Tag Archives: erosi

Heboh, Batu Mirip Ular Raksasa di Tepi Sungai, Mendadak Jadi Spot Wisata



Jakarta

Warga Kecamatan Khek Noi, Kabupaten Khao Kho, Provinsi Phetchabun, Thailand heboh setelah muncul batu besar yang menyerupai ular raksasa di tepi Sungai Khek. Batu itu langsung viral menjadi spot wisata dadakan.

Batu itu kemudian dijuluki Naga Tidur. Dalam video yang diunggah sejumlah akun, batu itu tampak menyerupai sisik dan bentuk kepala menonjol. Saat dilihat dari jauh, batu itu terlihat seperti ular sungguhan.

Foto dan video penampakannya pertama kali diunggah oleh warga sekitar dan kemudian menyebar cepat di TikTok, Facebook, dan platform lainnya.


Unggahan itu ditanggapi beragam oleh warganet. Termasuk dari Indonesia.

“Ini berkah naga penjaga sungai,” tulis seorang pengguna TikTok asal Thailand.

“Menurutku itu bukan ular, tapi batu yang dipahat mirip kepala ular, biasanya bekas orang zaman kuno/kerajaan yg suka ukir batu jadi patung,” komentar warganet asal Indonesia.

“mungkin dulu gk kelihatan karena ketimbun tanah dan tanahnya terkikis oleh air sungai sedikit demi sedikit akhirnya nampak jelas sebenernya itu ular sedang bertapa sampai membatu kalau sudah waktunya dia akan bangkit,” komentar yang lain.

Batu Naga Tidur itu semakin populer setelah dikaitkan dengan legenda lokal Thailand tentang Phaya Naga, makhluk mitologis berbentuk naga atau ular raksasa yang dipercaya sebagai penjaga sungai dan sumber air.

Sementara itu, ahli geologi menyebut formasi batu itu kemungkinan besar akibat erosi alami batuan kapur yang umum ditemukan di kawasan pegunungan Phetchabun.

Simak juga Video ‘Bebatuan Mirip Dolmen di Polman Ternyata Bukan Artefak’:

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Jejak Purba dari 90.000 Tahun Lalu, Terawetkan di Pantai Maroko


Jakarta

Sekitar 90.000 tahun silam, sekelompok manusia purba pernah berjalan di pantai yang kini menjadi bagian wilayah Maroko. Siapa sangka, langkah kaki mereka meninggalkan jejak yang menjadi bukti kehidupan di zaman purba.

Pada 2022, peneliti menemukan 85 jejak kaki yang mengeras tersebut di Larache, pantai barat laut Maroko. Jejak manusia purba ini menjadi salah satu yang terawetkan dengan baik di dunia.


Jejak Kaki Anak-anak dan Orang Dewasa

Lokasi jejak kaki manusia purba di pantai Marako dari 90.000 tahun lalu.Lokasi jejak kaki manusia purba di pantai Marako dari 90.000 tahun lalu. Foto: Sedrati et al

Jejak-jejak kaki purba tersebut diperkirakan milik sekelompok hominin. Beberapa di antaranya yaitu seorang anak-anak usia 1-4 tahun dan anak-anak usia 4-8 tahun.

Masih di temuan jalur jejak kaki yang sama, ada juga jejak kaki remaja atau orang dewasa dengan perawakan kecil, orang dewasa dengan ukuran tubuh sedang, serta seorang dewasa yang tinggi. Peneliti memperkirakan, salah satu pejalan tersebut adalah laki-laki dengan tinggi 186 cm.

Mereka diperkirakan merupakan hominin tertua yang dikaitkan dengan Homo sapiens di Afrika Utara dan Mediterania Selatan.

Jejak Sosial Manusia Purba

Arah jejak yang berpola dari darat ke laut menggambarkan aktivitas sosial mereka. Penelti memperkirakan, mereka berjalan bersama untuk mencari makanan dan kerang-kerangan.

“Mereka mungkin nelayan atau pengumpul makanan,” kata kurator situs Lixus Larache, Anass Sedrati, melansir AFP.

Keajaiban Alam Terancam Waktu

Jejak kaki tersebut bertahan karena faktor keberuntungan geologis. Lapisan pasir pantai diperkirakan cepat mengeras dan tertutup sedimen lain, lalu terlindung dari abrasi laut selama puluhan ribu tahun. Hasil penanggalan dengan teknik Optically Stimulated Luminescence (OSL) mengkonfirmasi usianya sekitar 90.300 ± 7.600 tahun.

Meski berhasil bertahan hampir 100 milenium, situs ini kini menghadapi ancaman serius. Erosi dan abrasi kian menggerus platform karang tempat jejak itu berada. Peneliti memperingatkan pentingnya perlindungan segera supaya jejak hominin di Afrika Utara tersebut tidak hilang ditelan laut.

Hasil studi Mouncef Sedrati dan rekan-rekan berjudul A Late Pleistocene hominin footprint site on the North African coast of Morocco ini dipublikasi di jurnal Scientific Reports, 23 Januari 2024.

(twu/twu)



Sumber : www.detik.com

Percaya Nggak Percaya! Turis Jerman Kembalikan Batu Curian yang Bikin Sial



Tenerife

Seorang turis Jerman mencuri batu vulkanik dari Kepulauan Canary sebagai suvenir. Alih-alih kenangan indah, ia malah mendapat ‘kutukan’.

Taman Nasional Timanfaya di Kepulauan Canary, Spanyol membagikan sebuah surat dengan tulisan tangan. Surat itu datang dari seorang turis Jerman yang mengaku telah mencuri batu-batu vulkanik, seperti dikutip dari The People pada Jumat (23/10).

“Saya pernah mendengar legenda bahwa pemindahan batu vulkanik dari sumbernya membawa nasib buruk dan saya khawatir ini telah menimpa saya.”


Si turis mengaku bahwa sebuah tragedi besar telah menimpanya. Ia khawatir bahwa itu semua terjadi karena aksi pencurian yang dilakukannya.

“Setelah tragedi pribadi yang besar, saya merasa terdorong untuk mengembalikan beberapa gram batu ini ke Fine Mountain,” lanjutnya.

Kalau biasanya turis-turis enggan untuk mem-publish perbuatan buruknya, turis ini malah ingin dijadikan contoh.

“Saya akan sangat berterima kasih jika Anda menyebarkannya di luar pusat pengunjung tempat saya mengambilnya, di tempat ‘bara panas’.”

Tempat yang ia maksud terletak di luar pusat Montañas del Fuego, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Timanfaya.

Surat itu sebenarnya telah dikirim beberapa tahun lalu, tapi baru dirilis oleh taman nasional. Bersamaan dengan publikasi surat itu, pihak taman nasional juga menerbitkan imbauan agar pengunjung tidak mencuri benda atau elemen apa pun dari taman nasional. Pelakunya akan mendapat denda sekitar USD 3.400 atau Rp 56,4 jutaan.

Insiden ini bukan hal yang baru bagi taman nasional tersebut. Sudah sejak lama, batu dan pasir dari taman nasional tertangkap di koper-koper turis yang terbang dari Bandara Cesar Manrique.

Aksi pencurian elemen-elemen tersebut tanpa sadar menjadi faktor rusaknya ekosistem taman nasional. Pihak taman nasional menjelaskan bahwa batu-batu yang diambil seringkali menjadi rumah bagi tanaman kecil, jamur, serangga atau spesies lainnya. Setelah batu-batu itu diambil, ekosistem otomatis melemah yang dapat menyebabkan erosi.

Taman nasional juga memperingatkan bahwa mengambil batu atau pasir dapat menyebabkan efek domino yang berbahaya,tanpa batu serangga tidak akan memiliki tempat berlindung dan berkembang biak, sehingga mengakibatkan kekurangan makanan bagi predator mereka seperti kadal dan burung.

“Batu itu tak berarti apa-apa di etalase Anda, bukan suvenir atau bahan baku liontin. Batu itu milik alam. Batu itu menopang kehidupan dan budaya pulau kita. Mencuri alam sama saja dengan mencuri masa depan,” kata pihak taman dalam sebuah pernyataan.

Ini bukan pertama kalinya seorang pengunjung mengambil batu dari taman nasional dan mengembalikannya. Taman Nasional Haleakalā di Hawaii mengungkapkan melalui Facebook mereka pada tahun 2022, bahwa mereka menerima beberapa batu dari seorang pengunjung, yang kemudian mengembalikannya beserta sebuah catatan melalui pos.

“Saya sangat meminta maaf karena telah mengambil batu-batu ini dari tanah adat. Saya ingin mengembalikannya ke tempat asalnya. Terima kasih,” tulis pelaku.

Taman nasional tersebut juga menyatakan bahwa melakukan tindakan ilegal dan tidak pantas untuk mengambil batu-batu tersebut dari area tersebut.

(bnl/wsw)



Sumber : travel.detik.com