Tag Archives: covid –

Lagi! Barca Punya Masalah Daftarkan Pemain Baru, Kini Marcus Rashford


Jakarta

Barcelona dibayangi masalah tak bisa mendaftarkan pemain baru. Kini, Marcus Rashford yang terancam tak bisa didaftarkan Los Cules.

Semenjak pandemi COVID-19 beberapa tahun silam, Barcelona mengalami masalah keuangan. Akibatnya, Lionel Messi sampai harus hengkang, sampai permasalahan mendaftarkan pemain baru selalu menjadi langganan di bursa transfer.

Pada musim lalu, Dani Olmo dan Pau Victor yang terancam tak bisa dimainkan pada paruh kedua. Barcelona harus mengurangi beban gaji untuk bisa mendaftarkan pemain baru.


Di La Liga, memang ada kebijakan salary cap. Barcelona sudah mencapai batas atas.

Kini, Barcelona berpacu dengan waktu agar bisa menciptakan ruang agar Rashford bisa didatangkan. Inago Martinez dikabarkan akan dilepas Barcelona ke Al Nassr untuk memuluskan proses pendaftaran Rashford.

Selain itu, Barcelona juga memaksa Marc-Andre ter Stegen agar pergi. Pemain asal Jerman itu cedera punggung, akan absen selama tiga bulan. Dia sebenarnya diharapkan menepi empat bulan, agar 50 persen gaji pemain 33 tahun itu bisa dialihkan untuk pemain lain.

Pada prosesnya, Barcelona dan Ter Stegen malah terlibat konflik. Dia akan dilepas, Paris Saint-Germain yang menjadi peminatnya.

Untuk bergabung dengan Barcelona, Rashford sudah bersedia menurunkan gajinya. Rashford digaji 325 ribu poundsterling atau setara 375 ribu euro, bersedia memangkas setengah dari bayarannya di Man United setiap pekan. Jadi, bisa segera mendaftarkan Rashford, Barcelona.

(cas/mrp)



Sumber : sport.detik.com

Apa Itu COVID LF.7 yang Menyebar di Indonesia? Begini Cara Mencegahnya



Jakarta

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus varian COVID-19 yang dominan di Indonesia per 18 Oktober 2025 lalu. Salah satunya varian COVID LF.7 yang mencapai 29 persen kasus pada Agustus 2025. Apa itu varian LF.7?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan varian COVID LF.7 mirip seperti flu biasa. Varian LF.7 merupakan subvarian Omicron, yang lebih ringan dari varian delta.

“Yang jelas lebih ringan dibanding varian delta,” katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (22/10/2025), dikutip dari detikHealth Kamis (23/10/2025).


Menurut laporan per 18 Oktober, ada 11 kasus positif yang ditemukan di Indonesia dari 258 pemeriksaan. Kasus didominasi subvarian XFG, LF.7, dan XFG 3.4.3.

Mengenal Varian COVID LF.7

Varian COVID LF.7 pertama kali dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdeteksi di India. Dalam laporan per 26 Mei 2025, WHO mencatat 1.009 kasus aktif COVID-19 di India, salah satunya temuan varian baru LF.7.

Menurut data dari Konsorsium Genomik SARS-CoV-2 India (INSACOG), pada Mei 2025, empat kasus varian COVID LF.7 terdeteksi di Gujarat. Namun, WHO mengklasifikasikan subvarian LF.7 sebagai “varian yang sedang dipantau”, bukan sebagai “varian yang menjadi perhatian atau menarik”.

Beberapa minggu setelahnya, varian ini kemudian berkontribusi dalam lonjakan kasus di China, Singapura, dan Hong Kong. Meski begitu, pakar mengatakan masyarakat di India tidak perlu panik terhadap varian LF.7 dan subvarian lainnya.

“Tidak perlu panik, tetapi tetap berhati-hati itu penting. Beberapa kematian telah dilaporkan, jadi jangan anggap remeh. Berhati-hatilah,” ujar Dr Sharad Joshi, Direktur & HOD, Pulmonologi dan Pulmonologi Pediatrik, Max Healthcare, dikutip dari NDTV.

Dr Joshi menyarankan, masyarakat di India untuk terus menjaga diri, kebersihan, termasuk ketika dalam perjalanan.

Sementara untuk di Indonesia, Aji mengatakan, varian LF.7 yang mirip flu biasa penting untuk diwaspadai. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik. Khusus kelompok rentan bisa lebih hati-hati, terutama terkait protokol kesehatan.

“Mirip flu biasa tapi perlu waspada untuk kelompok rentan,” jelasnya.

Cara Mencegah Paparan COVID-19 dan Variannya

Kemenkes mengimbau untuk melakukan pencegahan potensi paparan dengan cara:

1. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).

2. Menerapkan etika batuk/bersin untuk menghindari penularan kepada orang lain.

3. Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun (CTPS) atau menggunakan hand sanitizer.

4. Menggunakan masker bagi masyarakat jika jika berada di kerumunan atau sedang sakit seperti batuk, pilek, atau demam.

5. Segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko

6. Bagi pelaku perjalanan, jika mengalami sakit selama perjalanan, sampaikan kepada awak atau personel alat angkut, maupun kepada petugas kesehatan di pelabuhan/ bandar udara/Pos Lintas Batas Negara (PLBN) setempat.

(faz/twu)



Sumber : www.detik.com

Hotel-Hotel di China Tolak Turis Asing, Ada Apa?



Jakarta

Banyak turis asing yang liburan ke China mengeluhkan pengalaman kurang menyenangkan. Mereka ditolak oleh hotel meskipun telah memiliki reservasi.

Dikutip dari ABC News, Kamis (23/10/2025), penolakan itu didapatkan dengan alasan si traveler tidak memiliki kartu residensi permanen China. Mereka pun terpaksa mencari akomodasi lain.

Pengalaman itu didapatkan oleh Alice Jiao, yang memesan kamar di sebuah hotel di Nanjing pada Februari. Saat memesan kamar di Nanjing Rest Yizhi Hotel, dia sudah memastikan bahwa hotel tersebut menerima tamu asing. Namun, setibanya di hotel, staf hotel menyatakan bahwa mereka hanya menerima tamu asing dengan kartu residensi permanen China.


Pengalaman serupa dibagikan oleh wisatawan dari Malaysia, Singapura, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) melalui berbagai platform, seperti Reddit, Xiaohongshu, dan Booking. Penolakan itu paling sering terjadi di hotel kecil atau hotel dengan tarif ekonomis.

Pada Januari 2025, wisatawan asal Malaysia, Emily Qin, mengaku ditolak oleh Royal International Apartment di Guangzhou. Dia mengatakan pada aplikasi pemesanan tidak mencantumkan batasan tersebut.

Para traveler yang mendapatkan pengalaman itu menilai penolakan itu menyulitkan, apalagi bagi mereka yang liburan bersama keluarga dengan anak kecil atau wisatawan lanjut usia.

Di aplikasi domestik seperti Meituan, Ctrip, dan Qunar, banyak hotel secara eksplisit menyatakan bahwa mereka hanya menerima tamu dengan kartu identitas China daratan. Namun, informasi ini sering kali tidak tercantum di platform internasional seperti Booking dan Expedia.

Seperti dikutip Channel News Asia, berdasarkan Undang-Undang Administrasi Masuk dan Keluar China, hotel wajib mendaftarkan tamu asing dan melaporkan data mereka ke polisi setempat dalam waktu 24 jam. Bagi beberapa hotel, terutama hotel di kota-kota kecil, sering kali menghadapi kesulitan dalam sistem registrasi tamu asing, dan memerlukan pelaporan kepada pihak berwenang setempat. Beberapa hotel juga tidak memiliki pelatihan atau fasilitas yang memadai untuk menangani tamu dari luar China.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan upaya China memulihkan pariwisata usai wabah Covid. Pada 2024, jumlah kedatangan wisatawan asing mencapai 131,9 juta, naik 61% dibandingkan tahun sebelumnya, didukung oleh relaksasi visa dan reformasi lainnya.

Sebelumnya, hukum China memang mewajibkan hotel memiliki lisensi khusus “kualifikasi akomodasi asing” untuk menerima tamu internasional. Aturan itu mulai dilonggarkan dan resmi dihapus pada Mei 2024 sebagai bagian dari reformasi pariwisata usai pandemi.

Konsultan perjalanan seperti The China Guide menyarankan wisatawan untuk memesan hotel bintang empat atau lebih tinggi, yang biasanya memiliki staf bilingual dan proses registrasi paspor yang lebih lancar. Wisatawan juga disarankan untuk membaca ulasan, memeriksa detail listing dengan cermat, dan menghubungi hotel untuk konfirmasi sebelum memesan.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Mirip COVID-19, Ini Penyakit yang Lagi Ngegas Hampir 2 Juta Kasus di DKI!


Jakarta

Dinas Kesehatan DKI Jakarta membuka data kenaikan kasus penyakit di balik ramai warga yang merasa tak kunjung sembuh dari gejala batuk, pilek, hingga keluhan lain menyerupai COVID-19.

Kepala Dinkes DKI Ani Ruspitawati menyebut sebetulnya tidak ada peningkatan kasus tertentu yang relatif berbeda dari tahun ke tahun. Di tengah cuaca tak menentu, wajar keluhan semacam itu banyak dilaporkan.

Penyakit Apa yang Lagi Melonjak?


Namun, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) tercatat memang tengah melonjak, terlihat sejak periode Juli. Meski begitu, tren ini sebenarnya dilaporkan setiap tahun.

“Total kasus ISPA di DKI Jakarta hingga Oktober 2025 sebesar 1.966.308. Peningkatan kasus terlihat mulai bulan Juli. ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” tutur Ani kepada detikcom Kamis (16/10/2025).

Peningkatan kasus ISPA disebut Ani juga bisa berkaitan dengan imunitas yang turun di masyarakat.

Ani mewanti-wanti gejala ISPA yang kerap muncul yakni batuk, pilek, sakit tenggorokan hingga demam. Gejalanya bisa dibarengi dengan keluhan hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, dan suara serak.

“Pada kasus ISPA yang lebih berat, gejala dapat mencakup sesak napas, yang membutuhkan penanganan segera,” wanti-wantinya.

Meski begitu, masyarakat dinilai tidak perlu khawatir mengingat penyakit saluran napas seperti ISPA dapat dicegah dengan menjalani Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Berikut imbauannya:

  • Mencuci tangan dengan sabun
  • Menghindari kerumunan
  • Memakai masker saat beraktivitas di ruangan padat maupun di luar ruangan dengan banyak orang berkerumun
  • Menerapkan etika batuk dan bersin
  • Segera akses layanan kesehatan jika ada gejala batuk pilek
  • Membatasi aktivitas saat sakit
  • Menghindari asap rokok
  • Meningkatkan imunitas dengan makan makanan bergizi, istirahat cukup, olahraga rutin serta kelola stres.

(naf/up)



Sumber : health.detik.com

Hampir 2 Juta Kasus Penyakit Mirip COVID Hantui DKI, Dokter Bagi Tips Cegah Tertular


Jakarta

Di tengah cuaca panas yang tak kunjung reda, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat lebih dari 1,9 juta kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga Oktober 2025.

Lonjakan mulai terdeteksi sejak Juli, seiring menguatnya paparan polusi dan datangnya musim kemarau basah yang disebut sebagai pemicu utama gangguan pernapasan warga.

Meski jumlah kasus mendekati dua juta, Dinkes DKI memastikan situasi masih dalam kondisi terkendali. Pemerintah terus melakukan monitoring dan evaluasi (monev) melalui Sistem Kewaspadaan dan Respons Dini (SKDR) untuk memantau potensi wabah seperti ISPA dan COVID-19.


“ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” tutur Ani kepada detikcom Kamis (16/10/2025).

Di sisi lain, dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) beberapa waktu lalu menyebut saat ini memang terjadi musim infeksi saluran napas. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh perubahan cuaca dan sirkulasi virus yang tinggi.

Ia membagikan beberapa tips sederhana yang bisa dilakukan untuk menjaga paru-paru tetap bersih dan sehat. Dengan begitu, tubuh bisa menjadi lebih kuat dalam menghadang berbagai penyakit, termasuk batuk pilek.

⁠”Pakai masker dan gizi seimbang, banyak makan sayur dan buah sebagai antioksidan. Serta juga hindari kerumunan,” ujar dr Erlang ketika dihubungi detikcom, Rabu (8/10).

Makanan tinggi antioksidan juga dapat membantu memperkuat sistem imun dengan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Dengan sistem imun yang optimal, tubuh menjadi lebih tahan terhadap serangan virus dan mampu mempercepat pemulihan saat sudah terkena batuk atau pilek.

Menurutnya, masalah infeksi virus yang memicu batuk dan pilek bisa sembuh dengan sendirinya. Meski begitu, ia mewanti-wanti kelompok rentan, seperti lansia dan orang dengan komorbid untuk lebih berhati-hati.

“Kalau tanda bahaya kalau sudah ada perburukan seperti sesak napas, dahak yang sudah berubah warna yang menandakan terjadinya infeksi bakteri, dan demam tinggi perlu ke fasilitas kesehatan,” sambungnya.

(suc/up)



Sumber : health.detik.com

DKI Catat 1,9 Juta Kasus Penyakit Mirip COVID, Segera Periksa Jika Alami Gejala Ini


Jakarta

Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di DKI Jakarta menunjukkan tren peningkatan. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat total 1.966.308 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta sejak Januari hingga Oktober 2025. Peningkatan jumlah kasus teridentifikasi sejak Juli 2025.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengungkapkan ISPA saat ini menjadi penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di puskesmas. Penularan penyakit ini, kata Ani, sangat mudah terjadi melalui percikan droplet dan partikel aerosol di udara.

“Total kasus ISPA di DKI Jakarta hingga Oktober 2025 sebesar 1.966.308. Peningkatan kasus terlihat mulai bulan Juli,” kata Ani kepada detikcom Kamis (16/10/2025).


Selain di tengah cuaca yang tak menentu dan polusi udara, peningkatan kasus ISPA disebut Ani juga bisa berkaitan dengan imunitas yang turun di masyarakat. Adapun gejala ISPA di antaranya:

  • Batuk
  • Pilek
  • Sakit tenggorokan
  • Demam

“Gejala lainnya bisa berupa hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, dan suara serak. Pada kasus ISPA yang lebih berat, gejala dapat mencakup sesak napas, yang membutuhkan penanganan segera,” kata Ani.

Senada, dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) beberapa waktu lalu mengatakan saat ini memang terjadi musim infeksi saluran napas. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh perubahan cuaca dan sirkulasi virus yang tinggi.

Ia juga mengingatkan segera mencari pertolongan bila muncul tanda bahaya, seperti sesak napas atau dahak yang berubah warna. Menurutnya, kondisi tersebut bisa menjadi pertanda adanya infeksi bakteri.

“Demam tinggi perlu ke fasilitas kesehatan,” ucapnya Rabu (8/10).

(suc/up)



Sumber : health.detik.com

Pakar Sorot Dominasi Buzzer di Medsos, Sedangkan Akademisi Absen


Jakarta

Media sosial menjadi medan tempur narasi yang didominasi buzzer dan bot. Hal ini disampaikan oleh pakar analisis media sosial pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi.

Di sisi lain, ia juga menyorot absennya peran akademisi dalam membentuk narasi di ruang publik digital di negeri ini. Melalui penjelasannya yang bertajuk “Siapa Pemilik Narasi? Data, Disinformasi, dan Hilangnya Suara Akademisi” dalam “The 2025 International Conference on Computer, Control, Informatics, and Its Application (IC3INA) pada Rabu (15/10/2025), ia mengutarakan suara akademisi yang berbasis data dan kebenaran malah hilang dan tertinggal di belakang jurnal-jurnal ilmiah.

Perbandingan Aktivitas Kampus Terkemuka di AS dan Indonesia

Ismail Fahmi dalam acara ini memaparkan hasil analisis jaringan sosial (Social Network Analysis). Analisis ini membandingkan aktivitas digital universitas-universitas terkemuka di Amerika Serikat (AS) seperti Stanford University, Harvard University, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan tiga universitas terkemuka di Indonesia seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).


Ia menemukan ada perbedaan aktivitas digital universitas-universitas di kedua negara. Di universitas-universitas di AS, jejaring akun institusi dan akademisi sangat aktif. Pembahasan yang dibangun bersifat global dan mencakup isu-isu kritis seperti COVID-19, politik internasional, serta penemuan sains. Para akademisi AS, seperti tampak pada saat pandemi, menjadi influencer pengetahuan yang aktif berdebat dan mengedukasi publik di media sosial.

Sementara, ia menemukan Universitas Indonesia memiliki keterlibatan di media sosial yang sangat minim dan cenderung bersifat institusional atau lokal. Berdasarkan analisis Drone Emprit, jejaring diskusi seputar UI justru sangat dekat dengan isu politik.

“Universitas kita tidak memiliki naratifnya sendiri di media sosial. Kita hanya ditarik oleh buzzer dan isu politik ke dalam naratif mereka,” jelasnya, dikutip dari BRIN pada Senin (20/10/2025).

Namun, Ismail Fahmi juga mengakui ada kendala yang membuat akademisi di Indonesia enggan bersuara, termasuk ketakutan akan kekerasan politik; tekanan institusional; sampai risiko hukum dan reputasi.

Saran Strategi Komunikasi untuk Akademisi

Maka dari itu, ia menawarkan strategi komunikasi yang aman serta konstruktif yang dapat dilakukan para akademisi. Ia menegaskan agar para akademisi Tanah Air fokus pada data, bukan politik; mengadopsi jurnalisme konstruktif; serta memanfaatkan kecerdasan buatan.

“Jika kita akademisi dan peneliti tetap menjadi penonton, maka siapa yang akan menjadi pemandu intelektual publik berbasis data? Data harus berada di ruang publik, bukan hanya di jurnal dan kelas”, ucapnya.

Ia berharap forum akademik dapat menjadi kekuatan intelektual publik dengan memastikan hasil penelitian mempunyai tujuan gand,a yakni literasi sains dan informasi real-time untuk masyarakat.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

DKI Bakal Larang Jual Daging Anjing dan Kucing, Pakar IPB Harap Berlaku Nasional


Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan akan segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan perdagangan daging anjing dan kucing untuk konsumsi. Langkah ini diambil untuk mencegah penyebaran rabies di Jakarta.

“Mudah-mudahan Jakarta bisa jadi contoh bagi daerah lain,” kata Pramono, dikutip dari unggahan Instagram @dkijakarta, Selasa (14/10/2025).


Merespons rencana Pemprov DKI Jakarta, Guru Besar bidang Genetika dan Pemuliaan Ternak IPB University Prof Ronny Rachman Noor menilai upaya ini merupakan langkah maju.

“Rencana pelarangan perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing oleh Pemprov DKI Jakarta walaupun terlambat dinilai merupakan langkah maju. Diharapkan langkah ini menjadi cikal bakal pelarangan total konsumsi dan perdagangannya di Indonesia,” tulis Ronny dalam laman IPB, dikutip Senin (20/10/2025).

“Angin segar yang dimulai dari pelarangan peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing di wilayah DKI Jakarta, diharapkan akan diikuti oleh peraturan di tingkat nasional,” imbuhnya.

Tradisi Konsumsi Daging Anjing-Kucing

Ia mengatakan, tradisi mengonsumsi daging anjing dan kucing sudah dilakukan selama ribuan tahun. Di beberapa wilayah di Asia, ada anggapan bahwa konsumsi anjing merupakan bagian dari ritual musiman dan punya manfaat medis.

Konsumsi daging anjing tak terbatas di negara-negara Asia. Warga di negara-negara Amerika dan Afrika tidak luput dari praktik ini.

Sementara itu, kendati konsumsi kucing kurang umum ketimbang daging anjing, praktiknya masih dijumpai di beberapa daerah. Penentangan muncul seiring pergeseran etika, kesehatan, dan budaya, memicu sebagian anak muda memilih tidak makan daging anjing dan kucing.

Di samping itu, berbagai organisasi mengkampanyekan bahaya makan daging kucing dan anjing. Praktik perdagangannya juga kian dikecam lantaran sebagian penjual menerima pasokan anjing dan kucing peliharaan yang dicuri.

Berbagai negara di Asia pun telah melarang sepenuhnya konsumsi anjing dan kucing. Termasuk di antaranya yaitu Taiwan, Hongkong, Thailand, dan India.

Tak Ada Bukti Khasiat Daging Anjing-Kucing

Prof Ronny menjelaskan, dari sisi nilai nutrisi, tidak ada bukti daging anjing dan daging lebih berkhasiat dibandingkan daging sapi.

“Daging sapi secara gizi bahkan lebih unggul daripada daging anjing dan kucing dalam hal kualitas protein, komposisi lemak, dan kepadatan mikronutrien. Sementara daging anjing dan kucing sebanding dalam makronutrien dasar, tetapi informasinya kurang banyak didokumentasikan karena kontroversial secara etika,” terangnya.

Sementara itu, dari sisi kandungan lemak, daging sapi lebih sehat ketimbang daging anjing karena kandungan lemak yang lebih sedikit. Ia mengungkapkan, kandungan zat besi, vitamin B, dan omega 3 daging sapi juga lebih unggul daripada daging anjing dan kucing.

“Daging sapi juga memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan keduanya,” ujar Ronny.

Risiko Tertular Penyakit

Dari sisi kesehatan, Ronny menjelaskan, peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing sangat berisiko terhadap penyebaran zoonosis seperti rabies. Sederhananya, zoonosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Rabies atau sakit anjing gila merupakan penyakit dari virus yang menular lewat gigitan atau kontak dengan hewan terinfeksi.

“Perdagangan anjing dan kucing hidup maupun dagingnya berperan besar dalam meningkatkan risiko penyebaran penyakit rabies ini,” kata Ronny.

Ia juga menyorot rendahnya tingkat kebersihan serta sanitasi pasar hewan informal dan ilegal, yang notabene tidak punya pengawas veteriner. Akibatnya manusia rentan terinfeksi Salmonella, E. coli, dan parasit lainnya.

“Pasar hewan hidup yang menjual anjing dan kucing bersama spesies lain turut menciptakan lingkungan yang kondusif bagi munculnya patogen zoonosis baru, serupa dengan wabah seperti COVID-19,” sambungnya.

Ia menambahkan, jika penyakit zoonosis dari anjing dan kucing menjadi wabah, maka pekerjaan dan perekonomian masyarakat jadi terdampak.

(twu/pal)



Sumber : www.detik.com