Tag Archives: bersuci

Tata Cara Mandi Wajib Perempuan Setelah Haid, Junub dan Nifas



Jakarta

Mandi wajib atau mandi junub adalah mandi menggunakan air bersih untuk mensucikan diri dari hadas besar. Dalam syariat Islam, tata cara mandi wajib perempuan memiliki perbedaan dengan kaum laki-laki.

Perintah untuk melaksanakan mandi wajib telah termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,” (QS Al-Ma’idah: 6).

Sebelum mengetahui tata cara mandi wajib perempuan, perlu diperhatikan beberapa perkara yang menyebabkan perempuan harus mandi wajib.

Perkara yang Menyebabkan Perempuan Harus Mandi Wajib

Dikutip dari buku Fikih Wanita Praktis karya Dr. Darwis Abu Ubaidah, berikut ini beberapa perkara yang menyebabkan perempuan harus mandi wajib.

1. Bertemunya Dua Khitan

Apabila seorang suami memasukkan kemaluannya ke dalam farji istrinya pada batas kepala kemaluannya, maka wajiblah mandi janabah atas keduanya meskipun air maninya tidak keluar. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْحِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

Artinya: “Apabila seorang suami duduk di antara empat anggota istrinya, dan bertemu dua khitan (dua kemaluan), maka sesungguhnya wajiblah atasnya mandi.” (HR Muslim).

2. Keluar Mani

Baik laki-laki maupun perempuan yang keluar mandi dengan sebab apapun harus melakukan mandi wajib. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Ummu Sulaim, suatu ketika ia datang menemui Rasulullah SAW seraya berkata,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT tidak malu untuk menerangkan kebenaran. Apakah perempuan itu wajib mandi apabila ia bermimpi?

فَقَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: نَعَمْ إِذَارَاتِ الْمَاء

Rasulullah SAW pun menjawab, “Ya, apabila ia melihat air (air maninya). (HR Muslim).

3. Haid

Seorang perempuan yang mengalami haid, ia harus meninggalkan sholat sebab haid termasuk hadas besar. Apabila sudah selesai masa haidnya, ia harus mensucikan diri dengan melaksanakan mandi wajib.

4. Nifas

Darah nifas sama halnya dengan darah haid sebab nifas ialah akumulasi dari darah haid. Karena itu, kedua hal ini menjadi penyebab terlarangnya mengerjakan sholat dan harus disucikan setelah selesai dengan mandi wajib.

5. Wiladah

Wiladah atau melahirkan juga menyebabkan mandi wajib meski yang dilahirkan itu hanya segumpal darah atau daging, baik tanpa cairan maupun berbentuk cairan.

Niat Mandi Wajib Perempuan

Membaca niat mandi wajib menjadi tahapan yang harus dilakukan. Berdasarkan Buku Induk Fiqih Islam Nusantara karya K.H. Imaduddin Utsman al-Bantanie berikut niat mandi wajib yang dilafalkan dari dalam hati ketika pertama kali mengguyur air.

1. Lafadz niat mandi wajib bagi perempuan junub

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardhal lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah Ta’ala.”

2. Lafadz niat mandi wajib bagi perempuan haid

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsil haidi fardhal lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid fardhu karena Allah Ta’ala.”

3. Lafadz niat mandi wajib bagi perempuan nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsin nifaasi fardhal lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari nifas fardhu karena Allah Ta’ala.”

4. Lafadz niat mandi wiladah

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْوِلَادَةِ فَرْضًا اللَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsil wiladati fardhal lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari wiladah fardhu karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Wajib Perempuan

Dirangkum dari buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin dan buku Ensiklopedia Hadis Sahih karya Muhammad Shidiq Hasan Khan, berikut ini tata cara mandi wajib perempuan sesuai tuntunan sunnah:

1. Berwudhu seperti hendak melaksanakan sholat. Hal ini didasarkan pada riwayat hadits berikut:

وَعَنْ عَائِشَةَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يُفِيضُ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، وَنَحْنُ نُفِيضُ عَلَى رُءُوسِنَا خَمْسًا مِنْ أَهْلِ الضَّفْرِ. أخرجه أبو داود

Artinya: “Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW (ketika mandi besar) berwudhu dulu seperti hendak sholat, kemudian menuangkan air pada kepalanya sebanyak tiga kali. Kami menuangkan air pada kepala kami sebanyak lima kali agar dapat membasahi ujung rambut kami,” (HR Abu Dawud).

2. Membaca niat mandi wajib dalam hati seraya mengguyurkan air dari ujung kepala sampai ujung kaki sebanyak tiga kali.

3. Mengguyur anggota tubuh bagian kanan sebanyak tiga kali, kemudian bagian kiri sebanyak tiga kali. Dalam riwayat hadits disebutkan bahwa Aisyah berkata,

“Apabila salah seorang dari kita janabah, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan menyiramkannya pada kepalanya sebanyak tiga kali. Lalu, ia mengambil air lagi dan menyiramkannya ke tubuh bagian kanannya. Kemudian, ia mengambil air lagi dan menyiramkannya ke tubuh bagian kirinya.” (HR Bukhari).

4. Menggosok seluruh anggota tubuh dari bagian depan hingga belakang.

5. Menyela bagian dalam rambut. Bagi perempuan yang memiliki rambut panjang tidak wajib membuka ikatan rambutnya, tetapi wajib membasahi akar-akar rambutnya dengan air. Sebagaimana dikatakan dalam hadits berikut:

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ ، قَالَتْ : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ للْحَيْضِ وَالْحَنَابَة ؟ ، قَالَ : لا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْيِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَتَيَاتِ، ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكَ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ. أخرجه الخمسة إلا البخاري ، وهذا لفظ مسلم

Ummu Salamah meriwayatkan bahwa ia berkata, “Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang ujung rambutnya keras. Apakah aku harus menguraikannya saat bersuci dari haid dan janabah?” Rasulullah SAW bersabda, “Tidak usah. Engkau cukup mengambil air dengan tanganmu lalu menuangkannya pada kepalamu tiga kali, kemudian ratakanlah air itu pada tubuhmu. Dengan begitu, engkau telah suci,” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i).

6. Pastikan air yang mengalir telah membasahi seluruh lipatan kulit atau sela-sela anggota tubuh. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri, seperti pada kemaluan, dubur, bawah ketiak, dan pusar.

7. Melanjutkan mandi seperti biasa dan bilas hingga benar-benar bersih.

8. Apabila hendak melaksanakan sholat setelah mandi wajib harus berwudhu kembali.

Itulah tata cara mandi wajib perempuan sesuai tuntunan sunnah yang bisa dilakukan untuk mensucikan diri dari hadas besar, semoga bermanfaat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Keramas saat Haid Menurut Islam



Jakarta

Keramas saat haid menjadi pertanyaan yang masih kerap muncul di kalangan muslimah. Adakah larangannya menurut syariat dan bagaimana hukumnya dalam Islam?

Syaikh Abdurrahman al-Juzairi dalam Kitab Fikih Empat Madzhab Jilid 1 memaparkan, makna haid secara etimologis artinya sesuatu yang mengalir.

Menurut Mazhab Syafi’i haid merupakan darah yang keluar dari qubul (ujung rahim) seorang wanita yang terbebas dari penyakit pendarahan ketika usianya sudah mencapai sembilan tahun atau lebih dan bukan karena sehabis melahirkan.


Dijelaskan pula bahwa jangka waktu masa haid paling lama adalah lima belas hari yakni (15 x 24 jam). Oleh karena itu, jika ada darah yang keluar setelah waktu maksimal maka darah yang keluar tidak dianggap sebagai darah haid.

Muhammad Jawad Mughniyah dalam Kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah menjelaskan bahwasanya bagi wanita haid diharamkan semua yang diharamkan pada orang junub, yaitu baik menyentuh Al-Qur’an maupun berdiam di dalam masjid.

Perempuan yang sedang haid juga diharamkan untuk berpuasa dan salat. Saat puasa Ramadan ia wajib menggantinya (mengqadha) hari-hari puasa Ramadan yang ditinggalkannya.

Semua ulama mazhab sepakat bahwa mandi dan wudhunya seorang wanita yang haid tidak cukup, karena wudhunya wanita haid dan mandinya tidak dapat menghilangkan hadas. Para ulama mazhab juga sepakat haram hukumnya menyetubuhi wanita pada hari-hari haid.

Diharamkan pula mentalak istri yang sedang haid, tapi kalau terjadi, maka sah talaknya dan menurut keempat mazhab orang yang mentalaknya itu berdosa.

Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqhu al-Madzahib al-Arba’ah al-Juz’ al-Awwal, Kitab ash-Shalah menjelaskan menurut mazhab Syafi’i, wanita haid makruh lewat di depan masjid walaupun untuk suatu keperluan dengan syarat dapat menjamin amannya masjid dari kotoran.

Sementara itu, di antara hal yang diperbolehkan bagi wanita haid salah satunya adalah mandi keramas. Hal ini dijelaskan dalam Kitab Nihayatuz Zain yang turut dinukil M. Syukron Maksum dalam buku Batalkah Salat Jika Melihat Sarung Imam Bolong.

Begitu halnya dengan nifas. Dikatakan, orang yang sedang haid atau nifas tidak dilarang mandi keramas untuk membersihkan rambutnya. Dalam hal ini, hukum mandi keramas bagi wanita haid atau nifas adalah boleh.

Menurut kitab tersebut, yang tidak diperbolehkan bagi wanita haid saat mandi adalah mandi dengan niat menghilangkan hadas haid dan nifasnya, padahal haid atau nifasnya belum selesai, sebab ia berarti telah bermain-main dalam ibadah (tala’ub).

Dijelaskan lebih lanjut, apabila ada rumor yang tidak memperbolehkan keramas bagi wanita haid atau nifas itu muncul karena khawatir ada rambut yang lepas pada saat rambut tersebut dalam status hadas dan tidak ikut disucikan ketika haid atau nifas telah selesai, itu tidak benar.

Sebab, menghilangkan rambut dan kuku pada saat hadis atau nifas tidak sampai dilarang. Ulama hanya menganjurkan bagi orang yang sedang junub agar tidak menghilangkan bagian dari tubuhnya dengan sengaja sebelum mandi junub dilakukan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com