Tag Archives: eduardo simorangkir

Kemendikdasmen Pastikan Anak PAUD/TK Dapat PIP 2026, Ini Targetnya



Jakarta

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pastikan pemenuhan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) untuk murid PAUD/TK pada 2026. Langkah ini dinilai sebagai upaya perwujudan Wajib Belajar 13 Tahun.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyebut PIP menjadi dukungan dari pemerintah untuk pemerataan pendidikan. Saat ini, PIP baru diberikan untuk murid jenjang SD, SMP, dan SMA.

“Tahun depan bantuan PIP itu, nanti mulai TK kita berikan. Sekarang kan baru SD, SMP, SMA PIP itu. Nah. mulai tahun depan nanti, TK juga insyaallah dapat bantuan PIP itu,” tutur Mu’ti dalam wawancara dengan Eduardo Simorangkir dari detikSore, Kamis (23/10/2025), ditulis Jumat (24/10/2025).


Ia menjelaskan, kehadiran PIP di ranah PAUD/TK didasarkan pada keadaan ekonomi masyarakat Indonesia. Mu’ti melihat sebagian orang tua di RI tidak menyekolahkan anaknya di jenjang PAUD/TK karena alasan biaya.

“Nah sekarang kita coba dorong PIP itu, mudah-mudahan bisa menjadi ya sedikit sumbangan lah dari pemerintah untuk anak-anak ini bisa punya pengalaman belajar di TK,” sambungnya.

Target Jumlah Penerima PIP PAUD/TK 2026

Perjalanan kehadiran PIP PAUD/TK di Kemendikdasmen tidak mulus. Program ini semula menjadi bagian pembahasan usulan tambahan anggaran Kemendikdasmen pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjan Nasional (RAPBN) Tahun Anggaran 2026 dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI.

Tambahan terkait anggaran PIP PAUD/TK yang diusulkan sebesar Rp 2,7 triliun. Namun, pada rapat kerja terakhir bersama Komisi X DPR RI, Senin (15/9/2025) lalu, Kemendikdasmen hanya mendapat tambahan anggaran RAPBN 2026 sebesar Rp 400 miliar. Jumlah ini tidak termasuk untuk berbagai program, salah satunya PIP untuk PAUD.

Kendati demikian, dalam momen Taklimat Media Setahun Kemendikdasmen, Rabu (22/10/2025) lalu, Menteri Mu’ti membeberkan pihaknya tetap menarget PIP PAUD 2026 terlaksana.

Ia mengatakan, PIP 2026 akan diberikan khusus untuk murid PAUD/TK dari keluarga tidak mampu dengan target 888 ribu murid. Alokasi anggaran yang disiapkan untuk 2026 adalah Rp 400 miliar.

Wajib Belajar 13 Tahun Jenjang PAUD

Seperti yang disebutkan sebelumnya, PIP PAUD menjadi bagian dalam berlangsungnya kebijakan Wajib Belajar 13 Tahun. Pada 2026, PAUD/TK atau pendidikan prasekolah bersifat wajib.

Untuk melangsungkan kebijakan ini, ia mengatakan udah mempelajari berbagai penelitian yang menunjukkan pengaruh dan pengalaman belajar di pendidikan anak usia dini terhadap sustainability atau keberlanjutan diri anak.

Mu’ti menjabarkan, pendidikan prasekolah akan berfokus pada bagaimana anak membangun rasa percaya diri, menanamkan kecintaan pada ilmu, sosialisasi, dan mengenal norma-norma. Hal-hal tersebut menurutnya sangat penting.

“Terutama yang tadi, membangun rasa percaya diri, itu juga bagian dari kenapa mereka kemudian punya learning sustainability yang lebih, dibanding mereka tidak punya pengalaman,” bebernya.

Saat ini, Kemendikdasmen telah meneken komitmen bersama Kementerian Desa untuk menghadirkan satu desa satu TK. Anggaran untuk membangun TK ini diambil dari anggaran Kemendikdasmen pada program revitalisasi pendidikan.

“Revitalisasi tahun ini yang 16.170 juga untuk TK-TK juga, termasuk pendirian unit sekolah baru atau renovasi TK yang sudah ada,” ucapnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Syarat Jadi Kepala Sekolah Akan Diperketat, Tak Lagi dari Sekolah Penggerak



Jakarta

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti soroti proses pengangkatan kepala sekolah yang dinilainya lebih mempertimbangkan aspek politik dibanding aspek meritokrasi. Untuk itu, ke depan, pihaknya akan memperketat syarat pengangkatan jadi kepala sekolah.

“Jadi misalnya kepala sekolah ini dulu mendukung yang menang, maka diangkat. Kadang-kadang memang itu membuat sebagian kepala sekolah tidak nyaman bekerja atau ada beban politik yang terlalu berat,” tuturnya.

Hal tersebut disampaikan Menteri Mu’ti pada wawancara dengan Eduardo Simorangkir dari detikSore, Kamis (23/10/2025), ditulis Jumat (24/10/2025).


Tak Lagi Angkat Kepsek dari Sekolah Penggerak

Melihat keadaan yang ada, Mu’ti mengatakan akan pelan-pelan menata pengangkatan kepala sekolah. Dalam hal ini, kewenangan pengangkatan ini tetap akan ada di pemerintah daerah, tapi persyaratannya akan lebih diperketat.

Misalnya, untuk sekolah negeri, kepala sekolah harus sekurang-kurangnya berasal dari ASN golongan IIIC. Kedua, calon kepala sekolah ia harus mengikuti pelatihan dan dinyatakan memiliki sertifikat calon kepala sekolah.

“Artinya dengan persyaratan ini, pemerintah daerah tidak bisa mengangkat kepala sekolah yang tidak memenuhi kualifikasi itu,” ungkapnya.

Alasan Mengapa Kepala Sekolah Tak Lagi dari Guru Penggerak

Mu’ti menyatakan, selama ini belum ada syarat seperti itu untuk pengangkatan kepala sekolah. Sebelumnya, di era Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, kepala sekolah dipilih melalui program Guru Penggerak.

Menurut Menteri Mu’ti, program Guru Penggerak diikuti banyak lulusan baru. Mereka lulus tes program Guru Penggerak, kemudian jadi kepala sekolah.

“Padahal mungkin dia belum punya pengalaman menjadi guru dalam waktu yang cukup lama. Nah ini yang coba kita tata lagi,” tegas Mu’ti.

Sentralisasi Guru

Proses manajemen guru menjadi permasalahan yang juga diperhatikan Kemendikdasmen. Sampai sekarang ini, rekrutmen dan penugasan guru serta kepala sekolah dilakukan oleh pemerintah daerah.

Mu’ti menilai, hal ini seringkali memicu kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron. Imbasnya antara lain distribusi guru yang tidak merata, beban kerja yang berlebih, maupun kekurangan beban kerja.

Sementara itu, guru yang tidak dapat memenuhi ketentuan minimal beban kerja 24 jam per minggu jadi terhambat untuk mendapat sertifikasi pendidik. Di samping berdampak pada pengembangan karier, hal ini juga berdampak pada penerimaan tunjangan atau kesejahteraan guru bersangkutan.

“Akhirnya sertifikatnya enggak dapat. Nah ini kan problem,” ujarnya.

Kendati demikian, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, ia menegaskan sudah ada pernyataan bahwa ada proses sentralisasi guru. Pada proses sentralisasi guru, maka rekrutmen hingga distribusi guru akan dikelola secara penuh oleh pemerintah pusat.

“Karena rasio guru dan murid kita sebenarnya ideal, karena 1:15. Jadi sebenarnya kalau melihat rasio itu, kita enggak kekurangan guru. Problem kita adalah distribusi guru karena tadi oleh pemerintah daerah itu,” papar Mu’ti.

Masalah lain yang berkaitan dengan distribusi guru adalah proses pemindahan tugas ketika menjadi PNS atau PPPK. Contohnya, seorang guru yang mengajar di sekolah swasta ditarik untuk mengajar ke sekolah negeri saat lulus seleksi PPPK.

Menurut Mu’ti, mekanisme tersebut merupakan sebuah kekeliruan. Ia menjelaskan, seharusnya guru PPPK tersebut juga bisa bertugas di sekolah swasta.

Untuk menangani isu penarikan guru yang lolos PPPK dari sekolah swasta, Kemendikdasmen menerbitkan Peraturan Mendikdasmen (Permendikdasmen) No 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat.

Aturan itu memungkinkan guru ASN, baik PNS maupun PPPK, dapat ditugaskan di satuan pendidikan swasta. Ia menyebut langkah ini juga menjadi imbal balik bantuan dari pemerintah kepada sekolah swasta.

“Kami kan tidak bisa mencapai banyak hal tanpa dukungan sekolah-sekolah swasta dan dukungan masyarakat,” ucapnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com