Tag Archives: ibu-ibu

Kenal Lebih Dekat Batik Indonesia di 5 Kampung Batik Ini



Jakarta

Selamat Hari Batik! Traveler bisa nih mengenal lebih dekat tentang kekayaan batik Indonesia di beberapa destinasi ini. Yuk susun rencana liburan mu.

detikcom telah merangkum pada Kamis (2/10/2025) spot-spot menarik yang menawarkan dunia batik yang bisa kamu kunjungi.

Kampung Batik di Indonesia

1. Kampung Batik Kauman

Wisatawan mengikuti aksi belajar membatik massal di Kampung Batik Kauman, Solo Jawa Tengah, Rabu (26/2/2025). Aksi yang diikuti sebanyak 900 wisatawan itu digelar sebagai bentuk pengenalan budaya tentang proses membatik secara lengkap guna menarik kunjungan pariwisata di Kota Solo. ANTARAFOTO/Maulana Surya/agrWisatawan mengikuti aksi belajar membatik massal di Kampung Batik Kauman, Solo Jawa Tengah (Maulana Surya/Antara)

Kampung Batik Kauman ini terletak di Jalan Trisula III No.1, Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Ada gerbang penanda besar di tepi jalan sebelum masuk ke dalamnya.


Sepanjang menelusuri kampung ini traveler akan dimanjakan dengan arsitektur rumah-rumah ala Jawa-Belanda, rumah joglo, hingga limasan. Suasana kampung ini terasa seperti berada di kampung kuno.

Pada salah satu sudut kampung dipasang papan tanda dari nama usaha-usaha batik yang ada di dalamnya. Area ini terlihat beragam dengan dekorasi-dekorasi unik dari pemilik usaha batik ini, ada area dengan suasana alam dilengkapi dengan tumbuhan hijau menggantung dan tetesan air, ada pula dekorasi payung menggantung yang mencolok di sisi jalan.

Di sini, terdapat industri batik rumah tangga yang beragam modelnya dengan menyediakan variasi ragam dan jenis batik dengan harga yang berbeda-beda. Produk-produk batik yang tersedia di sini mencakup batik klasik yang memiliki motif standar tradisional, batik cap, dan juga batik yang mengkombinasikan teknik cap dan tulis.

Bukan hanya bisa membeli, Kampung Batik Kauman juga menawarkan kesempatan yang untuk wisatawan agar dapat mengunjungi rumah industri batik dan melihat proses produksi, beberapa tempat juga menyediakan workshop untuk belajar membatik.

2. Kampung Batik Trusmi Cirebon

Batik TrusmiBatik Trusmi (Shutterstock)

Batik Trusmi Cirebon merupakan salah satu batik yang terkenal di Indonesia. Lokasi pembuatannya terpusat di Kecamatan Plered, sekitar empat kilometer di sebelah barat pusat Kota Cirebon, Jawa Barat. Kepopuleran ini membuat daerah asalnya mendapat julukan Kampung Batik Trusmi.

Batik yang menjadi primadona di Kampung Batik Trusmi Adalah Batik Motif Megamendung khas Cirebon. Motif Batik Megamendung berbentuk gumpalan awan yang khas dengan aneka warna nan cerah. Batik ini melambangkan ketenangan, kesabaran, pengendalian diri, keteduhan, dan kekuatan.

Batik Trusmi juga menawarkan beberapa jenis batik untuk bisa dipilih sesuai selera masing-masing. Ada dua jenis batik Trusmi yang utama, yaitu batik tulis dan batik cap.

3. Kampung Batik Tanjungbumi Madura

Traveler bisa nih melihat goresan tangan ibu-ibu istri nelayan di batik Gentongan di Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, Madura. Batik Gentongan memiliki ciri khas motif hingga proses pembuatan yang berbeda dengan batik lainnya.

Batik Gentongan punya ciri khas tersendiri dari motif dan warnanya yang cenderung cerah.

Dari segi warna, karakteristik warna yang digunakan cenderung berani dan tegas, seperti warna merah yang melambangkan karakter masyarakat Madura yang kuat dan keras. Ada hijau yang melambangkan warna religi, di mana terdapat beberapa kerajaan Islam yang didirikan dan berkembang di Madura. Kuning melambangkan bulir-bulir padi dan biru melambangkan laut yang mengelilingi sekitar Pulau Madura.

Sementara itu, corak dan motifnya menggambarkan kegiatan nelayan dan hewan-hewan yang dijumpai ketika pergi melaut, karena sebagian besar masyarakat Bangkalan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Salah satu motif paling populer dari batik Gentongan adalah motif Tong Centong yang artinya alat penyendok nasi. Motif ini diciptakan pada tahun 1950-an.

4. Kampung Batik Lasem

Batik Tulis LasemBatik Tulis Lasem (@awesomelasem/instagram)

Tak lengkap rasanya liburan di ke Kabupaten Rembang tidak singgah ke Kampung Batik Lasem yang punya ciri khas perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa.

Kampung Batik Lasem dikenal warna batiknya yang khas seperti merah darah ayam dan biru. Selain itu, Kampung Batik Lasem juga memiliki koleksi batik dengan motif Burung Hong, Naga, dan Gunung Ringgit yang merupakan percampuran antara budaya lokal serta budaya Tionghoa.

Seluruh pengerjaan batik Lasem dilakukan secara manual dan tradisional oleh masyarakat setempat, yang membutuhkan ketelitian dan waktu yang cukup lama. jadi traveler jangan kaget jika harga batiknya lebih mahal.

5. Rumah Batik Marunda

Warga Rusunawa Marunda terus berkarya dengan memproduksi batik. DI Hari Batik Nasional ini, batik Marunda jadi babak baru batik Betawi.Warga Rusunawa Marunda terus berkarya dengan memproduksi batik. DI Hari Batik Nasional ini, batik Marunda jadi babak baru batik Betawi. Foto: Pradita Utama

Di Jakarta, traveler juga bisa nih main ke ujung Jakarta tepatnya di kawasan Rusunawa Marunda. Di sana terdapat rumah produksi batik khas Jakarta bernama Rumah Batik Marunda.

Proses membatik untuk batik Marunda juga sama seperti proses batik lainnya, mulai dari menjiplak gambar, mencanting, memberikan warna, lorot atau menghilangkan malam pada kain hingga menjemurnya.

Motif batik yang dibuat pun selalu identik dengan Jakarta, misalnya motif Formula E, Jakarta kekinian, motif sampan dan nyiur, motif petasan, motif Rumah si Pitung, Flamboyan, teratai rawa bebek, sampan kelapa, Semanggi, pinisi, lambondoh, Morotai dan masih banyak lainnya.

Teruntuk harga Batik Marunda, harga kainnya mulai dari Rp 1,5 juta. Namun bila sudah diolah menjadi baju, outer atau rok lilit, harganya semakin mahal, mulai Rp 2 jutaan. Teruntuk waktu pengerjaan tergantung dari motif yang dipilih konsumen, 1-2 minggu.

(sym/fem)

Sumber : travel.detik.com

Alhamdulillah اللهم صلّ على رسول الله محمد wisata mobil
image : unsplash.com / Thomas Tucker

Di Istana Cipanas Bung Karno Menikah hingga Memotong Nilai Rupiah



Cianjur

“Ibu-ibu, Bapak-bapak ada yang masih ingat apa itu sanering?,” tanya Lena, pemandu wisata sejarah Istana Cipanas, Rabu (20/8/2025) lalu. Para ibu dan bapak anggota Komunitas Japas (Jalan Pagi Sejarah) Bogor sebagian menggelengkan kepala dan saling pandang kebingungan.

Namun ada juga yang dengan lantang menyebut sanering sebagai pemotongan rupiah. Lena membenarkan dan hadirin pun bertepuk tangan.

Semula ia menjelaskan riwayat bangunan yang kini dikenal sebagai Istana Cipanas. Bangunan utama di kompleks tersebut dibangun di masa pemerintahan kolonialis Belanda Gustav W. Baron Van Imhoff pada 1740 sebagai tempat peristirahatan. Oleh Sukarno kemudian ditetapkan menjadi salah satu Istana Kepresidenan.


Salah satu koleksi yang kerap membuat penasaran para pengunjung Istana Cipanas adalah lukisan bertajuk ‘Jalan Seribu Pandang’. Lukisan karya Soejono D.S. pada 1958 itu menggambarkan pohon yang di tengahnya terdapat jalanan lurus. Berbeda dengan lukisan lainnya, jalan tersebut tetap terlihat lurus seolah mengikuti arah dimana kita melihatnya jika dilihat dari berbagai arah.

Lukisan yang bernama lain ‘Lukisan Menuju Kaliurang’ itu merupakan salah satu dari 10 lukisan favorit Presiden Joko Widodo pada saat dipamerkan di Pameran Lukisan Galeri Nasional pada Agustus 2016. Namun dalam kunjungan di Istana Cipanas Rabu kemarin kami harus cukup puas mengintipnya dari teras.

Kembali ke soal sanering, pada 13 Desember 1965 Presiden Sukarno memimpin sidang cabinet bidang ekonomi di Istana Cipanas. Salah satu keputusan yang dibuat adalah menetapkan perubahan nilai mata uang rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau dikenal dengan istilah sanering.

Jauh sebelum itu, tepatnya pada 7 Juli 1953, Sukarno menikah dengan Hartini secara sederhana dan tertutup di Istana Cipanas. Akibatnya, tak cuma menerima kecaman dari berbagai kelompok masyarakat dan media massa kala itu, Sukarno pun harus kehilangan ‘Ibu Negara’ Fatmawati. Ibunda dari Megawati itu memilih pergi dari Istana Merdeka karena tak sudi dimadu lalu tinggal di rumah pribadinya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan.

Sementara Hartini oleh Sukarno ditempatkan di salah satu pavilion Istana Bogor. Di sana Hartini ikut mendampingi berbagai acara kenegaraan Presiden Soekarno, seperti menerima kunjungan Presiden Vietnam Utara Ho Chi Minh, Norodom Sihanouk (Kamboja) dan Kaisar Hirohito dari Jepang.

Khusus Ho Chi Minh, Sukarno pernah menerimanya secara khusus di Gedung Bentol pada Maret 1959. Gedung tempat dia tetirah itu dibangun pada 1954. Di sana masih terdapat meja kerja berbentuk L, kursi, dan tempat tidur kecil. Di atas meja terpajang beberapa bingkai foto antara lain Sukarno bersama Fatmawati, dan seorang bidan. Juga foto Ho Chi Minh dan Sukarno.

Kenapa dinamai gedung bentol? Menurut Kepala Subbagian Protokol dan Layanan Cecep Koswara penamaan itu karena di sekitar dinding bangunan terpasang batu-batu yang sengaja dibuat menonjol seperti bentol di kulit.

Di bangunan karya arsitek kenamaan F. Silaban itu, kata Cecep, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah beberapa kali memanfaatkannya untuk membuat lagu dan lukisan.

(jat/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Goresan Cantik Tangan Ibu-ibu Rumah Tangga di Batik Marunda



Jakarta

Di utara Jakarta terdapat rumah produksi batik yang isinya adalah ibu-ibu rumah tangga yang menghuni Rusunawa Marunda. Goresan tangan mereka harganya jutaan, lho!

Traveler bisa melihat langsung nih batik khas Jakarta yang diproduksi di Rumah Batik Marunda. Rumah itu berada di dalam kawasan Rusunawan Marunda, Jakarta Utara.

Sat berkunjung ke sana beberapa waktu lalu, detiktravel bertemu dengan salah satu perajin bernama Saras. Dia bercerita jika Batik Marunda ini dicetus oleh Veronica Tan pada 2013.


“Waktu pertama ada Batik Marunda itu pemberdayaan waktu zamannya Bu Vero (Veronica Tan) tahun 2013 dan saya baru ikut pelatihan sejak tahun 2017,” Saras mengisahkan.

Batik Marunda lahir dari tangan-tangan terampil ibu-ibu rumah tangga di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Menjadi identitas baru khas Jakarta Utara.Batik Marunda lahir dari tangan-tangan terampil ibu-ibu rumah tangga di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Menjadi identitas baru khas Jakarta Utara. (Pradita Utama)

Proses membatik untuk batik Marunda juga sama seperti proses batik lainnya, mulai dari menjiplak gambar, mencanting, memberikan warna, lorot atau menghilangkan malam pada kain hingga menjemurnya.

Di ruangan ini, terdapat 12 orang yang ikut andil dalam menghasilkan Batik Merunda dengan ragam desain. Katanya, ada lebih seratus motif yang mereka produksi.

“Ada banyak motif yang kami kerjakan di sini. Seperti motif Formula E, Jakarta kekinian, motif sampan dan nyiur, motif petasan, motif Rumah si Pitung, Flamboyan, teratai rawa bebek, sampan kelapa, Semanggi, pinisi, lambondoh, Morotai dan masih banyak lainnya. Pokoknya motif-motifnya berhubungan dengan Jakarta,” ujar Saras.

Perajin juga ibu rumah tangga

Adapun para perajin batik tulis di sini kesehariannya sebagai ibu rumah tangga biasa saja. Mereka semua belajar dari nol hingga bisa mahir seperti sekarang.

“Kita di sini kan ibu rumah tangga biasa. Jadi kita ke sini (studio batik) setelah pekerjaan rumah selesai, biasanya kita di sini mulai dari pukul 10.00-17.00 WIB. Dulu semuanya belajar dari nol, mendapatkan pelatihan dan bimbingan gratis kan,” kata dia.

Potensi wisata Rusunawa MarundaBatik Marunda (Syanti Mustika/detikcom)

Adapun, harga Batik Marunda, harga kainnya mulai dari Rp 1,5 juta. Namun bila sudah diolah menjadi baju, outer atau rok lilit, harganya semakin mahal, mulai Rp 2 jutaan. Batik Marunda ini bukan dibuat dalam tempo sehari atau dua hari, namun waktu pengerjaan tergantung dari motif yang dipilih konsumen, bisa 1-2 minggu.

“Memang harganya mahal ya karena ini batik tulis, bukan cetak. Kita itu mencanting itu dengan benar-benar dengan tangan, enggak ada ibarat kata mesin satu pun yang membantu kita. Murni ini kreatifnya ibu-ibu yang mencanting itu,” ujar dia.

Batik Marunda lahir dari tangan-tangan terampil ibu-ibu rumah tangga di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Menjadi identitas baru khas Jakarta Utara.Batik Marunda lahir dari tangan-tangan terampil ibu-ibu rumah tangga di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Menjadi identitas baru khas Jakarta Utara. (Pradita Utama)

Saras mengatakan jika mereka juga punya desainer bernama Ibu Wendi dan pembina mereka bernama Irma. Ke depannya, Saras berharap Batik Marunda keberadaannya makin mendunia karena ini juga membantu perekonomian para perajin.

“Mudah-mudahan (gubernur Jakarta sekarang) bisa bawa Batik Marunda mendunia gitu. Biar dikenal banyak orang karena kita yang di sini, yang mencanting itu ibu-ibu rusun semua, pemberdayaan perempuan semua di sini. Jadi buat ya kalau kita orang rusun sangat senang karena bisa membantu perekonomian keluarga,” kata dia.

Nah, traveler yang tertarik melihat kesibukan Rumah Batik Marunda, bisa datang langsung kok ke sini. Kamu juga bisa melihat ragam koleksi di akun Instagram Batik Marunda.

(sym/fem)



Sumber : travel.detik.com

Skrining Kanker Payudara RI Rendah, Warga Takut Periksa-Lebih Pilih Alternatif


Jakarta

Kementerian Kesehatan mengungkapkan skrining pemeriksaan dini adalah salah satu faktor utama dalam penanganan kanker payudara. Seringkali, pasien menjadi lebih sulit sembuh akibat kanker baru ditemukan pada stadium lanjut, padahal jika ditemukan lebih cepat, kemungkinan untuk remisi menjadi lebih besar.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan angka skrining kanker payudara di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini membuat prevalensi kasus kanker payudara di Indonesia menjadi paling tinggi dibanding jenis kanker lain.

Dari sebanyak 41 juta perempuan Indonesia yang ditargetkan Kemenkes, hanya 10,8 persen yang akhirnya melaksanakan skrining kanker payudara.


“Jadi masih sedikit sekali,” ujar Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

“Nah, bayangkan dari harusnya 41 juta, kita baru ketemu sekitar, 4 jutaan perempuan Indonesia,” sambungnya.

Menurut Nadia, ada beberapa faktor yang membuat angka skrining kanker payudara di Indonesia masih sangat rendah. Misalnya, pemeriksaan payudara yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.

Selain itu, masih ada kecenderungan masyarakat untuk mencari pengobatan alternatif untuk menangani masalah kesehatan. Jika masalah payudaranya tak kunjung sembuh, baru akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.

“Jadi jalan (berobat) ke mana-mana dulu, pengobatan tradisional ya. Kemudian ada denial, bahwa ‘saya ini takut kalau harus memeriksakan benjolan saya’,” ujarnya.

“Tentunya kita dorong ya, dari program Cek Kesehatan Gratis, masyarakat terutama perempuan-perempuan, ibu-ibu, untuk melakukan skrining lagi, gratis,” tandas Nadia.

Kapan Harus Periksa?

Spesialis onkologi radiasi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Prof dr Soehartati A Gondhowiardjo, SpOnkRad(K) mengungkapkan semua wanita yang memiliki faktor risiko sebaiknya mulai melakukan pemeriksaan dini. Beberapa faktor risiko yang dimaksud seperti adanya riwayat keluarga, tidak menyusui, haid dini, dan lain-lain.

Jika memiliki faktor risiko kanker payudara, Prof Soehartati mengatakan skrining dini bisa dilakukan mulai usia 35-40 tahun di fasilitas kesehatan.

“Pada kelompok wanita yang mempunyai faktor resiko diharapkan, dia memeriksakan payudara dengan lebih dini, itu katakanlah sekitar usia 40 tahun, 35 tahun, 45 tahun sudah mulai memeriksakan diri,” ujar Prof Soehartati.

Untuk pemeriksaan awal di rumah, skrining bisa dilakukan dengan Sadari (pemeriksaan payudara sendiri) untuk menemukan adakah benjolan atau kondisi tidak wajar lain pada area payudara.

(avk/up)



Sumber : health.detik.com