“Doaku semua teman-teman bisa haji ke sini. Ya Allah, sekalipun hanya sekali, semoga nama kami tertulis di antara para Hujjaj, Ya Allah panggil kami agar kami dapat menjawabmu. Labbaik, Allahumma Labbaik,” tulis Atta dalam keterangan unggahannya di Instagram. Foto: Dok. Instagram/TikTok Atta Halilintar
Tag Archives: hajar aswad
Kisah Penjarahan Hajar Aswad hingga Sempat Hilang 22 Tahun
Jakarta –
Hajar Aswad adalah objek istimewa bagi umat Islam yang berada di salahh satu sudut Ka’bah. Di balik keistimewaannya, mungkin tidak banyak muslim yang mengetahui bahwa Hajar Aswad pernah dijarah dalam sejarahnya.
Hajar Aswad sendiri memiliki salah satu keistimewaan yakni sebagai batu yang dicium Rasulullah SAW ketika sedang melaksanakan thawaf. Sunnah ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu, yang berbunyi sebagai berikut.
لَمْ أَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُ مِنَ الْبَيْتِ إِلَّا الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَّيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW beristilam (menyentuh) Rukun Yamani dan Hajar Aswad setiap kali beliau thawaf,” (HR Muttafaq ‘alaih)
Kisah Penjarahan Hajar Aswad
Hajar Aswad adalah batu hitam dan suci yang diyakini berasal dari surga. Lokasinya berada di sudut tenggara Ka’bah, kira-kira 1,5 meter dari permukaan lantai.
Awalnya berwarna putih, lebih putih daripada salju. Namun, kini menjadi hitam kemerah-merahan dan sebagian kekuning-kuningan. Dari Ibnu ‘Abbas RA, Rasulullah SAW mengatakan, menghitamnya Hajar Aswad seiring dengan dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia.
نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ
Artinya: “Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih bahkan lebih putih daripada susu pada awalnya. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.” (HR At Tirmidzi)
Dikutip dari buku Kamus Pintar Agama Islam tulisan Syarif Yahya, setelah Nabi Adam wafat, batu ini disimpan di pegunungan Abu Qubais, Makkah, lalu dikeluarkan oleh Malaikat Jibril ketika Ibrahim dan Ismail membangun Ka’bah.
Pada 930 M/317 H, Hajar Aswad pernah dijarah oleh kaum Qaramitah atau Waramatian yang menyerang Makkah dan dibawa ke Kota Qatif di Bahrain. Qarmatian adalah salah satu kelompok syiah dengan Abu Tahir Al Qarmuti sebagai pemimpinnya.
Pada awal mulanya, Abu Tahir dan pengikutnya datang dari Bahrain menuju Makkah tepat sebelum waktu pelaksanaan haji. Namun, mereka ditolak masuk ke wilayah Makkah oleh penduduknya.
Sebagaimana yang dituliskan dalam situs Archyde, kelompok Qarmatian bahkan berpura-pura untuk menunaikan haji agar dibolehkan masuk ke Makkah. Berdasarkan catatan sejarah, Abu Tahir membawa sekitar 600 penunggang kuda dan 900 pasukan berjalan.
Kedok itu pada akhirnya dapat membuat kelompok Qarmatian berhasil menduduki Kota Makkah berikut mencabut Hajar Aswad dari tempatnya secara paksa. Pencurian tersebut dilakukan mereka dalam rangka menjarah barang-barang berharga yang ada di Ka’bah.
Sebab itu, kelompok Qarmatian juga merampas harta orang-orang di Ka’bah, merobek kiswah atau penutup Ka’bah, melepas pintu Ka’bah, hingga mengambil talang emasnya dan hampir semua yang bisa dibawa oleh mereka.
Abu Tahir memerintahkan pasukannya untuk menyimpan Hajar Aswad tersebut ke Masjid al Dirar yang terletak di ibu kota baru negara mereka, al Hasa di Bahrain. Hajar Aswad pun diketahui dijarah dan disimpan di sana selama 22 tahun.
Sebagaimana dikisahkan oleh Sejarawan Ottoman, Qutb al Din, dalam tulisannya tahun 1857, Abu Tahir hendak menjadikan masjid tersebut sebagai tempat suci dan memindahkan aktivitas Ka’bah ke Masjid al Dirar tersebut alias menjadi pusat ibadah umat muslim dunia. Namun, mimpinya tidak sempat terealisasikan hingga akhirnya ia wafat.
“Pemimpin Qarmatian, Abu Tahir al-Qarmati, meletakkan Hajar Aswad di masjidnya sendiri, Masjid al-Dirar, dengan maksud mengalihkan haji dari Makkah. Namun, ini gagal,” tulis Qutb al Din yang dikutip dari World Bulletin.
Setelah dinasti sekte ini runtuh, Hajar Aswad dikembalikan ke tempat semula pada 339 H, setelah hilang selama 22 tahun. Hajar Aswad dikembalikan dalam kondisi rusak dengan keretakan yang membaginya menjadi tujuh bagian. Untuk menjaga bentuknya, penjaga Ka’bah pun membingkai Hajar Aswad dengan perak seperti yang dapat dilihat saat ini.
(rah/rah)
Kisah Hilangnya Hajar Aswad Selama 22 Tahun hingga Haji Dihentikan
Jakarta –
Hajar Aswad diyakini sebagai batu mulia yang berasal dari surga. Menurut sejarah, hajar Aswad pernah dicuri dan hilang selama 22 tahun. Siapa pelakunya?
Hajar Aswad terletak di salah satu sudut Ka’bah. Rasulullah SAW memiliki kebiasaan mencium hajar Aswad sehingga dianggap menjadi sunah tawaf. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata,
لَمْ أَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُ مِنَ الْبَيْتِ إِلَّا الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَّيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW beristilam (menyentuh) Rukun Yamani dan Hajar Aswad setiap kali beliau tawaf.” (HR Muttafaq ‘alaih).
Namun, pada suatu terjadi suatu tragedi di Makkah yang membuat hajar Aswad menghilang. Pada kurun waktu tersebut pula Ka’bah kehilangan batu hitam dari surga tersebut. Berikut kisahnya.
Abu Tahir Al Qarmuthi, Dalang Pencurian Hajar Aswad
Hajar Aswad hilang karena dicuri. Pencurian hajar Aswad dilakukan oleh kelompok syiah bernama Qarmatian yang kala itu dipimpin oleh Abu Tahir Al Qarmuthi.
Tepatnya pada tahun 317 Hijriah atau 930 Masehi, Abu Tahir dan kelompok Qarmatian yang telah berniat mencuri hajar Aswad awalnya datang dari Bahrain menuju Makkah saat sebelum waktu pelaksanaan haji.
Setibanya di Makkah, penduduk Makkah menolak mentah-mentah kedatangan Abu Tahir dan pengikutnya. Diceritakan dalam buku Jejak Sejarah di Dua Tanah Haram karya Mansya Aji Putra, kelompok Qarmatian pun membuat tipu muslihat dengan mengucapkan sumpah palsu untuk memasuki Makkah dengan damai.
Bahkan mereka berpura-pura menunaikan haji agar dibolehkan masuk ke Makkah. Kala itu, Abu Tahir membawa sekitar 600 penunggang kuda dan 900 pasukan berjalan, dikutip situs Archyde.
Mereka pun mengingkari sumpah tersebut dan tak lama kemudian, kelompok Qarmatian berhasil mengambil alih Kota Makkah. Abu Tahir dengan segera memerintahkan Ja’far bin Ilaj untuk mengambil hajar Aswad dari tempatnya secara paksa.
Tidak hanya hajar Aswad yang dicuri, mereka juga menjarah barang-barang berharga yang ada di Ka’bah. Kelompok Qarmatian merampas harta orang-orang di Ka’bah, merobek kiswah atau penutup Ka’bah, melepas pintu Ka’bah, hingga mengambil talang emasnya.
Mereka juga membantai seluruh jemaah haji di Ka’bah dan penduduk Makkah. Kelompok Qarmatian juga membantai 30 ribu jemaah haji yang sedang tawaf, iktikaf, dan salat. Waktu pembantaiannya memang bertepatan dengan puncak musim haji.
Kelompok Qarmatian membuang sekitar 3 ribu mayat pembantain tersebut ke dalam sumur air suci zamzam. Kemudian, sisanya dikubur oleh mereka tanpa memandikan, mengkafani, ataupun menyalatinya.
Kelompok tersebut bahkan melantunkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan nada seolah mengejek pada jemaah. Mereka juga menganggap ibadah haji sebagai sebuah ritual penyembahan berhala layaknya orang-orang di zaman jahiliyah.
Setelah tragedi berdarah di kota suci tersebut, ibadah haji pun ditiadakan selama delapan tahun berturut-turut sebab para jemaah takut akan kembalinya teror keji dari kelompok Qarmatian.
Kembalinya Hajar Aswad setelah Hilang selama 22 Tahun
Setelah berhasil mencuri hajar Aswad dari Ka’bah, Abu Tahir memerintahkan pasukannya untuk menyimpan hajar Aswad tersebut ke Masjid al Dirar yang terletak di ibu kota baru negara mereka, al Hasa di Bahrain. Hajar Aswad pun disimpan di sana selama 22 tahun.
Qutb al Din, Sejarawan Ottoman, bercerita dalam tulisannya tahun 1857, Abu Tahir ingin menjadikan masjid al-Dirar sebagai tempat suci layaknya kota suci Makkah. Namun, ia gagal mencapai impian sebab meninggal dunia.
“Pemimpin Qarmatian, Abu Tahir al-Qarmahti, meletakkan Hajar Aswad di masjidnya sendiri, Masjid al-Dirar, dengan maksud mengalihkan haji dari Makkah. Namun, ini gagal,” tulisnya yang dikutip dari World Bulletin.
Menurut catatan Imam al Juwaini dalam Historia Islamica, hajar Aswad akhirnya kembali ke Ka’bah setelah 22 tahun lamanya pada 952 Masehi setelah kondisi Kota Makkah kembali aman.
Kelompok Qarmatian menyimpan hajar Aswad sebagai tebusan dan meminta bayaran kepada Bani Abbasiyah dengan jumlah uang yang besar agar bisa mengembalikan hajar Aswad ke tempat semula.
Pada akhirnya, hajar Aswad dapat kembali namun dalam kondisi rusak dengan keretakan yang membaginya menjadi tujuh bagian. Untuk menjaga bentuknya, penjaga Ka’bah pun membingkai hajar Aswad dengan perak seperti yang dapat dilihat saat ini.
Wallahu a’lam.
(aeb/kri)
Air Zamzam yang Tak Pernah Kering Sejak Zaman Nabi Ibrahim AS
Jakarta –
Salah satu keistimewaan air zamzam adalah adanya kenyataan bahwa air zamzam tidak pernah kering dan terus ada airnya tanpa pernah henti, meski ia telah berusia ribuan tahun, serta telah diambil dan dikonsumsi oleh jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia.
Mengutip buku berjudul Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam yang ditulis Badiatul Muchlisin Asti menuliskan kisah ketika Hajar melihat malaikat berdiri di sebuah tempat (di dekat sumur zamzam sekarang), terlihat malaikat itu tengah menggali tanah dengan sayapnya, hingga air pun menyembur deras dari tempat itu.
Hajar kemudian membuat lubang seperti baskom dengan tangannya dan mengisi kantong kulitnya dengan air yang menyembur deras dari tempat itu. Air itu terus menyembur deras meskipun telah ia bendung sebagian darinya. Sehingga bila bukan karena kasih sayang Allah, maka air itu akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi.
Nabi Muhammad SAW ketika menceritakan kisah Hajar dan Nabi Ismail, beliau bersabda,
يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ ، لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ — أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ – لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِيْنًا
Artinya: “Semoga Allah melimpahkan Kasih-Nya kepada Ibu Ismail. Jika saja ia membiarkan zamzam (terus menyemburkan air tanpa mengendali- kannya atau kalau ia tidak mengambil air darinya), zamzam akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi”. (HR. Bukhari)
Kisah di atas menunjukkan tidak akan pernah keringnya mata air zamzam sepanjang masa. Air zamzam tidak akan pernah kering dan airnya tak akan pernah habis. Ibnu Abbas berkata, “Seandainya ia (Hajar) tetap meninggalkannya, maka pasti air itu tetap akan ada.”
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Keberadaan air zamzam adalah nikmat Allah tanpa usaha manusia. Maka tatkala dibendung oleh Hajar, masuklah usaha manusia, lalu nikmat itu dikurangkan”.
Kisah lainnya yang menunjukkan tidak akan pernah keringnya air zamzam adalah kisah Abdul Muthalib ketika bermimpi mendapatkan perintah menggali mata air zamzam. Ketika itu, untuk ketiga kalinya, Abdul Muthalib bermimpi, dalam mimpinya ada seseorang yang menghampirinya dan berkata, “Galilah olehmu Zam- zam!”, maka Abdul Muthalib bertanya, “Apa itu Zamzam?”.
Orang itu berkata, “la (Zamzam) adalah mata air yang tidak akan kering selamanya. Ia akan melayani minum para haji yang berjubel. la berada di antara kotoran dan darah. la terletak di tempat berkumpulnya burung-burung elang dan berada di dekat lubang semut.”
Ad-Dahhak bin Muzahim berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat air tawar sebelum hari kiamat, dan semua air akan meresap selain air zamzam. Bumi akan terurai isinya, termasuk emas dan perak, kemudian seseorang akan datang membawa karung penuh emas dan perak seraya berkata, ‘Siapakah yang mau menerima barang ini dariku?’. Kemudian seseorang berkata, ‘Seandainya engkau bawakan kemarin, tentu aku akan menerimanya’.”
Lebih dari itu, fakta nyata yang tak bisa dibantah oleh siapa pun adalah sejak zaman Nabi Ismail hingga sekarang, air zamzam tidak pernah habis sekalipun jutaan orang telah mengambilnya, terutama pada bulan Ramadhan dan bulan Haji. Orang yang melihat sumur zamzam akan mendapatkan kenyataan bahwa permukaan airnya tidak pernah berubah, tidak berkurang, sekalipun telah di- ambil. la juga tidak memancar banyak sehingga mengalir di muka bumi, juga tidak berkurang, dalam arti tidak tersisa sama sekali.
Abdul Basit bin Abdul Rahman dalam buku Makkah al-Mu- karramah Fadhaa’iluha wa Tarikhuha (Makkah al-Mukarramah, Kelebih- an dan Sejarahnya) menyebutkan, bahwa sumur zamzam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang.
Syahruddin El-Fikri mengutip artikel anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari menyebutkan bahwa dalam sebuah uji pemompaan sumur zamzam mampu mengalirkan air sebanyak 11-18,5 liter per detik atau mencapai 660 liter per menit. Uji pemompaan ini dilakukan sebelum 1950-an.
Berikutnya, dibangunlah pompa air pada 1953 yang menyalurkan air dari sumur zamzam ke bak penampungan dan keran-keran. Ketika dilakukan pengujian, pada pemompaan 8.000 liter per detik selama 24 jam, air dalam sumur zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Ketika pemompaan dihentikan, permukaan sumur kembali ke asalnya hanya dalam waktu 11 menit. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Dari mana sumber air sumur zamzam yang begitu cepat berkumpul kembali tersebut?
Rovicky menjelaskan bahwa terdapat banyak celah atau rekahan bebatuan di sekitar sumur zamzam. Salah satu rekahan memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 sentimeter dan ketinggian 30 sentimeter.
Adapun beberapa celah kecil memanjang ke arah Safa dan Marwa. Keterangan geometris lain menyebutkan keberadaan celah sumur di bawah tempat tawaf. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur zamzam.
Wallahu’alam
(lus/lus)
Dalang Pencurian Hajar Aswad yang Gegerkan Jemaah Haji di Makkah
Jakarta –
Hajar Aswad merupakan sebuah batu yang terletak di sudut tenggara Ka’bah. Ternyata, batu yang diyakini berasal dari surga ini pernah dicuri dan hilang selama 22 tahun. Siapa dalang pencurian hajar Aswad tersebut?
Pencurian hajar Aswad didalangi oleh Abu Tahir Al Qarmuthi yang kala itu menjadi pemimpin kelompok syiah Qarmatian. Pencurian terjadi pada 317 Hijriah atau 930 Masehi. Pada awalnya, kelompok Qarmatian datang di Makkah dari Bahrain sebelum waktu pelaksanaan haji.
Diceritakan dalam buku Jejak Sejarah di Dua Tanah Haram karya Mansya Aji Putra, kedatangan kelompok Qarmatian ditolak karena reputasi Abu Tahir sebagai pemimpin yang kejam. Untuk mengelabui masyarakat Makkah, kelompok Qarmatian pun mengucap sumpah bahwa mereka tidak akan berbuat kerusakan di Makkah.
Pada akhirnya, kelompok Qarmatian melanggar janji mereka. Kelompok Qarmatian melakukan perbuatan keji yaitu menyerang umat Islam yang tengah melaksanakan haji hari pertama. Di tengah kericuhan, Abu Tahir memerintahkan Ja’far bin Ilaj untuk mencopot hajar Aswad dari tempatnya. Kelompok Qarmatian juga melakukan perusakan di Ka’bah seperti mencuri sejumlah barang berharga di dalamnya, merobek kiswah atau penutupnya, melepas pintunya, hingga mengambil talang emasnya.
Tidak berhenti sampai di situ, kelompok Qarmatian bahkan melakukan pembantaian kepada jemaah haji di Ka’bah dan penduduk Makkah. Sebanyak 30 ribu jemaah yang sedang tawaf, iktikaf, dan salat dibunuh, lalu 3 ribu di antaranya dibuang ke sumur air zamzam.
Setelah tragedi berdarah tersebut, ibadah haji ditiadakan selama 8 tahun berturut-turut karena rasa takut dan trauma akan teror keji kelompok Qarmatian.
Hajar Aswad yang berhasil dicuri Abu Tahir dibawa ke Masjid al Dirar yang terletak di ibu kota baru negara mereka, al Hasa di Bahrain. Abu Tahir ingin mengubah masjid tersebut menjadi Tanah Suci dan mengarahkan orang-orang untuk berhaji di sana. Hajar Aswad pun disimpan di sana selama 22 tahun.
Setelah 22 tahun lamanya, akhirnya hajar Aswad dapat kembali ke Makkah setelah kekhalifahan Abbasiyah membayar sejumlah besar uang. Akan tetapi, hajar Aswad kembali dengan keretakan yang membaginya menjadi tujuh bagian. Untuk menjaga bentuknya, penjaga Ka’bah pun membingkai hajar Aswad dengan perak seperti yang dapat dilihat saat ini.
Upaya Perusakan Hajar Aswad
Masih dari sumber yang sama, tidak hanya upaya pencurian, ternyata terdapat pula beberapa upaya perusakan hajar Aswad setelah tragedi berdarah dengan kelompok Qarmatian.
Upaya pertama terjadi pada tahun 363 H. Seorang laki-laki asal Romawi menghampiri hajar Aswad, mengambil cangkul dan memukulkannya dengan kuat ke pojok tempat hajar Aswad hingga berbekas. Sebelum sempat mengulangi perbuatannya, seorang muslim asal Yaman datang dan menikamnya hingga roboh.
Berikutnya, pada 413 H, Bani Fatimiyah mengirim sebagian pengikutnya di bawah pimpinan Hakim al-Abidi untuk menghancurkan hajar Aswad. Setelah dipukul 3 kali menggunakan pahat, hajar Aswad pecah dan berjatuhan.
Selanjutnya, pada 990 H seorang lelaki asing datang membawa sejenis kapak yang dipukulkannya ke hajar Aswad. Pangeran Nashir menikam lelaki tersebut dengan belati hingga mati.
Keutamaan Hajar Aswad dan Sunahnya
Dalam buku Al-Bait karya Brilly El-Rasheed terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan hajar Aswad. Rasulullah SAW bersabda,
“Barang siapa bersalaman dengannya (hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah Yang Maha Pengasih.” (HR Ibnu Majah)
Menurut hadits lain yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW memiliki kebiasaan mencium hajar Aswad hingga dianggap sebagai sunah tawaf. Ia berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah SAW beristilam (menyentuh) Rukun Yamani dan Hajar Aswad setiap kali beliau tawaf.” (HR Muttafaq ‘alaih)
Wallahu a’lam.
(kri/kri)




