Tag Archives: ibu

Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal, Apakah Pahalanya Tetap Sampai?


Jakarta

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk bersedekah karena banyak keutamaan yang dapat diraih. Sedekah bisa dilakukan dalam keadaan lapang maupun sempit. Namun, bagaimana jika sedekah dilakukan atas nama orang yang meninggal dunia?

Sebagaimana diketahui, ketika seseorang meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya. Namun, dalam hadits Rasulullah SAW setidaknya ada tiga perkara yang tidak terputus ketika manusia wafat.

“Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim)


Adapun, terkait sedekah atas nama orang yang meninggal dunia biasa dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Bisa juga, orang tua bersedekah atas nama anaknya yang meninggal dunia.

Bagaimana hukumnya? Apakah diperbolehkan bagi muslim bersedekah atas nama orang yang meninggal dunia?

Hukum Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal Dunia

Menukil dari buku A Manual of Hadits susunan Maulana Muhammad Ali yang diterjemahkan R Kaelan dan Imam Musa Prodjosiswoyo, sedekah atas nama orang yang meninggal dunia bermanfaat bagi orang yang wafat. Sedekah seperti itu umum dipraktikkan pada awal Islam.

Dalam kitab Sunan At Tirmidzi yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani, terdapat sebuah hadits yang menjelaskan terkait sedekah atas nama orang yang telah meninggal dunia. Dari Ibnu Abbas RA berkata bahwa seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah SAW,

“Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, lalu apakah akan berguna baginya jika saya bersedekah atas namanya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, itu berguna baginya,” Laki-laki itu berkata lagi, “Sesungguhnya, saya mempunyai sebidang kebun, maka saya persaksikan dirimu bahwa saya menyedekahkannya atas nama ibuku.” (HR Abu Dawud & Bukhari)

Pahala Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal Akan Sampai

Para ulama berpendapat bahwa tidak ada pahala kebajikan dari orang yang masih hidup yang sampai kepada mayit, kecuali sedekah dan doa.

Dijelaskan dalam buku Gus Dewa Menjawab Membahas Permasalahan-permasalahan Fikih, Keimanan dan Kehidupan yang ditulis Gus Dewa, hukum sedekah atas nama orang yang meninggal dunia adalah sunnah. Namun, hukum bisa berubah menjadi wajib jika ada wasiat. Tetapi, hal tersebut juga dikecualikan jika keluarganya tidak mampu, karena agama Islam tidak pernah memberatkan umatnya.

Menurut buku Ayah, Ibu, Kubangunkan Surga Untukmu susunan Muhammad Abdul Hadi, pahala dari sedekah atas nama orang yang meninggal dunia akan sampai. Dari Buraidah, dia berkata,

“Saat itu aku sedang bersama dengan Rasulullah lalu datang seorang perempuan. Ia berkata, ‘Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat.’ Lantas Rasulullah menjawab, ‘Kamu pasti mendapat pahala dan warisnya diberikan kepadamu.’ Perempuan itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?’ Lalu Rasulullah menjawab, ‘Berpuasalah atas namanya.’ Lalu perempuan itu bertanya lagi, ‘Ibuku juga belum menunaikan ibadah haji, bolehkah aku berhaji atas namanya?’ Lalu Rasul menjawab lagi, ‘Berhajilah atas namanya’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Hurairah dan Kurma, Bukti Baktinya pada Ibunda


Jakarta

Para sahabat nabi memiliki sifat, sikap, dan perilaku yang tidak kalah mulia daripada suri tauladan mereka, Rasulullah SAW. Salah satu sahabat yang berhati mulia dan sangat berbakti kepada orang tuanya adalah Abu Hurairah RA.

Bagaimanakah kisah Abu Hurairah RA dan kurma demi ibunya itu? Berikut kisah ringkasnya.

Kisah Abu Hurairah RA dan Kurma Demi Ibunda

Kisah Abu Hurairah RA dan kurma demi ibundanya ini menunjukkan betapa cintanya dan sayangnya ia kepada ibunya. Sehingga ia rela untuk membagi makanan yang bahkan dirinya masih kekurangan.


Kisah ini diambil dari buku Golden Stories: Kisah-Kisah Indah dalam Sejarah Islam oleh Mahmud Musthofa Saad. Suatu waktu, Abu Hurairah RA pernah berkata, “Suatu ketika, aku keluar dari rumahku menuju masjid. Aku tidak keluar kecuali karena lapar.”

Beberapa saat kemudian, Abu Hurairah RA bertemu dengan para sahabat Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Wahai Abu Hurairah, faktor apa yang mendorongmu keluar sekarang ini?”

Ia menjawab, “Tiada yang mendorongku keluar kecuali rasa lapar.”

Mereka mengatakan lagi, “Demi Allah, tidak ada yang mendorong kami keluar kecuali karena kelaparan.” Lalu Abu Hurairah RA bersama para sahabat itu pun beranjak hendak menghadap kepada Rasulullah SAW.

Melihat kedatangan tersebut, maka Rasulullah SAW bertanya, “Faktor apa yang mendorongmu keluar sekarang ini?”

Abu Hurairah dan lainnya menjawab, “Wahai Rasulullah, kami datang karena lapar.”

Lalu Rasulullah SAW meminta sepiring kurma, kemudian memberikan dua buah kurma kepada masing-masing sahabat yang hadir seraya mengatakan, “Makanlah kedua buah kurma ini dan kemudian minumlah air sesudahnya. Karena keduanya akan mencukupi kebutuhan kalian pada hari ini.”

Abu Hurairah RA kemudian memakan satu buah. Sedangkan satu buah lainnya disimpannya di pangkuannya. Melihat hal itu ini, Rasulullah SAW pun menegurnya, “Wahai Abu Hurairah, mengapa kamu sisakan buah ini?”

“Aku menyisakannya untuk ibuku.” jawab Abu Hurairah RA.

Lalu Rasulullah SAW memerintahkan, “Makanlah ia. Karena aku akan memberimu dua buah kurma lagi untuknya.”

Siapakah Abu Hurairah RA?

Abu Hurairah RA berasal dari kabilah Daus yang tinggal di daerah Yaman. Ia masuk Islam pada tahun ketujuh hijriah atau 7 H seperti dikutip dari buku Cahaya Abadi Muhammad SAW 3 oleh M. Fethullah Gulen.

Abu Hurairah RA adalah sahabat yang selalu mendampingi Nabi Muhammad SAW selama empat tahun hingga wafatnya beliau. Dirinya menjadi mualaf setelah kepala suku Daus yang memiliki nama Thufail bin Amr menyatakan keislamannya kepada Nabi Muhammad SAW.

Setelah menjadi seorang muslim, Thufail bin Amr menyebarkannya kepada sukunya sehingga banyak dari mereka masuk Islam. Abu Hurairah RA juga ikut dalam perjalanan hijrah ke Madinah bersama Rasulullah SAW setelah menyatakan keislamannya.

Nama asli Abu Hurairah RA adalah Abd Asy-Syams yang memiliki arti hamba Matahari. Setelah Rasulullah SAW mengetahui ini saat Perang Khaibar, beliau mengganti nama tersebut menjadi Abdurrahman.

Suatu saat, Rasulullah SAW melihat seekor kucing kecil di kamar Abu Hurairah RA. Lantas beliau memanggil Abu Hurairah RA dengan sebutan, “Ya Aba Hurairah!”

Inilah awal mula bagaimana nama Abdurrahman menjadi Abu Hurairah yang berarti bapak kucing kecil. Walaupun sebenarnya ia lebih suka dipanggil dengan Abu Hirr (Bapak Kucing), namun karena kecintaannya kepada Rasulullah SAW, ia rela untuk dipanggil dengan Abu Hurairah.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Doa Ibu Menyusui, Dibaca agar Membawa Keberkahan Bagi Bayi



Jakarta

Ada doa yang dapat dipanjatkan seorang ibu ketika menyusui bayinya. Doa ini dapat dibaca agar tercurah rahmat dan berkah dari Allah SWT.

Islam menganjurkan seorang ibu menyusui bayinya hingga usia dua tahun. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT yang termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 233. Allah SWT berfirman,

۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ


Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Kemudian Allah juga berfirman dalam surat Lukman ayat 14 yang menerangkan lamanya seorang ibu menyusui bayinya yakni selama dua tahun,

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Doa Ibu Menyusui

Mengutip buku Doa & Zikir Mustajab untuk Ibu Hamil dan Menyusui karya Ummu Azzam, berikut bacaan doa yang dapat dilafalkan seorang ibu ketika menyusui bayinya. Doa ini merupakan surat As Syu’ara ayat 78-80.

الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ

وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

Arab latin: “Alladzii kholaqanii fahuwa yahdiin, walladzii huwa yuth’imunii wa yusqiin, wa idzaa maridhtu fahuwa yasyqiin.”

Artinya: “(Dia-lah Allah swt.) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Dialah Tuhan yang memberiku makan dan minum, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (QS. asy-Syu’ara: 78- 80).

Ketika seorang ibu yang hamil dan menyusui anaknya, ia bukan hanya sedang merawat buah cintanya tetapi sedang mengerjakan amalan saleh. Setiap kepayahan yang dilalui seorang ibu akan mendapat balasan pahala.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perempuan yang hamil dan menyusui diumpamakan sebagai pejuang di jalan Allah SWT. Seorang perempuan bertanya, “Apakah perempuan tidak mendapat pahala jihad? Rasulullah menjawab, “Perempuan juga mendapat pahala jihad ketika harus melahirkan seorang anak dan menyusui, jika ia meninggal dalam kondisi demikian, maka perempuan tersebut sesungguhnya meninggal layaknya seorang syahid di jalan Allah SWT.” (HR. Bukhari)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kewajiban Menyusui bagi Muslimah, Anjurannya Dijelaskan dalam Al-Qur’an



Jakarta

Setelah melahirkan, ibu wajib memberikan ASI kepada anaknya hingga usia 2 tahun. Anjuran ini juga dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Menyusui anak dari ASI memiliki arti yang sangat besar. Hal ini dikarenakan ASI mengandung gizi yang sempurna, tidak dapat digantikan dengan susu sapi atau makanan lainnya.

Dilansir dari laman Aisyiyah, ASI juga menjadi salah satu wujud syukur orang tua dapat memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak. Masa bayi diisyaratkan Allah sebagai masa rada’ah yakni masa memberikan ASI mulai dari lahir hingga masa menyapihnya.


Kondisi manusia saat lahir dalam keadaan tidak berdaya sehingga untuk hidup memerlukan bantuan ibu yang secara alamiah sudah dipersiapkan Allah untuk memberikan ASI. Agar si kecil bisa tumbuh optimal.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 233:

وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Arab-Latin: Wal-wālidātu yurḍi’na aulādahunna ḥaulaini kāmilaini liman arāda ay yutimmar-raḍā’ah, wa ‘alal-maulụdi lahụ rizquhunna wa kiswatuhunna bil-ma’rụf, lā tukallafu nafsun illā wus’ahā, lā tuḍārra wālidatum biwaladihā wa lā maulụdul lahụ biwaladihī wa ‘alal-wāriṡi miṡlu żālik, fa in arādā fiṣālan ‘an tarāḍim min-humā wa tasyāwurin fa lā junāḥa ‘alaihimā, wa in arattum an tastarḍi’ū aulādakum fa lā junāḥa ‘alaikum iżā sallamtum mā ātaitum bil-ma’rụf, wattaqullāha wa’lamū annallāha bimā ta’malụna baṣīr

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dalam buku Nur Khotimah, M.Pd.J yang berjudul ASI dan Anjuran Menyusui disebut agama Islam mengajarkan bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Dalam surat Luqman ayat 14 juga dijelaskan:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Arab-Latin: Wa waṣṣainal-insāna biwālidaīh, ḥamalat-hu ummuhụ wahnan ‘alā wahniw wa fiṣāluhụ fī ‘āmaini anisykur lī wa liwālidaīk, ilayyal-maṣīr

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Penjelasan mengenai pentingnya memberikan ASI untuk bayi juga termaktub dalam kisah Nabi Musa.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 7:

وَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰٓ أُمِّ مُوسَىٰٓ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِى ٱلْيَمِّ وَلَا تَخَافِى وَلَا تَحْزَنِىٓ ۖ إِنَّا رَآدُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ

Arab-Latin: Wa auḥainā ilā ummi mụsā an arḍi’īh, fa iżā khifti ‘alaihi fa alqīhi fil-yammi wa lā takhāfī wa lā taḥzanī, innā rāddụhu ilaiki wa jā’ilụhu minal-mursalīn

Artinya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”

Di dalam ayat lain Allah SWT juga menerangkan anjuran yang sama dalam surat Al-Qasas ayat 12 yakni:

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ ٱلْمَرَاضِعَ مِن قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰٓ أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُۥ لَكُمْ وَهُمْ لَهُۥ نَٰصِحُونَ

Arab-Latin: Wa ḥarramnā ‘alaihil-marāḍi’a ming qablu fa qālat hal adullukum ‘alā ahli baitiy yakfulụnahụ lakum wa hum lahụ nāṣiḥụn

Artinya: “Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”.

Keutamaan Memberikan ASI untuk Seorang Ibu

Mengutip buku Menyusui dan Menyapih Dalam Islam oleh Wida Azzahida menyebutkan beberapa hadits Rasulullah SAW tentang keutamaan seorang ibu yang menyusui bayinya. Salah satunya ialah Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perempuan yang hamil dan menyusui diumpamakan sebagai pejuang di jalan Allah SWT.

Seorang perempuan bertanya, “Apakah perempuan tidak mendapat pahala jihad? Rasulullah menjawab, “Perempuan juga mendapat pahala jihad ketika harus melahirkan seorang anak dan menyusui, jika ia meninggal dalam kondisi demikian, maka perempuan tersebut sesungguhnya meninggal layaknya seorang syahid di jalan Allah SWT.” (HR. Bukhari)

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Masya Allah! Ibu yang Memberi ASI Mendapat Balasan Surga, Ini Dalilnya



Jakarta

Seorang ibu wajib memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Anjuran ini bahkan tercatat dalam Al-Qur’an.

Banyak keutamaan yang bisa diraih dengan menjadi seorang ibu. Pahala terus mengalir bagi seorang wanita yang hamil, melahirkan bahkan menyusui dan merawat anaknya dengan ikhlas.

Khusus bagi ibu yang menyusui, ada ganjaran surga baginya. Masya Allah!

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman tentang anjuran bagi ibu menyusui anaknya selama dua tahun pertama setelah kelahiran.


۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Ayat yang menjelaskan tentang pentingnya memberikan ASI bagi bayi juga termaktub dalam kisah Nabi Musa.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Qasas Ayat 7,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Artinya: Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.”

Dalam ayat lain pada surah Al Qasas juga menyebutkan anjuran serupa. Allah SWT berfirman dalam surah Al Qasas ayat 12,

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰٓى اَهْلِ بَيْتٍ يَّكْفُلُوْنَهٗ لَكُمْ وَهُمْ لَهٗ نَاصِحُوْنَ

Artinya: Dan Kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah dia (saudaranya Musa), “Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?”

Keutamaan Ibu yang Menyusui Anaknya

Mengutip buku Menyusui dan Menyapih Dalam Islam oleh Wida Azzahida menyebutkan beberapa hadits Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan yang bisa diraih oleh seorang ibu yang menyusui bayinya. Jika dilakukan dengan ikhlas, seorang ibu akan mendapatkan balasan surga.

1. Dijauhkan dari neraka

Rasulullah SAW dalam HR Ibnu Hibban bersabda,

“Kemudian malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas.

Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i),” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491).

2. Mendapat pahala dari setiap tetes air susu

Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, ‘Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu’.”

3. Memberikan susu yang bermanfaat bagi bayinya

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu.”

Hal ini senada dengan hadits Rasulullah SAW,

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Artinya: “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain,” (H.R. Bukhari).

4. Mendapat pahala jihad

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perempuan yang hamil dan menyusui diumpamakan sebagai pejuang di jalan Allah SWT. Seorang perempuan bertanya, “Apakah perempuan tidak mendapat pahala jihad? Rasululah menjawab, “Perempuan juga mendapat pahala jihad ketika harus melahirkan seorang anak dan menyusui, jika ia meninggal dalam kondisi demikian, maka perempuan tersebut sesungguhnya meninggal layaknya seorang syahid di jalan Allah SWT.” (HR. Bukhari)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kedudukan Wanita dalam Islam, Apakah Setara dengan Laki-Laki?


Jakarta

Islam memiliki pandangan tersendiri terhadap wanita. Kedudukan wanita dalam Islam ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits.

Sebelum datangnya Islam, wanita dipandang sangat rendah oleh masyarakat jahiliah. Mengutip dari artikel Peran Perempuan dalam Islam karya Agustin Hanapi yang dipublikasikan dalam Jurnal Gender Equality Vol 1 No 1 edisi Maret 2015, kehidupan wanita di masa jahiliah sangatlah menderita dan tidak memiliki kebebasan hidup.

Dalam masyarakat Makkah di masa jahiliah, seorang ayah boleh saja membunuh anaknya apabila lahir seorang perempuan. Hal ini didasari oleh keyakinan masyarakat pada saat itu bahwa setiap anak perempuan yang lahir harus dibunuh, sebab dikhawatirkan akan menikah dengan orang asing atau orang yang berkedudukan sosial lebih rendah.


Begitu Islam datang, wanita diberikan hak sepenuhnya, yakni dengan memberi warisan kepada wanita, memberikan kepemilikan penuh terhadap hartanya, serta tidak boleh pihak lain ikut campur kecuali setelah mendapat izin darinya.

Seorang wanita juga memiliki kebebasan penuh dalam memilih pasangan hidupnya, bahkan walinya dilarang menikahkannya secara paksa. Maka dari itu, sebuah pernikahan seorang wanita tidak akan terlaksana apabila belum mendapat izin dan persetujuannya.

Kedudukan Wanita dan Pria dalam Pandangan Islam

Berdasarkan pandangan Islam, wanita dan pria memiliki kedudukan yang setara, bebas bertasaruf, bahkan satu sama lain saling melengkapi dan membutuhkan. Hal ini turut diterangkan dalam Al-Qur’an, sebagaimana termaktub dalam surah An-Nisa ayat 1, Allah SWT berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Disebutkan pula dalam buku Al-Islam oleh Said Hawwa, wanita juga memiliki tugas yang sama sebagaimana kaum laki-laki. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 35,

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلْخَٰشِعِينَ وَٱلْخَٰشِعَٰتِ وَٱلْمُتَصَدِّقِينَ وَٱلْمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلْحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَٱلْحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Atas dasar ayat tersebut, Said Hawwa mengatakan, “Bisa jadi, seorang wanita lebih mulia dan lebih terhormat dibanding seorang laki-laki apabila memang di lebih bertakwa dan lebih baik.”

Lebih lanjut dijelaskan, Islam memandang wanita memiliki hak untuk mendapatkan ilmu serta menekuni profesi sesuai kemampuannya. Hakikatnya, kedudukan wanita dan laki-laki ialah sama dari sisi kemanusiaan.

Akan tetapi, konstruksi tubuh wanita dengan laki-laki jelas berbeda antara satu dengan yang lain sehingga tidak bisa ditukarkan. Hal ini telah dinyatakan dalam firman Allah SWT,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّى وَضَعْتُهَآ أُنثَىٰ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ ٱلذَّكَرُ كَٱلْأُنثَىٰ ۖ وَإِنِّى سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّىٓ أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

Artinya: “Maka tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (QS Ali Imran: 36)

Kedudukan Ibu Tiga Tingkat Lebih Mulia dibanding Ayah

Kedudukan seorang wanita dalam hal ini yang sudah menjadi ibu, turut dijelaskan dalam sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah RA, ia menceritakan,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Artinya: “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Qurthubi dalam Kitab Tafsir-nya menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang seorang anak kepada ibu harus tiga kali lipat dibandingkan seorang ayah. Sebab, kata Imam Al-Qurthubi, seorang ibu harus melewati banyak kesulitan.

Beberapa kesulitan seorang ibu sebagaimana dimaksud Imam Al-Qurthubi ini antara lain kesulitan saat mengandung, ketika melahirkan, dan kesulitan saat menyusui dan merawat anaknya. Hal ini hanya dialami seorang ibu.

Tingginya kemuliaan ibu dan perintah untuk berbakti kepadanya turut disebutkan dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda,

“Sesungguhnya Allah berwasiat tiga kali kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat.” (HR Ibnu Majah)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com