Tag Archives: gus yahya

Kata Muhammadiyah dan PBNU soal Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan penggunaan dana zakat untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). Usulan ini menuai tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk ormas Islam.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis perlu dibicarakan dengan pengelola lembaga zakat, infak, dan sedekah. Pembicaraan ini penting lantaran zakat memiliki unsur syar’i terkait golongan yang berhak menerimanya.

“Sebaiknya dibicarakan dengan Badan Amil Zakat Nasional, kemudian lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh ormas,” kata Haedar di sela-sela forum Tanwir Aisyiah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari CNN Indonesia.


Haedar tidak mempersoalkan adanya usulan tersebut selama untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, kata dia, perlu pembicaraan lebih jauh terkait manajemen dan capaiannya jika usulan itu mau ditindaklanjuti.

“Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan. Karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan,” kata dia.

Tanggapan PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut merespons usulan pendanaan makan bergizi gratis dengan uang zakat. Menurutnya, hal ini perlu kajian lanjut karena penerima zakat sudah ada aturannya dalam syariat.

“Zakat harus dikaji lagi yang nerima siapa dulu nih? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang nah ini untuk zakat ini harus lebih hati-hati,” katanya usai jumpa pers penandatanganan nota kesepahaman pendirian Pusat Komunitas Tangguh dan Kewirausahaan Sosial di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (13/1/2025), dilansir NU Online.

Gus Yahya, sapaannya, memandang pemerintah perlu mengkaji secara serius target penerima manfaat dari lembaga zakat, infak, dan sedekah untuk program makan bergizi gratis.

“Ini harus diterima oleh kelompok-kelompok spesifik yang di dalam wacana MBG sebagai asnaf (penerima zakat) yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat,” jelasnya.

Selain zakat, Gus Yahya melihat adanya potensi penggunaan infak dan sedekah untuk membiayai program tersebut, mengingat aturan infak dan sedekah lebih longgar ketimbang zakat.

Pihaknya sendiri telah menginstruksikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh NU (LAZISNU) untuk ikut serta mengembangkan program pemanfaatan dana yang tujuannya kurang lebih seperti makan bergizi gratis.

Terkait kerja sama, Gus Yahya mengaku masih menjalin komunikasi intens dengan pihak penyedia makan bergizi gratis, seperti Badan Gizi Nasional dan pihak pemerintah terkait.

“Nanti ada dua area kerja yang bisa kita tangani, tentu pengadaan makan gratis itu sendiri, artinya masaknya (dan) membaginya kepada siswa dan santri. Dan juga (Penyediaan) mulai dari bahan-bahannya yang melibatkan UKM di lingkungan NU,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga,” Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025), dilansir detikNews.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” katanya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Pemerintah dan DPR Harus Meringankan Jamaah



Jakarta

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menanggapi usulan biaya haji 2024 yang tengah ramai dibahas, khususnya dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Haji DPR. Sebagai organisasi Islam dengan basis massa terbesar di Indonesia, NU memiliki perhatian besar terhadap kebijakan haji.

Gus Yahya menjelaskan salah satu faktor utama yang mempengaruhi biaya haji adalah nilai tukar mata uang. Sebab, seluruh kegiatan ibadah haji berlangsung di Arab Saudi dan menggunakan mata uang riyal. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap riyal menjadi aspek yang sangat menentukan besaran biaya yang harus ditanggung jemaah.

“Kalau dilihat dari harga-harga di sana, menurut teman-teman yang terlibat dalam pengelolaan haji, sebenarnya perubahan harga di Arab Saudi itu tidak terlalu signifikan. Harga-harga di sana relatif stabil. Masalahnya ada pada nilai tukar rupiah terhadap riyal yang berubah-ubah,” ujar Gus Yahya saat jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).


“Jadi, biaya dalam rupiah naik bukan karena harga di Arab Saudi, tetapi karena fluktuasi nilai tukar,” papar Gus Yahya.

Ia menekankan persoalan ini bukan sekadar soal efisiensi manajemen dalam pengelolaan haji, tetapi juga terkait dengan kinerja ekonomi nasional secara lebih luas. Stabilitas nilai tukar, kata Gus Yahya, mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan yang berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan jemaah haji. Pihaknya berharap pemerintah dan DPR bisa menetapkan biaya yang meringankan jemaah.

“Kita harus memahami bahwa ini bukan hanya soal manajemen yang efisien, tetapi juga kinerja ekonomi nasional. Pemerintah dan DPR perlu bekerja sama untuk menetapkan biaya haji yang paling meringankan bagi jamaah, sejalan dengan situasi ekonomi yang ada,” tambahnya.

Gus Yahya juga menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintah bersama DPR akan berupaya sebaik mungkin dalam menentukan besaran biaya haji. Baginya, yang terpenting adalah memastikan kebijakan tersebut dapat memberikan keringanan bagi jemaah, mengingat ibadah haji adalah kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara finansial.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 93.389.684,99 atau sekitar Rp 93,3 juta.

Usulan ini merujuk pada nilai tukar Dolar Amerika sebesar Rp 16.000 dan Riyal Arab Saudi sebesar Rp 4.266,67. Sementara itu, besaran yang dibayarkan oleh jemaah haji 2025 atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) mencapai Rp 65,3 juta.

Biaya yang harus dibayar jemaah mengalami kenaikan hampir Rp 10 juta dari tahun sebelumnya. Pada 2024, Bipih rata-rata Rp 56,04 juta.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com