Tag Archives: imam al ghazali

Hukum Sedekah Bisa Berubah Jadi Haram, Ini Sebabnya


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dianjurkan. Hukum sedekah adalah sunnah menurut ijma ulama. Namun, bisa menjadi haram karena kondisi tertentu.

Diterangkan dalam buku Fiqh Muamalat karya Abdul Rahman Ghazaly dkk, dalil yang dijadikan dasar hukum sedekah adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 280 dan 261.

وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٨٠


Artinya: “Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).” (QS Al-Baqarah: 280)

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)

Dalil sedekah juga bersandar pada sejumlah hadits. Rasulullah SAW bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بشق تمرة (متفق عليه)

Artinya: “Lindungilah dirimu semua dari siksa api neraka dengan bersedekah meskipun hanya dengan separuh biji kurma.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعفو إِلَّا عِرًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (رواه مسلم)

Artinya: “Sedekah tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim)

Hukum Sedekah yang Haram

Hukum sedekah bisa berubah menjadi haram apabila mengetahui barang yang akan disedekahkan itu akan digunakan untuk kejahatan dan maksiat. Demikian seperti dijelaskan dalam buku Fiqh karya M. Aliyul Wafa dkk.

Dalil yang menguatkan hal ini adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 272,

۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٢

Artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi.”

Dalam Kitab Terlengkap Biografi Empat Imam Mazhab karangan Rizem Aizid turut dijelaskan, hukum sedekah bisa menjadi haram apabila diniatkan sebagai uang sogok.

Kebolehan Sedekah dengan Harta Haram

Sedekah dengan harta haram diperbolehkan untuk kondisi tertentu. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan, sedekah dengan harta haram boleh dilakukan semata-mata hanya untuk melepaskan diri dari kezaliman. Harta haram, kata Imam al-Ghazali, hukumnya menjadi halal bagi orang lain, namun bagi yang bersangkutan tetap haram.

“Itu karena harta yang haram tersebut jelas haram bila dipakai untuk diri sendiri, dan sayang bila disia-siakan atau dibuang ke laut. Maka yang terbaik adalah disedekahkan untuk kemaslahatan kaum muslim,” jelas Imam al-Ghazali seperti diterjemahkan Purwanto.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Orang Pasar Ramai ke Masjid usai Dengar Warisan Rasulullah Dibagikan


Jakarta

Ada suatu kisah tentang pembagian warisan Rasulullah SAW di sebuah masjid. Orang-orang di pasar sampai berbondong-bondong usai mendengar kabar tersebut.

Kisah ini diceritakan Imam al-Ghazali dalam salah satu kitabnya, Mukasyafatul Qulub, yang diterjemahkan Jamaludin. Diriwayatkan, Abu Hurairah RA masuk pasar dan berkata, “Aku melihat kalian di sini, sedangkan warisan Rasulullah sedang dibagi-bagikan di dalam masjid.”

Orang-orang kemudian berangkat ke masjid dan meninggalkan pasar. Lalu, mereka berkata, “Wahai Abu Hurairah, aku tidak melihat ada warisan sedang dibagi-bagikan di masjid.”


Abu Hurairah berkata, “Lalu kalian melihat apa?”

Mereka menjawab, “Kami melihat kaum yang sedang berzikir kepada Allah SWT dan membaca Al-Qur’an.”

Abu Hurairah menjawab, “Itulah warisan Rasulullah SAW.”

Imam al-Ghazali dalam kitabnya juga memaparkan sejumlah riwayat tentang keutamaan berzikir kepada Allah SWT. Para malaikat yang berjalan di bumi disebut akan mendatangi majelis zikir dan mengajak yang lain berkumpul di sana.

Jika mereka menemukan suatu kaum yang berzikir kepada Allah SWT, mereka saling berteriak, “Ayo ke sini, ini tujuan kalian.” Maka malaikat pun berdatangan dan mengelilingi mereka hingga ke langit.

Terkait bacaan zikir yang utama sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda, “Apa yang paling utama, yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah ‘Tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya’.”

Bacaan yang dimaksud sebagai berikut:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

Laa ilaahaillallah wahdahu laa syariikalahu

Artinya: “Tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya.”

Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar yang diterjemahkan Ulin Nuha mengatakan, dianjurkan memperbanyak zikir dan doa tersebut. Zikir ini juga dianjurkan dibaca pada hari Arafah.

Rasulullah Tidak Meninggalkan Warisan Harta

Warisan Rasulullah SAW bukan berupa harta. Begitu pula para nabi, mereka disebut tidak mewariskan harta. Hal ini diterangkan dalam sebuah hadits dalam kitab Asy-Syamail Al-Muhammadiyah karya Imam at-Tirmidzi yang tahqiq Syekh Maher Yasin Fahl dan diterjemahkan Rusdianto.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan Siti Fatimah RA pernah mendatangi Abu Bakar, dan berkata, “Siapakah yang akan mendapatkan warisan darimu?” Abu Bakar menjawab, “Keluargaku dan keturunanku.” Siti Fatimah RA berkata, “Mengapa aku tidak mendapatkan warisan dari ayahku?” Abu Bakar menjawab, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Kami (para nabi) tidak meninggalkan warisan.’ Tetapi aku akan menanggung kehidupan orang-orang yang ditanggung oleh Rasulullah SAW dan aku akan memberikan nafkah untuk orang-orang yang diberikan nafkah oleh Rasulullah SAW.”

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Penuh Hikmah Imam Al-Ghazali Bersama Murid-muridnya


Jakarta

Imam Al-Ghazali, atau yang bernama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi An Naysaburi, merupakan salah seorang tokoh tasawuf modern. Dia lahir pada tahun 1059 M di Ghazaleh, sebuah kota yang terletak di dekat Thus, Iran.

Imam Al-Ghazali dikenal sebagai orang yang pandai dalam ilmu tafsir Al-Qur’an, ilmu hadis, ilmu kalam, dan ilmu filsafat. Sepanjang hidupnya, beliau banyak mengeluarkan pendapat dan nasihat yang penuh hikmah.

Tidak hanya itu, beliau juga memberikan banyak pengajaran melalui kisah hidupnya yang banyak diceritakan di kalangan para penuntut ilmu.


Kisah Nasihat Imam Al-Ghazali kepada Murid-muridnya

Dikutip dari buku Kumpulan Kisah Teladan yang disusun oleh Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D, yang mereka nukil dari kitab Qashash wa Ma’ani, karya Ala’ Sadiq, berikut ini salah satu kisah penuh hikmah dari Imam Al-Ghazali.

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Beliau memulai dengan bertanya:

Pertanyaan pertama, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”

Murid-muridnya memberikan berbagai jawaban seperti orang tua, guru, teman, dan kerabat. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban tersebut benar, namun yang paling dekat dengan kita adalah kematian.

“Sebab itu sudah menjadi janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati,” (QS. Ali Imran: 185), jelas beliau.

Lalu Imam Al-Ghazali melanjutkan dengan pertanyaan kedua, “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?

Beberapa murid menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa jawaban mereka benar, tetapi yang paling jauh adalah masa lalu.

“Bagaimanapun kita mencoba, dengan kendaraan apapun, kita tidak akan bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu, kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai ajaran agama,” pesan beliau.

Selanjutnya, Imam Al-Ghazali bertanya, “Apa yang paling besar di dunia ini?

Murid-murid menjawab gunung, bumi, dan matahari. Imam Al-Ghazali mengakui semua jawaban itu benar, tetapi yang paling besar adalah nafsu.

“Sebagaimana firman Allah SWT ‘Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah)…’ (Al-A’raf: 179). Maka, kita harus berhati-hati agar nafsu tidak membawa kita ke neraka,” tegas beliau.

Pertanyaan keempat: “Apa yang paling berat di dunia ini?”

Murid-murid menjawab baja, besi, dan gajah. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa jawaban mereka benar, tetapi yang paling berat adalah memegang amanah.

“Sebagaimana firman Allah SWT ‘Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.’ (Al-Ahzab: 72). Sayangnya, banyak manusia yang gagal memegang amanahnya sehingga mereka masuk ke neraka,” jelas Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya, Imam Al-Ghazali memberi pertanyaan kelima, “Apa yang paling ringan di dunia ini?”

Murid-murid menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Imam Al-Ghazali setuju bahwa jawaban itu benar, tetapi beliau menambahkan bahwa yang paling ringan adalah meninggalkan salat.

“Gara-gara pekerjaan, rapat, atau perkumpulan, kita sering meninggalkan salat. Padahal salat adalah kewajiban utama seorang hamba kepada Tuhannya,” kata beliau.

Imam Al-Ghazali lalu melontarkan pertanyaan terakhir, “Apa yang paling tajam di dunia ini?”

Dengan serentak, murid-murid menjawab pedang.

Imam Al-Ghazali membenarkan jawaban tersebut, namun beliau menekankan bahwa yang paling tajam adalah lidah manusia.

“Melalui lidah, manusia dengan mudah menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya. Oleh karena itu, jagalah lidah kita agar tidak menimbulkan keburukan bagi orang lain,” pungkasnya.

Pelajaran-pelajaran dari Imam Al-Ghazali ini mengingatkan kita untuk senantiasa introspeksi diri, menjaga amal perbuatan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari nasihat beliau.

(inf/erd)



Sumber : www.detik.com