Tag Archives: irak

Negara Irak Dulu Namanya Apa? Ini Sejarah Panjang dari Mesopotamia hingga Modern



Jakarta

Irak merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang memiliki sejarah peradaban panjang. Jauh sebelum Irak modern ada, peradaban kuno yang maju pernah ada di tanah itu. Bangsa apa yang menghuni?

Kawasan yang kini disebut Irak, ternyata dulunya merupakan wilayah peradaban Mesopotamia. Peradaban tersebut mencakup wilayah di antara dua sungai besar, Tigris dan Efrat.

Irak di Masa Lalu: Mesopotamia, Cradle of Civilization

Mengutip Britannica, Mesopotamia berarti tanah di antara dua sungai, yakni Tigris dan Efrat. Mesopotamia juga disebut sebagai cradle of civilization karena di sinilah lahir kota-kota kuno seperti Sumer, Akkad, Babilonia, dan Assyria.


Banyak sejarawan menyebut, Mesopotamia merupakan tempat lahirnya peradaban manusia pada masa dulu.

Peradaban Mesopotamia, ada sekitar 6.000 SM. Pada masa itu, orang-orang mulai menetap, bertani, beternak, hingga membangun permukiman.

Bangsa yang menghuni wilayah Mesopotamia yakni bangsa Sumeria, Akkadia, Babilonia, dan Asyur. Peradaban di wilayah ini, berkembang seiring waktu hingga membentuk cikal bakal bahasa tulis hingga pendidikan.

Penemuan bahasa tertulis terjadi paling awal dari Mesopotamia, tepatnya di Sumeria sekitar 3.400 SM. Tulisan tersebut dimulai sebagai piktograf sederhana pada lempengan tanah liat.

Seiring waktu, penulisan berkembang ke tulisan paku atau runcing. Ini digunakan untuk mencatat berbagai hal mulai dari urusan kerajaan, puisi, cerita keagamaan, hingga bisnis.

Kuil-kuil juga mulai dibangun untuk mendidik anak laki-laki sebagai juru tulis dan tokoh agama. Bisa dikatakan, ini salah satu cikal bakal pendidikan formal dalam sejarah peradaban manusia.

Nama Irak dari Waktu ke Waktu

Dulunya, pada masa Kekaisaran Sasanian, wilayah barat yang sekarang menjadi Irak disebut Khvarvaran. Setelah penaklukan Islam, wilayah ini kemudian dikenal sebagai al-‘Irāq, sebuah istilah yang membedakan antara Irak Hulu (Al-Jazirah) dan Irak Hilir (Al-Sawād).

Sejak abad pertengahan, istilah Irak semakin populer dipakai untuk menunjuk wilayah ini, meski belum menjadi nama negara resmi.

Dikutip dari EtymOnline, nama Iraq (atau Irak) diperkirakan berasal dari bahasa Arab yang berarti daerah berair/lembap dan/atau berasal dari nama kota kuno Uruk di Sumeria.

Namun, dalam beberapa literatur disebutkan bahwa nama Irak juga dianggap berasal dari istilah dalam bahasa Arab yang merujuk pada kondisi geografis lembah subur di sekitar Tigris dan Efrat.

Bisa dikatakan, asal-usul nama Irak dapat ditelusuri baik ke unsur linguistik maupun sejarah kota Uruk.

Dari Ottoman hingga Republik

Memasuki masa modern, Inggris menyatukan tiga provinsi Ottoman yakni Mosul, Baghdad, dan Basra ke dalam satu wilayah bernama Irak pada 1920-an. Kemudian, negara ini meraih kemerdekaan pada 1932.

Dalam catatan sejarah, ditegaskan bahwa Irak modern dibentuk melalui intervensi kolonial Inggris dan baru memperoleh identitas negaranya sendiri pada abad ke-20. Dengan demikian, nama Irak yang sebelumnya hanya istilah regional akhirnya menjadi nama resmi sebuah negara.

Jadi bisa dikatakan, sebelum dikenal sebagai Irak, wilayah ini pernah disebut Mesopotamia, Khvarvaran, hingga al-‘Iraq. Dari peradaban kuno hingga pembentukan negara modern, Irak menjadi saksi sejarah panjang peradaban manusia.

Negara dengan ibu kota Baghdad ini, masih terus dipelajari dan diakui dunia sebagai wilayah yang memiliki sejarah peradaban kuno.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia/d-8174755/mengapa-nggak-mau-main-di-india-ronaldo?single=1

https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia/d-8174755/mengapa-nggak-mau-main-di-india-ronaldo?single=1



Sumber : sport.detik.com

Kisah Nabi Yunus AS yang Selamat dari Kegelapan Perut Ikan Paus



Jakarta

Saat mendengar nama Nabi Yunus AS, banyak dari kaum muslim yang langsung teringat peristiwa ditelannya beliau oleh ikan besar yang diduga paus. Seperti apa kisah lengkapnya?

Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh Saefullah MS menyebut bahwa Nabi Yunus AS diutus oleh Allah SWT kepada negeri Ninawa dekat Kota Mosul, Irak. Ia ditugaskan untuk mengajak penduduk Ninawa kepada jalan lurus dan beriman kepada Allah SWT serta meninggalkan sesembahan berhala mereka.

Namun setelah sekian lama beliau berdakwah, kaumnya itu lebih memilih tetap dalam kekafiran daripada petunjuk yang dibawa Nabi Yunus AS, bahkan mereka menghina dan mengolok utusan Allah SWT itu.


Sekian lama mendapat perlakuan demikian dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus AS yang tak tahan kemudian pergi meninggalkan mereka sambil memperingatkan akan datangnya hukuman Allah SWT. Dan benar setelah kepergian Nabi Yunus AS, kaumnya mendapati azab.

Tapi kemudian, penduduk Ninawa bertaubat dan kembali ke jalan kebenaran. Mereka bermunajat, menyesali kekhilafan, serta memohon ampunan Allah SWT di tengah azab yang melanda. Dia yang Maha Mendengar lantas mengabulkan doa para hamba yang memohon itu dengan menghentikan hukuman-Nya.

Nabi Yunus AS Pergi Tinggalkan Kaumnya

Masih dari Qashash Al-Anbiyaa, Nabi Yunus AS akhirnya meninggalkan kaumnya karena terus saja mendustakan dakwahnya. Dengan amarah yang memuncak, Nabi Yunus AS pergi dengan menaiki kapal laut yang penumpangnya melebihi kapasitas maksimal.

Akibatnya, kapal menjadi oleng juga hampir tenggelam. Mereka yang di atas kapal lalu berunding untuk mengurangi beban muatan, dan terbesit ide dengan melemparkan orang tertentu melalui undian.

Ketika berlangsung undian, ternyata Nabi Yunus AS lah yang mendapatkannya. Tetapi karena dia adalah Nabi Yunus AS yang merupakan utusan Allah SWT, kemudian mereka mengulanginya lagi. Hingga ketiga kalinya undian, nama Nabi Yunus AS lah yang terpilih dan mereka pun melemparkannya ke laut. Hal ini memang sudah menjadi takdir yang ditetapkan-Nya.

Kemudian Allah SWT mengutus ikan besar (diduga ikan paus) untuk menelan Nabi Yunus AS yang dilempar ke laut. Tetapi Dia memerintahkan ikan itu supaya tak memakan dan tidak menghancurkan daging beserta tulangnya.

Perihal berapa lama Nabi Yunus AS berada di perut ikan, para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyebut selama kurang dari sehari, ada juga yang mengatakan tiga hari, tujuh hari bahkan 40 hari. Namun hanya Allah SWT yang mengetahui lamanya Nabi Yunus AS di sana.

Nabi Yunus AS yang berada dalam kegelapan perut ikan itu dibawa mengarungi lautan. Dikatakan, Nabi Yunus AS mendengar ikan-ikan lainnya bertasbih dengan memuji Allah SWT. Telur-telur ikan yang tak terhingga banyaknya juga turut bertasbih dengan mengagungkan kekuatan dan kebesaran-Nya.

Lantaran Nabi Yunus AS adalah hamba-Nya yang bertakwa, taat beribadah, dan cepat menyadari perbuatannya dengan bertaubat, ia langsung bertasbih, bertahlil, beristighfar kepada-Nya seraya berdoa dengan bacaan yang diabadikan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Anbiya 87.

لآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Latin: Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn

Artinya: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Pada ayat setelahnya, Allah SWT nyatakan bahwa Dia mendengar doa hamba-Nya itu dan mengabulkannya dengan menyelamatkan Nabi Yunus AS keluar dari kegelapan berlapis dalam perut ikan paus.

Demikian kisah Nabi Yunus AS yang juga diabadikan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, semoga bisa diambil hikmahnya ya, detikers!

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ibrahim Jadi Bapak Para Nabi Bergelar Khalilullah, Ini Alasannya


Jakarta

Nabi Ibrahim AS disebut sebagai bapaknya para nabi. Selain itu, beliau juga diberi gelar Khalilullah yang artinya kekasih Allah SWT.

Menukil Ibrahim Khalilullah Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, Nabi Ibrahim AS merupakan bapak ketiga karena bapak pertama umat manusia adalah Adam AS dan yang kedua adalah Nuh AS.

Nabi Ibrahim AS lahir di wilayah Mesopotamia, sekarang dikenal sebagai Irak. Ia berkembang di tengah masyarakat yang menyembah bintang dan berhala.


Ibrahim AS tumbuh besar di tengah lingkungan penyembah berhala. Menurut beberapa riwayat, keluarganya bekerja sebagai pembuat berhala.

Meski demikian, Nabi Ibrahim AS terjaga fitrahnya. Akidahnya tidak pernah tercemari oleh kesyirikan dan pemikirannya pun bersih.

Allah SWT memuliakan Nabi Ibrahim AS dengan menjaganya dari kemusyrikan sejak kecil. Sang Khalik memberi Ibrahim AS petunjuk kepada kebenaran Allah SWT, sebagaimana firman-nya dalam surah Al Anbiya ayat 51.

۞ وَلَقَدْ ءَاتَيْنَآ إِبْرَٰهِيمَ رُشْدَهُۥ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِهِۦ عَٰلِمِينَ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)-nya.”

Alasan penyebutan Bapak Para Nabi yang diberikan kepada Ibrahim AS karena banyaknya keturunan beliau yang menjadi nabi dan rasul. Beberapa di antaranya diterangkan dalam surah Al Ankabut ayat 27,

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِى ذُرِّيَّتِهِ ٱلنُّبُوَّةَ وَٱلْكِتَٰبَ وَءَاتَيْنَٰهُ أَجْرَهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: “Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”

Nama-nama Anak Nabi Ibrahim AS

Dijelaskan oleh Adil Musthafa Abdul Halim dalam Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Nabi Ibrahim AS diketahui memiliki 13 orang anak dari keempat istrinya. Berikut nama-namanya,

  1. Nabi Ismail AS
  2. Nabi Ishak AS
  3. Madyan
  4. Zumraan
  5. Sajar
  6. Yagtsaan
  7. Nasyaq
  8. Seorang anak laki-laki yang tidak sempat diberikan nama, ia lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Qanthhuur binti Yaqthun al Kan’aani.
  9. Kiisaan (putra dari istrinya yang bernama Hajuun)
  10. Saruuj
  11. Umaim
  12. Luuthaanis
  13. Naanis, lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Hajuun binti Amiin

Diberi Gelar Khalilullah

Selain gelar Bapak Para Nabi, Ibrahim AS juga disebut sebagai Khalilullah. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 125,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا

Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”

Menurut Kitab Manaqib Al Anshar yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Al-Lu’lu’ wal Marjan 3, pemberian gelar Khalilullah dikarenakan loyalitas Ibrahim AS terhadap Allah SWT. Ibrahim AS dijadikan sebagai kekasih atau kesayangan-Nya yang semakna dengan Allah SWT menolong serta menjadikannya sebagai pemimpin nabi setelahnya.

Julukan yang disematkan pada Nabi Ibrahim ini sempat dipertanyakan oleh para malaikat. Dalam salah satu riwayat, Malaikat Jibril bertanya pada Allah SWT alasan di balik pemberian gelar Khalilullah tersebut.

“Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?”

Allah SWT menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepadaKu. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”

Hingga Malaikat Jibril kemudian turut menguji Nabi Ibrahim AS dan hasilnya terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tidak sedikit pun membuat Nabi Ibrahim AS lalai dalam mengabdi kepada Allah SWT.

Terdapat juga dalam hadits dari Jundub RA bahwa Rasulullah SAW bersabda terkait pemberian gelar Khalilullah kepada Ibrahim AS,

“Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai Khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil.” (HR Imam Abu Abdullah Al-Hakim An-Nisaburi)

Termasuk Rasul Ulul Azmi

Selain itu, Ibrahim AS juga merupakan salah satu rasul Ulul Azmi yang memiliki kedudukan istimewa di mata Allah SWT. Para rasul Ulul Azmi itu terdiri dari Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan Rasulullah SAW.

Terkait rasul Ulul Azmi ini turut diterangkan dalam ayat suci Al-Qur’an tepatnya pada surah As Syura ayat 13,

۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Artinya:” Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Al Khawarizmi, Sosok Muslim Jenius di Bidang Matematika



Jakarta

Al Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan muslim di bidang matematika. Cendekiawan yang satu ini memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

Menukil dari buku Al-Khawarizmi: Bapak Aljabar dan Algoritma yang ditulis Hamid Sakti Wibowo, nama lengkap Al Khawarizmi adalah Ibn Musa Al Khawarizmi. Tidak hanya ahli di bidang matematika, ia juga merupakan astronom sekaligus ahli geografi pada abad ke-9.

Menurut catatan sejarah, Al Khawarizmi lahir di kota Khawarizm sekitar tahun 780. Kini, kota tersebut merupakan wilayah Uzbekistan.


Al Khawarizmi bersama keluarganya kemudian pindah ke Baghdad, Irak. Di sana, ia bekerja sebagai astronom di Bayt Al-Hikmah, sebuah pusat kebudayaan dan ilmiah di Baghdad.

Dari situlah awal mula Al Khawarizmi dikenal sebagai ilmuwan. Menjadi anggota di Bayt Al-Hikmah membuatnya bertemu banyak ilmuwan muslim terkemuka. Ini menjadikan dirinya terus belajar ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan ilmu alam.

Turut disebutkan dalam buku Kisah Ulul Azmi dan Tokoh Islam Hebat oleh Tethy Ezokanzo, masyarakat barat memanggil Al Khawarizmi dengan nama Algorism. Nama tersebut merupakan penghormatan terhadap Al Kahawarizmi yang telah menemukan salah satu bidang matematika yang sangat penting, yaitu algoritma.

Selain itu, Al Khawarizmi juga merupakan disebut sebagai Bapak Aljabar. Ini disebabkan karya-karyanya di bidang matematika, terutama dalam pengembangan aljabar dan algoritma.

Adapun, keahliannya dalam bidang geografi adalah merevisi pandangan Ptolemaios dan mengoreksinya secara detail. Sekitar 70 ahli geografi bekerja di bawah kepemimpinan Al Khawarizmi dan berhasil membuat peta pertama bola dunia pada 830 M.

Menurut buku Pengantar Ilmu Falak susunan Watni Marpaung, Al Khawarizmi juga melahirkan banyak karya di bidang astronomi. Ia membuat tabel untuk mengelompokkan ilmu perbintangan serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku terjemahan Sindhind.

Lalu, Al Khawarizmi juga menemukan zodiak atau ekliptika miring sebesar 23,5 derajat terhadap equator.

Al Khawarizmi wafat pada 232 H atau sekitar 845-850 M. Namanya dikenang sebagai pemikir ilmiah paling penting dalam budaya Islam awal.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Abu Dzar RA, Sosok Sahabat Rasulullah SAW yang Sederhana



Jakarta

Abu Dzar al Ghifari adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang paling sederhana. Ia dikenal sebagai orang yang taat kepada Allah SWT sekaligus sahabat setia bagi Rasulullah SAW.

Mengutip buku The Great Sahaba yang ditulis Rizem Aizid, disebutkan Abu Dzar al-Ghifari RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang sangat setia dan dikenal sebagai orang yang jujur serta sederhana.

Abu Dzar berasal dari suku Ghifar, sebuah kelompok yang tinggal di Lembah Waddan, sekitar Makkah. Abu Dzar hidup di lingkungan sederhana yang jauh dari peradaban kota.


Bani Ghifar dikenal sebagai gerombolan perampok. Penduduk Ghifar dikenal sebagai orang-orang yang pemberani dan senang berperang. Mereka tahan terhadap penderitaan, kekurangan dan kelaparan. Di antara orang-orang bani Ghifar, yang paling buruk tabiatnya adalah Abu Dzar. Nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundab bin Junadah bin Sufyan al Ghifari.

Jauh sebelum mengenal Islam, Abu Dzar adalah sosok perampok. Namun atas izin Allah SWT, ia mendapat hidayah setelah mengenal Islam. Ia menjadi sosok yang bertakwa kepada Allah SWT dan menjadi salah satu pengawal sekaligus sahabat Rasulullah SAW.

Abu Dzar sama sekali tidak takut pada orang-orang yang menentang Islam. Ia berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, aku akan melafalkan kalimat tauhid ini dengan lantang di tengah kerumunan orang-orang yang tidak beriman itu!”

Abu Dzar Meninggalkan Kesenangan Dunia

Selain dikenal sebagai pemberani, Abu Dzar juga dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia berpendapat bahwa menyimpan harta yang lebih dari keperluan hukumnya haram.

Kesederhanaan Abu Dzar juga telah disabdakan Rasulullah SAW, sebelum beliau wafat, beliau bersabda, “Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya.”

Arti dari perkataan Rasulullah SAW adalah bahwa Abu Dzar akan tetap menjadi Abu Dzar yang dikenal sederhana, zuhud dan setia kepada Islam.

Mengutip buku Sosok Para Sahabat Nabi yang ditulis oleh Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Dzar pergi ke Damaskus. Di kota ini ia melihat kaum muslimin tenggelam dalam kemewahan. Abu Dzar terkejut menyaksikan banyak orang condong dan fokus pada kehidupan dunia.

Suatu kali, Khalifah Utsman memanggil ia untuk kembali ke Madinah. Abu Dzar segera memenuhi panggilan tersebut. Di Madinah, ia menyaksikan kondisi yang sama yakni orang-orang larut pada kemewahan dunia.

Abu Dzar yang tidak nyaman dengan suasana tempat tinggalnya, kemudian memutuskan untuk bermukim di Rabadzah, sebuah desa kecil di Madinah. Ia hidup dengan sangat sederhana, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ia zuhud terhadap kekayaan, tak mengirikan harta benda orang lain serta berpegang teguh pada cara hidup Rasulullah SAW. Ia mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal.

Suatu hari, seseorang berkunjung ke rumah Abu Dzar. Ia melihat kondisi rumah Abu Dzar yang kosong tanpa perabotan. Tamu itu lantas bertanya, “Wahai Abu Dzar, di mana perabot rumahmu?”

Abu Dzar menjawab, “Kita punya rumah di kampung sana (maksudnya akhirat) sehingga perabot yang terbaik ku kirimkan ke sana.”

Tamu itu lantas menimpali jawaban Abu Dzar, “Tapi engkau juga harus punya perabot selama berada di kampung yang sekarang.”

“Tapi si pemilik rumah tidak mengizinkan kita menetap di rumah yang ini (di dunia),” jawab Abu Dzar.

Suatu ketika pernah Gubernur Syam mengirimkan uang sebanyak tiga ratus dinar kepada Abu Dzar disertai ucapan, “Pergunakanlah uang itu untuk kebutuhanmu.”

Abu Dzar lantas mengembalikan uang tersebut dan bertanya, “Apakah Tuan Gubernur tidak menemukan seorang hamba yang lebih miskin dari saya?”

Pada tahun 32 H, Abu Dzar meninggal dunia. Ia adalah sosok sahabat yang jujur dan sederhana. Rasulullah SAW pernah menyebutkan Abu Dzar dalam haditsnya, “Tidak ada di atas bumi dan di bawah naungan langit orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar.”

Ketika Perang Tabuk, Rasulullah SAW berkata kepada Abu Dzar, ” Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Namun, segerombolan orang dari Irak yang salih kelak akan mengurus pemakamanmu.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Salahuddin Al Ayyubi, Pemimpin Bijaksana yang Disegani Negara Barat dan Islam


Jakarta

Kisah Salahuddin Al Ayyubi merupakan salah satu legenda paling terkenal dalam sejarah Islam, bahkan hingga ke dunia Barat. Salahuddin, yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, dihormati sebagai pahlawan besar dalam Perang Salib karena keberaniannya dan kecerdasannya di medan perang.

Dalam buku Kilau Mutiara Sejarah Nabi yang disusun oleh Tempo Publishing, Amanda Mustika Megarani menyebutkan bahwa Salahuddin adalah tokoh yang berhasil merebut kembali Yerusalem untuk umat Islam setelah jatuh ke tangan kaum Nasrani, prestasi yang sebelumnya pernah dicapai oleh Umar bin Khattab RA.

Di mata orang Barat, Salahuddin, yang dikenal dengan nama Saladin, dianggap sebagai pemimpin yang adil dan berani, mencerminkan sifat-sifat ksatria sejati.


Keberhasilannya dalam Perang Salib tak hanya mengukir namanya dalam sejarah Islam, tetapi juga menjadikannya sosok yang dihormati oleh lawan-lawannya. Hingga kini, kisah Salahuddin Al Ayyubi tetap hidup sebagai inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

Biografi Salahuddin Al Ayyubi

Menurut buku Sejarah Perkembangan Islam di Mesir (Masa Khalifah Umar bin Khaththab Sampai Masa Dinasti Ayyubiyah) karya Husain Abdullah, dkk, Salahuddin Al Ayyubi lahir di Takriet, Irak, pada tahun 589 H (1137 M).

Sejak kecil, Salahuddin dibesarkan di Damaskus, di mana ia menerima pendidikan agama Islam dan pelatihan militer di bawah bimbingan pamannya, Asaddin Syirkuh, seorang panglima perang dari Turki Saljuk.

Berkat keterampilan militernya, Salahuddin bersama pamannya berhasil merebut Mesir dan menggulingkan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyah.

Atas kesuksesannya, ia diangkat menjadi panglima perang pada tahun 1169 M dan tidak butuh waktu lama bagi Salahuddin untuk memimpin Mesir dengan baik.

Salahuddin Al Ayyubi dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang membuatnya dicintai oleh rakyatnya. Selain itu, keberhasilannya dalam memperkuat kekuatan militer membuat bangsa Eropa merasa segan dan waspada terhadapnya.

Negara-negara Eropa bahkan khawatir wilayah mereka akan ditaklukkan oleh Salahuddin, sehingga mereka sepakat untuk menghancurkan kekuasaannya dengan menyerang Mesir.

Di sisi lain, ketika Dinasti Fatimiyah mulai runtuh, Salahuddin melihat kesempatan untuk mendirikan Dinasti Ayyubiyah di atas reruntuhan tersebut. Dari sinilah masa keemasan Salahuddin dimulai, dengan pencapaian-pencapaiannya yang luar biasa dalam menyatukan dunia Islam, menjadi teladan yang patut diikuti.

Kisah Salahuddin Al Ayyubi dalam Perang Salib

Diceritakan dalam buku 55 Tokoh Dunia yang Terkenal dan Paling Berpengaruh Sepanjang Waktu karya Wulan Mulya Pratiwi, dkk, Salahuddin Al Ayyubi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan Perang Salib.

Persiapan tersebut tidak hanya mencakup strategi militer dan pelatihan fisik, tetapi juga persiapan spiritual yang sangat penting. Salahuddin memfokuskan upaya untuk memperkuat pertahanan dengan membangun benteng-benteng yang kokoh, menentukan perbatasan secara jelas, mendirikan markas-markas perang, dan mempersiapkan armada kapal terbaik. Selain itu, beliau juga mendirikan rumah sakit serta memastikan ketersediaan obat-obatan bagi pasukannya.

Meskipun sedang mengalami sakit keras, hal tersebut tidak memadamkan semangatnya untuk merebut kembali Yerusalem, tanah suci Nabi. Sebaliknya, penyakit tersebut malah memperkuat tekadnya.

Salahuddin memulai perjuangannya dalam pertempuran Hathin, di mana pasukannya yang berjumlah 63.000 prajurit menghadapi Tentara Salib. Dalam pertempuran ini, pasukan Salahuddin berhasil membunuh 30.000 musuh dan menawan 30.000 lainnya.

Perjuangan berlanjut di kota Al-Quds dan Yerusalem, di mana banyak dari pasukan Salahuddin yang gugur sebagai syuhada. Ketika Tentara Salib memasang salib besar di atas Batu Shakharkh, hal ini justru memicu semangat pasukan Salahuddin, yang akhirnya berhasil meraih kemenangan dalam Perang Salib kedua.

Menurut Karen Armstrong dalam bukunya Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, yang diterjemahkan oleh Hikmat Darmawan, ketika Salahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina, ia tidak membunuh seorang pun dari pemeluk agama Kristen, bahkan tidak merampas harta benda mereka.

Salahuddin memegang teguh ajaran Islam yang melarang mengambil keuntungan dalam situasi sulit dan tidak mengajarkan balas dendam. Islam mengajarkan umatnya untuk memenuhi janji dan memaafkan kesalahan sesama.

Hingga saat ini, kisah Salahuddin tetap terkenal, dan ia dikenang sebagai tokoh penting dari Dinasti Ayyubiyah yang berperan besar dalam menyatukan dunia Islam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Salahuddin Al-Ayyubi, Panglima Islam yang Menangkan Perang Salib



Jakarta

Salahuddin Al-Ayyubi merupakan satu dari sekian banyak muslim yang berjasa dalam sejarah penyebaran Islam. Sebagai seorang pahlawan, jasanya pada medan perang sangat berarti.

Saking berjasanya, Salahuddin Al-Ayyubi mendapat gelar al-Malik al-Nashir yang berarti penguasa bijaksana. Pria yang juga dikenal sebagai Yusuf bin Ayyub itu lahir di Tikrit, Irak pada 532 H/1137 M.

Menukil dari buku Sejarah Islam tulisan Mahayudin Hj Yahaya, Salahuddin Al-Ayyubi merupakan putra dari seorang Gubernur Baalbek yaitu Najm ad-Din Ayyub. Ia menghabiskan masa kecilnya di Damaskus dengan belajar.


Tak hanya mempelajari Islam, Salahuddin Al-Ayyubi juga menempuh pembelajaran militer dari pamannya yang bernama Asaddin Syirkuh, panglima perang Turki Saljuk. Bersama sang paman, Salahuddin menguasai Mesir dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyah.

Keberhasilan Salahuddin itu membuatnya diangkat sebagai panglima perang pada 1169 M. Ia merupakan sosok yang cerdas dalam menyusun strategi peperangan dan pemerintahan.

Salahuddin tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memimpin Mesir dengan baik. Ia bahkan mendirikan dua sekolah besar untuk mengajarkan tentang Islam dengan benar. Kala itu, Salahuddin bertujuan menghapus ajaran Syi’ah yang menyebar di Mesir.

Sosok Salahuddin juga dikenal dengan kemenangannya dalam Perang Salib. Menurut buku 55 Tokoh Dunia yang Terkenal dan Paling Berpengaruh Sepanjang Waktu karya Wulan Mulya Pratiwi, Salahuddin Al-Ayyubi membutuhkan waktu panjang untuk mempersiapkan Perang Salib.

Persiapan itu mencakup fisik, strategi jitu serta rohani. Ia bahkan membangun benteng-benteng pertahanan yang kuat, perbatasan-perbatasan yang jelas, markas-markas perang dan kapal-kapal terbaik.

Salahuddin juga mendirikan rumah sakit serta menyuplai obat-obatan. Meski dirinya sedang sakit keras saat itu, ia tidak pernah menyurutkan niat untuk memperjuangkan tanah Nabi, Jerusalem.

Tekad Salahuddin bahkan makin kuat di tengah kondisinya yang seperti itu. Perjuangan pertama disebut dengan Perang Hathin atau perang pembuka.

Pasukan Salahuddin yang berjumlah 63.000 membunuh 30.000 pasukan salib dan menahan 30.000 lainnya.

Lalu, pada perjuangan selanjutnya di Kota Al-Quds dan Jerusalem banyak pasukan Salahuddin yang syahid. Ketika pasukan Salib memasang salib besar pada batu Shakharkh, hal ini membuat pasukan semakin bersemangat dan akhirnya berhasil memenangkan Perang Salib.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com