Tag Archives: fenomena langit

Supermoon Cerah dan Besar Akan Terjadi Oktober Ini, Cek Waktunya!


Jakarta

Fenomena Bulan purnama supermoon pada Oktober ini akan menjadi tontonan langit yang menarik. Pasalnya, supermoon kali ini menjadi yang terbesar dan tercerah selama 2025.

Supermoon atau disebut juga Harvest Moon ini diperkirakan muncul pada 7 Oktober 2025. Bulan purnama bisa tampak lebih cerah 30% dari biasanya.

“Supermoon bisa tampak hingga 14% lebih besar dan 30% lebih terang dibanding Bulan purnama biasa,” tulis laporan BBC dikutip dikutip Sabtu (4/10/2025).


Apa Itu Fenomena Supermoon?

Di Indonesia, istilah supermoon dikenal sebagai Bulan purnama. Namun, supermoon berbeda dengan Bulan purnama pada umumnya karena ukurannya yang lebih besar.

Ukuran Bulan tidak mengalami perubahan. Saat supermoon, Bulan menjadi seolah lebih besar karena jarak Bulan ke Bumi sangat dekat.

Selama supermoon, Bulan purnama bertepatan dengan titik terdekat Bulan-Bumi dalam orbit elipsnya (titik perigee), dikutip dari laman Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).

Pencetus istilah supermoon adalah Richard Nolle, seorang astrolog. Ia menyebut Bulan purnama besar sebagai supermoon pada 1979.

Jadwal Supermoon Tahun 2025

Mengutip BBC Sky at Night Magazine, supermoon 2025 akan terjadi sebanyak tiga kali yakni pada 7 Oktober, 5 November, dan 4 Desember.

Pada waktu-waktu tersebut, Bulan akan tampak sangat cerah di langit malam. Tak perlu teleskop atau teropong, detikers bisa menyaksikannya secara langsung.

Sebenarnya, Bulan purnama tiap tahunnya terjadi sebanyak 12 atau 13 kali. Akan tetapi, tidak semua Bulan purnama memiliki penampakan Bulan yang besar dan terang.

Bahkan, ada beberapa supermoon yang tidak bisa dilihat karena terjadi pada Bulan baru. Fenomena ini disebut sebagai supermoon baru.

Dampak Supermoon terhadap Bumi

Supermoon tidak menyebabkan dampak yang besar, melainkan seperti pada fenomena Bulan purnama biasa. Fenomena Bulan purnama atau bulan baru kerap memengaruhi pasang surut laut, demikian dikutip dari Earth Sky.

Kondisi ini dikenal sebagai pasang surut musim semi. Namun, ketika Bulan purnama atau Bulan baru terjadi bertepatan dengan posisi Bulan berada di titik terdekatnya dengan Bumi (perigee), maka pasang naik yang muncul disebut pasang surut musim semi perigean atau sering juga disebut pasang surut raja.

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah ini juga populer dengan sebutan pasang surut supermoon. Menurut ahli astronomi Fred Espenak, gravitasi supermoon yang berada paling dekat dengan Bumi hanya sekitar 4% lebih besar dibanding gravitasi Bulan pada jarak rata-rata.

Pasang surut supermoon biasanya terjadi sekitar satu hari setelah fase Bulan baru atau Bulan purnama. Tingginya pasang air laut ini sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca serta bentuk garis pantai di suatu wilayah.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Hujan Meteor Leonis Minorid 24 Oktober 2025, Jam Berapa? Cek Infonya

Jakarta

Langit malam akan kembali dihiasi fenomena hujan meteor pada penghujung bulan Oktober ini. Kali ini giliran hujan meteor Leonis Minorid yang diperkirakan mencapai puncaknya pada tanggal 24 Oktober 2025.

Hujan meteor ini termasuk peristiwa tahunan yang selalu terjadi pada bulan Oktober. Lalu, kapan waktu terbaik untuk melihat hujan meteor Leonis Minorid tahun ini dan seperti apa karakteristiknya? Berikut informasinya.

Puncak Hujan Meteor Leonis Minorid

Menurut situs astronomi In The Sky, hujan meteor Leonis Minorid akan mencapai puncak pada Kamis, 24 Oktober 2025. Fenomena ini dapat diamati sepanjang malam, terutama setelah tengah malam hingga menjelang fajar. Pada saat itu, posisi rasi bintang Leo Minor yang menjadi arah datang meteor berada di atas cakrawala sehingga peluang pengamatan lebih optimal.

Meski tidak sepopuler Perseid atau Geminid, hujan meteor Leonis Minorid tetap menarik karena kemunculannya yang halus dan konsisten setiap tahun. Puncaknya diperkirakan menghasilkan beberapa meteor per jam, tergantung pada kondisi langit dan tingkat polusi cahaya di lokasi pengamatan.

Asal Usul Hujan Meteor Leonis Minorid

Hujan meteor Leonis Minorid berasal dari sisa debu komet yang melintasi orbit Bumi. Ketika Bumi melewati jalur partikel tersebut, debu-debu kecil memasuki atmosfer dengan kecepatan tinggi dan terbakar, menimbulkan kilatan cahaya yang kita kenal sebagai meteor.

Nama “Leonis Minorid” diambil dari rasi bintang Leo Minor, titik radiannya atau tempat asal tampak meteor muncul di langit. Walau berasal dari arah rasi tersebut, meteor dapat terlihat di seluruh penjuru langit sehingga pengamatan tidak harus berfokus ke satu arah saja.

Tips Cara untuk Melihat Hujan Meteor

Untuk menikmati hujan meteor Leonis Minorid secara maksimal, berikut panduan pengamatan yang dapat diikuti:

  1. Cari lokasi dengan langit gelap
    Pilih area yang jauh dari lampu kota seperti pegunungan, pantai, atau pedesaan agar meteor terlihat lebih jelas.
  2. Mulai pengamatan pada dini hari
    Waktu terbaik untuk menyaksikannya adalah setelah tengah malam, saat langit cukup gelap dan rasi Leo Minor sudah berada tinggi di langit timur laut.
  3. Arahkan pandangan ke timur laut
    Titik radian hujan meteor ini berasal dari rasi Leo Minor, yang terletak di arah timur laut langit. Namun, meteor dapat muncul di berbagai arah, jadi cukup arahkan pandangan ke area langit yang luas.
  4. Tidak perlu teleskop atau alat bantu khusus
    Hujan meteor dapat diamati langsung dengan mata telanjang. Siapkan alas atau kursi santai untuk menikmati pemandangan lebih nyaman.
  5. Biarkan mata beradaptasi dengan kegelapan
    Hindari menatap cahaya terang selama 15-20 menit sebelum pengamatan agar mata lebih sensitif terhadap cahaya meteor.
  6. Perhatikan kondisi cuaca
    Pastikan langit cerah tanpa awan dan hindari lokasi berkabut atau berawan tebal yang dapat menghalangi pandangan.

Simak juga Video: Hujan Meteor Sextantids Akan Hiasi Langit pada Akhir September

(wia/imk)



Sumber : news.detik.com

Meteor Jatuh Bisa Sebabkan Tsunami? Ini Kata Ahli Geologi UGM



Jakarta

Sebuah meteor berdiameter sekitar 3-5 meter terpantau melintas di langit Cirebon, Jawa Barat, pada Selasa (7/10). Fenomena langka ini sontak memancing rasa ingin tahu publik, apa yang akan terjadi jika benda langit semacam itu benar-benar jatuh ke wilayah Indonesia?

Secara astronomis, Indonesia memang berada di kawasan strategis di sekitar garis ekuator, jalur yang kerap dilintasi oleh sejumlah asteroid dan meteoroid kecil. Kondisi ini, ditambah dengan prediksi adanya asteroid yang diperkirakan melintasi orbit Bumi pada tahun 2032, membuat banyak pihak mulai menaruh perhatian pada benda dari luar angkasa tersebut.


Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Dr. Nugroho Imam Setiawan, menuturkan kejatuhan meteor dapat membawa dampak positif maupun negatif. Di sisi negatif, jatuhnya meteor berpotensi menyebabkan tsunami. Tumbukan asteroid berukuran besar yang jatuh ke laut berpotensi memicu gelombang tsunami akibat energi yang dilepaskan ke permukaan air.

Namun, Nugroho menegaskan kemungkinan terjadinya skenario tersebut sangat kecil. Bumi memiliki sistem pertahanan alami berupa lapisan atmosfer yang berfungsi memperlambat dan mengurangi ukuran benda langit yang memasuki orbitnya. Akibatnya, sebagian besar meteor terbakar habis sebelum mencapai permukaan tanah.

Namun, apabila jatuhan meteor tetap terjadi, maka diharapkan tidak menimbulkan dampak yang besar. “Tentu saja potensi jatuhan meteorit itu masih ada karena kita memiliki asteroid yang ada di sekitar bumi,” ujarnya dalam laman UGM dikutip Kamis (16/10/2025).

Dampak Positif Jatuhnya Meteor

Jatuhan meteor juga bisa menjadi berkah terutama dalam bidang ilmiah. Melalui meteorit, ilmuwan dapat mengetahui informasi batuan dari tata surya dan yang ada di sekitar Bumi, komposisi batuan, dan kandungannya.

“Kita jadi tahu komposisi batuan yang ada di sekitar bumi, umur dari meteorit bisa menjadi informasi umur bumi, kemudian kita juga bisa mengetahui bagaimana sistem tata surya yang terjadi, serta memanfaatkan kandungan dari meteorit tersebut,” jelasnya.

Untuk memastikan keaslian kandungan dalam meteorit tersebut, ilmuwan harus menggunakan cara khusus dalam pengambilannya. Sampel meteorit lebih banyak diambil dari kutub selatan, karena disana permukaan dari Benua Antartika sebagian besar tertutupi salju, sehingga ketika ada benda langit yang warnanya lebih gelap bisa terlihat dengan jelas.

“Semakin cepat mengambil sampel dari masa jatuhnya itu semakin baik, kalau semakin lama meteorit sudah bercampur dengan tanah, dan lapuk tentu akan mengurangi keaslian meteorit tersebut,” ujarnya.

Nugroho menambahkan, salah satu kandungan organik yang ditemukan di dalam meteorit adalah asam amino. Namun, asam amino juga bisa menghilang sebelum sampai di Bumi.

“Ketika meteorit memiliki pori untuk menyimpan asam amino, dia akan lebih aman tetapi kalau tidak berpori dan asam amino hanya terselubung di bagian luar, tidak akan survive lagi ketika jatuh di bumi,” tambahnya.

(nir/pal)



Sumber : www.detik.com

Siap-siap! Hujan Meteor Orionid Akan Hiasi Langit pada 22 Oktober 2025


Jakarta

Fenomena langit menakjubkan akan terjadi pada Oktober ini. Fenomena tersebut adalah hujan meteor Orionid yang akan mencapai puncaknya pada 22 Oktober 205.

Hujan meteor Orionid ini berlangsung hingga 7 November 2025 mendatang. Apa keunikan dari fenomena ini?

Hujan meteor Orionid terkenal karena cahaya yang terang dan punya kecepatan tinggi. Oleh karena itu, fenomena ini disebut peristiwa paling mengesankan dalam kalender astronomi.


Apa Itu Hujan Meteor Orionid?

Mengutip lama National Aeronautics and Space Administration (NASA), hujan meteor Orionid dikenal mempunyai kecepatan tinggi. Saat memasuki atmosfer Bumi, meteor ini melaju sekitar 66 kilometer per detik.

Terkadang, meteor ini dapat berubah menjadi bola api. Menimbulkan kilatan cahaya besar yang memukau di langit malam.

Selain itu, penampakan hujan meteor Orionid akan tampak indah jika dikelilingi oleh beberapa bintang paling terang di langit malam. Sehingga sayang jika peristiwa langit ini dilewatkan.

Mengutip BBC Science Focus, hujan meteor Orionid berasal dari sisa debu Komet Halley, yang melintasi orbit Bumi setiap 75 tahun sekali. Saat partikel halus komet terbakar di atmosfer, muncullah jejak cahaya terang yang melesat cepat.

Lokasi Menyaksikan Hujan Meteor Orionid

Hujan meteor Orionid bisa disaksikan di seluruh penjuru langit. Adapun lokasi terbaik untuk melihatnya seperti di tempat yang aman dan jauh dari lampu.

Kilauan hujan meteor ini bisa dinikmati dengan mata tanpa harus menggunakan teropong atau teleskop. Penampakkan hujan meteor akan terang saat meteor besar yang melintas. Sementara meteor kecil terlihat menciptakan jejak cahaya di langit.

Waktu Terbaik Melihat Hujan Meteor Orionid

Orionid ini terjadi pada 2 Oktober hingga 7 November 2025. Adapun puncaknya terjadi pada 22 Oktober 2025.

Walaupun puncak Orionid tercatat pada tanggal tersebut, sebenarnya puncaknya berlangsung sekitar seminggu. Waktu terbaik untuk melihatnya adalah antara tengah malam hingga menjelang fajar, ketika langit cukup gelap.

Dalam kondisi ideal, pengamat bisa melihat sekitar 15 meteor per jam dengan kecepatan mencapai 238.000 km/jam. Namun, untuk menyaksikan keindahannya dianjurkan untuk bersabar.

Awan rendah, kabut, hingga badai petir berpotensi mengganggu pandangan di beberapa wilayah. Meski begitu, karena puncaknya bertepatan dengan fase bulan baru, sebagian wilayah masih berpeluang menikmati langit malam tanpa gangguan cahaya bulan.

(cyu/nwk)



Sumber : www.detik.com