Tag Archives: detikjogja

Duh! Banyak Turis Lolos Masuk Parangtritis Tanpa Bayar Karcis



Bantul

Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Bantul mengeluh soal banyaknya turis yang lolos masuk ke pantai Parangtritis tanpa membayar karcis.

Itu karena tempat pemungutan retribusi (TPR) Parangtritis yang baru kurang ideal. Hal tersebut membuat beberapa wisatawan lolos dari pungutan TPR, karena melaju dengan kecepatan tinggi.

“Semua TPR kita belum ideal, baik yang Parangtritis maupun yang lain itu semua belum ideal,” katanya kepada wartawan di Bantul, Jumat (17/10/2025).


Saryadi mencontohkan, TPR Parangtritis yang baru berupa bangunan permanen namun belum representatif. Mengingat ukurannya yang kecil dan tidak ada tempat untuk berteduh khususnya saat hujan.

“Kondisi itu membuat tingkat optimalnya penjaringan terhadap wisatawan yang melintas juga tidak optimal seperti di TPR yang utara (lama),” ujarnya.

“Karena ibaratnya itu hanya nyegat di jalan dan bangunannya tidak ada fungsi untuk menjaring, hanya betul-betul bangunan untuk semacam kantor,” lanjut Saryadi.

Kedua, lanjut Saryadi, lokasi untuk mencegat wisatawan berada di jalan berstatus jalan nasional. Hal tersebut membuat Pemkab tidak boleh membangun TPR yang melintang di jalan seperti di TPR lama.

“Sebenarnya kalau dari sisi efektivitas, efektif yang utara itu, ada bangunan yang melintang di jalan yang menjadi pembatas lajur-lajur di jalan. Jadi efektif untuk bisa menjaring wisatawan yang lewat,” ucapnya.

Sedangkan TPR Parangtritis yang baru tidak terlihat dari kejauhan dan tidak terdapat pembatas jalan seperti di TPR lama. Menurutnya, hal tersebut menjadi risiko tersendiri untuk petugas yang berjaga.

“TPR Parangtritis yang baru tidak terlihat dari jauh dan tidak ada pembatas, sehingga kecepatan lalu lintas kan tinggi. Jadi kalau teman-teman menghentikan kendaraan mendadak malah jadi risiko,” katanya.

Karena itu, Saryadi mengaku saat ini masih banyak wisatawan yang lolos alias tidak membayar retribusi saat berkunjung ke kawasan Pantai Parangtritis. Namun Saryadi memakluminya karena mengutamakan keselamatan petugas TPR.

“Karena itu ya kadang-kadang demi keamanan banyak yang lepas karena kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Jadi kasihan juga teman-teman pelaksana, mereka kehujanan, kepanasan di tengah jalan dan itu bisa melemahkan semangat teman-teman,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Saryadi ke depannya akan melakukan evaluasi. Selain itu berkoordinasi dengan pihak terkait agar Jalan Parangtritis bisa berstatus Jalan Kabupaten.

“Kalau mau ideal itu Pemkab harus cari tanah yang memadai, kemudian ke depan status jalan yang selatan perempatan JJLS diturunkan jadi Jalan Kabupaten. Kenapa harus jadi Jalan Kabupaten agar bisa dibuat TPR yang representatif, ada lajur-lajurnya seperti TPR di utara,” ucapnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Mitos yang Menyelamatkan Warga Kampung Gepolo dari Bencana Alam Dahsyat



Sleman

Bencana alam dahsyat melanda sebuah perkampungan di sisi selatan Candi Prambanan, 70 tahun silam. Namun warga di sana selamat berkat mitos. Apa mitosnya?

Bencana tanah longsor menelan Kampung Gepolo yang luasnya sekitar 1,5 hektar di Sleman, DIY. Ajaibnya, 20 keluarga yang tinggal di kampung tersebut semuanya selamat dari petaka.

Konon, mitos yang diceritakan secara turun temurun oleh para leluhur itu menjadi kunci, sehingga warga berhasil menyelamatkan diri dari bencana dahsyat.


Kampung Gepolo diduga merupakan permukiman kuno. Sekitar abad ke-9 kampung itu menjadi bengkel arca untuk pembangunan candi di sekitar Prambanan.

Hal itu membuat sejumlah arca raksasa banyak ditemukan di kampung itu saat masih dihuni warga. Bahkan, hingga kini, masih ada beberapa arca yang tersisa di bekas permukiman tersebut.

“Namanya Gepolo, dulu kampungnya dari sana, dekat bukit yang dibelah untuk jalan itu. Di sini (sekitar situs arca gupolo) dulu juga ada beberapa rumah,” kata Carik Kalurahan Sambirejo, Mujimin saat berbincang, Rabu (17/9) lalu.

Mujimin yang juga merupakan salah satu tokoh masyarakat di Kalurahan Sambirejo menceritakan, Kampung Gepolo secara administratif merupakan bagian dari Padukuhan Gunungsari. Dulu Gepolo masuk wilayah RT 2 Gunungsari.

Kampung ini berada di area perbukitan. Dekat dengan Tebing Breksi, di bawah Candi Ijo serta di atas Situs Tinjon. Dengan ujung menghadap bibir jurang.

Haryanta, salah satu tokoh masyarakat Padukuhan Gunungsari menceritakan cuaca buruk menimpa Kampung Gepolo di 1955. Hujan lebat melanda berhari-hari.

“Itu hujan selama tiga hari. Ini tanahnya ikut bergerak menuju ke tebing ini,” kata Haryanta.

Arca Ganesha Itu Jatuh ke Tebing

Pada awalnya, penduduk Kampung Gepolo yang terdiri dari 20 keluarga masih mencoba bertahan. Hingga akhirnya sebuah arca berbentuk Ganesha yang ada di kampung tersebut terseret jatuh ke tebing.

Peristiwa itu menjadi perhatian oleh seisi kampung. Sebuah mitos turun temurun menyebut jika arca Ganesha itu runtuh maka kampung itu akan dilanda bencana. Jatuhnya arca itu ke tebing membuat warga berbondong-bondong mengungsi.

“Ada cerita yang melegenda dari orang tua ke anak keturunannya. Itu ceritanya bahwa suatu saat apabila nanti Ganesha itu jatuh ke jurang itu kampung akan ikut,” kata Haryanta.

Benar saja. Tak lama setelah warga mengungsi, permukiman itu akhirnya terbawa longsor.

“Jadi menurut Mbah Jaimin (tetua kampung) itu ada hujan selama tiga hari itu terus ternyata betul, Ganesha yang gede itu jatuh. Selang beberapa hari ini (menunjuk bekas Kampung Gepolo) ikut jalan, tanahnya bergerak,” ujar dia.

Bencana yang melanda di 1955 itu memang melenyapkan Kampung Gepolo. Namun semua penghuninya selamat.

Kini, warga Kampung Gepolo yang waktu itu terdampak telah berpindah dan menetap di tempat lain. Haryanta bilang selain di Glundeng, mereka bergeser ke RT lain di Padukuhan Gunungsari.

“Ada juga yang ke Sumatera,” tandas dia.

——–

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

4 Pendaki Kepergok Trekking di Bukit Kukusan Merapi, Dihukum Hapus Konten



Klaten

Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) menindak tiga cewek dan satu cowok yang kepergok trekking di Bukit Kukusan. Mereka dihukum untuk menghapus konten yang sudah dibuat.

Kepala Balai TNGM, Muhammad Wahyudi, mengatakan beberapa waktu terakhir ini bermunculan akun media sosial terutama di TikTok yang mengunggah aktivitas wisata tidak pada lokasi yang diperkenankan. Salah satunya di Bukit Kukusan yang masuk lereng Gunung Merapi wilayah Klaten.

“Salah satu yang sedang menjadi sorotan adalah tempat yang biasanya disebut dengan nama Bukit Kukusan yang secara administrasi masuk Kabupaten Klaten,” kata Wahyudi dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025)


Wahyudi menyatakan pihaknya telah mengidentifikasi dan menindaklanjuti penyebaran konten wisata ilegal tersebut.

“Langkah itu mencakup menginventarisir akun-akun yang mengunggah konten di Bukit Kukusan, memberikan sosialisasi bahwa Bukit Kukusan bukan area wisata dan beraktivitas di lokasi ini berbahaya, meminta agar menghapus konten di Bukit Kukusan,” jelas dia.

Sebagai tindak lanjut di lapangan, petugas dari Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Wilayah Kemalang dan RPTN Wilayah Cangkringan menggelar patroli pengamanan di kawasan Bukit Kukusan pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Dalam patroli tersebut, petugas menjumpai empat orang yang sedang melakukan aktivitas trekking. Keempat orang tersebut diidentifikasi berinisial RD, FP, dan S yang berasal dari Sleman, serta WL dari Klaten.

“Petugas menyampaikan sosialisasi larangan trekking di Bukit Kukusan, radius aman beraktivitas, dan lokasi yang boleh dikunjungi oleh wisatawan. Keempatnya juga bersedia menghapus dokumentasi yang sempat diambil,” ujarnya.

Setelah memberikan arahan kepada para pengunjung, petugas melanjutkan kegiatan dengan memasang papan larangan trekking di beberapa titik strategis untuk mempertegas status terlarang kawasan Bukit Kukusan bagi kegiatan wisata.

Dia menjelaskan, pelarangan itu dilakukan karena Bukit Kukusan berada di luar zona pemanfaatan wisata dan memiliki topografi curam yang membahayakan keselamatan pengunjung.

Selain itu, Bukit Kukusan terletak dalam radius berbahaya, yakni hanya 2 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Lokasinya yang dikelilingi jurang di sisi kiri, kanan, dan depan menjadikannya area rawan kecelakaan.

“Lokasi tersebut (Bukit Kukusan) bukan berada pada zona pemanfaatan atau area yang boleh untuk kegiatan wisata alam dan pada radius 2 kilometer dari puncak Merapi. Aktivitas di Bukit Kukusan sangat berbahaya karena topografinya yang curam, terdapat jurang di sisi kiri, kanan, dan bagian depan,” jelas dia.

Wahyudi mengingatkan masyarakat bahwa TNGM telah menyediakan destinasi wisata alam (OWA) yang aman dan resmi untuk dikunjungi.

Di antara destinasi yang sudah populer dan dikelola dengan baik adalah Jurang Jero di Magelang, serta Telogo Muncar, Plunyon dan Kalikuning Park di Sleman.

Untuk wilayah Klaten, destinasi resmi yang sedang diminati adalah Kalitalang dan Deles Indah. Selain itu, TNGM juga menyediakan paket wisata minat khusus dengan sistem reservasi di OWA Sapuangin, Klaten.

———

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Bukan Tawon, Tapi Lebah Hutan


Jakarta

Seorang nenek bernama Walbiyah (65) dikabarkan tewas usai disengat tawon gung di Wirosutan, Srigading, Sanden, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (7/10/2025).

Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Bantul, Iptu Rita Hidayanto mengatakan seorang saksi, Suhartini, semula sedang menyapu di halaman, sekitar pukul 15.00 WIB. Ia lalu berteriak karena sekawanan tawon terbang ke arahnya. Teriakan Suhartini didengar tetangga, yang menyuruhnya lari.

“Setelah saksi lari, korban atas nama Walbiyah kebetulan lewat di lokasi kejadian,” kata Rita, Rabu (8/10/2025), melansir detikJogja.


Sementara itu, Walbiyah justru menjadi korban sengatan kawanan tawon hingga tidak sadarkan diri. Warga lalu memberikan pertolongan dan anak Walbiyah membawanya ke RSUD Saras Adyatma, Bambanglipuro, Bantul. Di RS, Walbiyah dinyatakan meninggal dunia.

Pakar IPB: Bukan Tawon Gung, tapi Lebah Hutan

Tawon Asia (Vespa velutina).Tawon Vespa velutina. Foto: Siga/Wikimedia Commons

Pakar serangga IPB University Prof Tri Atmowidi mengatakan, berdasarkan foto yang beredar di media, serangan di Bantul bukan oleh tawon, melainkan lebah hutan besar (Apis dorsata).

Sedangkan tawon gung merupakan nama umum untuk spesies Vespa affinis atau Vespa velutina.

“Dari ciri sarangnya, tampaknya itu bukan sarang tawon, melainkan sarang lebah besar yang hanya terdiri dari satu sisiran besar dan biasa menggantung di batang pohon tinggi,” kata Tri dalam laman kampus, dikutip Rabu (15/10/2025).

Ciri-ciri Tawon Gung (Vespa affinis / Vespa velutina)

Tri menjelaskan perbedaan tawon gung dan lebah hutan. Berikut ciri-ciri tawon gung:

  • Badan ramping
  • Warna coklat kehitaman
  • Belang mencolok di bagian perut.

Ciri-ciri Lebah Hutan (Apis dorsata)

  • Ukuran badan sekitar 17-20 mm
  • Warna coklat, belang kuning kecoklatan di abdomen
  • Perilaku sangat defensif
  • Tidak bisa dibudidayakan karena sering migrasi.

Bahaya Sengatan Lebah Hutan dan Tawon Gung

Tri menjelaskan, baik sengatan lebah maupun tawon dapat memicu reaksi alergi berat dan bahkan kematian, khususnya pada orang yang sensitif atau menerima banyak sengatan sekaligus.

Umumnya, tawon lebih berbahaya karena bisa menyengat berkaali-kali. Sedangkan lebah hanya bisa menyengat satu kali karena sengatnya tertinggal di kulit korban.

“Venom lebah jumlahnya memang lebih banyak, namun racun tawon (terutama Vespa) memiliki daya toksik yang lebih kuat,” kata Prof Tri.

Bahaya Sengatan Lebah

Racun lebah (apitoksin) mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti protein, peptida, dan amina biogenik seperti histamin, dopamin, melittin, serta fosfolipase.

Berikut reaksi yang bisa timbul:

  • Nyeri, panas, bengkak, dan gatal di area sengatan
  • Kulit kemerahan
  • Pembengkakan pada bibir dan kelopak mata
  • Sesak napas
  • Pingsan
  • Korban yang menerima racun dari sengatan banyak tawon sekaligus dapat mengalami kerusakan organ vital seperti hati dan ginjal, harus mendapat penanganan medis darurat.

Langkah Pertama Jika Disengat Tawon atau Lebah

Tri mengingatkan, lakukan hal ini jika disengat tawon atau lebah:

  • Menjauh dari lokasi sarang agar tidak diserang lagi
  • Jika disengat lebah:
    • Cabut sengat yang tertinggal di kulit
    • Cuci area sengatan dengan air sabun
    • Kompres area sengatan dengan air dingin
  • Minum obat antihistamin untuk mengurangi reaksi alergi
  • Jika korban sesak napas atau pingsan, segera bawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

“Jangan melakukan gerakan mendadak atau berisik di sekitar sarang karena bisa memicu serangan kawanan lebah atau tawon. Cukup beri tanda peringatan di lokasi dan menjauh dengan tenang,” ucapnya.

Sementara itu, Tri menggarisbawahi, jangan mengusir tawon dan lebah sendiri. Minta bantuan ahli lebah atau tawon, pemadam kebakaran, atau dinas terkait yang ahli agar tidak timbul korban.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com