Tag Archives: fenomena

https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-7557619/hati-hati-berutang-jangan-jorjoran-giliran-bayar-sulit?single=1

https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-7557619/hati-hati-berutang-jangan-jorjoran-giliran-bayar-sulit?single=1

Sumber : finance.detik.com

Alhamdulillah kaya raya uang اللهم صل على رسول الله محمد
Image : unsplash.com / towfiqu barbhuiya

Arah Kiblat Berubah, Begini Cara Cek Ulangnya Kata BMKG


Jakarta

Arah kiblat akan berubah di wilayah Indonesia Tengah dan Barat pada 26-30 Mei 2025. Ini terjadi karena Matahari bakal ada tepat di atas Kabah pada waktu tersebut.

Fenomena ini berlangsung selama dua kali dalam setahun di wilayah tersebut, kata Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Tahun ini akan terjadi pada 26-30 Mei 2025 pukul 16.18 WIB, serta 14-18 Juli pukul 16.27 WIB.

Sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian Timur dan sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah, penentuan arah kiblat dapat dilakukan saat Matahari di atas antipoda Kabah. Maksudnya, ketika Matahari berada sebalik arah Kabah.


“Ayo cek kembali arah kiblatmu, kesempatan ini hadir pada tanggal 26-30 Mei 2025,” tulis BMKG dalam keterangan di akun Instagram resmi @intobmkg.

Ini dia cara cek ulang arah kiblat pada 26-30 Mei 2025 di wilayah Indonesia sesuai instruksi BMKG:

  1. Sesuaikan jam yang digunakan dengan jam atom BMKG di https://jam.bmkg.go.id/Jam
  2. Gunakan alat yang dapat dijadikan tegak lurus pada permukaan datar. Misalnya bandul, tiang, atau dinding bangunan yang tegak lurus dengan tanah datar
  3. Lakukan proses kalibrasi sejak 5 menit sebelum dan sesudah 16.18 WIB atau 17.18 WITA (waktu puncak)
  4. Perhatikan arah bayangan yang terjadi di waktu puncak Tarig garis dari ujung bayangan hingga ke posisi alat Garis itu merupakan kiblat yang sudah dikalibrasi dengan posisi Matahari saat berada tepat di atas kabah.

Demikian cara mengecek ulang arah kiblat berdasarkan rekomendasi BMKG. Semoga tips ini membantu.

(ask/ask)



Sumber : inet.detik.com

Mulai Kapan dan Bulan Apa Puncaknya?


Jakarta

Belakangan, berbagai wilayah di Indonesia diguyur hujan dari hari ke hari. Apakah sekarang sudah masuk musim hujan?

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta pada Jumat (12/9/2025) lalu sempat menjelaskan daripada rerata klimatologis 1991-2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah di Indonesia.

Kapan Mulai Musim Hujan 2025?

Dwikorita menyebut musim hujan berlangsung dari Agustus 2025 sampai April 2026. Sebagian besar wilayah di Indonesia akan masuk musim hujan pada September 2025.


Wilayah-wilayah yang diperkirakan masuk musim hujan pada September di antaranya:

  • Sebagian besar Sumatera Utara
  • Sebagian Riau
  • Sumatera Barat bagian utara
  • Sumatera Selatan
  • Bangka Belitung bagian selatan
  • Kalimantan Selatan
  • Sebagian kecil Jawa
  • Sebagian Papua Selatan.

Kapan Puncak Musim Hujan 2025?

Pada kesempatan berbeda, Kepala BMKG menyebut puncak musim hujan di setiap wilayah bervariasi antara November sampai Desember 2025, khususnya di sebagian besar Sumatera dan Kalimantan.

Berdasarkan pemaparan Dwikorita seperti dikutip dari unggahan media sosial BMKG, puncak musim hujan pada Januari hingga Februari 2026 diperkirakan terjadi di sebagian besar Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Mengapa Musim Hujan Datang Lebih Awal?

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan sempat menjelaskan, faktor global dan regional menjadi salah satu penyebab dinamika musim hujan pada 2025.

Sebagai contoh, pada Agustus 2025 fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dalam kondisi netral (indeks-0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik.

Meski begitu, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks-1,2). Ini menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia, khususnya bagian barat.

Suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia juga lebih hangat dari rata-rata klimatologis. Hal ini memicu pembentukan awan hujan lebih intensif.

ENSO netral tersebut diperkirakan bertahan sampai akhir 2025. Sementara IOD negatif diprediksi berlangsung sampai November 2025.

“Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” kata Ardhasena, dilansir dalam laman BMKG.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Meteor Jatuh di Cirebon Bertepatan Periode Aktivitas Hujan Meteor Draconid


Jakarta

Terjadi peristiwa menghebohkan, meteor jatuh di langit Cirebon pada Minggu (5/10/2025) malam. Kisaran pukul 18.35-19.00 WIB, masyarakat di beberapa kecamatan mendengar suara dentuman keras yang menggetarkan rumah.

Tidak lama sebelum itu, ada cahaya terang menyerupai bola api yang melintas menuju ke arah timur.

Menurut peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin, berdasarkan analisis dari kesaksian warga dan sejumlah rekaman CCTV, ia menyimpulkan objek tersebut adalah meteor yang memasuki atmosfer dari arah barat daya.


BMKG turut mencatat ada gelombang kejut pada pukul 18.39 WIB di beberapa titik, seiring waktu dentuman yang terdengar warga. Fenomena semacam itu menurut Thomas, tergolong alamiah dan tidak menimbulkan bahaya langsung.

“Peristiwa seperti ini merupakan fenomena alam biasa, meski ukurannya cukup besar sehingga menimbulkan cahaya terang dan dentuman. Publik tidak perlu khawatir,” ujarnya, dikutip dari detikJabar pada Senin (6/10/2025).

Thomas menjelaskan, setelah menimbulkan cahaya dan dentuman, meteor tersebut diperkirakan jatuh di Laut Jawa. Walaupun terbilang jarang terjadi di Indonesia, fenomena tersebut tidak berbahaya untuk masyarakat.

Bertepatan Periode Aktivitas Meteor Draconids

Berdasarkan pengamatan dan catatan gelombang kejut, fenomena tersebut kemungkinan besar adalah meteor airburst, yakni meteoroid yang meledak di udara pada ketinggian tertentu sebelum mencapai daratan. Tipe tersebut kerap menghasilkan cahaya terang serta suara dentuman tanpa meninggalkan kawah.

Dikutip dari laman Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya, fragmentasi objek antariksa tersebut kemungkinan terjadi pada lapisan atmosfer atas atau menelan laut sebagai target jatuhannya.

Adapun jatuhnya meteor ini bertepatan dengan periode aktivitas meteor Draconids yang diperkirakan mencapai outburst pada 8 Oktober 2025. Terdapat sejumlah perkiraan dari pakar, meteor jatuh di Cirebon merupakan bagian dari aktivitas meteor Draconids atau puing tambahan dari jalur orbit komet.

Mengapa Tidak Ada Peringatan Akan Jatuh Meteor?

Masih dari sumber yang sama, ada beberapa alasan mengapa tidak ada peringatan dini soal meteor yang jatuh di Cirebon pada Minggu (5/10/2025):

1. Ukuran meteoroid terlalu kecil untuk terdeteksi dini. Radar atau teleskop antariksa yang memantau Near Earth Objects (NEO) pada umumnya hanya dapat mendeteksi benda langit dengan diameter puluhan sampai ratusan meter.

Meteor seperti yang tampak seperti di Cirebon biasanya berasal dari batuan lebih kecil dengan ukuran hanya beberapa meter atau kurang. Benda sekecil itu hampir tidak mungkin dideteksi jauh-jauh hari lantaran terlalu redup di luar angkasa.

2. Atmosfer Bumi memiliki fungsi sebagai pelindung alami. Sekitar 100 ton debu kosmik masuk ke atmosfer setiap hari.

Sebagian besar darinya habis terbakar tanpa jejak. Hanya sebagian kecil dari meteoroid yang cukup besar untuk menciptakan kilatan terang atau dentuman (disebut sebagai bolide atau airburst). Fenomena tersebut terjadi mendadak karena ledakan akibat tekanan atmosfer, sehingga mustahil diprediksi akurat sebelumnya.

3. Teknologi deteksi masih terbatas. Lembaga seperti NASA dengan program Planetary Defense Coordination Office mempunyai sistem survei seperti teleskop PAN-STARRS dan Catalina Sky Survey. Meski begitu, jaringan tersebut lebih fokus pada asteroid besar yang berpotensi membahayakan Bumi dalam jangka panjang.

Untuk objek kecil yang beberapa meter, instrumen canggih hanya dapat mendeteksi beberapa jam sebelum masuk atmosfer, apabila terdeteksi.

4. Kasus meteor airburst sering terjadi tanpa adanya kerusakan. Sebagai contoh, yang paling populer adalah Chelyabinsk 2013 di Rusia.

Objek tersebut meledak pada ketinggian 30 km dan menimbulkan gelombang kejut sampai merusak jendela ribuan rumah dan tidak terdeteksi sebelumnya. Sementara yang terjadi di Cirebon kemarin memiliki skala lebih kecil, sehingga tidak tergolong ancaman besar.

Dengan begitu, tidak adanya peringatan dini bukan berarti kelalaian. Namun, memang secara ilmiah sulit untuk mendeteksi meteoroid kecil sebelum bertabrakan dengan atmosfer.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Hujan Meteor Draconid, Sebagian Pakar Kaitkan dengan Meteor Cirebon


Jakarta

Saat ini, tengah terjadi periode hujan meteor Draconid. Aktivitas hujan meteor tersebut terjadi pada 6-10 Oktober 2025 dan puncaknya pada 8 Oktober 2025.

Meski begitu, hujan meteor Draconid dinilai tergolong sebagai hujan meteor yang tidak terlalu aktif. Fenomena astronomi ini terjadi di belahan bumi utara.

Sementara, jatuhnya meteor di Cirebon yang terjadi pada Minggu (5/10/2025) malam bertepatan dengan periode aktivitas metor ini. Dikutip dari laman Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sebagian pakar menduga meteor yang jatuh di Cirebon itu bisa jadi bagian dari aktivitas hujan meteor Draconid atau puing tambahan dari jalur orbit komet.


Apa Itu Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor terjadi ketika Bumi melintasi awan puing-puing komet. Dikutip dari Royal Museums Greenwich, dalam hal ini, hujan meteor Draconid berasal dari puing-puing komet 21 P/Giacobini-Zinner.

Laju meteor selama puncak hujan meteor bergantung pada bagian jalur komet mana yang berpotongan dengan orbit Bumi pada tahun tertentu. Dalam beberapa tahun terakhir, Draconid tidak menghasilkan ledakan aktivitas yang signifikan. Namun, pada tahun 1933 dan 1946, hujan meteor Draconid menghasilkan beberapa penampakan paling aktif di abad ke-20.

Di Mana Dapat Menyaksikan Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor dapat disaksikan secara maksimal dengan jelas dan jernih pada malam tanpa awan. Bagi masyarakat yang berpeluang menyaksikannya, sebaiknya mencari tempat dengan langit gelap, pemandangan alam yang tidak terhalang, dan polusi cahaya yang sangat minim.

Seluruh hujan meteor Draconid pada 2025 terjadi sekitar bulan purnama, 7 Oktober 2025, sehingga kondisi pengamatan akan kurang baik.

Pengamat sebaiknya memastikan tidak ada sumber cahaya langsung yang mengenai mata, agar dapat beradaptasi sepenuhnya dengan kondisi setempat dan memastikan meteor yang lebih redup terlihat. Tidak ada keuntungan menggunakan teropong atau teleskop, cukup lihat ke atas untuk mendapatkan pemandangan langit seluas mungkin.

Selain itu, meskipun kebanyakan hujan meteor lainnya paling baik disaksikan pada dini hari, Draconid dapat diamati paling maksimal pada sore hari, setelah malam tiba.

Komet Induk Draconid

Michel Giacobini secara visual menemukan komet yang kini menyandang namanya pada 20 Desember 1900 di langit senja, dari Observatorium Nice di Prancis. Komet itu redup dan berada di bagian selatan rasi bintang Aquarius.

Giacobini menggunakan teleskop refraktor 46 sentimeter (lensa berdiameter 18 inci), teleskop terbesar untuk berburu komet pada saat itu. Meskipun 21P/Giacobini-Zinner bersifat periodik dengan orbit 6,6 tahun mengelilingi Matahari, para pengamat melewatkannya saat kembali lagi.

Kemudian, pada 23 Oktober 1913, Ernst Zinner dari Jerman menemukan komet tersebut saat mengamati bintang variabel. Ini adalah satu-satunya penemuan kometnya.

Penjelajah Komet Internasional atau International Cometary Explorer mengunjungi komet ini pada bulan September 1985, menjadikannya komet pertama yang dikunjungi oleh wahana antariksa.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Hari Tanpa Bayangan Terjadi Minggu Ini, Apakah Wilayahmu Kena?



Jakarta

Hari tanpa bayangan atau kulminasi adalah fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi tertinggi di langit. Fenomena hari tanpa bayangan bisa diamati di berbagai wilayah di Indonesia pada pekan ini 7-15 Oktober 2025.

Mengutip laman BMKG, momen ketika deklinasi Matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai ‘Kulminasi Utama’. Saat Matahari tepat berada di atas kepala pengamat, bayangan benda tegak akan tampak ‘menghilang’. Ini karena bayangan bertumpuk dengan benda itu sendiri.

Maka itu, kulminasi utama akhirnya dikenal sebagai hari tanpa bayangan.


Alasan Bisa Terjadi Hari Tanpa Bayangan

Fenomena hari tanpa bayangan bisa terjadi karena bidang ekuator Bumi/bidang rotasi Bumi tidak tepat berimpit dengan bidang ekliptika atau bidang revolusi Bumi. Ini membuat posisi Matahari dari Bumi akan terlihat terus berubah sepanjang tahun antara 23,5° LU s.d. 23,5° LS.

Mengingat posisi Indonesia yang berada di sekitar ekuator, kulminasi utama di wilayah Indonesia akan terjadi dua kali dalam setahun dan waktunya tidak jauh dari saat Matahari berada di khatulistiwa. Di kota-kota lain, kulminasi utama terjadi saat deklinasi Matahari sama dengan lintang kota tersebut.

Pada 2025, Matahari tepat berada di atas Kota Pontianak pada 20 Maret 2025 pukul 11.50 WIB dan 23 September 2025 pukul 11.35 WIB.

Sementara pada 21 Juni 2025 pukul 09.40 WIB Matahari berada di titik balik Utara dan pada 21 Desember 2025 pukul 22.02 WIB Matahari berada di titik balik Selatan.

Daftar Wilayah yang Bisa Mengamati Hari Tanpa Bayangan Oktober 2025

Berdasarkan laporan BMKG, fenomena hari tanpa bayangan bisa diamati di sejumlah wilayah. Mulai dari Jakarta hingga Surabaya.

Bandar Lampung: 7 Oktober 2025 pukul 11.46.49 WIB

Kepulauan Seribu: 7 Oktober 2025 pukul 11.41.24 WIB

Serang: 8 Oktober 2025 pukul 11.42.56 WIB

Jakarta Utara: 8 Oktober 2025 pukul 11.39.54 WIB

Jakarta Pusat: 9 Oktober 2025 pukul 11.39.58 WIB

Jakarta Barat: 9 Oktober 2025 pukul 11.40.20 WIB

Jakarta Selatan: 9 Oktober 2025 pukul 11.40.05 WIB

Jakarta Timur: 9 Oktober 2025 pukul 11.39.45 WIB

Sofifi: 9 Oktober 2025 pukul 12.22.53 WIT

Bandung: 11 Oktober 2025 pukul 11.36.20 WIB

Semarang: 11 Oktober 2025 pukul 11.24.58 WIB

Surabaya: 12 Oktober 2025 pukul 11.15.39 WIB

Yogyakarta: 13 Oktober 2025 pukul 11.24.47 WIB

Denpasar: 15 Oktober 2025 pukul 12.04.57 WITA

Mataram: 15 Oktober 2025 pukul 12.01.24 WITA

Merauke: 15 Oktober 2025 pukul 11.51.16 WIT

Sementara untuk di Kupang, hari tanpa bayangan terjadi pada 19 Oktober 2025 pukul 11.30.40 WITA.

Cara Mengamati Fenomena Hari Tanpa Bayangan

Untuk menyaksikan fenomena hari tanpa bayangan, bisa dilakukan secara langsung tanpa alat bantu khusus. Menurut BMKG, pengamatan bisa dilakukan dengan menggunakan benda tegak seperti tiang, tongkat, atau botol di tempat terbuka. Kemudian amati bayangan benda tegak tersebut.

Pengamatan akan lebih baik jika dilakukan beberapa menit sebelum hingga sesudah waktu kulminasi yang tercantum di wilayah masing-masing. Ini karena bayangan benda yang tampak hilang berlangsung sangat singkat, sekitar satu hingga dua menit.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ternyata Ada Hujan yang ‘Mengerikan’ di Matahari, Ilmuwan Ungkap Fakta Ini



Jakarta

Para peneliti di Institut Astronomi Universitas Hawaiʻi (IfA) mengungkap fenomena hujan yang ada di Matahari. Hujan deras yang terjadi di Matahari, disebut sangat mengerikan. Kenapa?

Berbeda dengan hujan di Bumi yang berupa air, hujan di Matahari terjadi di korona Matahari. Wilayah itu merupakan plasma super panas di atas permukaan lapisan terluar Matahari.

Plasma sendiri merupakan suatu wujud materi di mana atom-atom terionisasi dan berperilaku kolektif di bawah gaya magnet dan listrik. Di korona, suhu plasma melonjak hingga lebih dari satu juta derajat Celcius, tetapi pendinginan lokal dapat menciptakan gumpalan padat yang jatuh ke bawah di sepanjang garis medan magnet.


Hujan di Matahari Terdiri dari Apa?

Mengutip laman resmi University of Hawaiʻi, hujan di Matahari terdiri dari gumpalan plasma yang lebih dingin dan lebih padat yang jatuh kembali setelah terbentuk di bagian atas korona. Selama beberapa dekade, para ilmuwan berjuang untuk menjelaskan bagaimana hujan ini terbentuk begitu cepat selama jilatan matahari.

Sejak tahun 1970-an, para ilmuwan telah mengusulkan beberapa mekanisme untuk hujan Matahari. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan kemunculannya yang tiba-tiba dalam flare.

Salah satu teorinya adalah nonequilibrium termal, di mana pemanasan berkepanjangan di dasar loop magnetik menciptakan gradien yang memicu hujan. Teori lainnya adalah ketidakstabilan termal, di mana ketidakseimbangan dalam pemanasan dan pendinginan berputar menjadi kondensasi yang tak terkendali.

Sayangnya, model ini secara konsisten gagal mereproduksi pengamatan. Hampir setiap suar menunjukkan hujan koronal, tapi simulasi tanpa kelimpahan variabel tidak menunjukkan hujan koronal. Ketidakcocokan ini menandakan bahwa terdapat bagian fundamental fisika matahari yang hilang.

Sementara pada penemuan terbaru, para peneliti berhasil menambahkan bagian yang hilang pada model-model surya yang telah ada selama puluhan tahun. Penelitian tim IfA menunjukkan bahwa pergeseran kelimpahan unsur dapat menjelaskan bagaimana hujan dapat terbentuk dengan cepat.

Dengan penemuan ini, ilmuwan bisa memodelkan dengan lebih baik bagaimana Matahari berperilaku selama flare. Temuan ini juga akan memberi wawasan yang suatu hari nanti dapat membantu memprediksi cuaca luar angkasa yang memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

“Penemuan ini penting karena membantu kita memahami cara kerja Matahari yang sebenarnya,” kata astronom IfA, Jeffrey Reep.

“Kita tidak bisa melihat proses pemanasan secara langsung, jadi kita menggunakan pendinginan sebagai proksi. Namun, jika model kita tidak memperhitungkan kelimpahan dengan tepat, waktu pendinginan kemungkinan telah ditaksir terlalu tinggi. Kita mungkin perlu kembali ke dasar pemikiran tentang pemanasan koronal, jadi masih banyak pekerjaan baru dan menarik yang harus dilakukan,” urainya lebih lanjut.

Penemuan menyoal hujan di Matahari ini telah diterbitkan di Astrophysical Journal, pada 1 Oktober 2025.

Pentingnya Penemuan bagi Cuaca Luar Angkasa

Untuk diketahui, bahwa suar matahari memicu badai yang memengaruhi satelit Bumi, seperti jaringan listrik, dan komunikasi. Untuk memprediksi peristiwa ini, para ilmuwan mengandalkan model tentang bagaimana Matahari memanaskan dan mendinginkan atmosfernya.

Hujan koronal yang diteliti para ilmuwan merupakan sinyal pendinginan yang terlihat. Namun hingga saat ini, simulasi belum mampu mereproduksinya dalam kondisi suar yang sebenarnya.

Para ilmuwan hanya dapat menciptakan model jilatan matahari yang lebih realistis. Ini berarti prakiraan cuaca antariksa dapat menjadi lebih akurat, dengan peringatan dini akan gangguan pada teknologi Bumi.

Penelitian baru ini juga menunjukkan bahwa pendorong utama hujan di Matahari adalah melimpahnya unsur-unsur dengan potensial ionisasi pertama yang rendah, seperti besi, magnesium, dan silikon. Unsur-unsur ini meningkat di korona relatif terhadap permukaan Matahari.

Sementara unsur-unsur potensial tinggi seperti helium dan oksigen hampir tidak berubah. Pola ini disebut efek Potensial Ionisasi Pertama, demikian dilansir The Watchers.

Ke depan, studi lebih lanjut kemungkinan akan menguji bagaimana variasi kelimpahan berinteraksi dengan peristiwa berskala lebih kecil seperti nanoflare dan mikroerupsi. Pergeseran ini juga dapat memengaruhi komposisi angin di Matahari, yang membentuk heliosfer dan kondisi cuaca antariksa di seluruh Tata Surya.

Misi-misi mendatang seperti Solar Orbiter milik ESA dan observatorium-observatorium NASA di masa mendatang akan menyediakan data spektroskopi resolusi tinggi untuk menguji prediksi-prediksi ini. Dengan mengukur perubahan kelimpahan secara langsung, para ilmuwan dapat menyempurnakan model mereka dan memperdalam pemahaman mereka tentang pemanasan koronal, salah satu pertanyaan besar yang belum terpecahkan dalam fisika soal Matahari.

(faz/pal)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Kita Suka Impulsif Belanja Saat Promo Tanggal Kembar? Ini Kata Pakar IPB



Jakarta

Berbelanja saat tanggal kembar memang menggiurkan. Harga yang miring membuat orang ramai-ramai menyerbu barang yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan.

Menyambut diskon tanggal kembar, Guru Besar Ilmu Konsumen IPB University, Prof Ujang Sumarwan, menjelaskan mengapa kita cenderung membeli barang saat ada promo. Menurutnya, banyak konsumen yang tergiur karena gagal membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

“Kalau konsumen tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sementara daya beli terbatas, maka akan merugikan. Banyak orang terjebak mengikuti keinginan, bukan kebutuhan,” ujarnya dalam laman IPB University dikutip Rabu (8/10/2025).


Fenomena impulsive buying atau belanja tanpa rencana yang meningkat saat musim promo juga menjadi sorotan. Diskon dan promosi kerap memicu konsumen membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan atau unplanned shopping.

“Sering kali kita pergi ke toko tanpa rencana belanja, tapi karena lihat diskon jadi membeli. Itu contoh unplanned shopping,” tambah Prof Ujang.

Prof Ujang berpesan agar konsumen selalu bijak dalam berbelanja. Ketika melihat barang menarik tanyakan dulu pada diri sendiri apakah ini kebutuhan atau keinginan.

“Hindari membeli secara kredit untuk konsumsi, kecuali untuk hal produktif seperti rumah atau kendaraan. Dan jangan mudah percaya penawaran di media sosial yang tidak jelas,” pesannya.

Hati-hati Penipuan

Menuju hujan promo ini, Prof Ujang mengingatkan agar konsumen berhati-hati dengan praktik bisnis tidak etis maupun penipuan yang marak di era digital. Ia membagikan prinsip yang perlu dipegang konsumen yakni teliti sebelum membeli, saat membeli, dan setelah membeli.

“Sejak tahun 1993 sudah ada modus penipuan. Sampai sekarang tetap ada, hanya medianya yang berubah. Kini banyak penipuan melalui telepon, media sosial, hingga aplikasi pesan. Karena itu, konsumen harus meningkatkan literasi digital,” jelasnya.

Tips Menjadi Konsumen yang Bijak

Prof Ujang memberikan sejumlah kiat agar menjadi konsumen yang bijak, yaitu:

1. Riset Sebelum Membeli

Gunakan situs/toko resmi (official store), baca ulasan dan bertanya pada orang yang berpengalaman

2. Waspadai Harga

Waspadai harga yang tidak masuk akal dan jangan terburu-buru mengambil keputusan.

Tekankan Perlindungan Konsumen

Selain peran konsumen, Prof Ujang menekankan pentingnya perlindungan dari pihak perusahaan dan pemerintah. Ia menggarisbawahi agar perusahaan tidak gegabah. Jika mengambil langkah yang salah, maka konsumen yang dirugikan bisa komplain bahkan ke media sosial, dan merusak citra perusahaan.

“Pemerintah juga hadir lewat regulasi, misalnya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), untuk melindungi konsumen,” terangnya.

(nir/nwk)



Sumber : www.detik.com