Tag Archives: detikjabar

Lokasi Lembah Tengkorak, Tempat Ayah dan Anak Hilang Saat Trekking Bareng


Jakarta

Lembah Tengkorak kembali jadi lokasi orang hilang pada Kamis (16/10/2025), setelah trekking ke wilayah tersebut pada Rabu (15/10/2025). Kali ini terjadi pada Deden Yudi (42) serta Zaizafan Dhiya (19), pasangan ayah dan anak yang liburan di wilayah hutan tersebut.

Menurut penjaga basecamp, keduanya berencana turun dan sampai di basecamp pada Kamis (16/10/2025). Penanggung jawab basecamp akhirnya menghubungi Tim SAR Gabungan untuk mengawali proses evakuasi. Keduanya akhirnya ditemukan dengan selamat pada Jumat (17/10/2025) dan dilarikan ke Puskesmas untuk penanganan secepatnya.


Sebelum pasangan Deden Yudi (42) serta Zaizafan Dhiya (19), Lembah Tengkorak menjadi lokasi hilangnya 8 siswa SMK Negeri 1 Cisarua pada Senin 13 Februari 2023. Para pelajar tersebut berangkat ke Lembah Tengkorak bersama alumni. Mereka ditemukan dengan selamat di tengah hutan.

Di Mana Lokasi Lembah Tengkorak?

Dikutip dari laporan detikJabar, Lembah Tengkorak adalah wilayah dengan danau alami di tengah hutan yang diapit dua gunung. Dengan visual ini, Lembah Tengkoran seperti Sungai Amazon yang membelah hutan hujan tropis alami di Brazil meski danau Lembah Tengkorak jelas lebih kecil.

Lembah Tengkorak sebetulnya masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sumedang, tepatnya Kecamatan Tanjungsari. Namun wilayah ini berbatasan langsung dengan Palintang, Kabupaten Bandung serta Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Menurut Asep Wahono yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Desa Suntenjaya, Lembah Tengkorak seperti wilayah tak bertuan. Kawasan ini naik daun sebagai lokasi trekking dan offroad, sehingga jalannya banyak rusak. Kendato begitu masih banyak yang datang untuk jalan-jalan atau berkemah.

Terkait nama wilayah yang terkesan angker, Asep mengatakan tidak ada sejarah atau area tertentu yang menjurus pada tengkorak. Belakangan, makin banyak wisatawan yang penasaran dengan rute menantang menuju Lembah Tengkorak. Apalagi para wisatawan juga memburu pesona Lembah Tengkorak.

(row/row)



Sumber : travel.detik.com

Di Air Terjun Ini Ada Batu Purba yang ‘Menjaga’ Laut Selatan



Sukabumi

Di tengah air terjun yang mengalir dengan derasnya di geopark Ciletuh, ada sebuah batu yang konon ‘menjaga’ Laut Selatan pulau Jawa. Bagaimana kisahnya?

Di lembah hijau Geopark Ciletuh, dua aliran air terjun kembar jatuh berdampingan dari tebing purba. Di antara gemuruhnya, berdiri sebongkah batu besar yang tak pernah bergeser.

Bagi warga, batu itu bukan sekadar batuan karang tua, tapi “penjaga” yang dipercaya memberi tanda sebelum laut selatan murka.


Siang itu, matahari menembus sela-sela pepohonan di tebing Curug Sodong. Suara air jatuh menggema ke seluruh lembah, memantul di dinding batu yang licin dan berlumut.

Dari bawah, bongkahan batu itu tampak menonjol di tepi tebing seolah menggantung di udara. Tak ada penyangga yang jelas, tapi batu itu tetap kokoh di tempatnya, menantang waktu dan arus.

“Dari dulu orang sini percaya, kalau batu itu sampai jatuh, laut bakal naik ke darat,” kata Anwar, warga Desa Ciwaru yang akhir pekan lalu sedang duduk di bebatuan pinggir curug.

“Makanya kami anggap itu bukan batu sembarangan. Tapi ya, bukan buat ditakuti juga. Itu cuma tanda alam,” sambungnya.

Cerita Anwar hidup turun-temurun di kampung ini. Warga menyebut batu itu batu penjaga, penanda yang dipercaya bisa memberi isyarat ketika laut selatan mulai bergolak.

Mitos itu bahkan diakui secara resmi oleh pengelola Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Di area pandang Curug Sodong, sebuah papan besar bertuliskan #GeoMyth berdiri tak jauh dari lokasi air terjun.

Dalam papan itu dijelaskan bahwa kepercayaan tersebut bukan sekadar tahayul, tetapi bisa dibaca melalui sudut pandang geologi.

Mitos Batu Curug Sodong

Dikutip dari panel informasi Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, tertulis bahwa jika arus sungai sederas apa pun tak mampu menjatuhkan bongkah batu tersebut, maka hal lain yang bisa menggoyahkannya adalah guncangan besar atau gempa bumi.

Gempa di laut selatan, tulis panel itu, berpotensi menghasilkan tsunami. Dengan kata lain, mitos tentang batu yang akan jatuh sebelum laut naik bukan hanya legenda, melainkan bentuk kearifan lokal yang memuat pengetahuan alam.

“Batu itu sudah ada sejak zaman kakek buyut saya,” lanjut Anwar. Ia menunjuk ke arah tebing di atas.

Curug Sodong di Kabupaten Sukabumi.Batuan di Curug Sodong Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

“Dari dulu ya begitu saja, nggak pernah bergeser. Jadi banyak yang percaya kalau itu memang batu penjaga,” sambungnya.

Warga Ciletuh pun seakan-akan punya ‘batu penjaga’ sebagai simbol kewaspadaan terhadap perubahan bumi.

Bagi pengelola Geopark Ciletuh, kisah semacam ini bukan sesuatu yang harus disangkal. Sebaliknya, ia dijaga dan dipakai sebagai alat edukasi. Cerita rakyat semacam itu dikenal dengan istilah geomyth legenda lokal yang ternyata menyimpan catatan geologi masa lalu.

Cara Menuju ke Curug Sodong

Curug Sodong sendiri berada di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, sekitar 45 kilometer dari Pelabuhanratu.

Air terjun ini termasuk destinasi utama dalam kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu yang sudah diakui UNESCO. Tiket masuknya tergolong murah, hanya Rp12.000 per orang, dengan jam operasional pukul 08.00 hingga 16.00 WIB setiap hari.

Dari area parkir, Curug Sodong terlihat utuh. Dua tirai air jatuh sejajar dari tebing setinggi hampir dua puluh meter, mengalir deras ke kolam alami di bawahnya.

Di sisi kiri curug, jalan kecil dari tanah basah membawa pengunjung ke tepi air. Dari sana, batu besar di atas tebing tampak lebih jelas: menonjol, sedikit miring, tapi seolah ditahan oleh kekuatan tak terlihat.

Kabut air membentuk pelangi kecil di sela dua aliran curug. Di latar belakang, batu “penjaga” itu tampak sendirian di tepi jurang.

Di bawahnya, pengunjung sibuk berfoto, sementara beberapa orang berdiri diam, menatap ke arah batu itu antara kagum dan waspada.

“Kalau dilihat lama-lama, memang kayak ada yang jaga,” kata Anwar sambil tersenyum. “Tapi kalau buat saya, itu cuma cara alam ngasih tahu kita supaya jangan sombong,” ucapnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Duh! Viral Terumbu Karang di Pantai Sukabumi Dihantam Alat Berat, Warga Geram



Sukabumi

Sebuah video viral menampilkan alat berat berupa ekskavator menghantam terumbu karang di pantai Minajaya, Sukabumi. Warga setempat pun geram!

Dalam video berdurasi sekitar satu menit yang beredar viral, tampak satu unit ekskavator berwarna oranye bekerja di atas hamparan karang yang sebagian tergenang air laut. Di sekitarnya terlihat beberapa orang pekerja.

Alat berat itu tampak aktif menghantam permukaan terumbu karang. Alat yang digunakan bukan bucket penggali biasa, melainkan breaker hammer, peranti hidrolik yang berfungsi memecah material keras seperti batu atau beton.


Dalam video, ujung besi alat tersebut berulang kali menghantam permukaan karang yang kering, karena air laut sedang surut. Setiap hentakan menghasilkan suara dentuman pendek yang menunjukkan adanya aktivitas pemecahan karang di tepi pantai.

Video ini memicu berbagai tanggapan di media sosial. Narasi yang menyertai unggahan menyebut aktivitas tersebut dilakukan di lokasi proyek tambak udang milik PT Berkah Semesta Maritim (BSM). Warganet menilai penggunaan alat berat di area karang sama saja dengan merusak ekosistem laut yang masih alami.

Warga Setempat Prihatin

Pemuda Desa Buniwangi, Denda, yang juga anggota Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu (FMNMB), menyampaikan keprihatinannya. Ia menilai aktivitas tersebut menghancurkan struktur karang dan biota laut yang menempel di dalamnya.

“Saya prihatin atas dugaan pengrusakan karang pesisir di wilayah Pantai Minajaya oleh PT BSM. Penggunaan alat berat untuk membuat jalur pipa langsung menghancurkan struktur karang dan organisme yang menempel, dengan dampak yang bisa bertahan puluhan hingga ratusan tahun. Apalagi seperti yang kita tahu bahwa karang di kawasan Pantai Minajaya itu berfungsi sebagai penahan gelombang, habitat berbagai organisme laut, serta pengendali sedimentasi pasir dan nutrien,” kata Denda, Selasa (21/10).

Ia meminta agar kegiatan di pesisir Minajaya ditinjau ulang dan dihentikan bila terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Pembangunan harus sejalan dengan prinsip konservasi. Jalur pipa seharusnya menghindari karang atau menggunakan metode yang tidak merusak ekosistem. Saya mendesak pihak berwenang, pemerintah, instansi terkait, dan lain-lain untuk menindaklanjuti dugaan ini secara independen, menunda kegiatan yang merusak, dan memastikan pemulihan ekologis jika kerusakan telah terjadi. Karang pesisir adalah warisan ekologis yang vital bagi laut dan manusia,” ujarnya.

Lebih jauh, Denda menambahkan bahwa kawasan pantai tersebut merupakan padang lamun (seagrass) yang penting bagi penyimpanan karbon laut.

“Lebih jauh daripada itu, perlu diketahui juga bahwa kawasan pantai tersebut merupakan kawasan padang lamun (seagrass) yang hari ini oleh dunia sedang konsen terhadap apa yang disebut sebagai blue carbon sesuai SDGs 14,” ucapnya.

PT BSM Buka Suara: Sudah Izin, Itu Karang Mati

Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Perwakilan PT BSM, Muklis, membenarkan bahwa pihaknya melakukan kegiatan di kawasan pesisir Minajaya. Ia menyebut pekerjaan itu merupakan pemasangan pipa yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Sudah, jadi kan kita mulai UKL UPL, kemudian dari kementerian kelautan kemarin itu kami disurvey kembali, disurvey kami juga memastikan jadi bagaimana, nggak apa-apa selama di situ enggak ada mangrove kemudian enggak ada gresi, itu indikator kalau disitu ada suruh cari tempat lain,” kata Muklis.

“Terus di situ karangnya sudah dinyatakan karang mati enggak apa-apa, selama pembobokannya tidak berlebihan. Kalau misalnya butuhnya 1 meter kali sekian ya sudah itu saja, sesuai yang kita mohonkan di perizinannya itu. Jadi sudah enggak ada masalah, sudah diizinkan kita. (Izin) dari kementerian kelautan,” sambung Muklis.

Muklis menjelaskan survei lokasi dilakukan oleh pihak kementerian pekan lalu, dan kegiatan di lapangan dilakukan sesuai arahan hasil survei tersebut.

“Iya tempo hari itu kita disurvey lagi, hari apa ya, minggu kemarin ya kamis atau rabu begitulah datang mereka survey ke sana dicek karang-karangnya, tumbuhan-tumbuhannya pakai drone segala macam. Makanya kami perintahkan vendornya untuk mengerjakan itu,” ujarnya.

Menurutnya, pipa itu dipasang di dalam atau bawah karena nelayan setempat meminta agar pipa tidak mengganggu aktivitas melaut.

“Itu nelayan mintanya enggak mau pipanya nongol, alasannya mengganggu apalah, makanya pipa untuk menyedot itu kita tanam di situ. Pipa untuk pengambilan air lautnya itu loh, kan kalau nongol mereka (nelayan) komplain, makanya kita tanya mau di atas atau di bawah. Dulu kan katanya enggak mau nongol,” tutur Muklis.

DPMPTSP Sukabumi Klaim Belum Berizin

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi, Dede Rukaya, menyebut proyek tambak udang PT BSM belum memiliki seluruh perizinan di tingkat daerah.

“Info dari DPTR, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) sudah terbit dari ATR/BPN. Selanjutnya menunggu persetujuan lingkungan, bisa dicek ke DLH. Di DPMPTSP belum ada permohonan PBG pada SIMBG,” kata Dede.

Menegaskan hal itu, Kepala Bidang Penataan Hukum Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi, Arli Harliana, menjelaskan bahwa persetujuan lingkungan proyek PT BSM sudah terbit.

“Persetujuan lingkungan sudah terbit. Yang berisi pengelolaan dampak, termasuk persetujuan teknis baku mutu air limbah dan rincian teknis Lb3,” kata Arli saat dikonfirmasi, Selasa (21/10/2025).

Namun, ketika ditanya terkait aktivitas alat berat di kawasan karang, Arli menyebut hal itu berada di luar kewenangan pemerintah daerah.

“Hasil komunikasi dengan pimpinan sekaitan kegiatan pada ruang sepadan dan laut menjadi kewenangan KKP,” ujarnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Siap Ungkap Misteri Gunung Padang, Peneliti: “Nanti Akhir Oktober”



Jakarta

Peneliti Gunung Padang bersiap mengungkap misteri dan hasil penggalian situs megalitikum tersebut. Pengungkapan fakta dilakukan usai proses penelitian dan pemugaran tahap awal. Riset ini tidak hanya dilakukan di bawah permukaan situs, tapi juga pada bagian permukaan.

“Nanti di akhir Oktober 2025 kami akan sampaikan hasilnya. Yang jelas ada beberapa temuan baru,” kata Ketua Tim Peneliti dan Pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang Ali Akbar, Senin (20/10/2025), dikutip dari detikJabar.


Temuan yang terdiri dari berbagai bahan karbon ini akan diteliti untuk mengetahui usia Situs Megalitikum Gunung Padang. Selain usia, uji karbon juga untuk mengetahui berbagai jejak di seputar situs Gunung Padang. Info ini tentunya bisa diakses masyarakat luas.

Sebagai informasi, titik penggalian berada di teras pertama, ketiga, keempat, dan kelima. Titik penggalian paling besar berada di teras keempat. Penelitian dan pemugaran lanjutan Situs Gunung Padang dilakukan pada Agustus-Oktober 2025 dengan melibatkan 100 orang ahli dari berbagai bidang keilmuan.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon sempat datang ke Situs Megalitikum Gunung Padang pada Selasa (7/10/2025) tengah malam. Kedatangannya tidak hanya untuk memeriksa proses pemugaran dan penelitian, tetapi juga menyimpan makna serta harapan tersendiri untuk situs yang lebih tua dari Piramida Giza di Mesir tersebut.

(row/row)



Sumber : travel.detik.com

Bikin Heboh! Macan Kumbang Turun Gunung ke Permukiman Warga Sumedang



Sumedang

Kemunculan seekor macan kumbang di area permukiman warga Sumedang bikin heboh. Warga resah dengan kehadiran macan yang sedang turun gunung tersebut.

Macan kumbang itu dilaporkan muncul di Dusun Batugara, Desa Cikondang, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Temuan macan kumbang tersebut langsung membuat geger warga setempat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, macan kumbang berwarna hitam tersebut ditemukan pada Senin (20/10) dini hari. Petugas gabungan bersama dengan warga hingga saat ini masih melakukan penyisiran untuk menemukan hewan buas itu.


“Iya benar ada laporan ke kami terkait dengan adanya temuan hewan dilindungi macan kumbang yang masuk permukiman warga,” ungkap Kapolres Sumedang AKBP Sandityo Mahardika, Selasa (21/10/2025).

Sandityo mengatakan, polisi bersama dengan pihak terkait lainnya tengah melakukan patroli siang maupun malam untuk mencegah agar hewan macan kumbang tidak kembali masuk ke area permukiman dari warga sekitar. Sebab, lanjut dia, sudah ada hewan ternak milik warga telah dimangsa macan kumbang.

“Untuk hal tersebut Polres bekerja sama dengan polsek dan juga instansi terkait lainnya melakukan penyisiran langsung dan juga patroli. Karena kita khawatir macan kumbang masih ada di area tersebut, untuk mengusir macan kumbang agar bisa menjauhi area yang banyak hewan ternak warga ayam dan lain-lain,” katanya.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak terkait lainnya, Sandityo menyampaikan bahwa wilayah hutan yang berada di daerah Ganeas merupakan habitat dari hewan macan kumbang.

“Kalau macan kumbang habitatnya tersebar luas di Kabupaten Sumedang ini apalagi wilayah-wilayah hutan seperti Ganeas dan lain-lain, sehingga memang menjadi habitat macan tumbang, memang di sana juga banyak monyet,” ucapnya.

“Kita harapkan jangan sampai ada kerusakan alam agar hewan-hewan tersebut tidak menyerang ke rumah warga,” tambah dia.

———

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Hutan Tritik Tempat Penemuan Fosil Gajah Itu Bukan Hutan Biasa di Zaman Purba



Nganjuk

Ahli Penyelidik Bumi Badan Geologi Unggul Prasetyo menyebut lokasi penemuan fosil gajah purba atau Stegodon trigonocephalus memang unik. Dulu kawasan itu padang sabana habitat beragam satwa.

Fosil gajah purba itu ditemukan di lereng Gunung Pandan, tepatnya di kawasan Hutan Triktik, Nganjuk, Jawa Timur. Fosil gajah itu bukan fosil pertama yang ditemukan di lokasi yang sama.

“Di wilayah ini pernah dilaporkan temuan fosil banteng, kuda nil, babi hutan, gajah stegodon, buaya juga,” kata Unggul kepada detikJabar, Rabu (22/10/2025).


Menurut Unggul, wilayah Hutan Tritik secara geologi masuk ke dalam zona Kendeng. Zona Kendeng ini dari zaman Hindia Belanda sudah lama dikenal mengandung fosil.

“Zona Kendeng ini memanjang barat timur dari Sangiran sampai wilayah Tritik ini, dan memang banyak dijumpai fosil,” ujarnya.

“Sekitar 800 ribu tahun yang lalu lingkungan di Tritik khususnya dan zona Kendeng umumnya berupa lingkungan hutan terbuka dan savana, sehingga banyak dihuni binatang-binatang berukuran besar. Pada saat itu daerah Tritik merupakan daerah jelajah hewan-hewan tersebut,” dia menambahkan.

Unggul menyebut hingga hari ini sudah hampir 70 persen bagian fosil ditemukan. Saat ini, proses ekskavasi masih berlangsung.

“Harapannya bisa ketemu paling nggak 90 persen,” kata dia.

Disinggung terkait kendala ekskavasi, Unggul menyebut terkendala dalam cuaca. Cuaca saat ini cukup terik dan diselingi hujan.

“Kendalanya lebih ke cuaca yang tiba tiba hujan sehingga ada tantangan untuk menjaga lokasi fosil tetap kering,” kata dia.

Unggul menambahkan proses ekskavasi akan ditambah dari 10 hari menjadi 15 hari.

“Awalnya ditargetkan 10 hari, tetapi melihat volume dan jumlah temuan maka rencana diperpanjang sampai semua terangkat, perkiraan total 15 hari untuk semua bisa terangkat,” ujar dia.

***

Selengkapnya klik detikJabar

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com