Tag Archives: haji mabrur

Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 Sukses



Jakarta

Seluruh fase penyelenggaraan ibadah haji telah selesai mulai dari pemberangkatan, puncak haji hingga pemulangan. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan haji 2024 sukses dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Dari 213.320 kuota, ada 213.275 jemaah haji reguler yang berangkat ke Arab Saudi dari 12 Mei hingga 11 Juni 2024. Hanya 45 kuota tidak terserap.

Puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang dilaksanakan pada 14-19 Juni 2024 berjalan lancar. Skema baru murur berjalan sukses hingga peristiwa 2023 di Muzdalifah tidak terulang.


Dari 21 Juni hingga 22 Juli 2024, ada 212.720 jemaah yang dipulangkan ke Tanah Air dalam 553 kloter. Hingga akhir operasional, ada 46 jemaah masih dirawat di Arab Saudi. Jemaah yang sakit tersebut akan terus dipantau oleh Kantor Urusan Haji (KUH) di Jeddah. Selama perawatan, jemaah tidak dikenakan biaya.

“Tidak berlebihan, jika disebut haji 2024 sukses dan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ada sejumlah indikator dan kita formulasikan dengan skema 4 – 3 – 5,” jelas Menag Yaqut dalam acara Closing Statement Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Skema 4-3-5 ini ialah empat perdana di haji 2024, tiga pengembangan ekosistem potensi ekonomi haji dan lima inovasi haji 2024. Berikut pemaparannya:

Empat Hal yang Serba Perdana pada Haji 2024, yakni:

1. Pertama layanan fast track diterapkan pada tiga embarkasi. Selain Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), juga di Adi Soemarmo Solo dan Djuanda Surabaya.

2. Pertama dalam kuota normal (dan ada kuota tambahan), layanan katering diberikan secara penuh selama jemaah berada di Makkah.

3. Pertama dalam sejarah, Indonesia mendapat kuota tambahan hingga 20.000 jemaah. Ini bagian dari upaya lobi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.

4. Pertama kebijakan murur diterapkan secara terencana dan sistematis. Murur adalah skema pergerakan jemaah dari Arafah (usai wukuf) menuju Muzdalifah (melintas tanpa turun), lalu menuju ke Mina. Ini sebagai ikhtiar agar kepadatan di Muzdalifah yang terjadi pada 2023 tidak terulang.

Tiga Pengembangan Ekosistem Potensi Ekonomi Haji, yakni:

1. Ekspor bumbu Nusantara. Pada 2023, baru 16 ton bumbu Nusantara yang diekspor untuk memenuhi kebutuhan dapur penyedia katering jemaah haji Indonesia. Tahun ini jumlahnya meningkat lebih dari 70 ton. Potensi ke depan masih terbuka lebar karena kebutuhannya mencapai 300 ton.

2. Pengiriman daging dam petugas dan jemaah dalam bentuk kemasan daging olahan.

3. Tahun ini, Indonesia mulai menggunakan makanan siap saji dalam layanan katering jemaah. Makanan itu didatangkan dari Indonesia.

Lima Inovasi Haji 2024, yakni:

1. Transformasi digital dalam rekrutmen petugas.

2. Aplikasi Kawal Haji memberi ruang bagi jemaah dan keluarga jemaah, bahkan masyarakat umum, untuk menyampaikan keluhan dan aduan jika mengalami masalah. Hasilnya, beragam masalah lebih cepat teridentifikasi dan tertangani.

3. Safari wukuf lansia nonmandiri dan disabilitas dengan persiapan yang lebih matang, baik dari aspek akomodasi, petugas, maupun layanan konsumsi.

4. Penggunaan IPS (International Patient Summary) atau riwayat kesehatan jemaah haji pada kartu jemaah haji.

5. Penyederhanaan proses tunda/batal visa untuk optimalisasi penggunaan kuota haji.

“Alhamdulillah, seluruh tahapan sudah selesai dan saya nyatakan operasional haji 1445 H/2024 M berakhir,” ungkap Gus Yaqut.

Dalam waktu dekat Kemenag juga akan menggelar evaluasi sekaligus memulai persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M. Arab Saudi sudah mengumumkan bahwa kuota haji Indonesia tahun 2025 sebanyak 221.000. Pada awal September 2024, sudah akan dimulai pertemuan persiapan dan rapat dengan perusahaan penyedia layanan (paket, akomodasi, konsumsi).

Menag juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas arahan dan dukungannya hingga ibadah haji tahun ini berjalan dengan sukses dan lancar. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Komisi VIII DPT yang terus memberikan saran serta masukan bagi perbaikan penyelenggaraan haji di masa mendatang.

Tak lupa ucapan terima kasih kepada jajaran Kementerian/Lembaga terkait, serta TNI/Polri atas kerja sama dan kontribusinya dalam ikut menyukseskan penyelenggaraan haji 2024 dan Pemerintah Arab Saudi atas kerja samanya yang baik sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lancar.

“Secara khusus, rasa terima kasih saya sampaikan kepada Petugas Haji Indonesia atas dedikasi dan ketulusannya dalam memberikan layanan kepada jemaah,” tambah Gus Yaqut.

Terakhir Gus Yaqut juga menyampaikan apresiasi kepada jemaah haji 2024.

“Apresiasi saya sampaikan kepada seluruh jemaah haji Indonesia yang tertib sehingga penyelenggaraan ibadah haji berjalan lancar. Semoga semua jemaah memperoleh haji mabrur mabruroh. Saya berharap jemaah haji bisa memberi warna dalam kehidupan masyarakat yang lebih baik,” kata Gus Yaqut.

“Kepada jemaah yang wafat, kita doakan semoga husnul khotimah dan keluarganya diberi ketabahan dan kesabaran,” tutup Menag yang akrab disapa Gus Men itu.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Pemerintah Saudi Apresiasi Pemerintah Indonesia dalam Pengelolaan Haji



Jakarta

Pemerintah Arab Saudi mengapresiasi pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Menurutnya, dengan mengelola penyelenggaraan ibadah haji secara profesional dan humanis maka hal tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan penyelenggaraan haji secara global.

Apresiasi ini disampaikan oleh Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F. Al-Rabiah saat bertemu dengan Menag Nasaruddin Umar di Jeddah akhir pekan lalu.

“Kami mendapatkan apresiasi dari Kerajaan Arab Saudi. Menurut mereka, Indonesia kalau memikirkan sesuatu bukan hanya untuk jemaahnya sendiri tetapi juga untuk kemaslahatan umum untuk haji seluruh dunia dan bagaimana mempromosikan haji yang humanis,” ungkap Menag Nasaruddin setibanya di Bandara Soekarno Hatta usai melakukan lawatan ke Arab Saudi, Kamis (16/1/2025).


Menurut Menag, haji yang humanis adalah haji yang mencerminkan kepuasan batin. “Jadi kita bukan memamerkan kekecewaan tetapi justru pameran kedamaian, pameran kesejukan. Nah itu sangat diapresiasi, Indonesia dianggap sangat memperhatikan kemaslahatan,” ujar Menag.

Pemerintah Arab Saudi juga mengapresiasi Indonesia karena pengelolaan haji yang dimiliki sangat profesional. “Alhamdulillah kita dibaca (oleh Pemerintah Arab Saudi) bahwa Indonesia sangat profesional. Karena saat ini, langsung kita lihat on the spot, apa yang perlu kita perbaiki, kita bicarakan dan itu berbuah poin semuanya,” jelas Menag yang juga telah meninjau persiapan penyelenggaraan haji di Jeddah, Makkah, dan Madinah.

Menag juga menambahkan bahwa memberikan pelayanan haji yang penuh dengan kedamaian, keamanan, serta kenyamanan menjadi komitmen pemerintah Indonesia saat ini.

“Hal ini tentunya sudah dipesankan oleh Presiden Prabowo. Dan saya minta komitmen ini juga dimiliki oleh kita semua yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji. Saya optimis, penyelenggaraan haji ini akan berhasil,” tambah Menag.

Ia juga meminta jajarannya untuk dapat memberikan pelayanan sepenuh hati bagi jemaah haji Indonesia. “Ini adalah penyelenggaraan ibadah haji terakhir yang akan dikelola Kemenag, jadi kita ingin husnul khotimah. Kita ingin menciptakan senyuman bagi para jemaah haji Indonesia,” tuturnya.

Saat ini, kata Menag, jemaah haji Indonesia sudah tersenyum karena ada penurunan biaya haji. “Mereka juga akan tersenyum jika setibanya di Tanah Suci yang betul-betul mereka rindukan mendapatkan pelayanan terbaik dari kita semua,” ujar Menag.

“Senyum ketiga para jemaah haji akan tercipta ketika mereka pulang dan menjadi haji mabrur. Artinya, manasik haji juga perlu kita perhatikan betul. Kita ciptakan senyuman-senyuman ini,” sambungnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Tukang Sol Sepatu, Jadi Haji Mabrur Padahal Tak Berhaji ke Makkah



Jakarta

Setiap umat Islam tentunya memiliki keinginan untuk bisa menunaikan ibadah haji dan mendapat predikat haji mabrur. Namun, tahukah detikers bahwa ada kisah seorang menyandang predikat haji mabrur, padahal dia tidak berangkat ke Baitullah di Makkah. Seperti apa kisahnya?

Kisah Seorang Haji Mabrur Padahal Tidak Berangkat ke Baitullah

Kisah ini dikutip dari Buku Koleksi Hadits dan Kisah Teladan Muslim tulisan Ahmad Saifudin dan tulisan Mahdi berjudul Kisah Diterimanya Ibadah Haji Seorang Hamba Meski Tidak Berangkat ke Tanah Suci dalam situs resmi Kemenag.

Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Al Mubarak, bahwa pada suatu masa setelah menyelesaikan ritual ibadah haji, Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak beristirahat dan tidur. Saat tidur, dia bermimpi melihat dua Malaikat turun dari langit dan mendengar percakapan mereka.


Salah satu Malaikat bertanya kepada yang lain, “Berapa banyak orang yang datang untuk berhaji tahun ini?”.

“Mereka adalah enam ratus ribu jamaah,” jawab Malaikat yang ditanya.

Lalu, Malaikat pertama bertanya lagi, “Berapa banyak dari mereka yang haji mereka diterima?”.

“Tidak ada satupun,” jawab Malaikat yang pertama.

Percakapan itu membuat Abdullah Al Mubarak merasa gemetar.

“Dalam mimpiku,” dia menangis, “Apakah semua orang ini datang dari tempat-tempat jauh dengan perjuangan dan kelelahan, melewati gurun pasir yang luas, hanya untuk semua usahanya menjadi sia-sia?”.

Sambil gemetar, dia terus mendengarkan percakapan kedua malaikat itu.

“Namun ada seseorang yang meskipun tidak berhaji, amal perbuatan hajinya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Berkat dia, seluruh jamaah haji diterima oleh Allah.”

“Bagaimana bisa begitu?” tanya Malaikat pertama.

“Itu adalah kehendak Allah.”

“Siapa orang itu?” tanya Malaikat pertama lagi.

“Orang itu adalah Ali bin Al Muwaffaq, tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”

Setelah mendengar ucapan itu, Abdullah Al Mubarak terbangun dari tidurnya. Setelah pulang dari ibadah haji, dia tidak langsung kembali ke rumahnya, tetapi pergi langsung ke Damaskus, Syria. Hatinya masih gemetar dan penuh pertanyaan.

Ketika dia sampai di sana, dia mencari tukang sol sepatu yang disebutkan oleh Malaikat dalam mimpinya. Dia bertanya kepada hampir semua tukang sol sepatu apakah ada seorang tukang sol sepatu bernama Ali bin Al Muwaffaq.

“Ada, di tepi kota,” jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.

Setelah mencapai tempat itu, dia menemukan seorang tukang sol sepatu yang berpakaian sangat sederhana. “Apakah Anda Ali bin Al Muwaffaq?” tanya bin Al Mubarak.

“Iya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?”

“Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji yang diterima oleh Allah, padahal Anda tidak berangkat haji.”

“Saya sendiri tidak tahu, tuan.”

“Ceritakanlah kehidupan Anda selama ini.”

Ali bin Al Muwaffaq pun menceritakan, “Selama puluhan tahun, setiap hari saya menyisihkan sebagian uang dari penghasilan saya sebagai tukang sol sepatu. Saya menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, jumlah yang cukup untuk berhaji. Saya sudah siap untuk berangkat haji.”

“Tapi Anda tidak berangkat haji.”

“Benar.”

“Apa yang terjadi?”

“Pada saat itu, istri saya hamil dan sedang mengidam. Ketika saya hendak berangkat, dia sangat mengidamkan aroma masakan yang lezat.”

“Suamiku, bisakah kau mencium aroma masakan yang sedap ini?”

“Iya, sayang.”

“Cobalah cari siapa yang memasak, aroma masakannya begitu lezat. Tolong mintakan sedikit untukku,” pintanya.

“Akhirnya, saya mencari sumber aroma masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk yang hampir roboh. Di sana, ada seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya menginginkan masakan yang dia masak, meskipun hanya sedikit. Janda itu diam dan memandang saya, jadi saya mengulangi kata-kata saya,” ungkap Ali bin Al Muwaffaq.

Akhirnya, dengan sedikit ragu, dia mengatakan, “Tidak boleh, tuan.”

“Apa pun harganya, saya akan membelinya.”

“Makanan ini tidak dijual, tuan,” katanya sambil meneteskan air mata.

“Mengapa?” tanya Ali.

Dengan berlinang air mata, janda itu menjawab, “Makanan ini halal bagi kami, tapi haram bagi tuan.”

Dalam hatinya, Ali bin Al Muwaffaq bertanya, “Bagaimana mungkin ada makanan yang halal bagi dia, tapi haram bagi saya, padahal kita sama-sama muslim?” Karena itu, dia mendesaknya lagi, “Kenapa?”

“Selama beberapa hari ini, kami tidak memiliki makanan. Di rumah kami tidak ada makanan sama sekali. Hari ini, kami melihat seekor keledai mati, jadi kami mengambil sebagian dagingnya untuk dimasak dan dimakan,” janda itu menjelaskan dengan terisak.

Mendengar cerita itu, saya menangis dan pulang ke rumah. Saya menceritakan kejadian tersebut kepada istri saya, dan dia juga menangis. Akhirnya, kami memasak makanan dan pergi ke rumah janda tersebut.

“Kami membawa makanan untukmu.”

Saya memberikan 350 dirham, uang yang saya kumpulkan untuk berhaji, kepada mereka. “Gunakan uang ini untuk keluarga Anda. Gunakan untuk usaha agar Anda tidak kelaparan lagi.”

Mendengar cerita itu, Abdullah Al Mubarak tidak bisa menahan air mata. Ternyata, inilah amal yang dilakukan oleh Sa’id bin Muhafah sehingga Allah menerima amalan hajinya, meskipun dia tidak berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Haji Mabrur yang Tidak Pernah Berangkat ke Makkah



Jakarta

Setiap muslim pasti menginginkan untuk dapat melaksanakan ibadah haji dan mendapatkan predikat haji mabrur. Namun, ada sebuah kisah tentang seseorang yang disebut sebagai haji mabrur, meskipun dia tidak pernah pergi ke Baitullah, Makkah. Bagaimanakah kisahnya?

Kisah ini diambil dari buku Koleksi Hadits dan Kisah Teladan Muslim karya Ahmad Saifudin dan Mahdi dan laman resmi Kementerian Agama (Kemenag).

Kisah Seorang Haji Mabrur Tanpa ke Baitullah

Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Al Mubarak yang menceritakan bahwa setelah menyelesaikan ibadah haji, ia beristirahat dan tidur. Selama tidurnya, ia bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit dan mendengar percakapan mereka.


Salah satu malaikat bertanya kepada yang lain, “Berapa banyak orang yang datang untuk menunaikan ibadah haji tahun ini?”

“Mereka berjumlah enam ratus ribu jemaah,” jawab malaikat yang ditanya.

Kemudian, malaikat pertama bertanya lagi, “Berapa banyak dari mereka yang ibadah hajinya diterima?”

“Tidak ada satu pun dari mereka,” jawab malaikat yang pertama.

Percakapan ini membuat Abdullah bin Al Mubarak merasa gemetar. Sambil menangis dia berkata, “Apakah semua orang ini datang dari tempat yang jauh dengan perjuangan dan kelelahan, melewati gurun yang luas, hanya untuk semua usahanya menjadi sia-sia?”

Dengan gemetar, dia terus mendengarkan percakapan kedua malaikat tersebut.

“Namun ada seseorang yang meskipun tidak melaksanakan haji, amal perbuatannya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Karena dia, seluruh jemaah haji diterima oleh Allah.”

“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” tanya malaikat pertama.

“Itu adalah kehendak Allah.”

“Siapakah orang tersebut?” tanya malaikat pertama lagi.

“Orang itu adalah Ali bin Al Muwaffaq, seorang tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”

Setelah mendengar ucapan itu, Abdullah bin Al Mubarak terbangun dari tidurnya. Setelah kembali dari ibadah haji, dia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan pergi langsung ke Damaskus, Suriah. Hatinya masih gemetar dan penuh pertanyaan.

Ketika dia tiba di sana, dia mencari tukang sol sepatu yang disebutkan oleh malaikat dalam mimpinya. Dia bertanya kepada hampir semua tukang sol sepatu apakah ada seorang tukang sol sepatu bernama Ali bin Al Muwaffaq.

“Iya, dia ada di tepi kota,” jawab salah satu tukang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya

Setelah sampai di tempat tersebut, dia menemukan seorang tukang sol sepatu yang berpakaian sangat sederhana. “Apakah Anda Ali bin Al Muwaffaq?” tanya Abdullah bin Al Mubarak.

“Iya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?”

“Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan sehingga Anda layak menerima pahala haji yang diterima oleh Allah, padahal Anda tidak pergi menunaikan haji.”

“Saya sendiri tidak tahu, tuan.”

“Ceritakanlah kehidupan Anda selama ini.”

Ali bin Al Muwaffaq kemudian menceritakan, “Selama puluhan tahun, setiap hari saya menyisihkan sebagian uang dari penghasilan saya sebagai tukang sol sepatu. Saya menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, jumlah yang cukup untuk pergi menunaikan ibadah haji. Saya sudah siap untuk berangkat haji.”

“Tapi Anda tidak pergi menunaikan haji.”

“Benar.”

“Apa yang terjadi?”

“Pada saat itu, istri saya hamil dan sedang mengidam. Ketika saya hendak pergi, dia sangat menginginkan aroma makanan yang lezat.”

“Suamiku, bisakah kau mencium aroma masakan yang enak ini?”

“Iya, sayang.”

“Cobalah cari siapa yang memasak, aroma masakannya sangat harum. Tolong mintakan sedikit untukku,” pintanya.

“Akhirnya, saya mencari sumber aroma masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk yang hampir roboh. Di sana, ada seorang janda dan enam anaknya. Saya memberitahunya bahwa istri saya menginginkan masakan yang dia masak, meskipun hanya sedikit. Janda itu diam dan memandang saya, jadi saya mengulangi kata-kata saya,” ungkap Ali bin Al Muwaffaq.

Akhirnya, dengan sedikit ragu, dia mengatakan, “Tidak boleh, tuan.”

“Apa pun harganya, saya akan membelinya.”

“Makanan ini tidak dijual, tuan,” katanya sambil meneteskan air mata.

“Mengapa?” tanya Ali.

Dengan berlinang air mata, janda itu menjawab, “Makanan ini halal bagi kami, tapi haram bagi tuan.”

Dalam hatinya, Ali bin Al Muwaffaq bertanya, “Bagaimana mungkin ada makanan yang halal baginya, tapi haram bagiku, padahal kita semua muslim?” Oleh karena itu, dia mendesaknya lagi, “Kenapa?”

“Selama beberapa hari ini, kami tidak memiliki makanan. Di rumah kami tidak ada makanan sama sekali. Hari ini, kami melihat seekor keledai mati, jadi kami mengambil sebagian dagingnya untuk dimasak dan dimakan,” janda itu menjelaskan sambil menangis.

Mendengar cerita itu, Ali bin Al Muwaffaq menangis dan pulang ke rumah. Ia menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya dan ia juga menangis. Akhirnya, kami memasak makanan dan pergi ke rumah janda tersebut.

“Kami membawa makanan untukmu.”

Ali bin Al Muwaffaq memberikan 350 dirham, uang yang dikumpulkannya untuk pergi menunaikan haji, kepada mereka. “Gunakan uang ini untuk keluarga Anda. Gunakan untuk usaha agar Anda tidak kelaparan lagi.”

Mendengar cerita itu, Abdullah bin Al Mubarak tidak bisa menahan air mata. Ternyata, inilah amal yang dilakukan oleh Ali bin Al Muwaffaq sehingga Allah SWT menerima amalan hajinya meskipun dia tidak mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com