yang lebih panas dan lebih terang dari Matahari. Untuk menyelesaikan satu revolusi penuh, planet TOI-6038A b hanya membutuhkan waktu 5,83 hari.

Para ilmuwan berhasil menemukan planet ini berkat bantuan PARAS-2, yakni spektograf mutakhir yang dipasang pada teleskop 2,5 meter di Observatorium Gunung Abu PRL. Penemuan yang terbit di The Astronomical Journal, pada Maret 2025, menunjukkan kemajuan India dalam penelitian antariksa dan memiliki implikasi bagi teori pembentukan planet.

(faz/nah)



Sumber : www.detik.com

Cara Mengenali Perbedaan Asteroid, Meteor, dan Komet



Jakarta

Benda luar angkasa yang melintasi Bumi kerap disebut sebagai meteor. Namun, terkadang disebut juga dengan asteroid dan komet. Sebenarnya apa beda ketiganya?

Dalam astronomi, ada banyak istilah untuk menyebut benda-benda di luar angkasa. Penyebutan ini digunakan untuk memudahkan identifikasi.

Mengutip laman resmi NASA, berikut perbedaan asteroid, meteor, dan komet.


Perbedaan Asteroid, Meteor, dan Komet

1. Asteroid

Asteroid adalah benda langit berupa batu dan logam yang mengitari Matahari. Mayoritas asteroid terletak di sabuk asteroid yang merupakan wilayah antara Mars dan Jupiter.

Menurut NASA, asteroid juga disebut sebagai sisa-sisa pembentukan tata surya, yang tak sempat menjadi planet.

Cara mengenali asteroid:

Komposisi: batuan dan logam, kadang sedikit es.
Ciri khas: tidak memiliki ekor, hanya tampak seperti titik kecil di teleskop.
Contoh: asteroid Ceres yang bahkan dikategorikan sebagai planet kerdil.

2. Meteor

Meteor sebenarnya berawal dari meteoroid, yaitu fragmen kecil dari asteroid atau komet. Ketika meteoroid masuk ke atmosfer bumi dan terbakar karena bergesekan udara, kita melihatnya sebagai meteor atau “bintang jatuh.” Jika sebagian masih bertahan dan jatuh ke permukaan bumi, sisa itu disebut meteorit.

Dikutip dari Scientific American, meteor dapat berukuran sekecil butiran pasir hingga sebesar bongkahan batu. Hujan meteor tahunan yang sering kita lihat, misalnya Perseid, berasal dari debu komet yang masuk atmosfer bumi.

3. Komet

Komet dikenal sebagai “bintang berekor” karena saat mendekati Matahari, panas membuat es di dalamnya menguap dan membentuk coma (atmosfer tipis) serta ekor yang selalu menjauh dari Matahari.

Mengutip planetary.org, komet berasal dari dua wilayah dingin di Tata Surya: Sabuk Kuiper (dekat orbit Neptunus) dan Awan Oort (jauh di luar Tata Surya).

Cara mengenali komet:

Komposisi: es air, karbon dioksida, metana, amonia, bercampur debu dan batuan.
Contoh: Komet Halley yang muncul setiap 76 tahun.

Nah, itulah perbedaan asteroid, meteor, dan komet. Semoga bermanfaat detikers!

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com