Tag Archives: islam

Bolehkah Suami Menceraikan Istri yang Sedang Hamil? Ini Hukum dan Dalilnya


Jakarta

Pernikahan bukan hanya penyatuan antara dua insan, tetapi juga merupakan perjanjian suci yang melibatkan Allah SWT. Ikatan ini dibangun atas dasar cinta, tanggung jawab, dan komitmen untuk saling menjaga dalam suka maupun duka.

Namun dalam perjalanan rumah tangga, tidak semua pasangan mampu mempertahankan hubungan hingga akhir hayat. Perselisihan, ketidakharmonisan, atau perbedaan prinsip sering kali menjadi penyebab berakhirnya ikatan tersebut melalui perceraian.

Menariknya, dalam beberapa kasus, perceraian justru terjadi ketika sang istri sedang mengandung. Kondisi ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan umat Islam tentang apakah talak saat hamil diperbolehkan? Bagaimana hukum cerai saat sedang hamil menurut syariat Islam?


Hukum Talak Saat Sedang Hamil

Dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu’man Hasan, dijelaskan bahwa jumhur ulama sepakat hukum cerai saat istri hamil adalah mubah atau boleh. Bahkan, Imam Ahmad bin Hanbal menyebut jenis perceraian ini sebagai bentuk talak yang sesuai dengan syariat.

Pendapat tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda,

“Kemudian, ceraikanlah ia pada waktu suci atau hamil.” (HR. Muslim).

Hadits ini menjadi dasar bahwa menjatuhkan talak pada istri yang sedang mengandung diperbolehkan dalam Islam dan tidak termasuk kategori cerai yang dilarang.

Apabila seorang istri diceraikan dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya akan berakhir ketika ia melahirkan anaknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Thalaq ayat 4,

وَالّٰۤـِٔيْ يَىِٕسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍۙ وَّالّٰۤـِٔيْ لَمْ يَحِضْنَۗ وَاُولٰتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا ۝٤

Artinya: Perempuan-perempuan yang tidak mungkin haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan. Begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (belum dewasa). Adapun perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.

Hak dan Kewajiban Istri yang Diceraikan

Dalam jurnal Iddah dan Ihdad dalam Islam karya Abdul Moqsith disebutkan bahwa perempuan yang ditalak memiliki hak untuk memperoleh tempat tinggal yang layak, nafkah, pakaian, serta kebutuhan hidup lainnya dari mantan suaminya.

Rasulullah SAW pun menegaskan hal tersebut melalui sabdanya yang menjelaskan kewajiban suami terhadap istri yang masih berada dalam masa iddah.

“Perempuan beriddah yang bisa dirujuk oleh (mantan) suaminya berhak mendapat kediaman dan nafkah darinya.”

Selama menjalani masa iddah, seorang wanita tidak diperbolehkan menerima lamaran dari laki-laki lain, baik secara langsung maupun melalui sindiran (ta’ridh). Larangan ini berlaku hingga ia melahirkan dan tetap harus dipatuhi sesuai ketentuan syariat.

Selain itu, wanita yang sedang dalam masa iddah juga tidak diperkenankan keluar rumah kecuali untuk keperluan yang mendesak. Ketentuan ini disepakati oleh para ulama fiqih, seperti Imam Syafi’i, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, dan Al-Layts.

Dalam Buku Pintar Fikih Wanita karya Muhammad Zaenal Arifin, dijelaskan bahwa masa iddah memiliki beberapa konsekuensi yang dianggap kurang menguntungkan bagi suami, misalnya larangan menikahi perempuan kelima jika masih memiliki empat istri. Sebab, wanita yang berada dalam masa iddah masih berstatus sebagai istri sah, dan baru setelah masa iddah berakhir, sang suami diperbolehkan menikahi perempuan lain yang halal baginya.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Talak Saat Marah dalam Islam, Apakah Sah?


Jakarta

Ketika menikah, setiap pasangan tentu berharap agar pernikahan tersebut menjadi pernikahan yang langgeng dan penuh kebahagiaan. Namun, dalam perjalanan rumah tangga, tak jarang muncul tantangan yang membuat pasangan suami-istri tidak sejalan dalam pandangan dan sikap terhadap suatu hal.

Perbedaan pendapat yang tidak diselesaikan dengan tenang sering kali berujung pada pertengkaran dan luapan emosi. Dalam kondisi seperti ini, kata-kata bisa meluncur tanpa kendali, termasuk ucapan talak yang diucapkan dalam keadaan marah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan yang kerap muncul di benak banyak orang: bagaimana hukum talak yang diucapkan saat sedang marah dan emosi? Apakah talak tersebut tetap sah di mata Islam, atau justru tidak dianggap karena diucapkan tanpa kesadaran penuh?


Hukum Talak Saat Emosi

Dikutip dari website resmi Kementerian Agama, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai talak yang diucapkan oleh suami dalam keadaan marah atau emosi. Sebagian ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkan dalam kondisi tersebut tetap sah dan memiliki kekuatan hukum.

Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Syekh Zainuddin al-Malibari dari mazhab Syafi’i, yang menjelaskan bahwa talak orang yang marah tetap dianggap sah selama ia masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب

Artinya: “Para ulama bersepakat bahwa talak orang yang marah itu tetap jatuh, meskipun ia mengklaim bahwa kesadarannya hilang karena marah.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in [Semarang, Thoha Putra: t.t], halaman 112).

Sementara itu, sebagian ulama lain berpendapat bahwa talak yang diucapkan suami dalam keadaan marah berat atau emosi yang memuncak tidak dianggap sah. Alasannya, pada tingkat kemarahan tersebut, seseorang tidak lagi sepenuhnya sadar terhadap ucapan dan tindakannya.

Kondisi ini bahkan disamakan dengan keadaan orang yang kehilangan akal, seperti orang gila atau penderita epilepsi saat kambuh.

وأربع لا يقع طلاقهم: الصبي، والمجنون. وفي معناه المغمى عليه، والنائم، والمكرَه

Artinya: “Empat orang yang penyataan talaknya dianggap tidak berlaku, yaitu anak kecil, orang gila – termasuk di dalamnya adalah penderita epilepsi-, orang yang sedang tidur, dan orang yang dipaksa”. (Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib al-Mujib, [Semarang, Thoha Putra: t.t] halaman 48).

Tingkat Kemarahan Suami Saat Mengucap Talak

Masih mengutip dari laman Kemenag, Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitabul Fiqhi ‘alal Madzhabil Arba’ah (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 2003), juz IV, halaman 262, menjelaskan bahwa tingkat kemarahan seorang suami saat mengucapkan talak dibagi menjadi tiga.

Pertama, marah tingkat awal, yaitu ketika seseorang mulai marah namun masih mampu mengendalikan diri dan menyadari setiap ucapannya. Dalam kondisi ini, talak yang diucapkan tetap sah karena dilakukan dalam keadaan sadar.

Kedua, marah tingkat puncak, yakni saat emosi telah memuncak hingga menghilangkan akal dan kesadaran. Orang dalam kondisi ini disamakan dengan orang gila, sehingga talaknya tidak sah dan tidak berlaku.

Ketiga, marah tingkat pertengahan, yaitu ketika kemarahan sudah tinggi dan membuat seseorang keluar dari kebiasaannya, tetapi belum sampai kehilangan kesadaran. Dalam kondisi ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa talaknya tetap sah, karena pelaku masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

Menentukan tingkat kemarahan suami saat mengucapkan talak perlu dilakukan dengan penilaian yang objektif melalui bukti, saksi, serta pertimbangan pihak berwenang seperti petugas KUA atau tokoh agama agar keputusan sesuai dengan syariat.

Cara Menahan Amarah dalam Islam

Emosi yang tidak terkendali dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih dan bertindak rasional. Dalam konteks pernikahan, hal ini bisa memicu pertengkaran yang berujung pada retaknya hubungan suami-istri.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pasangan untuk menahan amarah dan tidak mengambil keputusan saat emosi memuncak. Islam pun mengajarkan umatnya untuk mengendalikan amarah sebagai bentuk menjaga diri dan keharmonisan rumah tangga.

Menurut Buku Ajar Akidah Akhlak karya Syafiuddin dan Machnunah Ani Zulfah, salah satu cara menahan amarah dalam Islam adalah dengan beristighfar. Dalam menghadapi tantangan rumah tangga, seperti perbedaan pendapat atau kesalahpahaman dengan pasangan, beristighfar membantu menenangkan hati agar tidak terbawa emosi.

Cara kedua adalah menahan diri dari melampiaskan kemarahan. Rasulullah SAW pernah memberi wasiat agar seseorang tidak marah, dan hal ini sangat relevan dalam pernikahan, karena kemampuan menahan diri dapat mencegah ucapan atau tindakan yang bisa melukai pasangan.

Ketiga, amarah juga bisa diredam dengan berwudhu, karena wudhu menyucikan diri dari emosi negatif dan menurunkan panas hati. Dalam kehidupan rumah tangga, berwudhu sebelum melanjutkan pembicaraan dapat membantu suami-istri berpikir lebih jernih dan bijak dalam menyelesaikan masalah.

Cara keempat adalah berdiam diri dan membaca ta’awudz ketika marah. Dengan diam, seseorang dapat menghindari kata-kata yang memperkeruh suasana, dan dengan membaca ta’awudz, ia memohon perlindungan Allah SWT agar setan tidak memperbesar konflik dalam rumah tangga.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Pengertian, Hukum dan Dampak Sosialnya



Jakarta

Pernikahan merupakan hal yang sangat sakral dalam kehidupan manusia. Para ulama fikih mendefinisikan pernikahan sebagai kepemilikan sesuatu melalui jalan yang disyariatkan dalam agama dengan tujuan menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan serta memelihara keturunan manusia.

Dalam pernikahan di mata Islam, terdapat beberapa jenis, salah satunya adalah nikah tahlil. Lantas, apa itu nikah tahlil dan bagaimana hukumnya dalam Islam?


Pengertian Nikah Tahlil

Mengutip buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga karya Miftah Faridl, nikah tahlil adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah bercerai untuk sementara waktu, kemudian diceraikan kembali. Tujuan dari pernikahan ini adalah agar wanita tersebut menjadi halal untuk dinikahi kembali oleh mantan suami pertamanya.

Secara etimologi, kata tahlil berarti mencarikan jalan halal atau membuat sesuatu menjadi diperbolehkan. Oleh karena itu, nikah tahlil sering disebut juga dengan istilah nikah muhalil, yang mengandung makna mencari jalan agar mantan pasangan dapat kembali bersama secara sah.

Dalam praktiknya, laki-laki yang melakukan nikah tahlil disebut muhalil, sedangkan wanita yang dicarikan jalan halal untuk kembali kepada mantan suaminya disebut muhallal. Istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan peran masing-masing pihak dalam pelaksanaan nikah tahlil menurut pandangan fikih Islam.

Hukum Nikah Tahlil di Kalangan Ulama

Jumhur ulama, baik dari kalangan salaf maupun khalaf, sepakat bahwa nikah tahlil yang dilakukan dengan syarat atau kesepakatan sebelumnya adalah batal. Kesepakatan tersebut dianggap menyalahi tujuan pernikahan yang sesungguhnya, karena menjadikan akad nikah sebagai sarana rekayasa hukum, bukan sebagai ikatan yang sah dan tulus.

Imam Malik berpendapat bahwa nikah muhallil yang dilakukan dengan syarat agar wanita bisa kembali kepada suami pertamanya harus difasakh atau dibatalkan. Menurut beliau, pernikahan seperti ini tidak memenuhi maqasid pernikahan dalam Islam yang menekankan keikhlasan dan keabadian hubungan suami istri.

Sufyan Ats-Tsauri menyatakan bahwa jika seorang laki-laki menikahi wanita dengan niat tahlil, lalu di tengah jalan ia berniat mempertahankan pernikahan itu, maka ia harus menceraikannya dan melakukan akad baru. Pandangan ini menunjukkan bahwa pernikahan yang diawali dengan niat rekayasa hukum tidak dapat dianggap sah tanpa pembaruan akad yang tulus.

Ibrahim An-Nakha’i berpendapat bahwa nikah tahlil tidak diperbolehkan, kecuali jika dilakukan karena keinginan yang tulus untuk berumah tangga. Apabila salah satu pihak, baik suami pertama, suami kedua, maupun pihak perempuan, memiliki niat untuk menghalalkan hubungan dengan suami pertama, maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah.

Imam Syafi’i juga menegaskan bahwa nikah tahlil batal apabila syaratnya disebutkan saat akad nikah berlangsung. Beliau mengqiyaskan praktik ini dengan nikah mut’ah, karena keduanya memiliki kesamaan dalam unsur sementara dan bertentangan dengan prinsip pernikahan yang langgeng dalam Islam.

Menurut Mazhab Maliki dan Hanbali, nikah tahlil tetap haram dan batal meskipun tanpa adanya syarat yang diucapkan secara eksplisit. Selama niatnya hanya untuk menjadikan wanita tersebut halal bagi suami pertamanya, maka akad tersebut dianggap tidak sah dan tidak membuat wanita itu halal kembali bagi mantan suaminya.

Dalil pengharaman nikah tahlil diperkuat dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah bersabda,

اال اخبركم بالتى المستعار؟ هو المحلل لعن هللا المحلل
والمححلل له.

Artinya: Maukah kalian aku beri tahu mengenai kemaluan kambing yang dipinjam? “Dia adalah yang melakukan nikah tahlil Allah melaknat orang yang menghalalkan dan orang yang dihalalkan.”

Dampak Sosial Praktik Nikah Tahlil

Dikutip dari jurnal Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Nikah Tahlil oleh Aulia Diningrum, dkk, berikut ini adalah dampak sosial dari praktik nikah tahlil dalam masyarakat.

1. Merendahkan Martabat Pernikahan

Nikah tahlil menjadikan pernikahan yang seharusnya sakral dan penuh nilai ibadah sebagai sarana rekayasa hukum semata. Hal ini bertentangan dengan tujuan pernikahan dalam Islam yang menekankan keharmonisan, cinta, dan ketenangan dalam rumah tangga.

2. Melanggar Prinsip Keabsahan Pernikahan

Praktik nikah tahlil dilakukan dengan niat yang tidak tulus dan bertentangan dengan hukum Islam. Akad yang didasarkan pada niat sementara atau rekayasa hukum menjadikan pernikahan tersebut batal dan tidak sah menurut syariat.

3. Menyebabkan Eksploitasi terhadap Perempuan

Dalam praktik nikah tahlil, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan karena dijadikan objek untuk menghalalkan hubungan dengan suami pertama. Hal ini menurunkan martabat perempuan dan bertentangan dengan prinsip keadilan serta perlindungan terhadap hak-hak wanita dalam Islam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Meremehkan Orang Lain



Jakarta

Manusia itu tidak boleh sombong karena yang berhak sombong hanya Allah SWT. tidak ada yang lain. Cukuplah Iblis menjadi pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT. akan bahayanya sifat sombong tersebut. Iblis tidak mau menaati perintah Allah SWT. untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. karena sombong, meremehkan dan merasa lebih baik daripada Adam AS.

Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan walau sebesar zarah di dalam hatinya.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, apakah itu kesombongan?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR Muslim).


Ini penting bahwa orang yang sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Orang yang bersikap seperti ini tentu akan dijauhi oleh para sahabatnya dan akan terkucil dalam komunitasnya. Ajaran Islam yang luhur melarang seseorang berlaku sombong karena yang berhak memiliki sifat sombong hanya Allah SWT. Dia berfirman dalam sebuah hadis qudsi,”Sifat sombong adalah selendangku dan keagungan adalah busanaku. Barangsiapa yang merebut salah satunya dariku, maka akan Aku lemparkan dia ke neraka Jahanam.” (HR Ibnu Majah).

Orang yang menolak kebenaran itu dalam diskusi maupun berdebat, biasanya semua orang yang tidak sesuai dengan dirinya dianggap berseberangan dan ia musuhi. Sejatinya ada kaum seperti itu selalu menolak kebenaran meskipun berulang diberitahu. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Yasin ayat 9 yang terjemahannya, “Kami memasang penghalang di hadapan mereka dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan) mereka. Mereka pun tidak dapat melihat.”

Makna ayat di atas adalah : Telah digambarkan pula bahwa orang-orang yang tidak beriman itu memandang baik perbuatan jahat yang mereka kerjakan. Hal demikian menyebabkan mereka menjadi sombong, sehingga mereka enggan mengikuti ajaran rasul. Pikirannya tertutup dari kebenaran, dari apa yang dapat mendatangkan manfaat.

Oleh karena itu, tidak ada yang bisa mereka pahami kecuali apa yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka. Ringkasnya, mereka selalu berada dalam penjara kebodohan, seolah-olah hati mereka dipisahkan oleh dinding, sehingga mereka tidak bisa berpikir dan merenungkan dalil-dalil kebenaran ajaran yang dibawa rasul. Ada pula yang mengartikan dinding yang menghalangi itu dengan hijab; hingga berarti Allah SWT. menjadikan hijab yang menghalangi orang-orang musyrik untuk menyakiti Rasul. Sedang mata yang tertutup diartikan, mereka tidak bisa mengindra dengan baik sesuatu yang dilihatnya, dan tidak satu pun petunjuk yang dapat meluruskan pikiran mereka.

Betapa ruginya jika seseorang muslim telah diuji dengan ditutupi ( diberi hijab ) sehingga meskipun matanya melihat, tetapi hatinya tetap keruh dan tiada bisa menangkap makna yang dilihatnya.

Biasanya dalam kehidupan sehari-hari dia menjadi orang yang “merasa” paling benar hingga tidak mengindahkan opini orang lain. Itulah termasuk penyakit hati yang seharusnya kita jauhi.

Jika diamati pada group-group medsos, akan muncul orang-orang yang berkarakter seperti ini. Bagaimana kita menyikapinya ? Tentu tidak perlu terbawa arus emosi untuk menjadi seperti itu, hindari dan jauhi ketika sudah tidak mempan diberitahu dengan lembut maupun terbuka. Berdo’alah pada Sang Pencipta agar hijab yang menutup mata hatinya untuk disingkapkan.

Dalam pandangan Islam, Bani Israil, meskipun mengetahui akan datangnya utusan terakhir (Nabi Muhammad SAW), banyak yang mengingkari dan menolak kerasulan beliau. Ini karena ketidaktawaran sebagian besar dari mereka untuk menerima kebenaran, meskipun telah mengetahui tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran Islam.

Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya surah al-Baqarah ayat 83 yang terjemahannya, “Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.” Akan tetapi, kamu berpaling (mengingkarinya), kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT. telah mengambil perjanjian dari Bani Israil untuk tidak menyembah selain-Nya dan berbuat baik kepada sesama, namun mayoritas mereka mengingkari perjanjian tersebut.Para pengingkar selalu meremehkan orang lain, ini menjadi ciri-cirinya. Sikap meremehkan orang lain itu muncul dari dalam dirinya sebagai orang yang berderajat tinggi. Kebanggaan diri ini mengarah sikap ujub, padahal sikap jelas dilarang.

Perasaan diri berderajat tinggi itu menjadikan dia sia-sia hidupnya. Ketinggian derajat yang menjadi ukuran di dunia seperti kepandaian, harta, kekuasaan maupun ketenaran. Semua itu tidaklah menjadi ukuran saat manusia dihisab karena timbangan amal perbuatan baik yang membawamu pada keselamatan. Semoga kita semua dalam lindungan-Nya, agar hidup dalam keselamatan di dunia dan di akhirat.

Aunur Rofiq

Penulis adalah Pendiri Himpunan Pengusaha Santri Indonesia

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Akidah Islam? Ini Penjelasan Lengkapnya


Jakarta

Akidah merupakan pondasi utama dalam ajaran Islam. Ia menjadi dasar keyakinan yang menuntun umat untuk beribadah, berakhlak, dan menjalani kehidupan dengan penuh ketenangan.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan akidah Islam? Mengapa ia begitu penting bagi setiap Muslim?


Pengertian Akidah Islam

Menukil buku Akidah Akhlak dalam Perspektif Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah karya Rahmat Solihin, secara etimologi (bahasa), akidah berasal dari bahasa Arab: aqada-ya’qidu-aqdan yang berarti ikatan, perjanjian, simpul, dan kokoh. Istilah ini digunakan karena akidah mengikat dan menjadi sandaran bagi segala sesuatu.

Adapun secara terminologi (istilah), akidah adalah:

  • Perkara-perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati manusia, mendatangkan ketenteraman jiwa, dan tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.
  • Sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah.

Seperti yang diungkapkan dalam buku Pengantar Akidah Akhlak dan Pembelajarannya oleh Dedi Wahyudi, M.Pd.I., akidah diibaratkan sebagai fondasi bangunan yang harus dirancang dan dibangun terlebih dahulu sebelum bagian-bagian lainnya.

Secara umum, akidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati untuk membenarkan Tuhan, yang membuat jiwa tenang dan tenteram, serta bersih dari kebimbangan dan keraguan. Akidah memiliki keterkaitan erat dengan keimanan, yakni keyakinan yang diyakini sepenuh hati.

Akidah juga dapat diartikan sebagai hubungan antara hamba dengan Sang Pencipta (hablumminallah).

Ruang Lingkup Akidah

Akidah Islam mencakup empat aspek utama yang menjadi pokok keyakinan seorang muslim. Keempat ruang lingkup ini meliputi:

  1. Ilahiyat: Segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan (Allah SWT).
  2. Nubuwwat: Segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk kitab suci dan mukjizat mereka.
  3. Ruhaniyat: Hal-hal yang berkaitan dengan alam metafisika, seperti malaikat, jin, dan ruh.
  4. Sam’iyyat: Hal-hal yang hanya diketahui berdasarkan sami’ (dalil naqli atau wahyu), seperti alam barzah, alam kubur, akhirat, surga, neraka, dan takdir.

Dasar-dasar Akidah Islam

Akidah Islam disusun berdasarkan dalil-dalil kuat dari Al-Qur’an dan Hadits. Dasar-dasar ini dikenal sebagai Rukun Iman.

Mengutip buku Pendidikan Agama Islam: Akidah Akhlak Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh Drs. H. Masan AF., M.Pd., Al-Qur’an banyak menyebutkan pokok akidah, seperti sifat-sifat Allah, malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lainnya.

Pokok-pokok akidah ini diringkas dalam hadits dan firman Allah SWT:

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 285:

اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

Artinya: Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata,) “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali.”

Hadis Riwayat Muslim (HR Muslim):

Rasulullah bersabda, “Iman itu artinya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.”

Kedudukan Akidah dalam Islam

Akidah memiliki kedudukan yang sangat fundamental. Mayoritas kandungan Al-Qur’an dan Sunnah berfokus pada penjelasannya. Menukil buku Pokok-Pokok Akidah yang Benar karya H.A. Zahri, berikut tiga kedudukan utama akidah:

1. Fondasi Setiap Amal

Akidah (iman) adalah landasan setiap amal perbuatan manusia. Jika akidah tidak benar, amal seseorang akan sia-sia (merugi). Inilah sebabnya mengapa dalam Al-Qur’an, kata amal sering didahului dengan kata iman.

وَالْعَصْرِ

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.” (QS. Al-Asr: 1-3)

2. Misi Dakwah Semua Rasul

Diterimanya amal manusia sangat tergantung pada kebenaran akidahnya. Oleh karena itu, semua nabi dan rasul, dari Adam AS hingga Muhammad SAW, membawa misi utama yang sama, yaitu menyeru kepada keesaan Allah (tauhid).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

Artinya: Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah tagut!” Di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang ditetapkan dalam kesesatan. Maka, berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl: 36)

3. Membawa Keselamatan dan Kebahagiaan Dunia-Akhirat

Orang yang memiliki akidah yang benar akan memperoleh kebaikan dan kemaslahatan sepanjang hidupnya. Akidah yang kuat membuat seorang mukmin tidak mudah berputus asa, bahkan saat menghadapi ujian.

Sebaliknya, orang yang tidak berakidah benar akan merasa kehidupannya sempit. Akidah yang kokoh adalah jaminan ketenangan di dunia dan keselamatan di akhirat.

يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

Artinya: Wahai anak-anakku, pergi dan carilah berita tentang Yusuf beserta saudaranya. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir. (QS. Yusuf: 87)

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Makna dan Arti Lirik Lagu Addinu Lana, Nasheed Penuh Semangat Islam



Jakarta

Sholawat Addinu Lana dikenal sebagai nasyid perjuangan Islam yang sarat semangat dan nilai spiritual. Sholawat ini sering menggema di berbagai acara keagamaan, kegiatan pesantren, hingga perlombaan seni Islam.

Dengan melodi yang kuat dan lirik yang membangkitkan motivasi, Addinu Lana bukan sekadar lagu, tetapi sebuah seruan bagi umat Islam untuk mencintai agamanya, menegakkan kebenaran, serta menjaga identitas keislaman di tengah kehidupan modern.


Addinu Lana berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘Agama adalah milik kami’ atau ‘Islam adalah agama kami’. Lagu ini populer di dunia Arab dan kemudian menyebar luas ke berbagai negara, termasuk Indonesia, melalui kalangan pesantren, madrasah, dan komunitas nasyid.

Secara umum, nasyid ini sering dibawakan dalam suasana penuh semangat, seperti pada peringatan Hari Santri, acara keislaman, dan kegiatan keagamaan di sekolah atau kampus. Irama dan liriknya mampu menumbuhkan rasa bangga menjadi muslim, sekaligus mengingatkan pentingnya memperjuangkan nilai-nilai Islam secara damai dan berakhlak mulia.

Lirik Sholawat Addinu Lana

Dikutip dari buku Kumpulan Shalawat Nabi Super Lengkap yang disusun Ibnu Watiniyah, berikut lirik sholawat addinu lana versi arab dan latin dan artinya:

الدين لنا والحق لنا ، والعدل لنا والکل لنا

Arab latin: Addiinu lanaa wal haqqu lanaa, wal ‘adlu lanaa walkullu lanaa

اضحی الإسلام لنا دينا ، وجميع الگون لنا وطنا

Arab latin: Adhal Islaamu lanaa diinaan, wa jamii’ul kauni lanaa wathona

الدين لنا والحق لنا ، والعدل لنا والکل لنا

Arab latin: Addiinu lanaa wal haqqu lanaa, wal ‘adlu lanaa walkullu lanaa

اضحی الإسلام لنا دينا ، وجميع الگون لنا وطنا

Arab latin: Adhal Islaamu lanaa diinaan, wa jamii’ul kauni lanaa wathona

توحيد الله لنا نور ، اعددنا الروح له سگنا

Arab latin: Tauhiidullahu lanaa nuurun, a’dadnar ruuhu lahu sakanan

هو اول بيت نحفظه ، بحياة الروح ويحفظنا

Arab latin: Huwal awwalu baitun nahfadzohu, bijayaatilluuhi wayahfadzona

الدين لنا والحق لنا ، والعدل لنا والکل لنا

Arab latin: Addiinu lanaa wal haqqu lanaa, wal ‘adlu lanaa walkullu lanaa

اضحی الإسلام لنا دينا ، وجميع الگون لنا وطنا

Arab latin: Adhal Islaamu lanaa diinaan, wa jamii’ul kauni lanaa wathona

علم الإسلام علی الأيام ، شعار المجد لملتنا

Arab latin: ‘Alamul islaami ‘alal ayyam, syi’arul majdi limillatiina

الگون يزول ولا تمحی ، بالدهر صحائف سؤددنا

Arab latin: Alkauunu yazuulu walaa tumha, biddahri shohaaifu sukdadina

علم الإسلام علی الأيام ، شعار المجد لملتنا

Arab latin: ‘Alamul islaami ‘alal ayyam, syi’arul majdi limillatiina

الگون يزول ولا تمحی ، بالدهر صحائف سؤددنا

Arab latin: Alkauunu yazuulu walaa tumha, biddahri shohaaifu sukdadina

الدين لنا والحق لنا ، والعدل لنا والکل لنا

Arab latin: Addiinu lanaa wal haqqu lanaa, wal ‘adlu lanaa walkullu lanaa

اضحی الإسلام لنا دينا ، وجميع الگون لنا وطنا

Arab latin: Adhal Islaamu lanaa diinaan, wa jamii’ul kauni lanaa wathona

Arti Lirik Sholawat Addinu Lana

Berikut arti sholawat Addinu Lana:

Agama bagi kami dan kebenaran bagi kami, keadilan bagi kami dan seluruhnya untuk kami

Islam telah lahir sebagai agama kami, dan seluruh alamm merupakan tempat tinggal kami

Agama bagi kami dan kebenaran bagi kami, keadilan bagi kami dan seluruhnya untuk kami

Islam telah lahir sebagai agama kami, dan seluruh alam merupakan tempat tinggal kami

Mengesakan Allah menjadi cahaya bagi kami, ruh (Islam) itu telah menyiapkan sebagai tempat tinggal kami

Dialah pertama kalinya rumah yang kami jaga, dan kami pun menjaganya segenap hidup kami

Agama bagi kami dan kebenaran bagi kami, keadilan bagi kami dan seluruhnya untuk kami

Islam telah lahir sebagai agama kami, dan seluruh alam merupakan tempat tinggal kami

Mengesakan Allah menjadi cahaya bagi kami, ruh (Islam) itu telah menyiapkan sebagai tempat tinggal kami

Dialah pertama kalinya rumah yang kami jaga, dan kami pun menjaganya segenap hidup kami

Agama bagi kami dan kebenaran bagi kami, keadilan bagi kami dan seluruhnya untuk kami

Islam telah lahir sebagai agama kami, dan seluruh alam merupakan tempat tinggal kami

Islam mengajari kami setiap hari , syi’ar agung bagi agama kami

Waktu boleh bergeser, namun (agama) tidak boleh terhapus

Agama bagi kami dan kebenaran bagi kami, keadilan bagi kami dan seluruhnya untuk kami

Islam telah lahir sebagai agama kami, dan seluruh alam merupakan tempat tinggal kami

Makna Filosofis Lirik Addinu Lana

Lirik Addinu Lana sangat sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Setiap baitnya mengandung pesan moral dan nilai keimanan yang kuat:

“Addinu lana” (Agama milik kami)
Menegaskan bahwa Islam bukan sekadar identitas, tetapi jalan hidup. Seorang muslim menjadikan agama sebagai pedoman dalam setiap langkahnya.

“Wal-ḥaqqu lana” (Kebenaran milik kami)
Mengandung makna bahwa Islam mengajarkan kebenaran universal yang datang dari Allah SWT. Umat Islam diajak untuk menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran dalam setiap perbuatan.

“Wan-nūru lanā” (Cahaya milik kami)
Cahaya di sini bermakna petunjuk (hidayah) yang menerangi hati dan akal manusia. Islam adalah cahaya yang membawa manusia keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang penuh keberkahan.

“Wal-fakhru lanā” (Kebanggaan milik kami)
Baris ini mengajarkan agar setiap Muslim bangga dengan agamanya – bukan dengan kesombongan, melainkan kebanggaan karena mengikuti ajaran yang penuh rahmat, kejujuran, dan kasih sayang.

“Naḥnul muslimūn” (Kami adalah kaum Muslimin)
Penutup ini adalah deklarasi iman. Ia menjadi bentuk pengakuan dan komitmen untuk hidup dalam nilai-nilai Islam, bersatu dalam persaudaraan, dan berbuat kebaikan di muka bumi.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

2 Jenis Zakat yang Harus Dibayar Muslim, Berapa Besarannya?



Yogyakarta

Membayar zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim dan termasuk salah satu rukun Islam. Dalam ajaran Islam, ada dua jenis zakat yang wajib ditunaikan oleh umat Islam.

Mengutip dari buku Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya, zakat secara syariat dimaknai sebagai kadar tertentu dari suatu harta yang diwajibkan Allah SWT untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerima (Mustahiq) dengan syarat-syarat tertentu.

Perintah membayar zakat dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 43, Allah SWT berfirman:


وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS Al-Baqarah: 43).

Selain itu, perintah zakat juga termaktub dalam surat At-Taubah ayat 103, Allah SWT berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah: 10).

Adapun zakat yang wajib ditunaikan tidak hanya zakat di bulan Ramadan saja. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis zakat yang wajib diketahui umat muslim.

Jenis-Jenis Zakat dan Besarannya

Dilansir dari laman Badan Amil Zakat Nasional, ada dua jenis zakat yang wajib dibayarkan umat muslim.

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap umat Islam menjelang hari raya Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besarannya berupa beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.

Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap orang yang beragama Islam, menemui sebagian dari bulan Ramadan dan sebagian awal bulan Syawal (malam hari raya), serta bagi orang yang memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam hari raya dan Idul Fitri.

Pembayaran zakat fitrah bisa diwalikan oleh orang tua ataupun saudara. Oleh sebab itu, niatnya pun menjadi berbeda-beda tergantung untuk siapa zakat tersebut ditunjukkan.

2. Zakat Mal

Zakat mal atau zakat harta adalah zakat yang wajib ditunaikan oleh muslim sesuai dengan nisab dan haulnya.

Nisab yaitu syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat. Sedangkan haul ialah masa kepemilikan harta yang sudah berlalu selama 12 bulan tahun Hijriyah.

Berbeda dengan zakat fitrah, zakat mal tidak memiliki batasan waktu membayarnya. Artinya, zakat ini bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syaratnya telah terpenuhi.

Macam-macam harta yang termasuk dalam zakat mal, yaitu meliputi:

· Zakat simpanan emas, perak, dan barang berharga lainnya.

· Zakat atas aset perdagangan.

· Zakat atas hewan ternak.

· Zakat atas hasil pertanian.

· Zakat atas hasil olahan tanaman dan hewan.

· Zakat atas hasil tambang dan tangkapan laut.

· Zakat atas hasil penyewaan asset.

· Zakat atas hasil jasa profesi.

· Zakat atas hasil saham dan obligasi.

Adapun besaran zakat mal yang wajib dibayarkan umat muslim adalah 2,5% dari total harta keseluruhan yang disimpan selama satu tahun apabila harta tersebut telah memenuhi syarat nisab.

Bagi detikers yang ingin membayar zakat mal juga bisa cek hitungannya melalui Kalkulator Zakat DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Perbedaan Sedekah, Hibah, dan Hadiah dalam Islam



Jakarta

Memberikan barang atau suatu hal dalam islam memiliki klasifikasi tergantung niat dan juga tujuan dari kegiatan tersebut. Berikut ini adalah penjelasan beberapa dari kegiatan memindahkan kepemilikan barang sekaligus perbedaan sedekah, hibah, dan hadiah.

Sebelumnya, kita perlu mengetahui makna dari masing-masing kondisi ini yaitu sedekah, hibah, dan hadiah.

Pengertian Sedekah

Sedekah adalah pemberian sukarela dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya tanpa batasan waktu dan jumlah, dengan niat ikhlas dan mengharap ridha Allah SWT serta pahala semata.


Menurut definisi dari Kemenag (Kementerian Agama), sedekah secara istilah berarti memberikan bantuan atau pertolongan berupa harta atau hal lainnya dengan harapan mendapatkan ridha Allah SWT, tanpa mengharap imbalan dari manusia. Sedekah tidak hanya berupa uang atau harta, tetapi juga dapat berupa segala sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Kemenag bahwa sedekah memiliki status hukum sunnah dan memiliki manfaat yang besar, baik untuk diri sendiri maupun untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam Surah Yusuf ayat 88, Allah SWT menjelaskan sebagai berikut,

فَلَمَّا دَخَلُوا۟ عَلَيْهِ قَالُوا۟ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا ٱلضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَٰعَةٍ مُّزْجَىٰةٍ فَأَوْفِ لَنَا ٱلْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَجْزِى ٱلْمُتَصَدِّقِينَ

Artinya: Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”

Selanjutnya, dalam ayat Al-Qur’an yaitu Surah Al-Baqarah 263 juga menjelaskan terkait dengan sedekah. Sebagaimana yang dilansir dalam buku Dahsyatnya Sedekah oleh H. Akhmad Sangid, B.Ed., M.A., ayat tersebut berbunyi sebagai berikut,

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى ۗ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ

Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”

Pengertian Hibah

Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah, hibah memiliki pengertian secara bahasa berasal dari kata ‘hubub ar-rih’ yang berarti hembusan angin. Kata ini digunakan untuk merujuk pada pemberian dan kebajikan kepada orang lain, baik berupa harta maupun hal lainnya.

Jika dilihat melalui istilah syariat, hibah adalah perjanjian pemberian kepemilikan oleh seseorang atas hartanya kepada orang lain selama dia masih hidup, tanpa ada pertukaran yang dilakukan.

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Kitab Minhajul Muslim menjelaskan bahwa hibah adalah sedekah yang dilakukan oleh orang dewasa dengan memberikan harta, barang, atau hal-hal lain yang diperbolehkan.

Hibah juga dapat berarti pemberian oleh orang yang memiliki akal sempurna dengan aset yang dimilikinya, seperti harta atau perabotan yang diperbolehkan.

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi melalui Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah juga menjelaskan arti hibah sebagai pemberian kepada orang lain, meskipun bukan dalam bentuk harta.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hibah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang selama dia masih hidup kepada orang lain tanpa mengharap imbalan apa pun, semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.

Pengertian Hadiah

Dikutip dari Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer tulisan Taufiqur Rahman, dijelaskan bahwa kata hadiah memiliki akar kata hadi yang memiliki makna penunjuk jalan, karena ia tampil di depan dan menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini muncul kata hidayah yang berarti penyampaian sesuatu dengan lemah lembut untuk menunjukkan simpati.

Menurut KBBI, hadiah adalah pemberian berupa kenang-kenangan, penghargaan, atau penghormatan. Menurut Zakariya Al-Anshari, hadiah”adalah penyerahan hak kepemilikan harta benda tanpa meminta ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima sebagai bentuk penghormatan.

Menurut Qal’aji, hadiah adalah pemberian sesuatu tanpa imbalan dengan tujuan menjalin hubungan dan menghormati.

Perbedaan Sedekah, Hibah, dan Hadiah

Secara singkat perihal perbedaan ini dijelaskan oleh Imam Syafi’i yang dikutip oleh buku tulisan Taufiqur Rahman, yaitu sebagai berikut,

Imam Syafi’i membagi pemberian seseorang kepada orang lain menjadi dua bagian: yang pertama terkait dengan kematian, yaitu wasiat, dan yang kedua dilakukan saat masih hidup. Pemberian saat masih hidup ini memiliki dua bentuk, yaitu hibah dan wakaf.

Hibah merupakan pemindahan kepemilikan yang murni, sedangkan sedekah sunnah dan hadiah juga termasuk dalam kategori ini. Perbedaan antara hadiah dan hibah adalah bahwa hadiah melibatkan pemindahan sesuatu yang dihadiahkan dari satu tempat ke tempat lain.

Oleh karena itu, istilah hadiah tidak dapat digunakan dalam konteks kepemilikan properti. Namun, untuk benda-benda bergerak seperti pakaian, hamba sahaya, dan sejenisnya, semua hadiah dan sedekah dianggap sebagai hibah, tetapi tidak sebaliknya.

Hibah di lain sisi dapat dikatakan sebagai perjanjian pemberian kepemilikan oleh seseorang atas harta atau asetnya kepada orang lain saat ia masih hidup. Hibah dilakukan tanpa ada pertukaran atau pembayaran yang diminta dari penerima. Hibah sering kali dilakukan sebagai bentuk penghormatan, penguatan silaturahmi, atau memuliakan penerima.

Terakhir, mengenai hadiah biasanya diberikan dan dapat berupa barang, uang, atau hal lain yang dianggap bernilai. Dalam konteks umum, sedekah dan hibah merupakan bentuk pemberian yang lebih luas, sementara hadiah memiliki makna yang lebih khusus dan terkait dengan penghargaan atau penghormatan tertentu.

Sekian pembahasan kali ini mengenai perbedaan sekedah, hibah, dan hadiah. Semoga tulisan kali ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Untuk Diri Sendiri, Keluarga dan Orang Lain


Jakarta

Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan saat bulan Ramadhan. Biasanya umat Islam melaksanakan zakat ini di minggu terakhir bulan puasa.

Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim. Karena ia merupakan zakat untuk mensucikan diri.

Syarat Zakat Fitrah

Dikutip dari Buku Induk Fikih Islam Nusantara karya K.H. Imaduddin Utsman al-Bantanie, ada beberapa syarat sah untuk melaksanakan zakat fitrah. Yaitu:


  • Islam
  • Tenggelamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan
  • Adanya kelebihan dari makanan pokok bagi dirinya dan orang yang ditanggungnya.

Apakah Bayi yang Baru Lahir Wajib Zakat Fitrah?

Setiap manusia yang lahir sebagai Muslim wajib menunaikan zakat fitrah. Zakat ini dibayarkan oleh walinya, yaitu kedua orang tuanya.

Meskipun bayi tersebut baru dilahirkan beberapa menit sebelum azan magrib di akhir bulan Ramadhan maka wajib baginya dibayarkan zakat fitrah. Berbeda halnya jika bayi lahir setelah azan magrib, maka tidak wajib dibayarkan zakatnya.

Niat Zakat Fitrah

Masih dalam buku yang sama, berikut niat zakat fitrah dengan berbagi versi.

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Istri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﺯَﻭْﺟَﺘِﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an zaujatii fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘anni wa ‘an jamii’i ma yalzamunii nafaqaatuhum syar’an fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ (…..) ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an (…) fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk… (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’âlâ.”

Doa Membayar Zakat Fitrah

Melansir laman MUI, Imam Nawawi dalam karyanya al-Adzkar, menganjurkan saat membayar zakat seseorang baiknya membaca doa berikut:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Arab latin: Rabbanaa taqabbal minnaa, innaka antas samii’ul ‘aliim

Artinya: “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” (QS. Al-Baqarah [2]: 127) (Lihat: Zakariya an-Nawawi, al-Adzkar, hal 327)

Doa Menerima Zakat Fitrah

Sementara bagi mustahiq zakat, hendaknya membaca doa ini saat menerima zakat:

ﺁﺟَﺮَﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﺑَﺎﺭَﻙَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﺑْﻘَﻴْﺖَ ﻭَﺟَﻌَﻠَﻪُ ﻟَﻚَ ﻃَﻬُﻮْﺭًﺍ

Arab latin: Aajarakallahu fiimaa a’thaita, wa baaraka fiimaa abqaita wa ja’alahu laka thahuuran

Artinya: “Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan berkah atas harta yang kau simpan dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.” (Lihat: Ibnu Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni wa al-Syarh al-Kabir, juz 7, hal. 168).

(hnh/dvs)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Sedekah Dapat Menyembuhkan Penyakit? Begini Penjelasannya dalam Islam


Jakarta

Sedekah adalah tindakan mulia dalam Islam yang dianjurkan untuk dilakukan. Karena dalam sedekah, terdapat banyak manfaat yang bisa didapat, baik secara spiritual maupun sosial.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara sukarela memberikan sebagian harta atau sumber daya pribadi kita kepada yang membutuhkan, tanpa mengharapkan imbalan atau pengembalian. Ini adalah tindakan kebaikan yang dilakukan dengan niat tulus untuk membantu orang lain atau membantu tujuan-tujuan yang bermanfaat.

Sedekah tidak hanya mencakup pemberian uang, tetapi juga dapat berupa pemberian makanan, pakaian, bantuan dalam bentuk waktu dan usaha, serta dukungan moral dan emosional. Tujuannya adalah untuk membantu mereka yang kurang beruntung, meringankan beban mereka, dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.


Dikutip dari detikKultum yang tayang pada tanggal (20/4/2022) lalu, Ustaz Abdul Somad (UAS) menyebut sedekah dapat menjadi obat bagi orang yang sakit. Hal ini tercantum dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud dan Ubadah bin Shomit, hadits ini dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ dan Shahih At-Targhib.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

وداوُوا مرضاكم بالصدقة

“Obatilah orang-orang sakit kalian dengan bersedekah.”

Ibnul Qayyim dalam Jami’ Al-Fiqih pernah menjelaskan hadits ini, beliau berkata:

فإن للصدقة تأثيرًا عجيبًا في دفع أنواع البلاء ولو كانت من فاجر أو من ظالم بل من كافر فإن الله تعالى يدفع بها عنه أنواعا من البلاء وهذا أمر معلوم عند الناس خاصتهم وعامتهم وأهل الأرض كلهم مقرون به لأنهم جربوه

Artinya: “Sedekah mempunyai khasiat yang kuat dalam menolak berbagai macam bala (salah satunya penyakit). Sekalipun itu dari orang yang ahli maksiat, zalim, maupun orang kafir. Lewat sedekah yang mereka lakukan, Allah SWT angkat bala. Manfaat sedekah seperti ini disaksikan oleh banyak orang, orang-orang berilmu, atau kaum awam umumnya, bahkan seluruh penduduk bumi mengakuinya karena mereka telah merasakan sendiri.”

Kisah Orang Sakit yang Sembuh Karena Bersedekah

Dalam Shahih At Targhib, Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang lututnya yang sakit selama 7 tahun. Berbagai pengobatan telah dilakukannya namun tak juga membuat kakinya sembuh.

Ibnu al-Mubarak pun memberikan saran kepada Abdullah, ia berkata:

“Pergi dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat memnyembuhkan sakit lututmu.”

Laki-laki itu kemudian menggali sumur dan ia pun sembuh.

Mengutip buku Kado untuk Mahasiswa karya Nana Nhf, Prof. David M Clelland pernah melakukan sebuah penelitian tentang sedekah. Ia mengatakan bahwa melakukan sesuatu yang positif untuk orang lain seperti sedekah dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Hal itu menyebabkan tubuh semakin kuat dalam menghadapi penyakit. Maka dari itu, Prof David M Clelland menyarankan manusia untuk memperbanyak sedekah untuk menyehatkan diri kita.

(hnh/nwk)



Sumber : www.detik.com