Tag Archives: hikmah

Juhainah, Sosok yang Membuat Semua Penghuni Neraka Menangis



Jakarta

Ketika malaikat memanggil nama Juhainah, semua penghuni neraka menangis. Juhainah adalah orang terakhir yang keluar dari neraka dan paling akhir pula masuk ke surga.

Seluruh penduduk neraka akan menangis karena Juhainah telah dipanggil masuk ke surga terakhir kalinya sekaligus menjadi pertanda bahwa mereka yang tersisa akan kekal di dalam neraka.

Tidak ada harapan lagi bagi penduduk neraka setelah Juhainah dipanggil oleh malaikat. Kisah Juhainah ini telah diterangkan dalam hadits yang dinukil dari Kitab An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim oleh Ibnu Katsir.


Ad-Daruquthni meriwayatkan dalam kitabnya, “Para perawi dari Malik dan al-Khathib al-Baghdadi dari Abdul Malik bin Hakam, Malik menuturkan kepada kami dari Nafi’, dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‘Sesungguhnya, orang yang terakhir masuk surga adalah seorang lelaki dari suku Juhainah bernama Juhainah.’ Penghuni surga lalu berkata, ‘Juhainah memiliki kabar yang yakin. Tanyakanlah kepadanya, apakah masih ada yang tersisa dari para makhluk?'”

Namun, riwayat tersebut dikatakan tidak sah disandangkan kepada Imam Malik sebab tidak diketahui para perawinya. Demikian pula as-Suhaili menyebutkan hadits tersebut dalam kitabnya dan tidak menganggapnya lemah.

Justru pendapat lain yang disebutkan dari as-Suhaili, bahwa orang yang terakhir keluar dari neraka tersebut bernama Hanad.

Dikisahkan dalam riwayat, bahwa penduduk neraka akan menangis karena Juhainah telah dipanggil masuk ke surga. Hal itu menjadi pertanda bahwa penduduk neraka yang tersisa akan kekal di dalamnya dan tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk berpindah menuju surga.

Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam Kitab At-Tadzkirah Jilid 2 turut menerangkan orang orang yang terakhir keluar dari neraka sekaligus terkahir masuk surga.

Menurut hadits riwayat Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya aku benar-benar tahu penghuni neraka yang terakhir kali keluar darinya, dan penghuni neraka yang terakhir kali masuk surga, yaitu seorang lelaki yang keluar dari neraka dengan merangkak. Maka Allah Ta’ala berkata, “Pergilah dan masuk ke surga.”

Orang itu pun datang ke surga, tetapi terbayang olehnya bahwa surga telah penuh. Maka ia berkata, “Ya Tuhanku, hamba dapati surga telah penuh.” Allah SWT berkata lagi, “Pergilah dan masuk ke surga.”

Ia pun datang ke surga dan terbayang lagi bahwa surga telah penuh, maka ia balik serata berkata, “Ya Tuhanku, hamba dapati surga telah penuh.”

Maka, (sekali lagi) Allah SWT berkata, “Pergilah dan masuk ke surga. Sesungguhnya kamu akan memperoleh sepuluh kali lipat dunia.”

Kemudian orang itu berkata, “Apakah Engkau mengejekku?” Atau, “Engkau menertawakan hamba, padahal Engkau Raja?”

Abdullah bin Mas’ud RA menambahkan dengan berkata, “Saya sungguh-sungguh melihat Rasulullah SAW tertawa sampai tampak gigi-gigi gerahamnya, beliau bersabda,

“Mengenai orang itu dikatakan, ‘Itulah ahli surga yang paling rendah derajatnya.'” (HR Muslim)

Itulah kisah Juhainah, seseorang yang membuat semua penghuni neraka menangis tatkala malaikat memanggil namanya. Sebab, ia menjadi sosok terakhir yang dikeluarkan dari neraka dan tak ada lagi penghuni lain yang keluar setelahnya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Para Pemuda Kaum Musyrik yang Gagal Mencelakai Nabi di Gua Tsur



Jakarta

Rasulullah SAW bersama sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA pernah bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Kala itu, mereka sedang dalam perjalanan untuk hijrah secara sembunyi-sembunyi dari Makkah menuju Madinah.

Perjalanan hijrah beliau mendapat ancaman dari Kaum Quraisy yang berniat membunuhnya. Karena itulah, Rasulullah SAW bersembunyi di Gua Tsur karena takut Kaum Quraisy akan mencarinya kemana-mana.

Disebutkan dalam buku 25 Kisah Nabi & Rasul karya Aan Wulandari Usman, kaum musyrik terus menerus mencari Rasulullah SAW hingga mereka mengadakan sayembara. Barang siapa berhasil menemukan Nabi SAW dan Abu Bakar RA, maka orang tersebut akan diberi hadiah berupa 200 ekor unta.


Namun, para pemuda kaum musyrik gagal mencelakai Nabi di Gua Tsur. Mengapa hal itu bisa terjadi? Berikut ini kisahnya.

Kisah Kaum Musyrik yang Gagal Mencelakai Nabi di Gua Tsur

Kaum musyrik gagal mencelakai Nabi Muhammad SAW di Gua Tsur karena mereka melihat ada sarang laba-laba di tempat tersebut. Tak hanya itu, pemuda kaum musyrik juga melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua sehingga mereka yakin tidak ada orang di dalamnya.

Dikisahkan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Qur’an karya Ridwan Abqary, awalnya kaum musyrik Quraisy begitu marah ketika menyadari telah tertipu Ali bin Abi Thalib yang menyamar menjadi Rasulullah SAW. Nabi SAW kala itu sudah tidak lagi ada di rumahnya ataupun di Makkah.

Mereka mendapati Ali bin Abi Thalib yang tidur di atas kasur Rasulullah SAW. Kaum musyrik pun panik kehilangan sosok yang menjadi buruan mereka. Akhirnya, pencarian pun dilakukan di setiap jengkal Kota Makkah dan daerah sekitarnya.

Semua tempat diperiksa dengan teliti hingga akhirnya mereka melihat ada sebuah gua, yaitu Gua Tsur. Lalu pemuda dari kaum musyrik berjalan ke arahnya dan melihat Abdullah sedang menggembalakan kambing-kambingnya di dekat gua itu.

Pemuda dari kaum musyrik itu bertanya sambil menunjuk ke arah Gua Tsur, “Wahai penggembala, apakah engkau melihat ada seseorang di dalam gua itu?”

“Sudah beberapa hari ini saya menggembala di sini, tetapi tak seorang pun saya lihat masuk ke gua itu,” jawab Abdullah.

Percakapan Kaum Quraisy dengan Abdullah itu begitu keras hingga Nabi SAW dan Abu Bakar mendengarnya dari dalam gua. Beliau tak henti-hentinya berdoa kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan dan pertolongan-Nya. Hanya kepada Allah SWT mereka menyerahkan semua nasib yang menimpanya.

Salah seorang pemuda kaum musyrik bertanya, “Apakah kita akan masuk ke gua ini?”

“Aku yakin tidak ada seorang pun yang masuk ke gua,” timpal seorang pemuda yang lainnya.

“Lihatlah, ada sarang laba-laba menutupi mulut gua. Sarang laba-laba itu sepertinya sudah lama ada di sana. Mungkin sebelum Muhammad lahir pun, sarang laba-laba itu sudah ada.”

Sepasang burung merpati terbang ketika melihat pemuda dari kaum musyrikin hendak masuk ke dalam Gua Tsur. Para pemuda itu juga melihat ada sebutir telur di sarang burung yang terletak di mulut gua.

“Tidak mungkin ada orang yang masuk ke sana. Buktinya, burung merpati itu bisa bertelur di mulut gua,” ucap salah seorang pemuda kaum musyrikin lagi.

Kafir Quraisy yang sedang mencari-cari Nabi SAW pun merasa yakin beliau tidak mungkin ada di dalam Gua Tsur. Apalagi, mereka juga melihat ada sebatang dahan pohon yang terkulai menghalangi mulut gua. Siapapun yang masuk ke dalamnya, harus menyingkirkan dahan-dahan pohon tersebut.

Akhirnya, para pemuda kaum musyrik pun gagal mencelakai Nabi di Gua Tsur karena mereka berangsur-angsur mundur dari tempat itu dan pergi menjauh.

Nabi SAW dan Abu Bakar yang sudah merasa ketakutan di dalam gua pun langsung mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melindunginya dari serangan orang-orang musyrik.

Atas mukjizat dan kekuasaan-Nya, laba-laba datang dan menganyam sarangnya agar dapat menghalangi pandangan ke dalam gua. Kemudian dua ekor burung merpati juga hinggap dan bertelur di pintu masuk gua. Sebatang pohon pun tumbuh di tempat yang sebelumnya tidak ditumbuhi pepohonan sama sekali. Wallahu ‘alam bish shawab.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Juraij, Ahli Ibadah yang Durhaka terhadap Ibunya



Jakarta

Ada seorang ahli ibadah yang dikisahkan durhaka pada ibunya karena melalaikan panggilan dari sang ibu. Kisahnya bahkan diabadikan dalam riwayat hadits yang pernah diceritakan oleh Rasulullah SAW.

Juraij namanya. Ia adalah sosok lelaki dari Bani Israil yang dikisahkan rajin beribadah bahkan disebut sebagai sosok pemilik rumah ibadah. Kisah tersebut bersumber dari Abu Hurairah RA yang pernah mengutip cerita dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengisahkan,

“Tidak ada seorang bayi pun yang dapat berbicara ketika sedang digoyang dalam buaian, kecuali Isa ibnu Maryam dan bayi yang disebut dalam cerita tentang Juraij,”


Lalu, dikutip dari buku Shahih Adabul Mufrad oleh Imam Bukhari, ada yang bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana cerita tentang Juraij?”

Rasulullah SAW menjawab, “Juraij adalah seorang yang selalu beribadah di tempat ibadahnya. Di bawah tempat ibadahnya ada seorang penggembala sapi, dan seorang perempuan dari desa tersebut berzina dengan penggembala sapi tersebut.”

Suatu hari, ibu Juraij datang saat Juraij sedang beribadah dan memanggilnya dengan nama ‘Juraij’ ketika dia sedang beribadah. Juraij merasa ragu antara menjawab ibunya atau melanjutkan salatnya.

Namun, pada akhirnya, Juraij memilih untuk melanjutkan salatnya. Ibunya memanggilnya kedua kalinya, dan Juraij kembali memilih salatnya.

Ibunya kemudian memanggil untuk ketiga kalinya dan dalam hatinya Juraij berpikir, “Ibuku atau salatku?’ Sekali lagi, dia memilih untuk melanjutkan salatnya.

Karena Juraij tidak kunjung menjawab panggilannya, ibunya marah dan berdoa, “Semoga Allah tidak mematikanmu, wahai Juraij, kecuali jika engkau melihat wajah perempuan-perempuan pelacur.” Setelah itu, ibunya pergi.

Pada suatu hari, tiba-tiba, seorang wanita yang melahirkan anak hasil perzinahan dihadapkan kepada seorang raja. Raja bertanya, “Siapa yang menghamilimu?”

Wanita itu menjawab, “Dari Juraij.” Raja bertanya lagi, “Pemilik tempat ibadah itu?” Wanita itu menjawab, “Ya.”

Raja kemudian memerintahkan bawahannya untuk menghancurkan tempat ibadah itu. Ia juga meminta bawahannya untuk membawa Juraij kepadanya.

Masyarakat kemudian menghancurkan tempat ibadah itu dengan berbagai macam alat seperti martil dan kapak, hingga tempat ibadah itu roboh. Juraij kemudian diikat dan ditarik melewati para wanita pelacur sambil tersenyum dan para pelacur itu ditampilkan di hadapannya di tengah kerumunan orang.

Sang raja berkata, “Apa yang mereka tuduhkan kepadamu?”

Juraij menjawab, “Apa yang mereka tuduhkan terhadapku?”

Raja berkata, “Mereka menuduhmu sebagai ayah anak ini.”

Juraij bertanya, “Di mana bayi itu?” Mereka menjawab, “Itu, bayi yang ada di pangkuannya.”

Juraij mendekati bayi itu dan bertanya, “Siapa ayahmu?’

Bayi itu menjawab, “Penggembala sapi.”

Setelah itu, sang raja pun merasa bersalah terlalu gegabah menuduh Juraij. Hingga ia pun menawarkan, “Apakah kami harus membangun kembali tempat ibadahmu dari emas?”

Juraij menjawab, “Tidak.” Sang raja bertanya lagi, “Dari perak?”

Juraij menjawab, “Tidak.” Lalu sang raja berkata, “Lalu dengan apa kami harus mengganti tempat ibadahmu?”

Juraij menjawab, “Kembalikan tempat ibadah itu seperti semula.” Namun, setelahnya, Juraij tersenyum seakan teringat sesuatu.

Sang raja bertanya, “Kenapa engkau tersenyum?”

Juraij menjawab, “(Aku tertawa) karena suatu perkara yang sudah kuketahui, yaitu terkabulnya doa ibuku terhadap diriku,”

Begitulah kisah Juraij, Allah SWT mengabulkan doa orang tua kepada anaknya dan menolong Juraij dengan mukjizat bayi yang bisa bicara agar menjadi pelajaran bagi umat muslim semua.

Kisah ini memiliki kaitan erat dengan bagaimana mustajabnya doa kedua orang tua apalagi yang dizalimi atau didurhakai. Rasulullah SAW dalam haditsnya pernah bersabda, “Terdapat tiga doa yang tidak pernah diragukan kemustajabannya, yaitu, doa orang orang yang dizhalimi (dianiaya), doa orang musafir, dan doa kedua orang tua kepada anaknya.”

Wallahu’alam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa Membelah Laut Merah, Tenggelamkan Firaun dan Bala Tentaranya



Jakarta

Nabi Musa termasuk ke dalam 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Sebagai utusan Allah SWT, tentu Nabi Musa dikaruniai mukjizat.

Mukjizat diberikan oleh Allah SWT kepada utusan-Nya untuk membuktikan kenabian atau kerasulan mereka. Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata a’jaza yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu, seperti dikutip dari buku Aqidah Akhlak susunan Taofik Yusmansyah.

Salah satu mukjizat Nabi Musa yang paling terkenal ialah membelah Laut Merah. Hal ini dijelaskan dalam surat Thaha ayat 77-79,


وَلَقَدْ اَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَسْرِ بِعِبَادِيْ فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيْقًا فِى الْبَحْرِ يَبَسًاۙ لَّا تَخٰفُ دَرَكًا وَّلَا تَخْشٰى (77

فَاَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُوْدِهٖ فَغَشِيَهُمْ مِّنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ (78 ۗ

وَاَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهٗ وَمَا هَدٰى (79

Artinya: “Sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari dan pukullah laut itu untuk menjadi jalan yang kering bagi mereka tanpa rasa takut akan tersusul dan tanpa rasa khawatir (akan tenggelam).” Firaun dengan bala tentaranya lalu mengejar mereka (Musa dan pengikutnya), tetapi mereka (Firaun dengan bala tentaranya) digulung ombak laut (yang dahsyat) sehingga menenggelamkan mereka. Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi (mereka) petunjuk,” (QS. Taha: 77-79)

Dikisahkan dalam buku Agama Islam yang ditulis oleh Hj Hindun Anwar, wahyu yang pertama kali diterima Nabi Musa ialah langsung dari Allah. Wahyu tersebut menjadi tanda kenabian pada diri nabi Musa.

Bukit Thursina merupakan lokasi Musa berdialog dengan Allah SWT. Dalam surat Al Qashash ayat 31, Allah berfirman,

وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ ۖ فَلَمَّا رَءَاهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنٌّ وَلَّىٰ مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ ۚ يَٰمُوسَىٰٓ أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ ۖ إِنَّكَ مِنَ ٱلْءَامِنِينَ

Artinya: “Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman,”

Mukjizat Nabi Musa sampai ke telinga Firaun. Ia lantas menentang sang nabi dan mengundang ahli sihir untuk melawan kekuatan Nabi Musa AS.

“Hai Musa, jika kamu memang benar, coba kamu buktikan pada ahli sihir ini,” kata Firaun.

Para ahli sihir memperlihatkan kemampuan mereka masing-masing. Mereka berhasil mengubah tali menjadi ular, namun Nabi Musa tidak takut dengan ancaman Firaun.

Tanpa ragu, Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Atas izin Allah SWT, tongkat tersebut berubah menjadi ular yang besar dan memakan ular-ular kecil milik para ahli sihir.

Menyaksikan mukjizat Nabi Musa, para ahli sihir sangat terkejut. Setelah kejadian itu, mereka menjadi pengikut Musa dan beriman kepada Allah SWT.

Usai kejadian itu, pengikut Nabi Musa semakin banyak. Firaun semakin murka mengetahui hal tersebut hingga memerintahkan tentaranya untuk mengejar Musa sampai di Laut Merah.

Kala itu, Nabi Musa bingung. Sebab, tidak ada jalan selain melintasi Laut Merah, sementara bala tentara Firaun mengejar mereka di belakang.

Allah SWT segera memberi perintah kepada Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya. Atas kuasa Allah, Laut Merah tersebut terbelah hingga membentuk jalan.

Nabi Musa dan pengikutnya segera berjalan melewati laut tersebut sampai tiba di seberang lautan. Bala tentara Firaun tidak menyerah, mereka terus mengejar Musa dan pengikutnya melalui jalan di laut yang muncul akibat pukulan tongkat Sang Nabi.

Setelah Nabi Musa dan pengikutnya sampai di seberang lautan, dipukulkan lagi tongkat itu ke laut. Seketika, Laut Merah kembali menutup dan menyebabkan Firaun beserta tentaranya tenggelam.

Kisah mengenai Nabi Musa yang membelah Laut Merah diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 50,

وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ ٱلْبَحْرَ فَأَنجَيْنَٰكُمْ وَأَغْرَقْنَآ ءَالَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan,”

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kekalahan Pasukan Muslim di Perang Uhud, Apa Penyebabnya?


Jakarta

Pasukan muslim sempat menelan kekalahan ketika Perang Uhud. Peristiwa yang terjadi pada Syawal 3 H itu berlangsung di kaki Bukit Uhud, tepatnya sebelah utara Kota Madinah.

Perang Uhud termasuk ke dalam salah satu peperangan besar dalam Islam. Rasulullah SAW memimpin langsung pasukan muslim pada perang ini.

Menurut buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid Bin Walid karya Hanatul Ula Maulidya, kala itu jumlah pasukan muslim hanya 1.000, sementara tentara kafir Quraisy mencapai 3.000 pasukan. Rincian pasukan muslim terdiri atas gabungan masyarakat Makkah dan Madinah.


Sementara itu, pasukan Quraisy mencakup 200 tentara berkuda, 700 pasukan berkendara unta, dan sisanya pasukan pemanah serta pejalan. Namun, ketika dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubah yang merupakan pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot, ia lantas membawa 300 pasukan muslimin.

Dengan demikian, prajurit muslim hanya tersisa 700 orang. Dengan jumlah yang sedikit itu, kaum muslimin tetap harus mengalahkan pasukan kafir Quraisy.

Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan pasukan kafir Quraisy dalam Perang Badar yang menyebabkan munculnya dendam terhadap kaum muslimin. Menurut As-Sirah An-Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam, ketika kaum Quraisy kalah pada Perang Badar, tentara yang tewas dimasukkan ke dalam sebuah sumur sedangkan sisanya yang hidup kembali ke Makkah.

Karenanya, pada Perang Badar ini kafir Quraisy merencanakan serangan besar-besaran kepada pasukan muslim. Bahkan, Abu Sufyan dan para saudagar mengumpulkan harta bersama dengan golongan Ahabisy, yaitu kabilah-kabilah Arab di luar Quraisy yang telah sepakat menyerah Nabi Muhammad SAW.

Lantas, apa penyebab kekalahan pasukan muslim di Perang Uhud?

Penyebab Kalahnya Prajurit Muslim pada Perang Uhud

Mengutip dari buku Islam at War yang ditulis oleh George F Nafziger, meski jumlah antara pasukan muslim dan kafir Quraisy berbanding terbalik, ketika peperangan berlangsung kaum muslimin sempat unggul. Bahkan pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan terlihat kewalahan.

Keunggulan ini disebabkan strategi Rasulullah SAW yang menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang berada di bawah bukit. Nabi Muhammad SAW menginstruksikan pasukan pemanah dalam Perang Uhud untuk tidak berpindah dari posisi mereka dan selalu waspada, apapun yang terjadi.

Sayangnya, imbauan beliau tidak dihiraukan. Ketika pasukan Quraisy kewalahan dan korban berjatuhan, pemanah muslimin justru berbondong-bondong turun dari bukit dan berebut harta rampasan perang. Padahal, Rasulullah SAW sudah menginstruksikan mereka untuk tetap pada posisi.

Hal tersebut lantas mengakibatkan pasukan Quraisy yang sebelumnya sudah mundur menjadi kembali karena aman dari ancaman pemanah. Korban dalam Perang Uhud tercatat menjadi yang terbanyak selama Rasulullah SAW masih hidup, yaitu 72 orang.

Dalam Perang Uhud, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy yang kemudian masuk Islam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya soal Tuhan yang Berhak Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS adalah rasul ulul azmi yang mempunyai kisah hidup yang luar biasa apalagi selama masa kenabiannya. Kisah Nabi Ibrahim AS ini turut diceritakan dalam Al-Qur’an, salah satunya ketika ia berdebat dengan kaumnya.

Sosok Nabi Ibrahim

Dikutip dari Qashash Al-Anbiyaa tulisan Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa nama Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia berasal dan keluarga Nahur, Sarugh, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh. Informasi ini didapatkan dari penjelasan Ahli Kitab dalam kitab mereka.

Al-Hafizh Ibnu Asakir, dalam kitab Tarikh-nya, menceritakan tentang biografi Nabi Ibrahim Khalilullah. Ia merujuk pada Ishaq bin Basyar al-Khalili, penulis kitab Al-Mubtada, yang menyebutkan bahwa nama ibunda Ibrahim adalah Amilah.


Al-Kalabi juga menyebutkan bahwa nama ibunda Nabi Ibrahim AS adalah Buna binti Karbita bin Kartsi, yang berasal dari Bani Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Ibnu Asakir juga meriwayatkan melalui jalur riwayat lain dari Ikrimah, yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS memiliki gelar Abu adh-Dhaifan.

Beberapa orang berpendapat bahwa saat Tarikh berusia 75 tahun, Ibrahim, Nahur, dan Haran dilahirkan. Kemudian Haran memiliki seorang putra bernama Luth.

Ada juga pendapat bahwa Nabi Ibrahim AS sebenarnya adalah al-Ausath, sementara Haran meninggal di tanah kelahirannya saat ayah mereka masih hidup. Tanah kelahiran mereka berada di wilayah Kaldaniyyun, di kawasan Babilonia.

Pendapat terakhir ini lebih diterima dan populer di kalangan ahli sejarah dan ahli biografi. Ibnu Asakir membenarkan pendapat ini setelah meriwayatkannya melalui jalur riwayat Hisyam bin Imar, al-Walid, Sa’id bin Abdul Aziz, Makhul, dan Ibnu Abbas. Mereka mengatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di Ghauthah, Damaskus, di sebuah desa yang disebut Barzah, yang terletak di Gunung Qasiyun.

Selanjutnya, Ibnu Abbas berkata, “(Pendapat) yang benar adalah Ibrahim dilahirkan bertepat di Babilonia. Dinisbatkannya Babilonia sebagai tempat kelahiran Ibrahim adalah dari dalih bahwa beliau pernah mengerjakan shalat di sana ketika beliau mengunjungi Luth (keponakannya).”

Kisah Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya

Perihal kisah ini diceritakan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah Al-An’am. Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Dijelaskan lebih lanjut oleh Ibnu Katsir bahwa dialog di atas adalah sanggahan yang diajukan oleh Nabi Ibrahim AS kepada kaumnya. Dalam dialog tersebut, Nabi Ibrahim AS menyanggah keyakinan kaumnya yang menyembah benda-benda langit seperti bintang-bintang.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda langit tersebut tidak layak dijadikan sebagai Tuhan, karena mereka adalah makhluk yang diciptakan, diatur, dan ditundukkan oleh Tuhan yang menciptakannya. Meskipun benda-benda langit tersebut muncul dan tenggelam, lenyap dari alam ini, Tuhan tetap kekal dan abadi. Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang pantas disembah kecuali Dia.

Pertama-tama, Nabi Ibrahim AS menjelaskan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tidak mungkin dijadikan sebagai Tuhan. Ada yang menyebutkan bahwa bintang yang dimaksud adalah Lucifer (Bintang Fajar).

Selanjutnya, Nabi Ibrahim AS meningkatkan penjelasannya kepada bulan yang memiliki cahaya yang lebih besar daripada bintang. Kemudian, penjelasan Ibrahim semakin meningkat pada matahari yang memiliki sinar paling terang di antara benda langit lainnya.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa semua benda tersebut tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Karenanya, Allah berfirman,

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, dalam ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak mempedulikan tuhan-tuhan yang kaumnya sembah selain Allah. Ia menjelaskan bahwa semua tuhan sembahan mereka tidak memiliki manfaat sedikit pun, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan, seperti bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya.

Hal tersebut juga merupakan sanggahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS mengungkapkan hal itu ketika ia keluar dari sebuah lorong saat masih kecil, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq dan lainnya berdasarkan kabar-kabar israiliyat yang tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan kebenaran.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar bin Khattab Bentak Malaikat Munkar-Nakir di Alam Barzakh


Jakarta

Umar bin Khattab RA adalah salah satu sahabat Nabi SAW yang dikenal setia dan pemberani. Salah satu kisah Umar bin Khattab RA yang menunjukkan keberaniannya adalah saat ia membentak malaikat.

Keberanian Umar RA tetap terlihat saat dia berhadapan dengan Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur. Setiap individu yang meninggal akan mengalami fase alam kubur.

Di dalam alam ini, ada dua malaikat yang bernama Munkar dan Nakir yang memiliki tugas untuk mengajukan pertanyaan kepada individu yang meninggal.


Tugas Malaikat Munkar dan Nakir dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ ، فَيَقُولَانِ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ ؟ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ

Artinya: “Apabila jenazah atau salah satu dari kalian dikubur, maka dua malaikat yang berwujud hitam dan biru, salah satunya bernama Munkar dan yang lain bernama Nakir, akan datang dan bertanya: ‘Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi Muhammad)?’ Lalu orang tersebut akan menjawab sebagaimana yang dia katakan di dunia…” (HR Tirmidzi)

Setiap orang yang beriman akan dengan mudah menjawab pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir. Namun, bagi orang yang berlaku zalim, mereka akan kesulitan menjawabnya. Wallahu a’lam.

Umar bin Khattab RA pun mendapatkan pertanyaan dari kedua malaikat tersebut. Namun, ia justru balik bertanya. Berikut kisah Umar bin Khattab RA membentak malaikat yang dikutip dari buku Akidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah tulisan Fida’ Abdillah dan Yusak Burhanudin.

Kisah Umar Membentak Malaikat

Suatu ketika Rasulullah SAW membicarakan Malaikat Munkar dan Nakir kepada para sahabat. Beliau menggambarkan bahwa Malaikat Munkar dan Nakir akan mendatangi seorang mayat di kuburan dalam bentuk yang menyeramkan; berkulit hitam, garang, keras, dengan sifat-sifat buruk dan menakutkan lainnya.

Setelah mendengar penjelasan Rasulullah SAW, Sayyidina Umar RA bertanya, “Ya Rasulullah, apakah di alam kubur nanti aku akan menjadi seperti sekarang ini?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya, engkau akan tetap dalam keadaan seperti sekarang.”

Mendengar itu, Sayyidina Umar RA dengan tegas menyatakan, “Demi Allah, aku akan melawan kedua malaikat itu!”

Menurut riwayat, setelah Sayyidina Umar bin Khattab RA meninggal dunia, putranya yang bernama Abdullah bermimpi bertemu dengannya. Dalam mimpinya, Abdullah menanyakan tentang keadaan ayahnya di alam kubur.

Umar menjelaskan bahwa dia didatangi oleh dua malaikat. Malaikat-malaikat tersebut bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu? Siapakah nabimu?” Umar menjawab dengan tegas, “Tuhan saya adalah Allah dan nabiku adalah Muhammad.” Lalu Umar pun bertanya kepada kedua malaikat, “Siapakah Tuhan kalian berdua?” Mendengar pertanyaan itu, kedua malaikat saling pandang. Salah satu dari mereka berkata, “Ini adalah Umar bin Khattab.”

Setelah itu, kedua malaikat itu pergi meninggalkannya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sekelompok Jin Masuk Islam usai Dengar Lantunan Al-Qur’an



Jakarta

Tak jauh dari pemakaman kaum muslim di Kota Makkah, ada sebuah masjid yang menjadi saksi sekelompok jin yang memutuskan masuk Islam. Hal itu terjadi usai mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.

Kisah sekelompok jin yang masuk Islam setelah mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an ini terjadi di sebuah masjid yang terletak di Kampung Ma’la. Masjid tersebut kini diberi nama Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai’ah, sebab di tempat itu sekelompok jin pernah berbaiat atau menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan kitab-Nya.

Sekelompok Jin Berbaiat dengan Rasulullah

Dikisahkan dalam buku Situs-Situs dalam Al Quran karya Syahruddin El-Fikri, peristiwa sekelompok jin masuk Islam terjadi ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat sedang menunaikan salat Subuh.


Kala itu, Rasulullah SAW membaca surat Ar-Rahman ayat 1-78 yang di dalamnya terdapat ayat yang berbunyi, “Maka, nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”

Ketika ayat tersebut dibacakan, sekelompok jin yang hadir saat itu langsung menjawabnya dengan kalimat, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami.”

Penyampaian sekelompok jin yang berbaiat dengan Rasulullah SAW juga termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Ahqaf ayat 29-32, Allah SWT berfirman,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُنذِرِينَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.” (QS Al Ahqaf: 29)

قَالُوا يَنقَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَبًا أُنزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِ قَالْمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِى إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقِ مُسْتَقِيم

Artinya: “Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS Al Ahqaf: 30)

يَقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَ عَامِنُوابِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجرَكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Artinya: “Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.” (QS Al Ahqaf: 31)

وَمَن لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزِ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء أَوْلَيْكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Artinya: “Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahqaf: 32)

Terhalangnya Berita Langit

Dalam riwayat lain yang dikutip dari buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah oleh Namin Asimah Asizun, Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa peristiwa pertemuan Rasulullah SAW dengan sekelompok jin terjadi saat beliau dengan para sahabat sedang dalam perjalanan menuju pasar Ukkadz.

Sesampainya di daerah bernama Tihamah, Rasulullah SAW bersama rombongannya berhenti untuk menunaikan salat Subuh. Rupanya, salat yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabat menyebabkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri oleh para setan (jin yang kafir).

Bahkan para jin kafir yang sedang mencoba mencuri berita tersebut mendapat lemparan bintang-bintang sehingga terpaksa pulang kembali kepada kaumnya.

Setibanya di tempat kaumnya, para jin kafir tersebut ditanya, “Apa yang menyebabkan kalian terhalang mendapatkan berita langit?”

Para Jin kafir menjawab, “Kami terhalang mendapatkan berita langit, bahkan kami dikejar oleh bintang-bintang.”

Lantas setan itu menimpalinya, “Tidak mungkin ada halangan antara kita dengan berita langit. Pasti ini ada sebabnya!”

Pimpinan jin kafir tersebut kemudian memerintahkan sekumpulan jin untuk menyebar ke arah barat dan timur untuk mencari penghalang tersebut. Saat sekelompok jin kafir itu menyebar ke seluruh pelosok jagat, sebagian di antara mereka sampai ke daerah Tihamah, tempat Rasulullah SAW dan para sahabat berhenti menunaikan salat Subuh.

Para jin kafir tersebut mendengar dan memperhatikan dengan saksama ayat suci Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah SAW, lalu mereka berkata, “Demi Allah, pasti inilah yang menyebabkan kita terhalang dari berita langit.”

Mereka justru sangat kagum terhadap ayat suci Al-Qur’an yang didengarnya hingga menyatakan baiatnya untuk masuk Islam kepada Rasulullah SAW.

Sekelompok jin itu kembali kepada kaumnya dan menyampaikan kejadian yang mereka alami. Kaum mereka pun langsung menerima dan mengimani ajaran yang dibawa tersebut.

Peristiwa tersebut turut menjadi sebab turunnya surah Al-Jin ayat 1 yang memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW mengenai peristiwa alam gaib yang terjadi di sekelilingnya dan para sahabat kala itu. Firman Allah SWT dalam surah Al-Jin ayat 1 tersebut berbunyi:

قُلْ أُوحِىَ إِلَىَّ أَنَّهُ ٱسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ ٱلْجِنِّ فَقَالُوٓا۟ إِنَّا سَمِعْنَا قُرْءَانًا عَجَبًا

Artinya: “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan.”

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW lantas menyampaikan pemberitahuan Allah SWT tersebut kepada para sahabat dan umat Islam lainnya. Wallahu ‘alam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Addas, Lelaki yang Masuk Islam setelah Melihat Nabi Makan Anggur



Jakarta

Sebuah kisah inspiratif datang dari lelaki bernama Addas, seorang budak di Thaif. Ia mendapat hidayah dan memilih memeluk Islam setelah bertemu dengan Rasulullah SAW.

Semasa hidup, Rasulullah SAW pernah datang ke kota Thaif untuk menyampaikan dakwah. Diketahui, keberadaan Rasulullah SAW di Thaif ini selama 10 hari. Meskipun terbilang singkat, namun cobaan yang dialami Rasulullah sangatlah berat.

Mengutip dari buku Saat-saat Rasulullah Bersedih oleh Majdi Muhammad Asy-Syahawi, dikisahkan mengenai dakwah Nabi Muhammad di Thaif. Kisah ini diriwayatkan dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im.


Ketika di Thaif, Rasulullah SAW ditemani oleh Zaid bin Haritsah RA. Mereka mendatangi para pemuka dan menyampaikan dakwahnya. Sayangnya, tak seorang pun dari mereka yang mau menerima dakwah beliau. Rasulullah SAW bahkan mendapatkan perlakuan buruk dari masyarakat Thaif.

Kisah Addas yang Menjadi Mualaf

Mengutip buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 1 oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dikisahkan bahwa ada lelaki Thaif yang merasa tersentuh setelah menerima dakwah Rasulullah SAW.

Kisah ini juga dibagikan oleh Al Khalidi dalam Ar Rasul Al Mubaligh.

Ketika di Thaif, Rasulullah mengalami intimidasi dari kalangan kaum Thaif, sehingga beliau keluar dari negeri mereka. Rasulullah SAW terdesak hingga ke kebun milik Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah, dan keduanya sedang berada di kebun tersebut.

Maka tatkala keduanya melihat Rasulullah SAW, keduanya merasa iba, dan memanggil budaknya yang beragama Nasrani bernama Addas.

Keduanya berkata, “ambillah setangkai anggur, letakkan di piring ini, kemudian pergilah menemui lelaki itu, lalu katakan kepadanya untuk memakannya.” Maka Addas pun melakukan perintah majikannya, sampai dia meletakkan piring tersebut di hadapan Rasulullah, kemudian dia berkata, “Makanlah.”

Tatkala Rasulullah menaruh tangannya di atas piring itu, beliau mengucapkan “Bismillah.” Kemudian beliau pun makan satu per satu buah anggur.

Addas memandangi Rasulullah karena ia terkejut melihat cara makan beliau. Addas kemudian berkata, “Demi Allah, ucapan ini tidak pernah dikatakan oleh penduduk negeri ini.”

Rasulullah SAW bertanya, “Dari negeri apakah engkau wahai Addas? Dan apa agamamu?”

Dia menjawab, “Aku seorang Nasrani dan aku adalah seorang yang berasal dari negeri Ninawa.”

Rasul bertanya lagi, “Apakah dari desa seorang lelaki shaleh yang bernama Yunus bin Mata?”

Addas menjawab, “Apa yang engkau ketahui tentang Yunus bin Mata?”

Beliau bersabda, “Dia adalah saudaraku, dia seorang Nabi dan aku pun seorang Nabi.”

Lalu Addas langsung memeluk Rasulullah, mencium tangan dan kaki beliau.

Ternyata Addas mendapatkan hidayah setelah menyaksikan Rasulullah SAW makan dengan menyebut Bismillah.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengusiran Iblis dari Surga yang Awalnya Taat Beribadah



Jakarta

Iblis merupakan salah satu makhluk ghaib yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Iblis identik dengan setan dan kerap dikaitkan sebagai sosok pengganggu manusia.

Menurut buku Mengungkap Rahasia Iblis susunan Muhammad Abdul Mughawiri, kata iblis merujuk pada jin bernama Azazil. Makna dari iblis bahkan tercantum dalam surat Al Kahfi ayat 50,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ


Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya,”

Ketika Nabi Adam AS diciptakan sebagai manusia pertama, Allah SWT memerintahkan para makhluk untuk sujud. Makhluk yang dimaksud itu disebut sebagai al-malaa’ikah (para malaikat). Namun iblis menolak, sebutan iblis ini muncul dalam surat Al Baqarah ayat 34 yang berbunyi,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَٱسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلْكَٰفِرِينَ

Arab latin: Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, abā wastakbara wa kāna minal-kāfirīn

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir,”

Dalam kitab Tafsir al- Munir karya Imam an-Nawawi al-Bantani serta dinukilkan dari Hasyiyat as-Shawi atas Tafsir al-Jalalain, dalam sejumlah riwayat dikatakan, konon iblis adalah penjaga surga dalam kurun waktu 40 ribu tahun. Ia pernah hidup bersama dengan malaikat selama 80 ribu tahun dan tawaf mengelilingi Arsy bersama para malaikat selama 14 ribu tahun.

Iblis tidak merasa lelah atau mengeluh dalam menjalankan perintah Allah SWT. Iblis menjalankan dengan ikhlas, tidak ada niat apa pun kecuali karena Allah semata. Pada masa itu, malaikat dan lainnya memberi gelar al-‘Aziz (makhluk Allah yang termulia) kepada iblis, ada juga yang memberi gelar ‘Azazil (panglima besar malaikat).

Dijelaskan dalam Tafsir Qashashi Jilid 1 susunan Syofyan Hadi, sebutan tersebut lantas berubah akibat pembangkangan yang ia lakukan. Secara harfiah, iblis artinya keluar dari rahmat Allah SWT.

Hal tersebut tercantum dalam surat Al A’raf ayat 12,

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ

Artinya: “Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah,”

Keangkuhan iblis itu menyebabkan dia diusir dari surga oleh Allah SWT sebagai makhluk yang hina. Sikap angkuh dan pembangkangan tidak patut berada di dalam surga.

Penyebutan madz’uman madhuran (terhina lagi terusir) menunjukkan terhinanya iblis dalam bentuk yang berlipat ganda seakan Allah SWT hendak mengatakan bahwa kehinaan iblis karena keangkuhan dan pembangkangannya tidak cukup satu penghinaan saja.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 18,

قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُوْمًا مَّدْحُوْرًا ۗ لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ اَجْمَعِيْنَ

Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua,”

Lebih lanjut dijelaskan, pengusiran iblis dari surga itu menyebabkan ia dendam terhadap manusia. Iblis meminta kepada Allah SWT untuk memastikan bahwa manusia benar-benar menjadi insan yang sesat dan penghuni neraka, Allah SWT lalu memberi tenggang waktu kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan memanjangkan usianya. Namun, Allah SWT tidak memenuhi permohonan iblis secara sempurna.

Kala itu, iblis meminta agar tidak dimatikan sampai hari berbangkit, tetapi Allah SWT hanya memberi waktu hidup bagi mereka hingga kiamat datang. Dengan demikian, ketika kiamat berlangsung iblis juga mengalami kematian sebagaimana berlaku pada seluruh makhluk ciptaan Allah SWT.

Pada surat Al Hijr ayat 36-38, Allah SWT berfirman,

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ . قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ . إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Artinya: “(Iblis) berkata, “Wahai Tuhanku, tangguhkanlah (usia)-ku sampai hari mereka (manusia) dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan sampai hari yang telah ditentukan waktunya (kiamat),”

Dalam Qashash Al-Anbiyaa susunan Ibnu Katsir dijelaskan, Al-Qur’an menyebut iblis membisikkan kata-kata jahat yang menjerumuskan Nabi Adam AS. Hal ini tercantum dalam surat Thaha ayat 120,

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ ٱلشَّيْطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ

Artinya: “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Lebih lanjut diterangkan, walau iblis mendapatkan kesempatan menggoda anak manusia hingga hari kiamat, Allah SWT memberikan penawarnya, yaitu dengan menjaga konsistensi bertobat nasuha, seperti penegasan dalam surat Al Baqarah ayat 160.

إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَبَيَّنُوا۟ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: “Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com