Tag Archives: hujan

Mulai Kapan dan Bulan Apa Puncaknya?


Jakarta

Belakangan, berbagai wilayah di Indonesia diguyur hujan dari hari ke hari. Apakah sekarang sudah masuk musim hujan?

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta pada Jumat (12/9/2025) lalu sempat menjelaskan daripada rerata klimatologis 1991-2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah di Indonesia.

Kapan Mulai Musim Hujan 2025?

Dwikorita menyebut musim hujan berlangsung dari Agustus 2025 sampai April 2026. Sebagian besar wilayah di Indonesia akan masuk musim hujan pada September 2025.


Wilayah-wilayah yang diperkirakan masuk musim hujan pada September di antaranya:

  • Sebagian besar Sumatera Utara
  • Sebagian Riau
  • Sumatera Barat bagian utara
  • Sumatera Selatan
  • Bangka Belitung bagian selatan
  • Kalimantan Selatan
  • Sebagian kecil Jawa
  • Sebagian Papua Selatan.

Kapan Puncak Musim Hujan 2025?

Pada kesempatan berbeda, Kepala BMKG menyebut puncak musim hujan di setiap wilayah bervariasi antara November sampai Desember 2025, khususnya di sebagian besar Sumatera dan Kalimantan.

Berdasarkan pemaparan Dwikorita seperti dikutip dari unggahan media sosial BMKG, puncak musim hujan pada Januari hingga Februari 2026 diperkirakan terjadi di sebagian besar Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Mengapa Musim Hujan Datang Lebih Awal?

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan sempat menjelaskan, faktor global dan regional menjadi salah satu penyebab dinamika musim hujan pada 2025.

Sebagai contoh, pada Agustus 2025 fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dalam kondisi netral (indeks-0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik.

Meski begitu, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks-1,2). Ini menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia, khususnya bagian barat.

Suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia juga lebih hangat dari rata-rata klimatologis. Hal ini memicu pembentukan awan hujan lebih intensif.

ENSO netral tersebut diperkirakan bertahan sampai akhir 2025. Sementara IOD negatif diprediksi berlangsung sampai November 2025.

“Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” kata Ardhasena, dilansir dalam laman BMKG.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Meteor Jatuh di Cirebon Bertepatan Periode Aktivitas Hujan Meteor Draconid


Jakarta

Terjadi peristiwa menghebohkan, meteor jatuh di langit Cirebon pada Minggu (5/10/2025) malam. Kisaran pukul 18.35-19.00 WIB, masyarakat di beberapa kecamatan mendengar suara dentuman keras yang menggetarkan rumah.

Tidak lama sebelum itu, ada cahaya terang menyerupai bola api yang melintas menuju ke arah timur.

Menurut peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin, berdasarkan analisis dari kesaksian warga dan sejumlah rekaman CCTV, ia menyimpulkan objek tersebut adalah meteor yang memasuki atmosfer dari arah barat daya.


BMKG turut mencatat ada gelombang kejut pada pukul 18.39 WIB di beberapa titik, seiring waktu dentuman yang terdengar warga. Fenomena semacam itu menurut Thomas, tergolong alamiah dan tidak menimbulkan bahaya langsung.

“Peristiwa seperti ini merupakan fenomena alam biasa, meski ukurannya cukup besar sehingga menimbulkan cahaya terang dan dentuman. Publik tidak perlu khawatir,” ujarnya, dikutip dari detikJabar pada Senin (6/10/2025).

Thomas menjelaskan, setelah menimbulkan cahaya dan dentuman, meteor tersebut diperkirakan jatuh di Laut Jawa. Walaupun terbilang jarang terjadi di Indonesia, fenomena tersebut tidak berbahaya untuk masyarakat.

Bertepatan Periode Aktivitas Meteor Draconids

Berdasarkan pengamatan dan catatan gelombang kejut, fenomena tersebut kemungkinan besar adalah meteor airburst, yakni meteoroid yang meledak di udara pada ketinggian tertentu sebelum mencapai daratan. Tipe tersebut kerap menghasilkan cahaya terang serta suara dentuman tanpa meninggalkan kawah.

Dikutip dari laman Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya, fragmentasi objek antariksa tersebut kemungkinan terjadi pada lapisan atmosfer atas atau menelan laut sebagai target jatuhannya.

Adapun jatuhnya meteor ini bertepatan dengan periode aktivitas meteor Draconids yang diperkirakan mencapai outburst pada 8 Oktober 2025. Terdapat sejumlah perkiraan dari pakar, meteor jatuh di Cirebon merupakan bagian dari aktivitas meteor Draconids atau puing tambahan dari jalur orbit komet.

Mengapa Tidak Ada Peringatan Akan Jatuh Meteor?

Masih dari sumber yang sama, ada beberapa alasan mengapa tidak ada peringatan dini soal meteor yang jatuh di Cirebon pada Minggu (5/10/2025):

1. Ukuran meteoroid terlalu kecil untuk terdeteksi dini. Radar atau teleskop antariksa yang memantau Near Earth Objects (NEO) pada umumnya hanya dapat mendeteksi benda langit dengan diameter puluhan sampai ratusan meter.

Meteor seperti yang tampak seperti di Cirebon biasanya berasal dari batuan lebih kecil dengan ukuran hanya beberapa meter atau kurang. Benda sekecil itu hampir tidak mungkin dideteksi jauh-jauh hari lantaran terlalu redup di luar angkasa.

2. Atmosfer Bumi memiliki fungsi sebagai pelindung alami. Sekitar 100 ton debu kosmik masuk ke atmosfer setiap hari.

Sebagian besar darinya habis terbakar tanpa jejak. Hanya sebagian kecil dari meteoroid yang cukup besar untuk menciptakan kilatan terang atau dentuman (disebut sebagai bolide atau airburst). Fenomena tersebut terjadi mendadak karena ledakan akibat tekanan atmosfer, sehingga mustahil diprediksi akurat sebelumnya.

3. Teknologi deteksi masih terbatas. Lembaga seperti NASA dengan program Planetary Defense Coordination Office mempunyai sistem survei seperti teleskop PAN-STARRS dan Catalina Sky Survey. Meski begitu, jaringan tersebut lebih fokus pada asteroid besar yang berpotensi membahayakan Bumi dalam jangka panjang.

Untuk objek kecil yang beberapa meter, instrumen canggih hanya dapat mendeteksi beberapa jam sebelum masuk atmosfer, apabila terdeteksi.

4. Kasus meteor airburst sering terjadi tanpa adanya kerusakan. Sebagai contoh, yang paling populer adalah Chelyabinsk 2013 di Rusia.

Objek tersebut meledak pada ketinggian 30 km dan menimbulkan gelombang kejut sampai merusak jendela ribuan rumah dan tidak terdeteksi sebelumnya. Sementara yang terjadi di Cirebon kemarin memiliki skala lebih kecil, sehingga tidak tergolong ancaman besar.

Dengan begitu, tidak adanya peringatan dini bukan berarti kelalaian. Namun, memang secara ilmiah sulit untuk mendeteksi meteoroid kecil sebelum bertabrakan dengan atmosfer.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Hujan Meteor Draconid, Sebagian Pakar Kaitkan dengan Meteor Cirebon


Jakarta

Saat ini, tengah terjadi periode hujan meteor Draconid. Aktivitas hujan meteor tersebut terjadi pada 6-10 Oktober 2025 dan puncaknya pada 8 Oktober 2025.

Meski begitu, hujan meteor Draconid dinilai tergolong sebagai hujan meteor yang tidak terlalu aktif. Fenomena astronomi ini terjadi di belahan bumi utara.

Sementara, jatuhnya meteor di Cirebon yang terjadi pada Minggu (5/10/2025) malam bertepatan dengan periode aktivitas metor ini. Dikutip dari laman Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sebagian pakar menduga meteor yang jatuh di Cirebon itu bisa jadi bagian dari aktivitas hujan meteor Draconid atau puing tambahan dari jalur orbit komet.


Apa Itu Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor terjadi ketika Bumi melintasi awan puing-puing komet. Dikutip dari Royal Museums Greenwich, dalam hal ini, hujan meteor Draconid berasal dari puing-puing komet 21 P/Giacobini-Zinner.

Laju meteor selama puncak hujan meteor bergantung pada bagian jalur komet mana yang berpotongan dengan orbit Bumi pada tahun tertentu. Dalam beberapa tahun terakhir, Draconid tidak menghasilkan ledakan aktivitas yang signifikan. Namun, pada tahun 1933 dan 1946, hujan meteor Draconid menghasilkan beberapa penampakan paling aktif di abad ke-20.

Di Mana Dapat Menyaksikan Hujan Meteor Draconid?

Hujan meteor dapat disaksikan secara maksimal dengan jelas dan jernih pada malam tanpa awan. Bagi masyarakat yang berpeluang menyaksikannya, sebaiknya mencari tempat dengan langit gelap, pemandangan alam yang tidak terhalang, dan polusi cahaya yang sangat minim.

Seluruh hujan meteor Draconid pada 2025 terjadi sekitar bulan purnama, 7 Oktober 2025, sehingga kondisi pengamatan akan kurang baik.

Pengamat sebaiknya memastikan tidak ada sumber cahaya langsung yang mengenai mata, agar dapat beradaptasi sepenuhnya dengan kondisi setempat dan memastikan meteor yang lebih redup terlihat. Tidak ada keuntungan menggunakan teropong atau teleskop, cukup lihat ke atas untuk mendapatkan pemandangan langit seluas mungkin.

Selain itu, meskipun kebanyakan hujan meteor lainnya paling baik disaksikan pada dini hari, Draconid dapat diamati paling maksimal pada sore hari, setelah malam tiba.

Komet Induk Draconid

Michel Giacobini secara visual menemukan komet yang kini menyandang namanya pada 20 Desember 1900 di langit senja, dari Observatorium Nice di Prancis. Komet itu redup dan berada di bagian selatan rasi bintang Aquarius.

Giacobini menggunakan teleskop refraktor 46 sentimeter (lensa berdiameter 18 inci), teleskop terbesar untuk berburu komet pada saat itu. Meskipun 21P/Giacobini-Zinner bersifat periodik dengan orbit 6,6 tahun mengelilingi Matahari, para pengamat melewatkannya saat kembali lagi.

Kemudian, pada 23 Oktober 1913, Ernst Zinner dari Jerman menemukan komet tersebut saat mengamati bintang variabel. Ini adalah satu-satunya penemuan kometnya.

Penjelajah Komet Internasional atau International Cometary Explorer mengunjungi komet ini pada bulan September 1985, menjadikannya komet pertama yang dikunjungi oleh wahana antariksa.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ternyata Ada Hujan yang ‘Mengerikan’ di Matahari, Ilmuwan Ungkap Fakta Ini



Jakarta

Para peneliti di Institut Astronomi Universitas Hawaiʻi (IfA) mengungkap fenomena hujan yang ada di Matahari. Hujan deras yang terjadi di Matahari, disebut sangat mengerikan. Kenapa?

Berbeda dengan hujan di Bumi yang berupa air, hujan di Matahari terjadi di korona Matahari. Wilayah itu merupakan plasma super panas di atas permukaan lapisan terluar Matahari.

Plasma sendiri merupakan suatu wujud materi di mana atom-atom terionisasi dan berperilaku kolektif di bawah gaya magnet dan listrik. Di korona, suhu plasma melonjak hingga lebih dari satu juta derajat Celcius, tetapi pendinginan lokal dapat menciptakan gumpalan padat yang jatuh ke bawah di sepanjang garis medan magnet.


Hujan di Matahari Terdiri dari Apa?

Mengutip laman resmi University of Hawaiʻi, hujan di Matahari terdiri dari gumpalan plasma yang lebih dingin dan lebih padat yang jatuh kembali setelah terbentuk di bagian atas korona. Selama beberapa dekade, para ilmuwan berjuang untuk menjelaskan bagaimana hujan ini terbentuk begitu cepat selama jilatan matahari.

Sejak tahun 1970-an, para ilmuwan telah mengusulkan beberapa mekanisme untuk hujan Matahari. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan kemunculannya yang tiba-tiba dalam flare.

Salah satu teorinya adalah nonequilibrium termal, di mana pemanasan berkepanjangan di dasar loop magnetik menciptakan gradien yang memicu hujan. Teori lainnya adalah ketidakstabilan termal, di mana ketidakseimbangan dalam pemanasan dan pendinginan berputar menjadi kondensasi yang tak terkendali.

Sayangnya, model ini secara konsisten gagal mereproduksi pengamatan. Hampir setiap suar menunjukkan hujan koronal, tapi simulasi tanpa kelimpahan variabel tidak menunjukkan hujan koronal. Ketidakcocokan ini menandakan bahwa terdapat bagian fundamental fisika matahari yang hilang.

Sementara pada penemuan terbaru, para peneliti berhasil menambahkan bagian yang hilang pada model-model surya yang telah ada selama puluhan tahun. Penelitian tim IfA menunjukkan bahwa pergeseran kelimpahan unsur dapat menjelaskan bagaimana hujan dapat terbentuk dengan cepat.

Dengan penemuan ini, ilmuwan bisa memodelkan dengan lebih baik bagaimana Matahari berperilaku selama flare. Temuan ini juga akan memberi wawasan yang suatu hari nanti dapat membantu memprediksi cuaca luar angkasa yang memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

“Penemuan ini penting karena membantu kita memahami cara kerja Matahari yang sebenarnya,” kata astronom IfA, Jeffrey Reep.

“Kita tidak bisa melihat proses pemanasan secara langsung, jadi kita menggunakan pendinginan sebagai proksi. Namun, jika model kita tidak memperhitungkan kelimpahan dengan tepat, waktu pendinginan kemungkinan telah ditaksir terlalu tinggi. Kita mungkin perlu kembali ke dasar pemikiran tentang pemanasan koronal, jadi masih banyak pekerjaan baru dan menarik yang harus dilakukan,” urainya lebih lanjut.

Penemuan menyoal hujan di Matahari ini telah diterbitkan di Astrophysical Journal, pada 1 Oktober 2025.

Pentingnya Penemuan bagi Cuaca Luar Angkasa

Untuk diketahui, bahwa suar matahari memicu badai yang memengaruhi satelit Bumi, seperti jaringan listrik, dan komunikasi. Untuk memprediksi peristiwa ini, para ilmuwan mengandalkan model tentang bagaimana Matahari memanaskan dan mendinginkan atmosfernya.

Hujan koronal yang diteliti para ilmuwan merupakan sinyal pendinginan yang terlihat. Namun hingga saat ini, simulasi belum mampu mereproduksinya dalam kondisi suar yang sebenarnya.

Para ilmuwan hanya dapat menciptakan model jilatan matahari yang lebih realistis. Ini berarti prakiraan cuaca antariksa dapat menjadi lebih akurat, dengan peringatan dini akan gangguan pada teknologi Bumi.

Penelitian baru ini juga menunjukkan bahwa pendorong utama hujan di Matahari adalah melimpahnya unsur-unsur dengan potensial ionisasi pertama yang rendah, seperti besi, magnesium, dan silikon. Unsur-unsur ini meningkat di korona relatif terhadap permukaan Matahari.

Sementara unsur-unsur potensial tinggi seperti helium dan oksigen hampir tidak berubah. Pola ini disebut efek Potensial Ionisasi Pertama, demikian dilansir The Watchers.

Ke depan, studi lebih lanjut kemungkinan akan menguji bagaimana variasi kelimpahan berinteraksi dengan peristiwa berskala lebih kecil seperti nanoflare dan mikroerupsi. Pergeseran ini juga dapat memengaruhi komposisi angin di Matahari, yang membentuk heliosfer dan kondisi cuaca antariksa di seluruh Tata Surya.

Misi-misi mendatang seperti Solar Orbiter milik ESA dan observatorium-observatorium NASA di masa mendatang akan menyediakan data spektroskopi resolusi tinggi untuk menguji prediksi-prediksi ini. Dengan mengukur perubahan kelimpahan secara langsung, para ilmuwan dapat menyempurnakan model mereka dan memperdalam pemahaman mereka tentang pemanasan koronal, salah satu pertanyaan besar yang belum terpecahkan dalam fisika soal Matahari.

(faz/pal)



Sumber : www.detik.com

Badai Alice Landa Spanyol, Aktivitas Wisatawan Jadi Terganggu



Valencia

Cuaca buruk mengancam kawasan timur Spanyol seiring Badai Alice yang terus menerjang pesisir Mediterania Spanyol. Hujan deras yang mengguyur sejak akhir pekan menyebabkan banjir bandang di wilayah Catalonia, mengubah sejumlah jalan di kawasan wisata menjadi aliran lumpur yang deras.

Melansir Euronews, Selasa (14/10/2025) dalam video yang beredar di media sosial, tampak sejumlah kendaraan terseret arus air berwarna cokelat pekat. Layanan darurat pun dikerahkan untuk mengevakuasi para pengemudi yang terjebak di dalam mobil yang terendam banjir.

Hingga kini, kondisi cuaca ekstrem diperkirakan belum akan mereda. Badan Meteorologi Spanyol (Aemet) telah mengeluarkan peringatan merah untuk sebagian wilayah Valencia pada Senin (13/10), menyebutkan bahwa curah hujan bisa mencapai 100 milimeter hanya dalam waktu satu jam.


Otoritas Perlindungan Sipil setempat mengimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah dan mewaspadai kemungkinan memburuknya situasi.

“Situasinya rumit, dan diperkirakan akan ada lebih banyak hujan,” ujar Pejabat senior dari Badan Perlindungan Sipil Catalonia, Cristina Vicente.

Meski belum ada laporan korban jiwa, tercatat 18 orang mengalami luka-luka, termasuk satu di antaranya mengalami luka serius. Badai Alice juga menyebabkan gangguan besar pada sistem transportasi, khususnya di sepanjang pesisir timur Spanyol.

Layanan kereta api antara Barcelona dan Valencia terpaksa dihentikan di sepanjang koridor Mediterania, memengaruhi lebih dari 3.000 penumpang. Sementara itu, jalan tol AP-7 ditutup untuk sementara di ruas antara Freginals dan Ulldecona akibat banjir dan tumpukan puing.

Militer pun diterjunkan untuk membantu proses evakuasi dan pembersihan. Di Kepulauan Balearic, badai juga memicu gangguan perjalanan udara.

Bandara Ibiza sempat menghentikan operasionalnya pada Minggu malam setelah landasan pacu dan sebagian area terminal terendam banjir. Akibatnya, setidaknya 24 penerbangan dibatalkan atau mengalami penundaan.

Layanan darurat juga dilaporkan menyelamatkan sejumlah orang yang terjebak dalam kendaraan di pulau tersebut. Hingga Selasa, peringatan cuaca kuning dan oranye masih berlaku di Ibiza dan Formentera, dengan prakiraan hujan hingga 50 milimeter dalam satu jam.

Aemet memperkirakan hujan lebat dan badai petir akan terus melanda kawasan timur Spanyol hingga akhir pekan. Peringatan oranye masih diberlakukan di wilayah pesisir Alicante, Valencia, dan Castellon. Beberapa lokasi bahkan diperkirakan menerima curah hujan hingga 300 milimeter sebelum badai diprediksi mulai mereda pada Sabtu (18/10).

Badai Alice sendiri diklasifikasikan sebagai DANA (Depresion Aislada en Niveles Altos) yakni fenomena cuaca di mana kantong udara dingin terlepas dari aliran jet kutub dan menetap di atas wilayah Laut Tengah yang hangat.

Fenomena tersebut biasanya terjadi satu hingga dua kali dalam satu dekade, namun dampaknya bisa sangat merusak karena kombinasi antara curah hujan ekstrem dan potensi banjir besar.
Sebagai catatan, pada Oktober 2024 lalu, Valencia pernah dilanda salah satu badai DANA terdahsyat dalam sejarah modern.

Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 200 orang dan menimbulkan kerusakan besar. Tragedi itu juga memicu kemarahan publik terhadap pemerintah karena dianggap lalai dalam penanganan bencana. Meskipun Badai Alice sejauh ini belum menimbulkan korban jiwa, pihak berwenang tetap mengingatkan masyarakat untuk waspada.

(upd/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Jakarta Terasa Panas padahal Matahari Seperti Menjauh, Kok Bisa?



Jakarta

Jakarta dan sekitarnya belakangan terasa seperti “disembur naga”, begitu keluhan banyak warganet di media sosial. Suhu mencapai 37,6°C, apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang mesti dilakukan agar tetap aman saat jalan-jalan?

Belakangan, beraktivitas di luar ruangan pun terasa seperti di panggang matahari. Tapi, tenang dulu, traveler itu ternyata bukan pertanda aneh atau darurat iklim baru, melainkan peristiwa tahunan yang terjadi akibat pergerakan semu matahari di langit selatan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa saat ini posisi semu matahari sedang bergerak ke belahan bumi selatan. Akibatnya, wilayah Indonesia yang berada di sekitar ekuator terasa lebih panas dari biasanya.


Meskipun matahari tampak makin jauh, sinar matahari justru jatuh lebih tegak di beberapa wilayah, termasuk Jakarta. Kondisi itu membuat suhu udara terasa lebih terik meski sebenarnya jarak Bumi dan Matahari tidak berubah.

Fenomena itu terjadi karena Bumi mengelilingi Matahari dalam posisi miring sekitar 23,5 derajat. Kemiringan itulah yang membuat matahari terlihat seolah berpindah dari utara ke selatan sepanjang tahun, fenomena yang dikenal sebagai pergerakan semu matahari. Saat matahari “berada” di wilayah selatan seperti sekarang, sinar matahari mengenai permukaan Bumi lebih langsung, sehingga udara terasa lebih panas dari biasanya.

Selain Jabodetabek, BMKG mencatat beberapa area yang juga merasakan suhu panas. Kondisi itu terjadi pada wilayah Indonesia di bagian tengah dan selatan.

“Wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan misal Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, menerima penyinaran matahari yang lebih intens sehingga cuaca terasa lebih panas,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam rilisnya dilihat detikTravel dikutip Kamis (16/10/2025).

Suhu panas diprakirakan berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025. Selain pergerakan semu matahari, kondisi itu juga dipengaruhi penguatan angin timuran atau Monsun Australia. Angin membawa massa udara kering hangat, sehingga pembentukan awan minim dan radiasi matahari dapat mencapai permukaan bumi secara maksimal.

Kendati begitu, BMKG memprakirakan potensi hujan lokal masih bisa terjadi pada sore hingga malam hari. Hujan kemungkinan terjadi di sebagian wilayah Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Dengan dinamika cuaca itu, BMKG mengingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan.

Dokter spesialis paru Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, FISR. Prof Tjandra menyarankan agar traveler selalu berada di tempat teduh dan jangan terkena sinar matahari langsung. Apalagi, ketika tengah hari atau suhu sedang sangat panas.

“Wajib sekali banyak minum kalau bisa lebih dari 8 gelas sehari. Selain itu jangan bikin tambah panas dengan paparan mesin dam asap di ruang tertutup. Apalagi, ada juga potensi keracunan gas dan jangan menambah panas dengan berbagai tindakan, misal membakar sampah,” kata Prof Tjandra dalam pesan pendek kepada detikTravel.

Prof Tjandra juga mengingatkan agar traveler segera berkonsultasi pada petugas kesehatan jika merasa pusing, lemah, atau terjadi gangguan kesehatan. Apalagi, pada traveler lansia dan warga lain dengan daya tahan tubuh rendah, atau pasien dengan gangguan imunitas. Konsultasi memungkinkan gangguan bisa segera diatasi.

(row/fem)



Sumber : travel.detik.com

Waspada Hujan Lebat hingga Januari 2026, Pengaruh La Nina?



Jakarta

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan 2025/2026 terjadi lebih awal dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah ini mencakup 294 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 42,1% ZOM.

Berdasarkan laporan Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Indonesia dari BMKG, durasi musim hujan 2025/2026 juga diperkirakan lebih panjang dari biasanya. Namun, perlu digarisbawahi, awal musim hujan berbeda-beda di berbagai daerah.

Sementara itu, puncak musim hujan 2025/2026 diperkirakan banyak terjadi pada bulan November-Desember 2025 di Indonesia bagian barat. Puncak musim hujan diperkirakan berlanjut pada bulan Januari hingga Februari 2026 di Indonesia bagian selatan dan timur.


Dijelaskan BMKG, musim hujan RI salah satunya dipengaruhi La Nina. Potensinya sekitar 50-70% pada periode Oktober 2025-Januari 2026.

Pengaruh La Nina pada Musim Hujan 2025/2026

Prediksi El Niño-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan kecenderungan ENSO Netral sepanjang tahun 2025. Namun, ada sebagian kecil model iklim global yang memprediksi La Nina lemah akan muncul pada akhir tahun 2025.

Keberadaan La Nina lemah dapat berkontribusi pada peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah di Indonesia.

Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Dr Emilya Nurjani, SSi MSi menjelaskan La Nina merupakan fenomena yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan di Samudra Pasifik.

Saat La Nina terjadi, tekanan udara di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Samudera Pasifik sisi timur, di Amerika Selatan. Kondisi ini memicu peningkatan potensi hujan di Indonesia.

“Sebetulnya La Nina ini termasuk dalam gangguan dan itu tidak bisa dicegah karena itu sistem tekanan udara yang regional bahkan bisa menjadi global,” ucapnya, dikutip dari laman UGM, Jumat (24/10/2025).

Beda Daerah, Beda Dampak

Emilya menggarisbawahi, tidak semua wilayah RI akan mendapat dampak La Nina yang sama.

“Belum tentu bahwa La Nina berpengaruh di Jogja juga mempunyai pengaruh yang sama seperti di Kalimantan atau Jakarta,” ucapnya.

Sementara itu, secara umum, wilayah yang paling sering terkena dampak La Nina dimulai dari Indonesia bagian timur menuju bagian barat. Namun, topografi wilayah RI yang beragam membuat pengaruh La Nina sangat lokal.

Musim Hujan 2025/2026, Potensi Banjir?

Ia menjelaskan, La Nina tidak serta-merta berujung pada hujan terus-menerus yang mengakibatkan banjir. Sebab, keterjadiannya bergantung pada kondisi wilayah masing-masing.

“Jadi dampaknya tidak bisa diuniversalkan seluruh Indonesia, tidak bisa disamaratakan, kalau kita bicara cuaca dan iklim,” kata Emilya.

Sebaliknya, ia juga mengingatkan bahwa musim kemarau bukan lantas berarti tidak hujan. Ia berharap BMKG bisa menjelaskan peringatan dini cuaca, terutama cuaca ekstrem, dengan bahasa yang lebih mudah dipahami warga sehingga tidak salah paham.

“Sebenarnya tidak seperti itu, musim hujan dan kemarau itu dilihat dari curah hujannya,” ucapnya.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com

Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Maksimalkan Pompa Guna Atasi Banjir


Jakarta

Selama dua hari hujan dengan intensitas tinggi yang melanda Kota Semarang menyebabkan sejumlah kawasan dilanda banjir. Beberapa kelurahan memiliki ketinggian air mencapai 50 sentimeter, seperti Muktiharjo Kidul, Tlogosari Kulon, dan Terboyo Kulon,

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Suwarto menyebut pihaknya telah mengerahkan seluruh pompa yang dimiliki, untuk mempercepat proses penyurutan air, terutama di kawasan yang menjadi akses vital nasional.

“Jadi kemarin intensitas hujan cukup tinggi, di atas 100 milimeter per detik. Semua pompa yang kami miliki kami kerahkan, termasuk empat unit mobil pompa dan enam unit pompa berkapasitas 250 liter per detik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).

Selain pompa milik DPU, bantuan juga datang dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang mengoperasikan empat pompa portable berkapasitas 1.000 liter per detik, dua unit pompa berkapasitas 250 liter per detik, serta tambahan dari pihak BPOM dan instansi lain.

Namun, menurut Suwarto, upaya penanganan belum bisa optimal karena beberapa pompa masih dalam tahap konstruksi maupun perbaikan.

“Pompa di wilayah Waru sedang dalam konstruksi oleh Kementerian PUPR, dan dari BBWS hanya satu unit yang berfungsi. Jadi memang belum bisa maksimal,” jelasnya.

Suwarto menyebut kendala teknis seperti proyek Tol Semarang-Demak juga mempengaruhi aliran air ke laut, sehingga memperlambat penanganan banjir.

“Konstruksi tol itu membuat air laut seperti terbendung, sehingga aliran tidak bisa langsung ke laut. Ini akan dibahas dalam rapat bersama Ibu Wali Kota dan para stakeholder terkait, termasuk BUMN dan BBWS,” katanya.

Ia menambahkan, pompa-pompa lama milik BBWS juga mengalami kerusakan karena suku cadangnya sudah tidak tersedia.

“Sudah dilakukan penggantian tiga dari empat unit pompa. Sekarang tinggal menunggu instalasi listrik dari PLN. Panelnya sudah siap, tinggal pasokan listrik dan trafo,” katanya.

Jika seluruh pompa berfungsi normal, kapasitas rumah pompa bisa mencapai 12.000 liter per detik. Namun, saat ini yang beroperasi hanya sebagian kecil.

“Dari enam unit pompa besar yang ada, hanya dua yang menyala. Di Sringin juga baru dua yang berfungsi,” ungkapnya.

Meski begitu, Suwarto menambahkan, DPU tetap berupaya maksimal dengan menambah pompa portable di beberapa titik rawan.

“Total ada sepuluh pompa portable yang aktif, termasuk mobil pompa dengan dua unit di setiap kendaraan. Ini membantu mempercepat penyurutan genangan,” tambah Suwarto.

Terkait area yang masih rawan banjir, Suwarto menyebut beberapa titik masih perlu diwaspadai, seperti Rogosari, Mudiarjo Kidul, Mudiarjo Lor, Bangetayu Kulon dan Wetan, Genuk, hingga Trimulyo.

“Karena pompa Kadang Kebo yang dikelola Pemkot masih berfungsi normal dan mampu mengalirkan air langsung ke Banjir Kanal Timur,” ujarnya.

DPU berharap, lanjut Suwarto, setelah seluruh pompa baru terpasang dan sistem kelistrikan aktif, penanganan banjir di Semarang akan lebih cepat dan efisien.

“Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ini instalasi listrik bisa selesai, sehingga seluruh pompa bisa beroperasi maksimal,” pungkasnya.

Simak Video ‘Curah Hujan Tinggi dan Pompa Rusak, Semarang Dilanda Banjir’:

(akd/ega)



Sumber : news.detik.com

3 Jenis Bahan Genteng buat Bangun Atap, Ini Plus Minusnya Menurut Kontraktor


Jakarta

Atap adalah bagian atas rumah yang melindungi seisi bangunan dari terpaan hujan dan panas matahari. Bagian rumah ini biasanya terbuat dari genteng yang disusun sedemikian rupa.

Terdapat beragam jenis genteng berdasarkan bahannya. Pemilik bisa memilih genteng sesuai dengan konsep rumah dan kebutuhan.

Profesional Kontraktor dari PT Gaharu Kontruksindo Utama Panggah Nuzhul Rizky pernah menyebutkan beberapa tipe material genteng, seperti beton, keramik, tanah liat, dan metal. Setiap jenis genteng punya karakteristik tersendiri.


Jika pemilik berencana membuat atap tapi bingung mau pakai bahan genteng apa, coba pertimbangkan kelebihan dan kekurangannya. Yuk, simak penjelasannya berikut ini.

Jenis-jenis Material Genteng

Inilah jenis-jenis bahan genteng beserta kelebihan dan kekurangannya menurut kontraktor.

1. Genteng Tanah Liat Berkeramik

Genteng KeramikGenteng Keramik Foto: Getty Images/iStockphoto/ewg3D

Menurut Panggah, material terbaik untuk membangun atap rumah adalah genteng tanah liat berkeramik. Berbeda dari material tanah liat biasa, genteng ini mempunyai permukaan yang mengkilap. Genteng tersebut biasanya dipakai untuk rumah-rumah mewah karena bahannya tergolong premium.

“Populer di Indonesia itu cocoknya adalah genteng tanah liat yang keramik. Tanah liat dan keramik ini mempunyai karakteristik pembuatan dari tanah liat dibentuk dan di-oven, jadi kadar airnya nol,” kata Panggah kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Kelebihan:

  • Bobot paling berat yang tidak mudah terbang tertiup angin
  • Berbahan solid yang mencegah retak dan bocor
  • Tampilan glossy yang estetik

Kekurangan:

  • Boros penggunaan rangka atap karena berat
  • Harganya paling mahal

Sementara itu, genteng tanah liat tradisional yang sering digunakan masyarakat Indonesia lebih ringan sehingga lebih mudah tertiup angin. Genteng tersebut terbuat dari tanah liat yang dibentuk dan dibakar, tetapi tanpa melalui proses oven. Tampilannya genteng tanah liat doff, berbeda dari versi keramik yang mengkilap.

2. Genteng Beton

Genteng BetonGenteng Beton Foto: Getty Images/iStockphoto/geargodz

Lalu, genteng beton juga sering digunakan masyarakat Indonesia. Genteng ini termasuk segmentasi menengah dan bisa menjadi pilihan terbaik buat harga yang masih terjangkau.

Kelebihan:

  • Tampilan estetik
  • Bobot cukup berat
  • Harga lebih terjangkau daripada genteng tanah liat berkeramik

Kekurangan:

  • Boros rangka baja ringan karena harus ditopang dengan rangka yang rapat
  • Permukaan genteng mudah retak sehingga rawan bocor setelah pemakaian lama

3. Genteng Metal

Male Asian Construction worker installing roof tiles at construction siteGenteng Spandek Foto: Getty Images/Vithun Khamsong

Kemudian, genteng metal bisa menjadi opsi bahan yang ekonomis. Jenis genteng ini hadir dalam beragam macam, seperti spandek metal, metal berpasir, metal seperti beton.

Kelebihan:

  • Hemat baja ringan karena tidak perlu rangka yang rapat
  • Pemasangan genteng mudah dan cepat
  • Harga genteng paling terjangkau

Kekurangan:

  • Penampilan genteng kurang estetik karena terlihat ringkih
  • Bobotnya ringan sehingga mudah terbang tertiup angin
  • Mudah robek kalau terkena angin kencang

Itulah jenis-jenis material genteng yang bisa pemilik rumah pertimbangkan plus minusnya buat bikin atap. Semoga bermanfaat!

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini

(dhw/zlf)



Sumber : www.detik.com

Sampai Kapan Cuaca Panas Melanda RI? Ini Penjelasan BMKG


Jakarta

Direktur Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani mengatakan cuaca panas yang terjadi disebabkan oleh sejumlah faktor meteorologis. Salah satu penyebab utamanya adalah posisi gerak semu matahari yang pada bulan Oktober telah berada sedikit di selatan ekuator.

“Posisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari yang lebih intens sehingga suhu udara terasa lebih tinggi, terutama pada siang hari,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (15/10/2025).

Selain itu, lanjutnya, penguatan angin timuran atau Monsun Australia turut membawa massa udara kering dan hangat dari Benua Australia menuju wilayah Indonesia. Kondisi ini mengurangi pembentukan awan dan membuat cuaca cenderung cerah.


Radiasi matahari mencapai permukaan bumi secara maksimal dan radiasi balik dari permukaan juga meningkatkan suhu udara.

“Kombinasi kedua faktor tersebut menyebabkan cuaca terasa lebih panas di banyak wilayah Indonesia,” sambungnya lagi.

Berdasarkan hasil pengamatan BMKG pada 14 Oktober 2025, suhu maksimum di Indonesia berkisar antara 34-37 derajat celcius. Beberapa wilayah mencatat suhu maksimum 35-37 derajat celcius, di antaranya Kalimantan, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selama periode 12-14 Oktober 2025, pengamatan suhu udara maksimum di berbagai stasiun BMKG menunjukkan sebaran suhu di atas 35 derajat celcius secara luas di seluruh wilayah Indonesia.

Adapun wilayah yang paling sering mencatat suhu tinggi meliputi sebagian besar Nusa Tenggara, Jawa bagian barat hingga timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta beberapa wilayah Papua.

Pada 12 Oktober 2025, suhu tertinggi tercatat sebesar 36,8 derajat celcius di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kupang (NTT), dan Majalengka (Jawa Barat). Pada 13 Oktober suhu sedikit menurun menjadi 36,6 derajat celcius di Sabu Barat (NTT).

Namun pada 14 Oktober, suhu maksimum kembali meningkat hingga 37,6 derajat celcius di Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua). Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, didukung oleh dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan.

Sampai Kapan Cuaca Panas Berakhir?

Andri mengatakan, dalam beberapa hari ke depan, wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan diperkirakan masih didominasi cuaca cerah hingga berawan dengan potensi hujan yang relatif kecil.

Kondisi panas ini kemungkinan masih berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, tergantung pada waktu mulai masuknya musim hujan di masing-masing daerah.

“Meski demikian, pada sore hingga malam hari masih berpotensi terjadi hujan lokal akibat aktivitas konvektif, terutama di sebagian wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua,” lanjutnya.

Melihat Tren Suhu di Indonesia Sejak 1981 Lewat Warming Stripe:

(suc/up)



Sumber : health.detik.com