Tag Archives: ibnu katsir

Saat Nabi Ibrahim AS Dibakar Hidup-hidup karena Hancurkan Berhala



Jakarta

Nabi Ibrahim AS pernah dibakar hidup-hidup karena menghancurkan berhala kaumnya. Sebagaimana diketahui, Ibrahim AS merupakan salah satu utusan Allah SWT yang ditugaskan berdakwah kepada penduduk Babilonia.

Dilansir dari kitab Qishashul Anbiya susunan Ibnu Katsir terjemahan Umar Mujtahid, nama lengkap Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin Shrug bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Ibunya adalah Buna binti Karbita bin Karatsi yang merupakan keturunan Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.


Nabi Ibrahim AS menentang penyembahan berhala yang dilakukan penduduk Babilonia. Dia bahkan berani bertanya kepada kaumnya apakah berhala-berhala itu bisa mendengar mereka berdoa atau memberi manfaat.

Walau demikian, kaumnya tetap menyembah berhala karena mengikuti ajaran nenek moyang mereka. Ibrahim AS lantas berkata sebagaimana tertuang dalam surah Asy Syu’ara ayat 75-77,

قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّا كُنتُمْ تَعْبُدُونَ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ ٱلْأَقْدَمُونَ فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّىٓ إِلَّا رَبَّ ٱلْعَٰلَمِين

Artinya: “Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya, mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Rabb seluruh alam.” (QS Asy-Syu’ara: 75-77)

Untuk menyadarkan kaumnya, Nabi Ibrahim AS lantas menyusun siasat. Ketika para penduduk Babilonia merayakan hari besar di luar perkampungan, Ibrahim AS enggan ikut dengan alasan sedang sakit.

Lalu, diam-diam dia pergi menuju tempat para berhala berada. Tangan kanannya lalu menghancurkan berhala-berhala itu menggunakan kapak hingga hancur berkeping-keping.

Menurut salah satu riwayat, Nabi Ibrahim AS meletakkan kapak di tangan berhala yang besar untuk memberi kesan dia cemburu jika ada Tuhan kecil lainnya yang disembah bersamanya.

Ketika kaumnya pulang dari perayaan, mereka terkejut bukan main melihat para berhala-berhala itu hancur. Kemudian, mereka menunjuk Nabi Ibrahim AS sebagai pelakunya karena dia yang sering mencemooh berhala-berhala tersebut. Selain itu, Ibrahim AS berada di perkampungan saat penduduk lain mengikuti perayaan hari besar di luar.

Saat ditanya terkait perlakuan Nabi Ibrahim AS terhadap berhala-berhala itu, dia berkata:

قَالُوٓا۟ ءَأَنتَ فَعَلْتَ هَٰذَا بِـَٔالِهَتِنَا يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ قَالَ بَلْ فَعَلَهُۥ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَسْـَٔلُوهُمْ إِن كَانُوا۟ يَنطِقُونَ

Artinya: “Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS Al Anbiya: 62-63).

Penduduk Babilonia yang mendengar jawaban Nabi Ibrahim AS menunduk ketika mendengar jawaban Ibrahim AS. Menurut tafsir Qatadah, mereka bingung dan menunduk sambil berkata ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.”

Ketika itulah Nabi Ibrahim AS menjawab,

قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْـًٔا وَلَا يَضُرُّكُمْ أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al Anbiya: 66-67)

Karena kalah dalam perdebatan, akhirnya kaum Nabi Ibrahim AS menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk membela kebodohan mereka. Ibrahim AS lantas dihukum oleh kaumnya dengan dibakar hidup-hidup.

Atas kuasa Allah SWT, api tersebut menjadi dingin. Ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Anbiya ayat 69,

قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ

Artinya: “Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!”

Peristiwa tersebut membuat orang-orang di sana tercengang. Pembarakan pun dihentikan karena Ibrahim AS sama sekali tidak terbakar.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Keajaiban Sedekah Subuh 40 Hari untuk Rezeki


Jakarta

Sedekah subuh adalah salah satu amalan yang mendatangkan keajaiban bagi pengamalnya. Amalan ini tidak hanya berbagi harta, tetapi juga menjadi cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengutip buku Sapu Jagat Keberuntungan karya Ahmad Mudzakir, keistimewaan sedekah subuh terletak pada waktu pelaksanaannya. Sedekah ini dilakukan setelah salat Subuh dan pada waktu tersebut malaikat akan langsung mendoakan orang yang bersedekah agar diberkahi rezeki melimpah dan digantikan dengan kebaikan berlipat ganda. Sebaliknya, bagi yang enggan bersedekah, malaikat berdoa agar mereka ditimpa keburukan. Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap awal pagi saat matahari terbit, Allah menurunkan dua malaikat ke bumi. Lalu salah satu berkata, ‘Ya Allah, berilah karunia orang yang menginfakkan hartanya. Ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya karena Allah’. Malaikat yang satu berkata, ‘Ya Allah, binasakanlah orang-orang yang bakhil’.” (HR Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah)


Tidak hanya menginfakkan harta, sedekah subuh dapat dilakukan melalui berbagai cara. Muslim yang menunaikan salat Subuh berjamaah ke masjid bisa langsung mengisi kotak amal setelahnya. Bagi yang tidak ke masjid, sedekah subuh bisa dilakukan dengan mengirim uang kepada orang tua, teman, atau tetangga yang membutuhkan.

Sedekah juga bisa dilakukan dengan memberikan makanan ke panti asuhan atau lembaga sosial. Menyiapkan kaleng khusus untuk menyisihkan uang setiap selesai salat Subuh juga menjadi salah satu cara sedekah yang dianjurkan.

Keajaiban Sedekah Subuh 40 Hari

Sejumlah ulama menganjurkan mengamalkan sedekah subuh 40 hari sebagai bentuk ikhtiar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, tim detikHikmah belum menemukan hadits yang secara spesifik menyebutkan sedekah subuh dalam waktu 40 hari.

Meskipun belum ada dalil yang menyebutkan terkait hal ini, sedekah subuh tetap membawa keajaiban yang luar biasa. Berikut adalah keajaiban sedekah subuh 40 hari yang dikutip dari buku The Power of Jalur Langit yang disusun oleh Isnura Afgandi dkk.

  1. Permintaan dikabulkan oleh Allah SWT
  2. Mendapatkan doa langsung dari dua malaikat setiap pagi
  3. Pahala dan kebaikan yang diberikan berlipat ganda
  4. Rezeki bertambah dan menjadi lebih berkah
  5. Dosa-dosa diampuni, dibersihkan dirinya dari kesalahan
  6. Terhindar dari berbagai musibah dan bahaya
  7. Diangkat derajatnya di hadapan Allah SWT
  8. Penyakit disembuhkan atas izin Allah SWT
  9. Mendekatkan diri pada surga dan menjauhkan dari api neraka
  10. Naungan diberikan di Padang Mahsyar kelak
  11. Mendapatkan pahala jariyah yang tak terputus
  12. Hati menjadi lebih tenang dan lapang

Melakukan sedekah subuh dengan niat ikhlas semata-mata untuk mengharapkan ridha Allah SWT adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bukan hanya menjadi bentuk ibadah yang bernilai tinggi, sedekah juga membawa balasan yang luar biasa dari Allah SWT.

Bagi mereka yang bersedekah subuh, Allah SWT akan menerima amalan tersebut dan melipatgandakan balasannya hingga sepuluh kali lipat, bahkan mencapai 700 kali lipat atau lebih. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya saat menguraikan firman Allah SWT dalam surah Al-Hadid ayat 18:

اِنَّ الْمُصَّدِّقِيْنَ وَالْمُصَّدِّقٰتِ وَاَقْرَضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ اَجْرٌ كَرِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan (kepada) Allah pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) kepada mereka dan baginya (diberikan) ganjaran yang sangat mulia (surga).”

Bacaan Niat Sedekah Subuh 40 Hari

Penting pula untuk melibatkan niat tulus dan doa bersedekah, sehingga amalan ini semakin bermakna dan membawa keberkahan. Berikut bacaan niat sedekah subuh 40 hari dikutip dari buku Ajaibnya Bangun Pagi, Subuh, Dhuha & Mengaji di Pagi Hari karya Muhammad Ainur Rasyid:

نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ اِلَى اللهِ تَعَالَى وَاتِّقَاءَ غَضَبِ الرَّبِّ جل جلاله وَاتِّقَاءَ نَارِ جَهَنَّمَ وّالتَّرَحُّمَ عَلَى الاخْوَانِ وَصِلَةَ الرَّحِمِ وَمُعَاوَنَةَ الضُّعَفَاءِ وَمُتَابَعَةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَى اْلاِخْوَانِ وَدَفْعِ البَلاَءِ عَنْهُ وَعَنْ سَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلاِنْفاَقَ مِمَّا رَزَقَهُ الله وَقَهْرَ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

Nawaitut taqoruba ilallahi ta’ala wattiqoaa ghadlabir rabbi jalla jalaluhu wattiqoa nari jahannama wattarakhkhuma ‘ala ikhwani wa shilatur rahimi wa mu’awanatadh dlu’afai wa mutaba’atan nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallama wa idkholas sururi ‘alal ikhwani wa daf’il balai ‘anhu wa ‘an sairil muslimina wal infaqo mimma razaqohullahu wa qohran nafsi wasy syaithoni.

Artinya: “Aku niat (bersedekah) untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghindari murka Tuhan, menghindari api neraka jahannam, berbelas kasih kepada saudara dan menyambung silaturahmi, membantu orang-orang yang lemah, mengikuti Nabi SAW, memasukkan kebahagiaan pada saudara, menolak turunnya dari mereka dan semua kaum muslimin, menafkahkan rezeki yang diberikan oleh Allah, dan untuk mengalahkan nafsu dan setan.”

Setelah itu, umat Islam bisa membaca doa berikut:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Rabbana taqabbal minna innaka antas sami’ul alim.

Artinya: “Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Samiri, Pembuat Patung Anak Sapi yang Bisa Keluarkan Suara



Jakarta

Ketika masa dakwah Nabi Musa AS, ada seseorang dari kaumnya yang berniat mengecoh keimanan Bani Israil dengan membentuk berhala sapi yang bisa berbicara. Siapa dia?

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya menyebutkan nama pembuat patung anak sapi yang dapat berbicara pada masa Nabi Musa, yakni Samiri.

Awalnya, Samiri membuat sebuah patung berbentuk anak sapi dari perhiasan emas. Tetapi sebelumnya ia melihat Malaikat Jibril mengirim bantuan Allah SWT kepada Musa AS untuk menenggelamkan Firaun di Laut Merah.


Kala itu Jibril menunggangi kuda dan terdapat bekas tapak kudanya di tanah. Lantas Samiri mengambil tanah pijakan kuda itu untuk kemudian dimasukkan ke dalam tubuh berhala ciptaannya.

Seketika patung buatannya Samiri mengeluarkan suara selayaknya anak sapi asli. Ada pula yang mengatakan bahwa berhala itu berdaging dan mengeluarkan darah, sehingga mirip dengan anak sapi yang sebenarnya. Melihat itu, banyak dari Bani Israil yang bersorak kegirangan karena menganggap tuhan berada di sisi mereka.

Namun ada juga ulama yang berpendapat, sapi itu terdengar bersuara lantaran ada angin yang masuk melalui duburnya dan keluar lewat mulutnya. Karena Samiri membuat bagian tengah patung berongga dan menghadapkannya ke arah mata angin.

Sehingga angin yang masuk dari lubang belakang kemudian keluar dari lubang depan, dan terdengarlah suara yang mirip dengan anak sapi sungguhan.

Setelah itu, Samiri pergi menemui Bani Israil dengan membawa patung yang telah dibuatnya. Mereka pun bertanya kepadanya, “Apa itu, Samiri?”

Samiri menjawab, “Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa!”

Mereka bertanya lagi, “Tapi Musa sekarang sedang pergi menemui Tuhannya.”

Samiri menjawab lagi, “Rupanya Musa lupa. Dia pergi untuk menemui Tuhannya di tempat lain, padahal tuhannya ada di sini.”

Kala itu angin berhembus masuk dari bagian belakang anak sapi dan keluar dari mulutnya sehingga anak sapi itu mengeluarkan suara. Bani Israil yang mendengarnya kemudian menyembah anak sapi itu.

Samiri ternyata memang sengaja melakukan demikian. Ia melihat situasi di mana Bani Israil rindu untuk menyembah berhala. Kemudian ia memanfaatkan dengan membawakan patung anak sapi bagi mereka yang terbuat dari emas dan mampu berbicara.

Bani Israil pun terpecah menjadi golongan minoritas mukmin yang sadar bahwa anak sapi itu adalah tipuan, dan kalangan mayoritasnya kembali menyembah berhala.

Fitnah Samiri akhirnya menyebar ke seluruh kaum. Hingga pada suatu hari, Nabi Harun AS sangat terkejut melihat Bani Israil menyembah patung anak sapi emas. Harun AS yang kala itu dititipkan tanggung jawab oleh Musa AS untuk menjaga kaumnya, kemudian mendatangi untuk menasihati mereka.

Beliau berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian telah terkena fitnah dengan patung anak sapi. Sungguh, ini adalah fitnah. Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dan memfitnah kalian dengan anak sapinya. Ini bukanlah tuhan kalian atau tuhan Musa.”

Para penyembah anak sapi itu menolak dan tidak mengindahkan peringatan Nabi Harun. Tetapi Harun AS terus mengingatkan mereka akan sejumlah mukjizat Allah SWT yang telah menyelamatkan, memuliakan, dan menjaga mereka.

Namun mereka mereka tetap saja menutup telinga. Mereka menolak peringatan Nabi Harun sambil meremehkannya, bahkan beliau hampir dibunuh Bani Israil. Mereka menutup perdebatan patung anak sapi sampai Musa AS datang dari gunung Thur.

Kepribadian Nabi Harun yang jauh lebih luwes dan lembut justru membuat beliau tidak disegani Bani Israil. Di sisi lain Harun AS enggan menghancurkan berhala yang mereka sembah, karena khawatir akan menimbulkan fitnah dan perang saudara di antara mereka. Akhirnya beliau pun juga memilih menunda permasalahan hingga Musa AS kembali.

Nabi Musa AS Menyaksikan Bani Israil Menyembah Patung Anak Sapi

Ketika Musa AS datang ke kaumnya, beliau terkejut mendengar teriakan dan kegaduhan Bani Israil yang tengah menari-nari di sekitar berhala anak sapi. Mereka terdiam saat Nabi Musa hadir, dan beliau kemudian berkata:

“Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!” (QS Al-A’raf: 150)

Lantaran tak mampu membendung kemarahannya, Nabi Musa menghampiri Harun AS dan melemparkan lembaran Taurat yang diterimanya ke tanah. Beliau kemudian menarik rambut dan jenggot Harun AS seraya berkata,

“Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” (QS Thaha: 92-93)

Kemudian Nabi Harun berujar, “Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku.” (QS Thaha: 94)
Harun AS menjelaskan bahwa beliau bukanlah mendurhakainya atau menerima tindakan para penyembah anak sapi, melainkan beliau tidak ingin meninggalkan mereka dan pergi begitu saja.

Nabi Musa bertanya mengapa Harun AS tidak menjaga keimanan mereka.Nabi Harun menjawab bahwa beliau khawatir apabila melawan mereka dengan kekerasan, maka hal itu akan menyulut perang saudara.

Ditanya lagi oleh Musa AS, mengapa Harun AS membiarkan mereka terpecah-belah dan tidak menunggu sampai beliau kembali. Nabi Harun menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku) ‘kamu telah memecah belah Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.” (QS Thaha: 94)

Nabi Harun lanjut meminta agar Musa AS melepaskan kepada dan jenggotnya agar kaumnya tidak semakin meremehkannya, seperti dalam Surat Al-A’raf ayat 150:

“Harun berkata, ‘Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka mau membunuhku. Oleh karena itu, janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim’.”

Musa AS sadar bahwa beliau telah mendzalimi Harun AS dengan kemarahannya, lalu Nabi Musa melepaskan genggamannya itu dan memohon ampun kepada Allah SWT untuk dirinya dan saudaranya.

Beliau kemudian bertanya kepada kaumnya, “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu denganku?” (QS Thaha: 86)

Kemudian Nabi Musa mengalihkan pandangan kepada Samiri, dan menuturkan, “Apa yang mendorongmu berbuat demikian, wahai Samiri?” (QS Thaha: 95)

Samiri berujar, “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya.” (QS Thaha:96)

“Aku melihat Jibril mengendarai kudanya, dan setiap benda yang tersentuh oleh kaki kuda itu menjadi hidup.” lanjut Samiri.

Samiri kembali menjelaskan, “Maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul (Jibril). Lalu aku melemparkannya (mencampurkannya ke dalam emas). Dan demikianlah nafsuku membujukku. (QS Thaha: 96)

Mendengarnya, Musa AS kemudian memberi sanksi kepada Samiri, sesuai yang disebutkan dalam Surat Thaha ayat 97.

“Pergilah kau! Sesungguhnya di dalam kehidupan (dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, ‘Jangan sentuh (aku).’ Engkau pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak akan dapat engkau hindari. Lihatlah tuhanmu itu yang tetap engkau sembah. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkan (abu)-nya ke laut.”

Ahli tafsir menerangkan hukuman yang Nabi Musa berikan ke Samiri dalam ayat di atas, yakni menempatkan Samiri di wilayah terpencil agar tidak dapat mendatangi Musa AS beserta kaumnya sebagai sanksi di dunia.

Sementara di akhirat, Samiri akan ditempatkan di neraka lantaran perbuatannya yang menyesatkan Bani Israil.

Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Ibrahim AS Mengajak Ayahnya untuk Beriman, Ini Kisahnya



Jakarta

Kisah Nabi Ibrahim AS ketika menyeru ayahnya agar beriman dan menyembah Allah SWT diabadikan dalam sejumlah ayat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.

Para ulama berbeda pendapat terkait nama ayah Nabi Ibrahim. Menukil buku Kisah Para Nabi terjemah Qashash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir, jumhur ulama nasab menyatakan nama bapak dari Ibrahim AS yakni Tarikh.

Pendapat Ibnu Jarir dan sebagian ulama lain, nama ayahnya adalah Azar lantaran merujuk Surat Al-An’am ayat 74. Mereka berpandangan, nama Tarikh merupakan gelar dari berhala yang disembah bapaknya itu, sehingga Azar yaitu nama asli ayahnya.


Terlepas dari nama ayah Nabi Ibrahim, Ibnu Katsir mengemukakan bahwa dakwah pertama kali yang dilaksanakan Ibrahim AS adalah kepada ayah kandungnya. Yang mana ayahnya adalah seorang penyembah berhala.

Bahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul oleh Ridwan Abdullah Sani & Muhammad Kadri disebutkan ayah Nabi Ibrahim yakni pedagan dari patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri. Kemudian ia menjual berhala itu kepada kaumnya untuk disembah.

Maka dari itu, bapak kandunganya menjadi orang pertama sekaligus terdekat yang diajak Ibrahim AS untuk beriman dan menyembah Alah SWT, serta meninggalkan tuhan lamanya itu.

Kisah Dakwah Nabi Ibrahim AS kepada Ayahnya

Masih dari buku Kisah Para Nabi terjemah Qashash Al-Anbiya, Allah SWT menceritakan kisah Ibrahim AS dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Pada Surat Maryam ayat 41-48 diceritakan:

“Ceritakanlah (Nabi Muhammad, kisah) Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an)! Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar dan membenarkan lagi seorang nabi. “

Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun?

Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu. Ikutilah aku, niscaya aku tunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

Wahai Bapakku, janganlah menyembah setan! Sesungguhnya setan itu sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.

Wahai Bapakku, sesungguhnya aku takut azab dari (Tuhan) Yang Maha Pemurah menimpamu sehingga engkau menjadi teman setan.”

Dia (bapaknya) berkata, “Apakah kamu membenci tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika tidak berhenti (mencela tuhan yang kusembah), engkau pasti akan kurajam. Tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”

Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan bagimu. Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia Mahabaik kepadaku.

Aku akan menjauh darimu dan apa yang engkau sembah selain Allah. Aku akan berdoa kepada Tuhanku semoga aku tidak kecewa dengan doaku kepada Tuhanku.” (QS Maryam: 41-48)

Terlihat dari ayat tersebut, ajakan Ibrahim AS kepada ayahnya dengan begitu tulus dan lembut. Beliau menggunakan kata-kata persuasi santun tanpa adanya bentakan atau kekerasan dan menyatakan fakta bahwa berhala tidak dapa mendengar maupun melihat, sehingga bagaimana mampu patung itu merupakan tuhan yang pantas disembah.

Beliau bahkan berjanji akan memohonkan ampunan atas ayahnya itu kepada Allah SWT jika ia mau mengikuti ajaran yang diwahyukan Nabi Ibrahim. Setelah berbagai usaha yang dilakukan oleh Ibrahim AS, beliau melihat dengan jelas segala penolakan yang dilakukan oleh ayahnya tersebut. Maka jelas bagi Nabi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah SWT.

Sebagaiman Allah SWT nyatakan dalam Surat At-Taubah ayat 114, “Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah dia ikrarkan kepadanya. Maka, ketika jelas baginya (Ibrahim) bahwa dia (bapaknya) adalah musuh Allah, dia (Ibrahim) berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim benar-benar seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”

Rasul SAW melalui sabdanya juga mengisahkan tentang Ibrahim AS yang bertemu ayahnya kelak di hari kiamat, tetapi bapaknya itu sudah tidak diberi kesempatan lagi oleh Allah SWT. Abu Hurairah meriwayatkan hadits bahwa Nabi SAW bersabda:

“Ibrahim AS bertemu dengan ayahnya, Azar, pada hari Kiamat nanti. Ketika itu wajah Azar tampak hitam berdebu. Lalu Ibrahim AS berkata kepada ayahnya: ‘Bukankah sudah aku katakan kepada ayah agar ayah tidak menentang aku?’

Ayahnya menjawab, ‘Hari ini aku tidak akan menentangmu.’

Kemudian Ibrahim AS berkata, ‘Wahai Tuhan, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan ayahku yang jauh (dariku)?’

Allah SWT berfirman: ‘Sesungguhnya, Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam yang Wafat & Dikafani Kain dari Surga



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama ciptaan Allah SWT menemui ajalnya, beliau memperoleh perlakuan khusus dari para malaikat.

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, mengemukakan bahwa Adam AS wafat pada hari Jumat. Di mana kemudian malaikat menemui beliau sambil membawa balsam (wewangian) dan kain kafan dari Allah SWT yang berasal dari surga.

Jumat adalah hari Adam AS menjemput ajal juga diketahui melalui sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Lubabah Al-Badri. Beliau SAW menuturkan: “Penghulu hari (Sayyidul Ayyam) adalah hari Jumat, dan ia adalah seagung-agungnya hari bagi Allah SWT, bahkan lebih agung bagi Allah daripada hari raya Fitri dan Adha.


Dan pada hari Jumat itu terdapat lima kejadian, yaitu; Allah menciptakan Adam AS, Allah menurunkan Adam ke dunia, Allah mewafatkan Adam, hari Jumat adalah saat yang tidaklah seseorang memohon kepada Allah melainkan pasti dikabulkan selama ia tidak meminta barang yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidak ada malaikat yang dekat kepada Allah, langit, bumi, angin, gunung-gunung, lautan melainkan semuanya mencintai hari Jumat.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)

Kisah Wafatnya Nabi Adam AS

Masih dari Qashash Al-Anbiya, Ubay bin Ka’ab meriwayatkan hadits mengenai kisah wafatnya Adam AS. Ia berkata:

“Sesungguhnya ketika menjelang wafatnya, Adam AS berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku menginginkan buah-buahan dari surga.’

Ka’ab melanjutkan, “Kemudian anak-anak Adam AS pun segera mencari buah-buahan itu untuk ayah mereka. Mereka lalu ditemui oleh para malaikat yang membawa balsam dan kain kafan. Sementara itu, anak-anak Adam AS membawa kapak, pedang, dan golok.

Para malaikat berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari?’ Mereka menjawab: ‘Ayah kami sedang sakit dan beliau menginginkan buah-buahan dari surga.’

Para malaikat kembali berujar, ‘Kalian pulang lagi saja. Sesungguhnya, ayah kalian telah mendapatkannya.’

Setelahnya, para malaikat datang menemui Adam AS. Saat Hawa (istri Nabi Adam) melihat kedatangan mereka, ia mengetahui bahwa mereka adalah para malaikat. Hawa segera berlindung mendekati Adam AS.

Lalu Adam AS menuturkan, ‘Menjauhlah dariku, sesungguhnya aku datang sebelum kamu. Oleh sebab itu, menjauhlah dari hadapanku dan dari hadapan para malaikat Tuhanku.’

Tak lama, malaikat mencabut nyawa Adam AS. Kemudian memandikan, mengafani, dan mengolesi tubuhnya dengan wewangian. Selanjutnya, mereka mengubur jenazah beliau ke dalam liang kubur yang telah dipersiapkan.

Setelah itu, para malaikat berkata: ‘Wahai anak-anak Adam, inilah tata cara (mengurus jenazah) bagi kalian’.” (HR Ahmad dalam kitab Musnad-nya) Ibnu Katsir menyatakan hadits ini bersanad shahih.

Ibnu Abbas mengutip sumber yang sama, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Para malaikat bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Adam AS. Abu Bakar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Fathimah. Umar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Abu Bakar, dan Shuhaib bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Umar.” (Disebutkan As-Suyuthi dalam kitab Al-Fathul Kabir, 2/316)

Tempat Nabi Adam AS Dimakamkan

Dalam Qashash Al-Anbiya dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai lokasi makam Adam AS. Menurut pendapat yang masyhur, jenazah beliau dikebumikan di pegunungan yang juga menjadi tempat beliau diturunkan (dari surga), yaitu di Hindi.

Ada juga yang mengatakan jenazah Adam AS dikubur di Jabal Abu Qubais, sebuah gunung di kawasan Makkah.

Dikatakan dalam sumber lain, sebelum badai topan dan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh AS, Nuh AS sempat memindahkan jasad Adam AS dan Hawa dalam sebuah peti. Kemudian, jenazah keduanya dimakamkan di Baitul Maqdis. Pandangan ini juga diceritakan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Asakir meriwayatkan pula dari sebagian perawi, ia berkata, “Kepala (jenazah) Adam AS berada di Masjid Ibrahim, sementara kedua kakinya berada di bebatuan di Baitul Maqdis. Adapun Hawa wafat setahun setelah kematian Adam AS.” Wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yunus AS yang Selamat dari Kegelapan Perut Ikan Paus



Jakarta

Saat mendengar nama Nabi Yunus AS, banyak dari kaum muslim yang langsung teringat peristiwa ditelannya beliau oleh ikan besar yang diduga paus. Seperti apa kisah lengkapnya?

Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh Saefullah MS menyebut bahwa Nabi Yunus AS diutus oleh Allah SWT kepada negeri Ninawa dekat Kota Mosul, Irak. Ia ditugaskan untuk mengajak penduduk Ninawa kepada jalan lurus dan beriman kepada Allah SWT serta meninggalkan sesembahan berhala mereka.

Namun setelah sekian lama beliau berdakwah, kaumnya itu lebih memilih tetap dalam kekafiran daripada petunjuk yang dibawa Nabi Yunus AS, bahkan mereka menghina dan mengolok utusan Allah SWT itu.


Sekian lama mendapat perlakuan demikian dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus AS yang tak tahan kemudian pergi meninggalkan mereka sambil memperingatkan akan datangnya hukuman Allah SWT. Dan benar setelah kepergian Nabi Yunus AS, kaumnya mendapati azab.

Tapi kemudian, penduduk Ninawa bertaubat dan kembali ke jalan kebenaran. Mereka bermunajat, menyesali kekhilafan, serta memohon ampunan Allah SWT di tengah azab yang melanda. Dia yang Maha Mendengar lantas mengabulkan doa para hamba yang memohon itu dengan menghentikan hukuman-Nya.

Nabi Yunus AS Pergi Tinggalkan Kaumnya

Masih dari Qashash Al-Anbiyaa, Nabi Yunus AS akhirnya meninggalkan kaumnya karena terus saja mendustakan dakwahnya. Dengan amarah yang memuncak, Nabi Yunus AS pergi dengan menaiki kapal laut yang penumpangnya melebihi kapasitas maksimal.

Akibatnya, kapal menjadi oleng juga hampir tenggelam. Mereka yang di atas kapal lalu berunding untuk mengurangi beban muatan, dan terbesit ide dengan melemparkan orang tertentu melalui undian.

Ketika berlangsung undian, ternyata Nabi Yunus AS lah yang mendapatkannya. Tetapi karena dia adalah Nabi Yunus AS yang merupakan utusan Allah SWT, kemudian mereka mengulanginya lagi. Hingga ketiga kalinya undian, nama Nabi Yunus AS lah yang terpilih dan mereka pun melemparkannya ke laut. Hal ini memang sudah menjadi takdir yang ditetapkan-Nya.

Kemudian Allah SWT mengutus ikan besar (diduga ikan paus) untuk menelan Nabi Yunus AS yang dilempar ke laut. Tetapi Dia memerintahkan ikan itu supaya tak memakan dan tidak menghancurkan daging beserta tulangnya.

Perihal berapa lama Nabi Yunus AS berada di perut ikan, para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyebut selama kurang dari sehari, ada juga yang mengatakan tiga hari, tujuh hari bahkan 40 hari. Namun hanya Allah SWT yang mengetahui lamanya Nabi Yunus AS di sana.

Nabi Yunus AS yang berada dalam kegelapan perut ikan itu dibawa mengarungi lautan. Dikatakan, Nabi Yunus AS mendengar ikan-ikan lainnya bertasbih dengan memuji Allah SWT. Telur-telur ikan yang tak terhingga banyaknya juga turut bertasbih dengan mengagungkan kekuatan dan kebesaran-Nya.

Lantaran Nabi Yunus AS adalah hamba-Nya yang bertakwa, taat beribadah, dan cepat menyadari perbuatannya dengan bertaubat, ia langsung bertasbih, bertahlil, beristighfar kepada-Nya seraya berdoa dengan bacaan yang diabadikan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Anbiya 87.

لآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Latin: Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn

Artinya: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Pada ayat setelahnya, Allah SWT nyatakan bahwa Dia mendengar doa hamba-Nya itu dan mengabulkannya dengan menyelamatkan Nabi Yunus AS keluar dari kegelapan berlapis dalam perut ikan paus.

Demikian kisah Nabi Yunus AS yang juga diabadikan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, semoga bisa diambil hikmahnya ya, detikers!

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kala Cucu Rasulullah Tak Dapat Kain Kafan dari Malaikat Jibril



Jakarta

Ada suatu riwayat yang menceritakan tentang kain kafan dari surga yang dibawakan Malaikat Jibril untuk Rasulullah SAW dan orang-orang tersayang beliau. Namun, salah satu cucu Rasulullah SAW tidak mendapatkannya.

Kain kafan tersebut hanya untuk Rasulullah SAW, istri pertama Rasulullah SAW Khadijah RA, putri Rasulullah SAW Fatimah Az-Zahra, menantu Rasulullah SAW Ali bin Abi Thalib, dan cucu Rasulullah SAW yang bernama Hasan.

Adapun, cucu Rasulullah SAW yang bernama Husain tidak mendapatkannya. Melansir buku Mulut yang Terkunci: 50 Kisah Haru Para Sahabat Nabi karya Siti Nurlaela, Husain merupakan saudara Hasan. Keduanya adalah putra Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.


Alasan Husain Tak Mendapat Kain Kafan dari Jibril

Masih dalam buku yang sama diceritakan, ujian yang dialami oleh Sayyidina Husain sangatlah berat. Ia ditinggalkan satu demi satu orang yang disayanginya menghadap Allah SWT.

Kakeknya, Rasulullah SAW, wafat karena sakit. Ibunya, Fatimah Az-Zahra juga wafat karena sakit. Sementara ayahnya, Ali bin Abi Thalib, wafat karena dibunuh saat sedang menunaikan salat subuh. Kakaknya, Hasan bin Ali wafat sebagai syuhada.

Semua ujian kehidupan itu Sayyidina Husain lalui dengan penuh kesabaran. Tatkala Yazid bin Mu’awiyyah dinobatkan menjadi khalifah, Sayyidina Husain tidak menyetujuinya.

Pemimpin umat Islam seharusnya dipilih oleh rakyat. Kaum Muslim marah terhadap Yazid, karena ia merupakan seorang yang korup. Di samping itu, ia juga seorang peminum khamar dan menyenangkan dirinya dengan kera dan anjing-anjingnya.

Namun, Yazid memperoleh kedudukan karena warisan ayahnya, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Hal itu bertentangan dengan prinsip dari Rasulullah SAW.

Di Makkah, Sayyidina Husain mendapat banyak surat dari penduduk Kufah. Surat-surat itu berisi dukungan mereka kepada Sayyidina Husain. Mereka meminta dukungan kepada Sayyidina Husain dan memintanya untuk datang ke Kufah dan dinobatkan menjadi khalifah.

Saat itu, Sayyidina Husain berada di Madinah dan ia tidak bersumpah setia kepada Yazid karena kelakuan buruknya. Lalu, Sayyidina Husain mengutus saudara sepupunya, Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai duta atau wakilnya. Sayyidina Husain meminta saudara sepupunya untuk tinggal bersama orang yang paling setia di Kufah.

Pada akhirnya, Muslim bin Aqil tinggal bersama Al Mukhtar. Rakyat Kufah pun mendengar kedatangannya. Orang-orang berkumpul di sekitar rumah Al Mukhtar untuk bertemu utusan Sayyidina Husain dan bersedia menegakkan pemerintahan ilahi. Namun, ternyata hal itu hanya kepalsuan semata.

Menurut buku Sejarah Agung Hasan dan Husain karya Ukasyah Habibu Ahmad, Sayyidina Husain tetap pada pendiriannya untuk menuju Kufah. Setelah tiba di daerah Bathnur Rummah, ia menulis surat kepada penduduk Kufah untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah sampai di Bathnur Rummah.

Ia mengutus Qais bin Mashar as-Saidawi, namun nahas Qais bin Mashar as-Saidawi tertangkap oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad lalu ia dibunuh. Kemudian Sayyidina Husain melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zarud.

Ketika hendak bertolak dari wilayah tersebut, ia baru mendapatkan informasi mengenai terbunuhnya Muslim bin Aqil dan Hani’ bin Urwah, serta pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang Kufah.

Menyadari hal tersebut, Sayyidina Husain pun memutuskan untuk pulang. Akan tetapi seperti yang disebutkan dalam Al-Akhbar ath-Thiwal bahwa orang-orang bani Aqil berkata, “Bagi kami, tidak ada gunanya hidup setelah Muslim bin Aqil terbunuh. Kami tidak akan kembali sampai kami mati.”

Mendengar hal tersebut, Sayyidina Husain pun berkata, “Lantas, apa gunanya aku hidup setelah mereka mati?”

Akhirnya Sayyidina Husain melanjutkan perjalanannya dan memperbolehkan apabila rombongannya berkeinginan untuk pulang atau terus bersamanya. Ketika sampai di Zubalah, ia dan rombongannya bertemu dengan Umar bin Sa’ad dan Ibnul Asy’ats yang membawa surat dari Muslim bin Aqil yang isinya menyampaikan ketidakpedulian penduduk Kufah terhadap dirinya.

Meskipun sempat dihadang oleh al-Hurru bi Yazid at-Tamimi atas perintah Ubaidillah bin Ziyad, Husain akhirnya tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharram 61 H. kedatangannya disambut dingin oleh penduduk setempat yang konon mencapai 100.000 orang yang siap menyatakan janji setia kepada Sayyidina Husain. Ternyata benarlah, kekhawatiran dari keluarga dan sahabat Sayyidina Husain.

Masih dalam buku yang sama, pada akhirnya Sayyidina Husain beserta dengan rombongan dikepung selama beberapa hari, tepat pada tanggal 10 Muharram 61 H. Sebanyak 5.000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqash menyerbu rombongan Sayyidina Husain.

Tujuan pengepungan ini ialah atas perintah Ubaidillah bin Ziyad memaksa Sayyidina Husain untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu’awiyyah.

Menurut sejarawan, rombongan Sayyidina Husain hanya berjumlah 72 orang yang terdiri dari 32 orang prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki, selebihnya terdiri atas anak-anak dan perempuan. Dengan jumlah yang tidak seimbang inilah tentu membuat pasukan Sayyidina Husain kalah telak.

Dalam pertempuran itu, akhirnya hanya menyisakan dirinya dan sebagian keluarganya yang terdiri atas wanita dan anak-anak.

Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wan Nihayah mengisahkan, pada 10 Muharram pasukan Ubaidillah bin Ziyad memukul kepala Sayyidina Husain dengan pedang hingga berdarah. Lalu, Sayyidina Husain membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya.

Dengan cepat, balutan kain terlihat penuh dengan darah. Saat itu ada pula dengan teganya melepaskan panah dan mengenai leher Sayyidina Husain. Namun, ia masih hidup sambil memegangi lehernya ia menuju ke arah sungai karena kehausan.

Kemudian pasukan itu mengepung dan tidak membiarkan Sayyidina Husain untuk minum. Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa yang membunuh Sayyidina Husain dengan tombak adalah Sina bin Anas bin Amr Nakhai, lalu ia menggorok leher Sayyidina Husain dan menyerahkannya kepada Khawali bin Yazid.

Para ulama berselisih pendapat tentang waktu terbunuhnya Sayyidina Husain. Akan tetapi mayoritas menguatkan bahwa Sayyidina Husain wafat pada hari Asyura bulan Muharram tahun 61 H. Ibnu Hajar al-Asqalani juga menguatkan bahwa umur Sayyidina Husain saat wafat ialah 56 tahun.

Rizem Aizid dalam buku Mahar Bidadari Surga menjelaskan mengenai mati syahid seperti yang terjadi pada Sayyidina Husain. Bagi para muslim yang meninggal di medan perang dan berjuang tanpa maksud tertentu sudah termasuk pada jihad fisabilillah.

Oleh karena itu, seseorang yang mati syahid jenazahnya tidak perlu dimandikan. Bahkan tidak perlu diberi kain kafan dan di salatkan. Cukuplah baginya dikuburkan saja dengan pakaian lengkap yang dipakainya ketika jihad fi sabilillah.

Karena wafatnya tersebut Sayyidina Husain menjadi cucu Nabi Muhammad SAW yang tidak mendapatkan kain kafan dari Malaikat Jibril.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kaum Sodom, Umat Nabi Luth AS yang Diazab Hujan Batu



Jakarta

Islam banyak menceritakan riwayat nabi dan rasul terdahulu beserta umatnya, di antara kisah yang populer adalah tentang Nabi Luth AS bersama kaum Sodom.

Ibnu Katsir dalam buku Qashash Al-Anbiya menjelaskan bahwa Luth AS merupakan anak dari saudara Nabi Ibrahim AS, yang bernama Haran.

Kemudian Allah SWT mengirim Luth AS melalui Ibrahim AS ke kota Sodom, ibu kota negeri Gharzaghar. Diutusnya Nabi Luth ke sana untuk menyeru penduduknya yang kala itu termasuk orang-orang paling jahat dan kafir supaya bertaubat dan menyembah-Nya.


Kaum Sodom begitu diketahui akan kejahatannya lantaran mereka menjalani kehidupan dengan merampok, sodomi hingga mengerjakan maksiat di tempat terbuka. Dan mereka terkenal enggan menghentikan perbuatan mungkarnya itu.

Umat Luth AS ini pula yang pertama kali melakukan hubungan seks sejenis (homoseksual), yang bahkan belum pernah ada sebelumnya. Penduduk laki-lakinya menolak untuk menikahi (menggauli) kaum wanita dari kalangan mereka.

Kedatangan Nabi Luth untuk memperingatkan mereka agar beribadah kepada Allah SWT, tetapi tidak ada yang menerima dan beriman. Luth AS juga mengajak mereka meninggalkan kebiasaannya itu, justru membuat kaum Sodom makin menjadi-jadi dengan kesesatan dan kemungkaran mereka.

Dakwah Luth AS tak membuahkan hasil baik. Penduduk Sodom malah mengusirnya dari hadapan mereka. Lebih dari itu, mereka menantang Nabi Luth untuk mendatangkan azab dan siksa sangat pedih bagi mereka.

Atas segala peringatan yang telah diberi Nabi Luth, seluruh ajakan akan bertaubat dan beribadah kepada Allah SWT, sampai perlakuan mereka terhadapnya, ketika itulah Luth AS berdoa kepada-Nya agar menolong ia dari kaumnya itu.

Malaikat Mendatangi Nabi Luth AS dengan Wajah Rupawan

Allah SWT pun mengijabah doa Luth AS dan meresponnya dengan mengirim utusan mulia dari kalangan malaikat. Mereka menyerupai pria tampan nan rupawan.

Sebelum menuju kediaman Nabi Luth. Para utusan ini pergi terlebih dahulu ke rumah Ibrahim AS untuk menyampaikan kabar gembira, lalu mengabarkan kepada Nabi Ibrahim pula akan masalah dan bencana besar yang akan ditimpakan kepada Luth AS.

Setelahnya, rombongan malaikat meninggalkan rumah Ibrahim AS dan langsung menuju negeri Sodom untuk menghampiri kediaman Luth AS. Para malaikat bertamu saat matahari terbenam, tetapi Nabi Luth khawatir jika tamunya tak bisa ia jamu dengan baik.

Tak ada yang mengetahui kedatangan tamu itu kecuali anggota keluarga Luth AS sendiri. Kemudian keluarlah istri Nabi Luth untuk memberi tahu kaumnya itu, bahwa di rumahnya ada beberapa lelaki yang ketampanannya belum pernah dilihat siapa pun.

Mendengarnya, bergegaslah penduduk laki-laki kaum Sodom mendatangi rumah Luth AS. Nabi Luth melarang umatnya untuk masuk ke kediamannya, tetapi mereka tetap mendesak dengan berusaha mendobrak pintu rumah. Dari sisi pintu lainnya, Luth AS mencegah dan menasihati mereka.

Kemudian sebagaimana Surat Hud ayat 81, para malaikat berkata, “Wahai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu. Sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggumu.”

Ahli tafsir ada yang menerangkan, malaikat Jibril keluar rumah untuk menemui umatnya Nabi Luth dan segera memukul wajah mereka dengan kepakan sayapya, hingga ada yang mengatakan bahwa mata mereka menjadi buta permanen.

Akhirnya mereka pulang dengan meraba dinding sambil mengancam Luth AS akan membalas dendam mereka.

Perintah agar Nabi Luth AS Meninggalkan Negerinya

Rombongan malaikat yang datang menyampaikan dua perintah kepada Luth AS, memerintahkan beliau dan keluarganya agar pergi meninggalkan kaum dan negeri Sodom itu pada akhir malam, sekitar waktu Subuh.

Perintah lainnya supaya orang-orang yang Luth AS bawa jangan sampai tertinggal dan menoleh ke belakang. Kemudian dikatakan kepada Nabi Luth untuk berjalan di belakang keluarga dan pengikutnya agar menjadi pelindung bagi mereka.

Namun Allah SWT di sini mengecualikan istri Luth AS, agar ia tak dibawa serta ketika meninggalkan negerinya. Nama istri Nabi Luth ada yang mengatakan Walihah.

Menjelang waktu Subuh, Nabi Luth mengajak keluarganya keluar wilayah tersebut. Dan tak lama Subuh tiba dan matahari terbit, Allah SWT pun mengirim azab-Nya kepada kaum Sodom.

Azab Kaum Sodom: Hujan Batu dan Tanah yang Dibalikkan

Melalui Surat Hud ayat 82-83, Allah SWT berfirman: “Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Lut) dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi. (Batu-batu itu) diberi tanda dari sisi Tuhanmu. Siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.”

Ibnu Katsir menerangkan maksud ayat di atas, “‘Sijjil’ adalah batu yang sangat keras dan kuat. Adapun ‘mandhud’ artinya bertubi-tubi. Maksudnya, batu yang diturunkan serentak dan susul menyusul dari langit hingga menimpa mereka. Pada setiap batu itu tertulis nama orang yang menjadi sasarannya.”

Allah SWT mengazab kaum Sodom dengan membalikkan bumi di mana mereka pijak hingga hancur lebur. Juga Dia mengirim hujan batu yang terbakar, keras dan kuat secara bertubi-tubi kepada umat Nabi Luth itu. Yang mana di setiap batunya terdapat nama orang yang menjadi tujuannya.

Ahli tafsir ada yang menjelaskan, “(Malaikat) Jibril menghancurkan negeri Sodom dengan sayapnya. Negeri itu terdiri atas tujuh kota yang dihuni oleh beberapa orang penduduk. Ada yang mengatakan bahwa jumlah penduduknya 400 jiwa. Ada pula yang mengatakan bahwa jumlahnya 400.000 jiwa, tidak termasuk dengan hewan-hewan yang mereka miliki.

Penduduk negeri kaum Luth AS itu semuanya diangkat tinggi-tinggi ke langit hingga para malaikat mendengar suara kokok ayam dan gonggongan anjing milik penduduk. Setelah diangkat tinggi-tinggi, negeri itu pun dibalik hingga bagian atas berada di bawah dan bagian bawah berada di atas.”

Kisah Nabi Luth AS beserta kaum Sodom banyak ditemukan pada ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga peringatan akan kemaksiatan dan kesesatan yang mereka lakukan nyata adanya dan benar akan azabnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketika Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya Soal Tuhan yang Harus Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Sebagai utusan Allah SWT, banyak pelajaran dan hikmah dari kisah hidupnya selama menjadi nabi dan rasul.

Menurut Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, nama lengkap Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia merupakan keturunan dari keluarga Nahur, Shrug, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh.

Nabi Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang mana gelar ini diberikan bagi rasul Allah SWT yang kedudukannya tinggi. Selain itu, ia juga dijuluki Abun Anbiya yang artinya ayahanda para nabi.


Ada kisah menarik terkait Nabi Ibrahim AS yang dikisahkan dalam surah Al An’Am ayat 75-83. Ini mengenai Ibrahim AS yang berdebat dengan kaumnya terkait Tuhan yang berhak disembah.

Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Ibnu Katsir menafsirkan, dialog di atas dalam surah Al An’am merupakan sanggahan yang Nabi Ibrahim AS ajukan kepada kaumnya terkait keyakinan mereka yang menyembah benda-benda langit seperti bintang. Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda tersebut tidak layak dijadikan Tuhan karena mereka makhluk ciptaan Allah SWT.

Benda-benda langit itu bisa muncul dan tenggelam serta lenyap dari alam ini. Sementara Tuhan yang Maha Esa kekal dan abadi, tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS mengatakan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tersebut tidak mungkin dijadikan Tuhan. Ada yang menyebut bintang yang dimaksud adalah Lucifer atau Bintang Fajar.

Lebih lanjut Ibrahim AS juga menerangkan tentang bulan yang bercahaya lebih besar daripada bintang. Penjelasan ia tingkatkan lagi pada matahari yang bersinar paling terang di antara benda langit lain.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan seluruh benda langit itu tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Fushilat ayat 37.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Dalam surah Al An’am ayat 78-80, Allah SWT berfirman:

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, melalui ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak peduli tuhan-tuhan yang kaumnya sembah kecuali Allah SWT. Ia mengatakan semua tuhan yang kaumnya sembah tidak memiliki manfaat, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan layaknya seperti bintang dan benda langit lainnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi Zakaria AS yang Sabar, Dikaruniai Anak di Usia Senja


Jakarta

Nabi Zakaria AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam. Ia merupakan keturunan dari Nabi Sulaiman AS.

Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Zakaria AS berdakwah kepada bani Israil dan menyerukan untuk menyembah sang Khalik semata. Alih-alih patuh, bani Israil justru membangkang dan enggan beriman kepada Allah SWT.

Mengutip dari buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul yang disusun oleh Ridwan Abdullah Sani, kisah terkait Nabi Zakaria AS tercantum dalam surah Maryam ayat 2-15 serta surah Ali Imran ayat 38-41. Ia sangat mendambakan seorang keturunan untuk meneruskan dakwahnya, karena di usia senja Zakaria AS belum juga dikaruniai seorang anak.


Nabi Zakaria AS Berdoa agar Memiliki Keturunan

Sang nabi terus berdoa kepada Allah SWT memohon agar diberi keturunan untuk meneruskan tugas dan dakwahnya memimpin bani Israil. Nabi Zakaria AS khawatir jika sewaktu-waktu ia wafat, tidak ada yang menggantikannya dan kaumnya kehilangan pemimpin hingga berujung ingkar kepada Allah SWT.

Selayaknya manusia, Nabi Zakaria AS juga tidak ingin keturunannya terputus.

Nabi Zakaria AS bermunajat kepada Allah SWT. Doanya tercantum dalam surah Maryam ayat 4-6,

“Ya Tuhanku berikanlah aku seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian dari keluarga Yaqub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Israil. Aku khawatir bahwa sepeninggalku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mereka tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang istriku adalah seorang perempuan yang mandul, namun kekuasaan-Mu adalah di atas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengaruniakan kepadaku seorang putra yang saleh yang Engkau ridai.” (QS Maryam 4-6)

Atas kuasa sang Khalik, Allah SWT menjawab doa Nabi Zakaria AS sebagaimana tersemat dalam surah Maryam ayat 7,

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS Maryam: 7)

Benar saja, ia dikaruniai keturunan yang juga merupakan seorang nabi yaitu Yahya AS. Padahal, selain usia Nabi Zakaria AS yang menginjak 90 tahun, istrinya yang bernama Hanna juga mandul.

Namun, atas kuasa Allah SWT justru beliau diberikan keturunan yang saleh sekaligus utusan Allah SWT. Nama Yahya diberikan langsung oleh Allah SWT.

Wafatnya Nabi Zakaria AS

Terkait wafatnya Nabi Zakaria AS ada berbagai versi keterangan yang berbeda. Menukil dari Qashash Al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan H Dudi Rosyadi, Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa sang nabi meninggal secara wajar, namun sebagian mengatakan ia dibunuh.

Abdul Mun’im bin Idris bin Sinan dari ayahnya yang meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih dari Mukhtashar Tarikh Dimasyqa menceritakan kala itu Nabi Zakaria AS sedang melarikan diri dari penganiayaan kaumnya.

Tempat pelariannya adalah kebun yang ditumbuhi pepohonan di Baitul Maqdis. Pepohonan itu memanggilnya, “Wahai Nabi Allah, silakan datang ke dekatku.”

Tanpa pikir panjang, Nabi Zakaria AS mendekat. Pepohonan tersebut membuka dirinya dan memungkinkan Nabi Zakaria AS bersembunyi di dalamnya.

Saksi mata, iblis, melihat ini dan mengambil sepotong kain dari pakaian Nabi Zakaria AS. Ia membawa kain tersebut keluar dari tumbuhan untuk membuktikan keberadaan Nabi Zakaria AS kepada kaum yang mencarinya.

Akhirnya, kaumnya yang mengetahui keberadaan Nabi Zakaria AS memutuskan untuk menebang pohon dengan menggergajinya.

“Setelah kaumnya mengetahui bahwa dia berada dalam pohon tersebut, mereka mengambil gergaji dan mulai menebang pohon itu,” demikian cerita dari Wahab.

Hingga saat gergaji tersebut hampir mengenai Nabi Zakaria AS, Allah SWT memberikan wahyu untuknya, “Apabila eranganmu tidak berhenti, maka Aku akan membalikkan negerimu dan semua orang yang ada di atasnya.”

Pada saat itulah, erangan Nabi Zakaria AS berhenti dan pohon pun terbelah menjadi dua bersamaan dengan Nabi Zakaria AS.

Namun, pada pendapat lainnya dari Ishaq bin Bisyr yang meriwayatkan dari Idris bin Sinan, dari Wahab bin Munabbih. Wahab mengatakan, “Orang yang diselubungi oleh pohon tersebut adalah Yesaya, sementara Zakaria meninggal dunia secara wajar. Wallahu a’lam.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com