Tag Archives: belanda

Sejarah Hari Batik Nasional, Diperkenalkan ke Dunia oleh Soeharto-Dikukuhkan SBY



Jakarta

Setiap tanggal 2 Oktober, negara kita merayakan Hari Batik Nasional. Apabila ditarik lebih jauh, dalam sejarahnya batik tulis pernah mengalami pasang surut ketika melintasi zaman.

Dikatakan dalam buku Akulturasi dalam bahasa Rupa pada Motif Batik Belanda Cirebon dan Batik Pesisir Jawa oleh Nuning Y Damayanti Adisasmito dkk, masyarakat Jawa pada masa lalu memahami, motif batik menunjukkan status dan kondisi sosial masyarakat. Maka dari itu mengenakannya tidak boleh sembarangan.

Setiap elemen harus sesuai makna dan simbol pada kain. Hal ini membuat batik tradisional memiliki pola dengan simbol dan makna khusus, sangat bernilai dan dihargai (Kendhall, 1926)


Sejarah Hari Batik Nasional

Sejarah Hari Batik Nasional dimulai dari pengakuan batik sebagai warisan budaya tak benda oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada 2009. Pengakuan tersebut terjadi pada sidang ke-4 Komite Antar Pemerintah tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.

Ketika itu, batik diakui bersama beberapa unsur budaya lain seperti keris, wayang, noken, dan tari Saman sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Manusia atau Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.

Semula, batik diperkenalkan kepada lingkungan global oleh Presiden Soeharto ketika mengikuti konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Batik Indonesia lalu didaftarkan untuk memperoleh status Intangible Cultural Heritage (ICH) melalui UNESCO pada 4 September 2008 di Jakarta.

Pada 9 Januari 2009, pengajuan batik untuk Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi UNESCO diterima secara resmi. Batik kemudian dikukuhkan sebagai bagian dari Warisan Budaya Tak benda dalam sidang keempat Komite Antar-Pemerintah yang dilaksanakan oleh UNESCO di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.

Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lantas menjadikan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009 yang dikeluarkan pada 17 November 2009.

Dengan adanya Keppres tersebut, Kementerian Dalam Negeri lantas menerbitkan surat edaran yang mengimbau seluruh pegawai pemerintah tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten agar mengenakan batik setiap Hari Batik Nasional.

(nah/faz)



Sumber : www.detik.com

Musala Bersejarah Berusia 158 Tahun Itu Kondisinya Terbengkalai



Sidoarjo

Sebuah musala bersejarah di Sidoarjo yang usianya konon sudah 158 tahun kondisinya memprihatinkan. Bangunannya terbengkalai dan ditelan rimbunan rumput liar.

Musala itu berdiri di Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur. Warga setempat mengenalnya sebagai Langgar Sawo.

Bangunan musala kecil itu menjadi saksi sejarah perjalanan Islam di kawasan yang dulunya dikenal sebagai pusat perekonomian kerajaan Jenggolo pada masa kolonial Belanda.


Bangunan yang didirikan pada tahun 1867 ini memiliki ciri khas berbeda dengan musala pada umumnya. Atapnya berbentuk unik dengan ornamen menyerupai mahkota bergaya Tionghoa.

Sementara itu, penanda waktu salat dalam musala tersebut menggunakan kentongan kayu, bukan pengeras suara seperti musala modern zaman sekarang.

Dari pantauan di lokasi, musala kuno tersebut saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunannya dikelilingi oleh rerumputan yang tinggi.

Saat menuju musala, kami sangat kesulitan karena banyak rumput liar yang tumbuh. Bahkan saat akan masuk ruang musala, kami juga sangat kesulitan.

Kepala Desa Penambangan, Helmy Firmansyah menuturkan, musala ini awalnya merupakan milik seorang Belanda, sebelum kemudian dibeli oleh seorang saudagar Tionghoa yang memeluk agama Islam. Sejak itulah, bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat ibadah umat Muslim setempat.

“Menurut cerita, setelah Belanda, musala ini dibeli oleh orang Tionghoa yang kemudian masuk Islam. Nah, sekitar tahun 1867 itulah musala ini berdiri dan sampai sekarang masih kokoh,” ujar Helmy, Minggu (28/9).

Kini, Langgar Sawo sudah tak lagi dipakai untuk salat berjamaah karena kondisi bangunannya sudah sangat memprihatinkan.

“Yang merawat ada, tapi sifatnya sosial. Musala ini awalnya masih difungsikan untuk ibadah, meski jemaahnya tidak banyak, karena saat ini kondisinya seperti itu akhirnya tidak difungsikan sebagai musala. Bagi kami, keberadaan musala ini adalah ikon desa sekaligus bukti sejarah yang harus tetap dijaga,” lanjut Helmy.

Selain musala, di Desa Penambangan juga masih berdiri rumah bergaya kolonial Belanda yang hingga kini ditempati keturunan pemilik lama. Kehadiran bangunan-bangunan tua itu menambah kekayaan sejarah kawasan Penambangan.

Helmy berharap, keberadaan Langgar Sawo mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak terkait agar bisa dipugar tanpa menghilangkan nilai sejarahnya.

“Bangunan ini punya nilai historis. Dari Belanda, lalu ke Tionghoa Muslim, tapi sayang sampai sekarang tidak dipakai untuk salat. Kalau dirawat dengan baik, musala ini bisa jadi ikon wisata sejarah religi di Balongbendo,” ujarnya.

Efendy (39) warga Penambangan mengatakan bahwa musala kuno yang disebut oleh warga desa Langgar Sawo itu akhir-akhir ini sudah tidak dipakai untuk sholat berjamaah.

“Karena tidak ada yang merawat akhirnya Langgar Sawo saat ini ditumbuhi rumput liar, dan tidak digunakan untuk aktifitas sholat berjamaah,” kata Efendy.

“Kami berharap Pemkab Sidoarjo Langgar Sawo ini dirawat, karena sebagai aikon sejarah Sidoarjo, eman pak gak dirawat,” pungkas Efendy.

——-

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Hati-hati, Masuk Desa Kincir Angin di Belanda Ini Harus Bayar!



Amsterdam

Kincir angin menjadi ikon dari Belanda. Sebuah desa bersejarah yang punya banyak kincir menjadi destinasi turis dan kini ingin batasan.

Adalah Desa bersejarah Zaanse Schans, yang telah dikunjungi oleh 2,6 juta turis pada tahun lalu. Saking ramainya, desa yang hanya dihuni oleh 100 penduduk ini mulai merasa sesak oleh turis, seperti dikutip dari BBC pada Rabu (1/10).

“Jumlah wisatawan yang datang terlalu banyak,” kata dewan setempat.


Oleh karena itu, desa mengumumkan akan mengenakan biaya masuk sebesar €17,50 (Rp 336 ribuan) kepada setiap pengunjung dari luar daerah tersebut, untuk mengendalikan jumlah pengunjung. Tiket masuk akan mulai dioperasikan pada musim semi tahun depan.

“Pada tahun 2017, kami memiliki 1,7 juta pengunjung, tahun ini kami menargetkan 2,8 juta,” ujar Marieke Verweij, direktur museum desa.

“Tapi tempat ini kecil! Kita tidak punya ruang untuk semua orang ini!”

Parahnya lagi, kata Marieke Verweij, pengunjung sering tidak tahu kalau ada orang tinggal di sini. Melihat rumah-rumah tradisional membuat mereka penasaran sampai masuk ke rumah, buang air kecil di kebun, mengetuk pintu, berfoto, dan menggunakan tongsis untuk mengintip ke dalam rumah.

“Jadi tidak ada privasi sama sekali.”

Rencananya, semua orang dapat memesan dan membayar tiket secara online. Kebijakan museum pasca-Covid masih dirasa sesuai sebagai solusi untuk masalah ini.

Dengan tiket tersebut wisatawan turis sudah mendapatkan tiket masuk ke dua tempat, yaitu tiket masuk museum dan masuk ke dalam kincir angin.

Jika hanya setengah dari jumlah pengunjung saat ini yang tetap berkunjung setelah biaya masuk diberlakukan, pendapatan tahunan akan mencapai sekitar €24,5 juta.

Dewan berencana menggunakan dana tersebut untuk pemeliharaan kincir angin dan infrastruktur baru seperti toilet.

Namun, para pemilik toko dan restoran sama sekali tidak senang. Toko-toko itu sendiri, harus diakui, cukup menarik. Para staf mengenakan kostum tradisional di toko keju, mereka melakukan demonstrasi membuat bakiak di toko sepatu.

Dan toko-toko itu terletak di dalam rumah-rumah kayu tua yang indah. Toko barang antik dan suvenir yang berasal dari tahun 1623.

“Rencana biaya masuk ini mengancam mata pencaharian para pengecer dan pemilik restoran Zaanse Schans,” kata Sterre Schaap, ia merupakan salah satu pengelola toko suvenir bernama Trash and Treasures.

“Ini mengerikan. Artinya, orang-orang yang tidak punya dompet tebal tidak akan bisa datang ke sini,” kata Schaap.

“Itu artinya kita akan kehilangan banyak pembeli.

Kesepakatan ini juga merupakan pertanda perubahan zaman. Rachel Dodds, profesor pariwisata di Universitas Metropolitan Toronto, Kanada, menunjukkan beberapa kasus serupa.

“Bhutan mengenakan biaya masuk per hari untuk mengunjungi negara ini. Venesia, tentu saja, mungkin yang paling terkenal dengan biaya €5 untuk wisatawan harian,” ujarnya.

Sementara itu, AS dan Inggris sama-sama mengenakan biaya otorisasi perjalanan atau visa bagi warga negara asing untuk mengunjungi mereka.

Namun, desa-desa yang mengenakan biaya masuk masih sangat jarang. Contoh lain yang ada saat ini adalah desa nelayan Clovelly yang dikelola swasta di Devon, Inggris, Civita de Bagnoregio dan Corenno Plinio yang dibangun pada abad pertengahan di Italia, dan Penglipuran di Bali, Indonesia.

(bnl/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Keris Naga Siluman Itu Bakal Pulang Kampung dari Belanda ke Indonesia



Jogja

Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro kabarnya bakal segera pulang kampung dari Belanda ke Indonesia.

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut keris pusaka tersebut bersama dengan ribuan artefak lainnya bakal dipulangkan ke Indonesia dari negeri Kincir Angin.

“Kita dengan menerima artefak-artefak penting, fosil, dan kita juga terus melakukan repatriasi benda-benda bersejarah kita, termasuk keris-keris dari tokoh-tokoh pahlawan nasional kita, ada keris Teuku Umar nanti yang rencananya akan kembali, keris dari Diponegoro yang Naga Siluman masih ada di sana,” ujar Fadli Zon kepada wartawan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (1/10/2025), dikutip dari detikNews.


“Kemudian, keris Sultan… keris Sultan Madura, dan banyak lagi keris-keris bersejarah, dan juga perangkat yang waktu itu disita oleh Belanda di dalam sejumlah peperangan, itu akan kita minta kembali sudah ada daftarnya yang sudah dibicarakan memang ada provenance research,” imbuhnya.

Fadli Zon menjelaskan, pemulangan sejumlah benda bersejarah tersebut akan dilakukan secara bertahap.

“Jadi ada research yang sedang berlangsung, nanti secara bertahap ini akan kembali juga ke Indonesia,” katanya.

Usai dipulangkan, Fadli Zon menyebut benda-benda tersebut bakal dipajang di Museum Nasional Indonesia.

“Rencananya akan kita ekshibit di Museum Nasional,” kata Fadli Zon kepada wartawan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (1/10/2025).

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto melawat ke Belanda dan terjadi kesepakatan terkait 30 ribu fosil hingga artefak Jawa akan dikembalikan ke Indonesia. Fosil tersebut di antaranya merupakan fosil Manusia Jawa yang dibawa Belanda saat masa penjajahan.

Saat melawat ke Negara Kincir Angin itu, Prabowo bertemu dengan Raja Belanda Willem-Alexander di Istana Huis ten Bosch, Den Haag, Belanda. Usai pertemuan tersebut, Kerajaan Belanda pun bakal mengembalikan sejumlah benda bersejarah itu ke Indonesia.

“Presiden Prabowo bersama Raja Willem-Alexander dan Ratu Máxima berdiskusi mengenai berbagai isu penting, termasuk penguatan hubungan bilateral kedua negara di berbagai bidang strategis,” ujar Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dalam akun Instagram Sekretariat Kabinet, Jumat (26/9).

30 Ribu Artefak Bersejarah Dipulangkan ke RI

“Salah satu agenda penting yang dibahas adalah komitmen Pemerintah Belanda untuk melakukan proses pengembalian 30 ribu benda dan artefak Jawa bersejarah milik Indonesia,” lanjut Teddy.

Dilansir DW, Sabtu (27/9), Belanda membuat pengumuman pada Jumat (26/9) terkait pengembalian koleksi ribuan fosil ke Indonesia.

Terdapat 28 ribu lebih fosil yang terdiri dari sejumlah tulang Manusia Jawa. Manusia Jawa merupakan Homo Erectus yang merupakan pendahulu dari Homo Sapiens.

“Atas permintaan Indonesia, Belanda akan mengembalikan lebih dari 28 ribu fosil dari koleksi Dubois,” kata pemerintah Belanda.

Fosil dari Koleksi Dubois itu merupakan penamaan dari antropolog Belanda Eugene Dubois. Fosil-fosil tersebut diekstraksi oleh Dubois dari Indonesia pada 1891 kala masih dijajah Belanda.

Manusia Jawa yang merupakan Koleksi Dubois itu dianggap sebagai fosil pertama yang menguak hubungan kera dan manusia. Penamaan Manusia Jawa itu lantaran ditemukan di Pulau Jawa.

“Koleksi ini merupakan sumber daya penting dalam penelitian evolusi manusia,” kata pemerintah Belanda.

Keris Pangeran Diponegoro Pernah Diragukan Keasliannya

Pada 2020 silam, pemerintah Belanda juga pernah mengembalikan sebilah keris yang diyakini sebagai keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro. Namun ternyata keris tersebut memiliki dhapur atau rancang bangun nagasasra, bukan naga siluman. Polemik soal keaslian pun muncul.

Soal keaslian keris Pangeran Diponegoro itu dipersoalkan oleh keturunannya.

“Kalau kita bicara dhapur, keris yang dikembalikan oleh Belanda itu bukan ber-dhapur naga siluman. Itu dhapur-nya adalah nagasasra kamarogan (keris dhapur nagasasra yang dilapisi hiasan emas),” papar keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo, kepada detikcom, dalam wawancara 2020 lalu.

Namun, Roni tidak memastikan bahwa keris yang dikembalikan tersebut bukan keris milik Diponegoro. Sebab bisa jadi, nama keris naga siluman sebagai milik Diponegoro selama ini tidak merujuk pada dhapur, tapi sebutan.

Dalam tradisi Jawa, memang ada kebiasaan menamai benda-benda khusus dengan nama dan bahkan gelar sesuai kemauan pemiliknya.

——-

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Garuda Mulai Angkut Benda Bersejarah Indonesia dari Belanda



Jakarta

Sejumlah benda bersejarah Indonesia yang selama ini berada di Belanda mulai dikembalikan ke Indonesia. Barang bersejarah itu diangkut dengan pesawat Garuda Indonesia.

Dirut Garuda Indonesia Wamildan Tsani di akun Instagramnya menyebutkan, pesawat Garuda Indonesia mulai hari Selasa (30/09) mengangkut sejumlah benda bersejarah Indonesia tiba di Tanah Air dari Belanda melalui penerbangan Garuda Indonesia GA-89 rute Amsterdam-Jakarta (AMS-CGK).

“Sebagai maskapai pembawa bendera bangsa, kami merasa terhormat dapat menjadi bagian dari momen bersejarah ini-memulangkan kembali bagian dari warisan bangsa kepada rakyat Indonesia. Kami berharap kehadiran @garuda.indonesia dalam misi bersejarah ini dapat terus memperkuat peran kami, tidak hanya sebagai penghubung antarkota dan antarnegara, tetapi juga sebagai penjembatan nilai luhur bangsa untuk generasi mendatang,” ujarnya.


Sebelumnya, mengutip detikNews, kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Belanda beberapa waktu lalu membuahkan kesepakatan pengembalian 30 ribu fosil hingga artefak Jawa. Fosil yang dimaksud di antaranya fosil ‘manusia Jawa’ yang diambil Belanda di masa kolonial.

Pihak Kerajaan Belanda akan mengembalikan ke Indonesia setelah Prabowo bertemu dengan Raja Belanda Willem-Alexander di Istana Huis ten Bosch, Den Haag, Belanda.

“Presiden Prabowo bersama Raja Willem-Alexander dan Ratu Máxima berdiskusi mengenai berbagai isu penting, termasuk penguatan hubungan bilateral kedua negara di berbagai bidang strategis,” ujar Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dalam akun Instagram Sekretariat Kabinet, Jumat (26/9).

“Salah satu agenda penting yang dibahas adalah komitmen Pemerintah Belanda untuk melakukan proses pengembalian 30 ribu benda dan artefak Jawa bersejarah milik Indonesia,” lanjut Teddy.

Belanda mengumumkan akan mengembalikan koleksi ribuan fosil ke Indonesia pada Jumat (26/9). Koleksi tersebut terdiri atas lebih dari 28 ribu fosil, termasuk beberapa tulang yang disebut ‘Manusia Jawa’. Ini adalah fosil pertama Homo erectus yang diketahui, nenek moyang spesies Homo sapiens.

“Atas permintaan Indonesia, Belanda akan mengembalikan lebih dari 28 ribu fosil dari koleksi Dubois,” kata pemerintah Belanda. Fosil-fosil yang akan segera diambil tersebut dikenal sebagai Koleksi Dubois, yang dinamai menurut antropolog Belanda Eugene Dubois.

Dubois mengekstraksi fosil-fosil tersebut dari Indonesia pada 1891, saat Indonesia masih menjadi koloni Belanda. Bagian ‘manusia Jawa’ dari koleksi tersebut dianggap mencakup fosil pertama yang menunjukkan hubungan antara kera dan manusia.

Fosil ini sering disebut demikian karena ditemukan di Pulau Jawa, Indonesia. “Koleksi ini merupakan sumber daya penting dalam penelitian evolusi manusia,” kata pemerintah Belanda.

Sementara itu Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon juga menyebut artefak-artefak Indonesia yang ada di Belanda akan dikembalikan ke Indonesia. Salah satunya keris Naga Siluman milik Diponegoro.

“Kita dengan menerima artefak-artefak penting, fosil, dan kita juga terus melakukan repatriasi benda-benda bersejarah kita, termasuk keris-keris dari tokoh-tokoh pahlawan nasional kita, ada keris Teuku Umar nanti yang rencananya akan kembali, keris dari Diponegoro yang Naga Siluman masih ada di sana,” ujar Fadli Zon kepada wartawan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Fadli Zon mengungkapkan, lokasi penyimpanan sejumlah artefak yang akan dibawa pulang ke Indonesia dari Belanda. Artefak-artefak tersebut nantinya akan diletakkan di Museum Nasional Indonesia.

“Rencananya akan kita ekshibit di Museum Nasional,” kata Fadil Zon.

Repatriasi artefak ini mendapatkan respons baik dari Keturunan ke-6 Pangeran Diponegoro, Rahadi Saptata Abra. Abra mengatakan, pihaknya telah sering mendapatkan informasi secara informal terkait rencana pengembalian keris Pangeran Diponegoro dari Belanda.

“Ya kami dari keluarga sih kalau memang itu benar-benar peninggalan Pangeran Diponegoro sangat menyambut baik ya kepulangan itu,” kata dia saat dihubungi detikJogja, Kamis (2/10/2025).

Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patrapadi) itu juga berpesan agar pemerintah Indonesia kelak memelihara keris itu dengan baik.

“Dan kalau sisi kami, kalau sudah dipulangkan negara supaya dipelihara negara dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai dipindah ke sini malah jadi tidak karuan,” ujarnya.

Abra berharap agar keris itu nantinya bisa disaksikan oleh generasi penerus bangsa.

“Dan bisa dilihat oleh anak cucu kita bahwa ini dulu adalah peninggalan-peninggalan dari Pangeran Diponegoro dan pahlawan lainnya,” ucapnya.

(ddn/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Keluarga Ursone Menyulap Lembang Menjadi Friesland



Lembang

Lembang terkenal dengan susu sapinya. Di balik ketenaran Lembang sebagai produsen susu, ternyata ada peran keluarga Ursone dari Italia. Bagaimana kisahnya?

Ketika Hindia Belanda menjajah Indonesia, mereka menjadikan Lembang, Cisarua, hingga Pangalengan di Bandung selatan sebagai daerah penghasil susu, serupa dengan Provinsi Friesland di Belanda sana.

Daerah-daerah yang disebutkan di atas dinilai memiliki bentang alam serta suhu udara yang sangat cocok untuk lokasi peternakan sapi, khususnya sapi perah yang diambil susunya.


Dalam buku Bandung Baheula Jeung Kiwari Bandoengsche Melk Centrale (BMC) karya Sudarsono Katam, disebutkan kalau bibit sapi yang akan diternakkan di Priangan kala itu ialah jenis Friesien Holstein yang berasal dari Provinsi Friesland, Belanda.

Sapi jenis itu sudah dikenal karena kualitas dan kemampuannya yang tinggi dalam memproduksi susu. Sapi Friesien Holstein punya corak khas yakni warna hitam dengan aksen putih.

Tenang dan jinak, begitu sifat sapi tersebut sehingga mudah dikuasai oleh manusia. Berat badannya berkisar 850 kilogram sampai 1 ton untuk sapi jantan, dan 700-an sampai 850 kilogram untuk sapi betina.

Peran Keluarga Ursone dari Italia

Perjalanan peternakan sapi di daerah Lembang, diawali oleh keluarga Ursone, orang berkewarganegaraan Italia. Tiga kakak beradik Ursone, yakni P. A. Ursone, G. Ursone, dan A. Ursone menjadikan Lembang sebagai produsen susu kualitas unggul serupa Friesland.

Mereka mendirikan perusahaan susu bernama Lembangsche Melkerij Ursone. Perusahaan itu bergerak dalam bidang pemerahan susu. Sapi yang diternakkan sebanyak 30 ekor dilepasliarkan di lahan perkebunan Baroe Adjak.

“Peternakan di Lembang diawali oleh keluarga Ursone pada tahun 1895. Kalau sekarang, masih ada sisanya itu bangunan Kapel Deetje, sekarang jadi Piknik Kopi Lembang,” kata pegiat sejarah dari Komunitas Sejarah Lembang, Malia Nur Alifa saat dikonfirmasi, Minggu (3/8).

Di awal kiprahnya, tiga kakak beradik Ursone yakni P. A. Ursone, G. Ursone, dan si bungsu A. Ursone memiliki 30 ekor sapi. Dalam sehari sapi itu bisa menghasilkan 30 liter susu berkualitas tinggi.

Lalu di tahun 1940, sapi perah di Peternakan Ursone terus bertambah sampai sebanyak 250 ekor dengan produksi ribuan liter susu per harinya.

“Salah satu dari keluarga Ursone itu kemudian mendirikan Bandoengsche Melk Centrale atau Pusat Pengolahan Susu Bandung. Peternakan sapi keluarga Ursone terus bertambah hingga mencapai 6 ribuan ekor.

“Jadi saat itu, sekitar 6 ribuan ekor sapinya yang tersebar di banyak titik di Lembang. Jadi keluarga Ursone ini punya perusahaan susu terbesar se-Asia Tenggara saat itu,” kata Malia.

Membahas sedikit soal BMC, dalam buku tersebut dijelaskan bahwa BMC berdiri di akhir tahun 1928. Di dalamnya ada para peternak sapi perah dan pengusaha susu di Bandung dan sekitarnya.

BMC kala itu berkantor di Kebon Sirihweg nomor 58, yang kini berubah menjadi Jalan Aceh nomor 30 di Bandung. Penentuan lokasi BMC di Kebon Sirihweg karena nantinya bermuara pada Logeweg atau Jalan Wastukancana seeta Tjitjendoweg atau yang kini disebut Jalan Cicendo. Hal itu bakal memudahkan pengangkutan susu daru peternakan ke BMC.

Keluarga Ursone Menyumbangkan Lahan buat Observatorium Bosscha

Kiprah keluarga Ursone di Lembang yang sukses sebagai peternak sapi dan pengusaha susu sukses, tak membuat Ursone bersaudara lupa diri. Mereka tercatat rajin berderma, salah satunya lahan yang mereka miliki.

“Kalau ada yang tahu Observatorium Bosscha, nah itu lahannya seluas 6 hektare itu hibah dari Keluarga Ursone,” kata Malia.

Ada satu hal yang perlu diluruskan, yakni soal rumah Keluarga Ursone. Malia menyebut rumah tua berarsitektur art deco di Baruajak Lembang saat ini bukan merupakan rumah keluarga musisi tersebut.

“Jadi yang sekarang jadi Piknik Kopi Lembang itu bukan rumah Keluarga Ursone, tapi peternakan dan perusahaannya. Sempat beberapa kali berubah fungsi, seperti jadi poliklinik dan terakhir jadi Kapel Deetje, istri dari P. A. Ursone. Kalau rumahnya itu sudah tidak ada, dulu ada di seberang Grand Hotel Lembang, sekarang sudah berubah jadi SPBU swasta dan restoran,” kata Malia.

Peternakan sapi di Lembang tak cuma dimiliki Keluarga Ursone. Ada banyak peternakan sapi lainnya yang juga memproduksi susu berkualitas. Salah satunya milik Nagel dan Meyer M. V.

“Dulu peternakannya itu ada dekat Alun-alun Lembang. Lahannya luas, kemudian sempat dijadikan tempat wisata minum susu sampai tahun 2000-an. Sekarang cuma sisa lahannya saja,” kata Malia.

Sampai saat ini Lembang masih dikenal sebagai daerah peternakan sapi, penghasil susu, serta pertanian. Masalah yang dihadapi peternak saat ini lebih kompleks. Mulai dari harga jual susu yang tak stabil, hingga tudingan pencemaran sungai oleh kotoran hewan.

Dari 6 ribuan lebih peternak sapi di Lembang dengan jumlah populasi sapi sebanyak 26.300-an ekor, penyelesaian kotoran hewan yang dihasilkan diperkirakan baru 30 persennya.

“Mungkin baru 30 persennya terselesaikan dengan biogas, cacing untuk kosmetik, pupuk organik. Nah yang harus diselesaikan ini 70 persennya. Mereka juga terkendala ketersediaan anggaran kalau harus membuat pengolahan limbah sendiri,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) KBB, Wiwin Aprianti.

——–

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Anak Muda Harus Bergerak Hadapi Krisis Dunia Lewat Riset



Jakarta

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Laksana Handoko, mengajak generasi muda agar menjadikan pendidikan dan penelitian sebagai senjata dalam menghadapi berbagai tantangan global.

Ia menilai, di tengah perubahan iklim, krisis kesehatan, dan disrupsi digital, inovasi berbasis ilmu pengetahuan menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik.

“Perubahan iklim terus mengganggu alam sekitar kita dan ekonomi. Krisis kesehatan global mengingatkan kita tentang ketergantungan kita. Masalah kesejahteraan makanan dan energi menjadi masalah yang menekankan setiap hari,” ujar Handoko saat memberikan sambutan dalam Week of Indonesia-Netherlands Education and Research (Winner) 2025 secara daring di Jakarta, Selasa (7/10/2025).


Dunia Hadapi Krisis, Saatnya Anak Muda Bergerak

Tri Handoko juga menyoroti dunia yang kini tengah menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain perubahan iklim dan krisis pangan, menurutnya disrupsi digital jadi kesenjangan baru.

“Dan di tengah-tengah semua hal ini, perubahan dinamik geopolitik menjadi masalah kesejahteraan global,” katanya.

Namun, di balik krisis tersebut, ia melihat peluang besar bagi generasi muda untuk tampil sebagai penggerak perubahan melalui pendidikan dan riset.

“Pendidikan menyelamatkan karakter dan kreativitas anak-anak kita. Ia menunjukkan nilai penasaran, resiliensi, dan bertanggungjawab. Penelitian memberikan pengetahuan dan bukti,” tegasnya.

Riset Kolaboratif Kunci Menuju Dunia Lebih Baik

Lebih lanjut Handoko menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk menjawab tantangan global. Ia mencontohkan kerja sama panjang antara Indonesia dan beberapa negara.

Dalam forum bersama periset Belanda tersebut, Tri Handoko teringat pada masa-masa lalu ketika generasi muda masih banyak yang menempuh pendidikan di Negeri Kincir Angin tersebut.

“Selama berabad-abad, pelajar Indonesia telah belajar di universitas Belanda, dan banyak penelitian Belanda telah bekerja bersama-sama dengan rakan-rakan Indonesia,” ujar Tri Handoko.

Forum Winner 2025, menurut Handoko, menjadi wadah penting untuk mempertemukan akademisi, ilmuwan, industri, dan pembuat kebijakan dalam bertukar ide serta menantang perspektif lama.

“Ini berasal bukan hanya dari perhubungan sejarah lama kita, tetapi juga dari nilai dan komitmen kita untuk membangun pertemanan yang lebih maju,” katanya.

Handoko juga menyoroti pentingnya menjaga nilai kemanusiaan di tengah perkembangan teknologi dan geopolitik dunia yang dinamis. Ia menegaskan, tidak ada satu negara pun yang bisa berjalan sendiri dalam menghadapi krisis global.

“Tantangan-tantangan ini mungkin terasa berat, tetapi sesungguhnya juga mempersatukan kita. Mereka mengingatkan kita akan kemanusiaan yang sama dan bahwa tidak ada satu bangsa pun yang dapat menyelesaikan masalah ini sendirian. Kita saling membutuhkan,” tuturnya

(cyu/faz)



Sumber : www.detik.com

Sudah Saatnya Kampus Bertransformasi Jadi University 4.0



Jakarta

Pendidikan tinggi kini tak lagi cukup hanya mencetak sarjana. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menegaskan bahwa kampus harus menjadi motor perubahan sosial dan ekonomi.

Pesan itu disampaikan dalam forum Week of Indonesia-Netherlands Education and Research (Winner) 2025, yang digelar di Gedung BJ Habibie, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). Ia menekankan riset harus memberikan dampak lain, tidak hanya untuk kampus itu saja.

“Kami meyakini bahwa pendidikan tinggi harus memainkan peran penting, tidak hanya dalam sektor akademik, tetapi juga dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan masyarakat,” tegasnya saat memberikan sambutan secara daring.


Perubahan Paradigma University 4.0

Brian kemudian menyebut soal University 4.0. Istilah tersebut merujuk pada kondisi kampus yang sudah merambah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, kampus tak hanya unggul dalam akademik tapi juga aktif melakukan riset bersama industri.

“Perubahan paradigma lembaga pendidikan tinggi menuju Universitas 4.0 dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat peran universitas, bukan hanya sebagai tempat mengajar dan belajar, tetapi juga sebagai penggerak transformasi sosial dan ekonomi,” kata Brian.

Dalam pidatonya, Mendiktisaintek menyoroti kerja sama erat antara Indonesia dan Belanda di bidang riset dan pendidikan. Ia menyebut, hingga kini terdapat 459 dokumen kerja sama aktif antar universitas (U2U) yang menjadi bukti kuat sinergi kedua negara.

“Forum Winner 2025 adalah contoh bagaimana kolaborasi di tingkat pemerintah bisa tumbuh hingga ke ranah akademik dan teknis. Ini ruang penting bagi peneliti, akademisi, dan mahasiswa untuk berbagi ide dan solusi,” ujarnya.

Kini, Saatnya Era Magang Berdampak

Lebih lanjut, Brian mengungkapkan arah baru kebijakan pendidikan tinggi Indonesia melalui program Magang Berdampak. Program ini menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak hanya berorientasi pada teori, tetapi juga pada kontribusi langsung terhadap masyarakat dan dunia kerja.

“Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia telah meluncurkan arah kebijakan baru dalam pendidikan tinggi yang disebut Pendidikan, Sains, dan Teknologi Berdampak (Design Tech atau Magang Berdampak),” kata Brian.

Untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi tersebut, Brian menyebut kolaborasi harus dilakukan. Dengan begitu, pengetahuan dan inovasi bisa dibagikan secara lebih luas dan tanpa batas.

“Ketika kita berbicara tentang upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, kita tidak bisa bekerja sendiri atau membatasi diri pada satu negara atau satu universitas saja. Kita perlu bekerja bersama sebagai bagian dari ekosistem global,” lanjutnya.

4 Pilar Penting dalam Riset Nasional

Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Fauzan Aziman dalam acara yang sama memaparkan empat pilar penting dalam mendukung riset nasional.

Empat pilar tersebut yaitu peningkatan sumber daya manusia dan talenta riset, peningkatan kualitas dan kapasitas penelitian, hilirisasi atau komersialisasi hasil riset, dan kebijakan riset yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan sosial.

“Kita mendorong penelitian yang fokus menyelesaikan tantangan nyata bangsa, mulai dari produktivitas tanah, transisi energi, kesehatan, hingga kota cerdas,” ujarnya.

Menurut Fauzan, riset dan pendidikan tinggi kini berada di titik krusial. Indonesia memiliki peluang besar dengan bonus demografi 65% penduduk usia produktif pada 2045. Namun di sisi lain, tantangan produktivitas nasional masih tinggi.

“Untuk masuk ke era emas Indonesia, kita perlu membangun ekosistem riset dan inovasi yang kuat, berbasis kualitas dan kolaborasi,” pungkasnnya.

(cyu/faz)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengkhianat Mataram, Makamnya Diinjak-injak Orang Setiap Hari



Bantul

Serangan Sultan Agung ke Batavia pada 1629 gagal akibat ulah pengkhianat. Kini makam sang pengkhianat itu diinjak-injak orang setiap hari.

Saat itu, VOC berhasil membakar lumbung padi dan persediaan makanan Mataram. Konon, ada peran pengkhianat di tubuh Mataram yang membocorkan serangan tersebut, termasuk lokasi lumbung pangan yang sudah disiapkan oleh Sultan Agung.

Pengkhianat itu bernama Tumenggung Endranata. Dia mendapatkan hukuman yang sangat tragis akibat perbuatannya. Dia menerima hukuman mati.


Tak cuma itu, jasadnya dikubur di anak tangga menuju kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri. Praktis, tiap peziarah di makam Raja Mataram akan menginjak kubur pengkhianat tersebut.

Pantauan di lokasi, tampak anak tangga di pintu utama kompleks makam Raja-raja Mataram atau yang dikenal masyarakat dengan pasarean pajimatan berbentuk presisi dan memiliki sudut. Menyusuri anak tangga hingga ke lokasi makam Sultan Agung tampak ada satu anak tangga yang aneh.

Anak tangga itu tampak berekuk-lekuk seperti bekas pijakan dan tidak memiliki sudut seperti anak tangga lainnya. Sedangkan permukaan anak tangga itu cenderung halus ketimbang anak tangga lainnya.

Bupati Pasarean Pajimatan, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rekso Kusumo menjelaskan, bahwa anak tangga itu memang sengaja dibuat berbeda. Pasalnya di bawah anak tangga itu terkubur tubuh seorang pengkhianat Kerajaan Mataram.

“Itu beda karena (tempat terkuburnya) pengkhianat Sultan Agung. Jadi saat dulu (Kerajaan Mataram) menyerang Batavia dia membocorkan lumbung-lumbung,” katanya di Imogiri, Bantul, Minggu (5/10/2025).

Rekso melanjutkan, pengkhianat itu menjadi pembisik Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC terkait rencana penyerbuan Sultan Agung ke Batavia.

Selain itu, pengkhianat tersebut juga memberitahu VOC tentang keberadaan lumbung pangan milik tentara Mataram.

“Pengkhianatnya Sultan Agung itu namanya Tumenggung Endranata,” ujarnya.

Dijatuhi Hukuman Mati, Jasad Dibagi 3

Lebih lanjut, akibat berkhianat terhadap Kerajaan Mataram Endranata dijatuhi hukuman mati. Bahkan, Resko mengungkapkan bahwa jasad Endranata terbagi menjadi tiga bagian dan semua dikubur di sekitar anak tangga tersebut.

“Lalu dimutilasi. Jadi badannya di situ (anak tangga), kepalanya di tengah gapura (gapura masuk makam Sultan Agung) dan kakinya di dekat kolam (kolam di dekat anak tangga menuju makam Sultan Agung),” ucapnya.

Sedangkan perbedaan anak tangga tempat tubuh Endranata terkubur dengan anak tangga lainnya, Rekso menyebut karena sebagai penanda agar sengaja diinjak-injak.

Menurutnya, semua itu sebagai pengingat jika mengkhianati Kerajaan Mataram maka hukumannya akan kejam seperti itu.

“Memang seperti itu (bentuk anak tangganya) supaya yang ziarah itu menginjak-injak, karena itulah pengkhianatnya Jogja,” katanya.

Menyoal apa yang membuat Endranata nekat mengkhianati Kerajaan Mataram, Rekso mengatakan karena terlalu dekat dengan VOC. Di sisi lain, Endranata juga mendapatkan banyak uang dari VOV.

“Dia itu dekat dengan Londo (Belanda), ya mungkin karena upetinya lebih besar saat itu,” ujarnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Makam Keramat di Pasaman Barat, Ikan Larangan dan Gempa Hebat



Pasaman Barat

Di Pasaman Barat, ada sebuah makam keramat yang jadi pusat perhatian, sekaligus tempat wisata religi bagi warga setempat. Makam ini bukan sekadar kuburan biasa.

Makam tersebut dikenal memiliki ‘keajaiban’ yang kisahnya akan selalu dikenang oleh warga setempat. Makam itu terletak di Silambau, Jorong Langgam Sepakat, Kenagarian Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Ukuran makam itu memang tidak lazim, sekitar 3 x 1 meter, menjadi penanda fisik bagi sosok yang diyakini bertubuh tinggi besar. Masyarakat mengenalnya sebagai Kuburan Gadang Inyiak Tambo atau Makam Inyiak Tambo, sang pembuka pemukiman Silambau.


Meskipun tidak ada catatan fisik mengenai kisah Inyiak Tambo di Silambau, masyarakat memercayai sebuah cerita rakyat atau folklor tentang Inyiak Tambo dan ikan larangan di sekitarnya.

Asal Usul Inyiak Tambo

Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat setempat secara turun temurun, Inyiak Tambo adalah orang pertama yang membuka hutan di daerah itu untuk dijadikan pemukiman, jauh sebelum Belanda menjejakkan kaki di Nusantara.

Tidak ada yang tahu pasti dari mana asal-usulnya. Namun keberadaan makamnya seakan menjadi bukti nyata jasa dia bagi warga yang tinggal di daerah itu.

Upik, seorang warga setempat yang berusia 56 tahun, bercerita bahwa sejak ia lahir dan tumbuh besar di Silambau, ia melihat makam itu tak berubah.

Urang jaman dahulu tu gadang-gadang kan, lah tuo bana kuburan gadang tu. Ibuk lahir se lah mode itu juo latak kubua tu, (Orang zaman dahulu bertubuh besar, umur kuburan besar itu juga sudah tua. Sejak saya kecil, kuburan tersebut sudah seperti bentuk dan letaknya tidak berubah),” tutur Upik saat diwawancarai, Kamis (9/10).

Makam Mau Dipindah, tapi Malah Gempa Hebat

Kisah paling melegenda terkait makam ini terjadi pada tahun 1992, di era pemerintahan Presiden Soeharto. Menurut keterangan Upik, saat itu pemerintah berencana membuka lahan di sekitar makam untuk pemukiman.

Seluruh makam lain yang berada di sekeliling pusara Inyiak Tambo pun dipindahkan satu per satu ke seberang jalan. Namun, ketika tiba giliran Makam Inyiak Tambo yang hendak dipindahkan, sebuah keanehan terjadi.

Tanah di sekitar makam tiba-tiba bergetar hebat, laksana gempa kuat yang hanya terasa di area itu dan tidak meluas ke kenagarian lain.

Tak menyerah, pemerintah mendatangkan Pak Ono, seorang “orang pintar” dari Sidomulyo, sebuah daerah pemukiman warga Jawa di Kinali. Pak Ono mencoba membacakan mantra untuk memuluskan proses pemindahan.

Bukannya berhasil, getaran hebat justru kembali terjadi. Akhirnya, semua pihak menyerah dan membiarkan makam jumbo itu tetap di tempat asalnya hingga kini.

Ikan Larangan di Sungai Silambau

Kejadian aneh tak berhenti di situ. Pada tahun yang sama, masyarakat membangun sebuah masjid tepat di belakang makam.

Untuk menambah dana pembangunan, warga berinisiatif menangkap ikan yang melimpah di Sungai Silambau yang mengalir di sisi makam untuk dijual.

Saat ikan-ikan itu berhasil ditangkap dan siap untuk dijual, bumi di sekitar makam kembali berguncang. Peristiwa ini seolah menjadi pertanda bahwa ikan-ikan tersebut tak boleh diganggu dari habitatnya.

Gerombolan ikan hanya berkumpul di sekitar makam yang berjarak setengah kilometer.Gerombolan ikan larangan di sungai Silambau hanya berkumpul di sekitar makam Inyiak Tambo yang berjarak setengah kilometer (Aisyah Luthfi/detikSumut)

Masyarakat yang ketakutan akhirnya mengembalikan semua ikan itu ke sungai. Sejak saat itulah, ikan-ikan di sungai itu ditetapkan sebagai “ikan larangan”.

Menurut keterangan Jasliman (57), warga yang tinggal tepat di ujung jalan di belakang makam, ikan-ikan tersebut dipercaya telah di-uduh (didoakan) oleh salah satu Syekh dari Lubuak Landua, seorang ulama yang berasal dari Pasaman Barat.

Syekh tersebut hendak menikahi seorang wanita asli Silambau, ia mendoakan sungai itu sebagai bentuk penghormatan kepada Inyiak Tambo. Karenanya, tak ada seorang pun yang berani mengambil ikan di sepanjang setengah kilometer dari area makam.

Nyo lah di uduah dek Syekh Lubuak Landua, lai ka mungkin lauak nan banyak nin di ciek tampek se? Batang aie panjang nyo dakek kubua ko se lauak-lauak nin, (Ikan-ikan itu sudah didoakan oleh Syekh Lubuak Landua. Apakah mungkin ikan-ikan sebanyak itu hanya berkumpul di dekat makam padahal aliran sungai sangat panjang),” tutur Jasliman.

Makam Keramat Itu Kini Jadi Wisata Religi

Kini, Makam Inyiak Tambo dan Sungai Silambau dengan ikan larangannya telah berubah menjadi destinasi wisata religi yang unik. Setiap Hari Raya Idul Fitri, banyak peziarah dan wisatawan datang berkunjung.

Mereka datang untuk berziarah ke makam sang leluhur, sekaligus untuk menyaksikan dan memberi makan ribuan ikan yang jinak di sungai.

Masyarakat setempat pun mendapat berkah dan keuntungan ekonomi dengan menjual pakan ikan seperti pelet dan biji jagung kepada para pengunjung.

Makam yang dijaga kebersihannya secara berkala oleh pengurus masjid dan warga ini menjadi bukti bagaimana folklor dan legenda tidak hanya menjaga nilai-nilai luhur untuk menghormati alam dan leluhur, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

———

Artikel ini telah naik di detikSumut.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com