Tag Archives: demak

Bayar Rp 200 Ribuan, Bisa ke 13 Destinasi dan Masuk Area Makam Raja Demak



Demak

Wisatawan yang ingin melakukan perjalanan religi di Kabupaten Demak mungkin bisa mencoba paket wisata yang ditawarkan Dinas Pariwisata (Dinparta) Kabupaten Demak.

Dinparta Demak memiliki Paket Wisata Jawara (Jelajah Wisata Religi Demak). Dengan harga Rp 200 ribuan, detikers bisa seharian menjelajahi 13 tujuan wisata di pusat penyebaran Islam tertua di nusantara.

Kepala Dinparta Demak, Endah Cahya Rini mengatakan, ada sejumlah eksklusivitas yang bisa didapatkan dari Paket Wisata Jawara. Wisatawan bisa masuk ke area khusus hingga mencicipi kuliner khas Demak.


“Wisatawan bisa masuk ke area khusus, misalnya di makam Raja Demak itu biasanya kan di luar. Nah, kita bisa usahakan untuk masuk ke dalam,” kata Endah saat ditemui detikJateng.

“Kita juga sajikan jamu coro, ada nasi-nasi makanan khas Demak itu tidak sembarangan bisa (dihidangkan),” tambahnya.

Adapun 13 lokasi tujuan yang akan dijelajahi wisatawan dalam Paket Wisata Jawara yaitu:

1. Sunrise Pantai Noer Bedono
2. Makam Terapung Syekh Mudzakir
3. Explore Desa Tenggelam
4. Kampung Adat Kadilangu
5. Pendopo Ndalem Notobratan
6. Lumbung Padi Tertua se-Asean
7. Ndalem Sesepuh Kadilangu
8. Masjid Kadilangu
9. Makam Sunan Kalijaga
10. Masjid Agung Demak
11. Museum Masjid Agung Demak
12. Makam Raja/Sultan Demak
13. Explore Arsitektur Demak Kuno

Wisata ini dimulai pukul 04.00 WIB, di mana wisatawan akan memulai perjalanannya menuju Kawasan Makam Syekh Mudzakir yang berada di tengah laut Kecamatan Sayung menggunakan perahu.

“Jam 04.00 WIB pagi, sebelum subuh, kita menuju ke wisata religi Syekh Mudzakir yang ada di tengah laut. Itu sensasinya luar biasa karena pagi-pagi kita harus bangun, kemudian harus naik perahu. Terus kita salat subuh di makam Syekh Mudzakir dan berziarah di sana,” ujar Endah.

Endah menyebut wisatawan bisa mendapat akses khusus di beberapa lokasi tujuan. Tak hanya melihat-lihat, pemandu wisata juga akan menjelaskan seluk-beluk tempat yang sedang dikunjungi.

Artikel ini sudah tayang di detikJateng. Baca selengkapnya di sini.

(ddn/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Masjid Kuno Ini Saksi Penyebaran Agama Islam di Madiun



Madiun

Di tengah pemukiman warga kelurahan Kuncen, berdiri sebuah masjid kuno yang menjadi saksi penyebaran agama Islam di Madiun.

Masjid Kuno Kuncen, yang dikenal pula sebagai Masjid Nur Hidayatullah, kerap disebut sebagai salah satu saksi perkembangan Islam di Madiun dan telah menarik perhatian warga, peneliti, serta wisatawan religi.

Meski ukurannya tak seluas masjid-masjid agung metropolitan, nilai historis dan arsitekturnya membuat tempat ini istimewa. Struktur serupa joglo, tiang saka kayu berusia, serta pagar batu bata yang menjulang menjadi ciri khas yang mudah dikenali.


Kompleks masjid ini juga letaknya berdekatan dengan sendang yang menurut tradisi setempat terkait dengan asal-usul nama kota Madiun. Air dari sendang ini juga dipercaya memiliki berkah dan sering digunakan untuk ritual jamasan (penyucian) benda-benda pusaka, terutama menjelang bulan Suro (Tahun Baru Jawa) atau saat perayaan Grebeg Maulud.

Asal-usul Masjid Kuno Kuncen

Dilansir dari laman resmi Kelurahan Kuncen, pergeseran kekuasaan besar terjadi pada tahun 1568 di Kesultanan Demak, yang dampaknya turut membentuk sejarah di Madiun.

Era baru ini dimulai setelah Mas Karebet, atau Jaka Tingkir, memenangkan perang saudara. Dengan restu para wali, ia naik tahta menggantikan mertuanya, Sultan Trenggono, dan bergelar Sultan Hadiwijaya.

Namun, Sultan Hadiwijaya menolak untuk berkedudukan di Demak dan memilih memindahkan pusat pemerintahannya ke Pajang. Sejalan dengan perubahan tersebut, putra Sultan Trenggono lainnya, Pangeran Timur, diangkat sebagai Bupati Madiun pada 18 Juli 1568.

Pengangkatan adik ipar Sultan Hadiwijaya ini dilakukan oleh Sunan Bonang yang mewakili dewan wali. Pangeran Timur, yang memerintah Madiun dari tahun 1568 hingga 1586, kemudian dikenal dengan gelar Panembahan Rama atau Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno.

Pada tahun 1575, Pangeran Timur mengambil keputusan strategis untuk memindahkan pusat pemerintahan Madiun dari wilayah utara (Kelurahan Sogaten) ke lokasi baru di selatan, yaitu di Kelurahan Kuncen (sebelumnya bernama Wonorejo).

Selain mengurus pemerintahan, Pangeran Timur juga mengemban misi dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Karena penyebaran agama erat kaitannya dengan pendirian tempat ibadah, maka diyakini bahwa Masjid Kuno Kuncen (yang kini bernama Masjid Nur Hidayatullah) didirikan di Kuncen setelah perpindahan ibu kota tersebut, yakni sekitar akhir abad ke-16.

Peninggalan Sejarah Masjid Kuncen

Peninggalan sejarah di masjid di antaranya adalah bedug (kentungan besar) kuno yang diyakini seusia dengan masjid, serta mustaka (mahkota atap) asli masjid yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Selain itu, mimbar dan beberapa elemen arsitektur di dalam masjid juga masih mempertahankan keasliannya sejak era Pangeran Timur.

Artefak terpenting di kompleks ini sesungguhnya adalah keberadaan makam-makam kuno, terutama makam Pangeran Timur (Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno), Bupati Madiun pertama.

Kompleks makam ini, yang letaknya menyatu dengan area masjid, menjadi bukti utama fungsi Kuncen sebagai pusat pemerintahan dan penyebaran Islam pertama di Madiun. Nisan-nisan kuno dari para kerabat dan abdi dalem yang dimakamkan di sekitar Pangeran Timur juga menjadi peninggalan sejarah yang tak ternilai.

Karena nilai sejarah yang tinggi dan keunikan arsitekturnya, kompleks Masjid Kuno Kuncen (termasuk area makam Pangeran Timur) telah ditetapkan secara resmi oleh Pemerintah Kota Madiun sebagai Situs Cagar Budaya melalui SK Walikota pada tahun 2019.

Status ini memberikan perlindungan hukum penuh, yang berarti segala bentuk pemugaran atau penambahan fasilitas baru di kawasan tersebut harus dilakukan atas seizin dan pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Masjid Kuno Kuncen adalah bukti konkrit yang menghubungkan masa lalu dengan keseharian warga Madiun. Perdebatan tentang tanggal pendirian atau nama pendiri menggambarkan hidupnya tradisi dan arsip, keduanya perlu disandingkan agar sejarah kawasan ini bisa ditulis lebih lengkap.

Upaya pelestarian dan pengelolaan wisata yang menghormati nilai asli akan menentukan apakah generasi mendatang masih bisa menyentuh, melihat, dan belajar dari warisan ini.

——–

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Ritual Kontroversial Jumat Pon di Gunung Kemukus: Ziarah Dibayangi Perzinahan



Jakarta

Gunung Kemukus di Sragen, Jawa Tengah, dikenal dengan ritual Jumat Pon yang kerap menuai kontroversi. Ziarah yang awalnya bermuatan spiritual ini berubah citra karena dikaitkan dengan praktik seks bebas yang berkembang di sekitarnya.

Cerita rakyat di Indonesia begitu banyak dan bervariasi, misalnya mitos-mitos yang melekat pada suatu penanggalan. Terlebih di wilayah Jawa yang banyak ditemukan.

Pada buku Seri Penemuan: Kalender karya Armelia F. menerangkan dalam kalender Jawa dikenal dua macam hari, yakni siklus mingguan dan siklus pekan pancawara.


Jika siklus mingguan terdiri atas tujuh hari yang biasa kita gunakan dalam keseharian seperti Kamis dan Jumat maka siklus pancawara tersusun dari lima hari pasaran yaitu Pahing, Legi, Kliwon, Pon, dan Wage.

Saat keduanya dikombinasikan, sebagai contoh hari ini Jumat (3/10/2025) maka disebut Jumat Pon. Itu disebut sebagai weton.

Kembali pada mitos yang melekat suatu penanggalan di wilayah Jawa. Di setiap malam Jumat Pon ada mitos yang sangat kontroversial di Desa Pendem, Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Timur. Itu tempat peristirahatan terakhirnya Pengeran Samudro

Mitos Berhubungan Seks sebagai Pemulus Hajat

Ritual kontroversial itu menjadi agenda rutin yang dilakukan di Gunung Kemukus. Bagi orang-orang yang percaya dengan hal-hal spritual, tempat itu begitu ramai bak pasar malam kala malam Jumat Pon. Salah satu tujuannya adalah ngalap berkah, tidak sedikit yang mengartikan sebagai mencari pesugihan.

Nah, ritual ngalap berkah itu untuk meminta kelancaran pesugihan itu. Orang-orang yang berdatangan ke Gunung Kemukus agar keinginannya terkabul, selain berdoa mereka juga harus melakukan hubungan seks.

The New Kemukus, Sragen.New Kemukus. (Kominfo Kabupaten Sragen)

Hubungan seks dilakukan bukan dengan pasangan yang sah, selama tujuh kali berturut-turut. Jika salah satu pasangan (tidak sah) itu bolos di pertemuan berikutnya maka gugurlah tangga harapan untuk mencapai keinginan itu. Sehingga harus diulangi dari awal dan dengan pasangan yang berbeda.

Cerita di Balik Ritual Ngalap Berkah Gunung Kemukus

Ada berbagai versi tentang cerita asal mula bagaimana ritual seks di Gunung Kemukus ini. Tetapi yang pasti Pangeran Samudro merupakan penyebar agama Islam dan juga punya keturunan Majapahit.

Pemkab Sragen Jawa Tengah tengah berupaya mengikis stigma ritual seks yang selama ini melingkupi obyek wisata Gunung Kemukus. Dana Rp 48 miliar digelontorkan pemerintah pusat demi menata obyek wisata ini menjadi The New Kemukus berkonsep wisata ziarah dan keluarga.New Kemukus. (Kominfo Kabupaten Sragen)

Mulanya, Pangeran Samudro diutus oleh penguasa Demak kembali merekatkan hubungan keturunan Majapahit yang kala itu tercerai-berai. Dan sebelum itu, Pangeran Samudro juga telah mendapat tempaan agama dari Sunan Kalijaga sebelum melanggengkan misinya itu.

Sayangnya, di tengah menyebarkan syariat itu Pangeran Samudro jatuh sakit dan meninggal dunia. Dia kemudian dimakamkan di Gunung Kemukus.

Tak lama setelah mengetahui kabar sang anak jatuh sakit, ibunda Pangeran Samudro (Dewi Ontorwulan) dan singkatnya Dewi Ontrowulan pun meninggal. Gunung Kemukus juga menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.

Menepis Stigma Mengubah Citra

Semakin modern zaman, praktik kontroversial itu lambat laun ditiadakan. Gunung Kemukus yang kala itu hype hingga media asing menyoroti sebagai ‘Mountain Sex’ kini bersolek benar-benar menjadi destinasi wisata religi.

Mengutip detikjateng, sejak Oktober 2020 objek wisata itu diubah total. Tak tanggung-tanggung, Kementerian Pariwisata bersama Kementerian PUPR mengeluarkan dana sebesar Rp 48 miliar dan setelah dilakukan revitalisasi kemudian diresmikan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dengan nama New Kemukus.

Penanggung Jawab Objek Wisata Gunung Kemukus, Marcellus Suparno, menjelaskan destinasi wisata itu sekarang telah berubah. Kini ada wahana baru yang di bangun di sana, ada juga lahan bekas bangunan liar dan warung yang telah diubah jadi taman.

“Harapannya New Kemukus nanti menjadi objek wisata yang nyaman untuk keluarga maupun peziarah. Penataannya sejak 2020 dan awal 2022 sudah rampung,” kata dia.

(upd/fem)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Haru Istri yang Suaminya Meninggal di Madinah



Jakarta

Niat Sumi’ah menunaikan ibadah haji beserta suaminya pupus setelah sang suami dipanggil Allah SWT. Ini ceritanya.

Suami Sumi’ah bernama Masrikan Rejo Nasikun, meninggal dunia 31 Mei 2023, dari kloter 4 asal Karanganyar, Kabupaten Demak. Yang bersangkutan meninggal dunia di RSAS Madinah.


Jemaah berusia 72 tahun dan termasuk kategori lansia itu meninggal dunia pada Rabu (31/5/2023) pukul 18.30 WAS (Waktu Arab Saudi). Penyebabnya karena serangan jantung.

“Suami di pesawat biasa saja. Sebelumnya memang pernah sakit tapi kalau dikeroki terus enak. Yang dikeluhkan itu sakit di ulu hati. Sebelumnya sudah pernah diperiksakan dan dinyatakan sehat ketika berangkat. Normal terus sampai mendarat bahkan sampai masuk ke hotel,” tutur Sumi’ah saat ditemui tim Media Center Haji di Makkah, (5/6/2023).

Suami Sumi’ah meninggal waktu jalan ke masjid kira-kira menjelang perpindahan ke Makkah. “Saya juga diajak untuk jalan-jalan tapi saya tidak mau. Setelah pulang jalan-jalan suami membawa kurma. Saya bilang kok belinya sekarang pak kita lo mau ke Makkah.”

“Nah, terus suaminya itu sakit. Ketika diperiksa sama dokter dia terus terpejam terus dibawa ke rumah sakit. Saya sempat mau ikut ke rumah sakit tapi nggak dibolehkan,” ungkap perempuan paruh baya ini.

“Saya tidak tahu kapan bapak (suami) meninggal. Saya tahunya itu ketika dokter dan perawat datang ke kamar terus di kamar itu cuma diem saja. Terus akhirnya dia bisa mengerti Kalau suaminya sudah meninggal,” ceritanya.

Kini Sumi’ah yang beribadah dengan kursi roda sedang menata hati. Empat koper milik dia dan almarhum suaminya yang dibawa dari Solo dia tekadkan dibawa pulang kembali nantinya.

“Kadang-kadang kalau teringat suami perasaannya bagaimana gitu. Masih baru jadi ya nangis. Kalau keluarga sering menelpon menguatkan tanya kabar,” tutupnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com