Tag Archives: islam

Kisah Jeffrey Lang, Profesor AS yang Jadi Mualaf usai Baca Al-Qur’an


Jakarta

Kisah menarik datang dari Jeffrey Lang. Pria yang merupakan profesor matematika di University of Kansas itu memutuskan memeluk Islam setelah belasan tahun menjadi ateis.

Melansir Islamestic, Kamis (11/4/2024), sejak kecil Lang merupakan sosok yang sering bertanya akan kehidupan dan agama. Lelaki kelahiran 1954 itu terlahir di keluarga Katolik Roma.

Lang menghabiskan 18 tahun pertama hidupnya di sekolah Katolik. Di benak Lang, banyak pertanyaan terkait agama yang belum terjawab.


Ketika usianya genap 18 tahun, Lang memutuskan untuk sepenuhnya menjadi ateis. Meski begitu, pandangannya mengenai agama berubah sejak dirinya menjadi dosen muda matematika di Universitas San Fransisco dan berteman dengan sejumlah muslim.

“Kami berbicara tentang agama. Saya menanyakan pertanyaan saya kepada mereka dan saya sangat terkejut melihat betapa cermatnya mereka memikirkan jawabannya,” ujar Lang.

Kala itu, Lang bertemu dengan Mahmoud Qandeel seorang mahasiswa asal Saudi. Qandeel dikenal sebagai pribadi yang luar biasa. Ia dapat menjawab semua pertanyaan tentang penelitian medis yang diajukan Lang dengan bahasa Inggris yang sempurna.

Singkat cerita, Qandeel tiba-tiba memberikan Lang buku-buku Islam beserta salinan Al-Qur’an. Sejak itulah, Lang mulai membaca dan menyerap isi Al-Qur’an.

Merasa Kagum dan Tertarik dengan Al-Qur’an

Sang profesor mendapat hidayah-Nya, ia merasa kagum akan isi Al-Qur’an yang mampu menjawab segala pertanyaan di kepalanya.

“Seorang pelukis bisa menggambar mata dalam sebuah lukisan yang tampak mengikuti Anda dari satu tempat ke tempat lain, tapi penulis mana yang bisa menulis kitab suci yang mengantisipasi perubahan sehari-hari Anda?” ujarnya.

Setiap malam, Lang merinci setiap pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya. Keesokan harinya, segala jawaban yang ingin ia ketahui ditemukan dalam Al-Qur’an.

“Tampaknya sang penulis Al-Qur’an (Allah SWT) mengetahui pertanyaan-pertanyaan saya dan menulis pada baris yang tepat pada saat saya membaca halaman berikutnya. Saya telah bertemu diri saya sendiri di halaman-halaman berikutnya,” kata Lang.

Kini, Lang rutin mengerjakan salat lima waktu. Entah bagaimana, ia memperoleh kepuasan secara spiritual setiap melakukan salat terutama ketika Subuh.

Apabila ditanya bagaimana dia merasa begitu kagum dan terpikat ketika dibacakan Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang saing, Lang menjawab, “Mengapa bayi terhibur dengan suara ibunya?”

Al-Qur’an Memberi Lang Kenyamanan

Membaca Qur’an menciptakan kenyamanan dan kekuatan di masa-masa sulit. Karena itu, keyakinan menjadi latihan untuk pertumbuhan spiritual Lang.

Lang telah menulis beberapa buku Islam yang menjadi best seller di kalangan komunitas muslim Amerika Serikat (AS). Salah satu bukunya berjudul Even Angels ask: A Journey to Islam in America.

Melalui buku tersebut, Lang membagikan wawasan yang ia peroleh selama menemukan jati dirinya dalam Islam.

Kabar keislaman Lang sempat ramai pada 2019 lalu. Sejumlah media asing memberitakan perjalanan kisah Lang hingga memutuskan masuk Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Islam yang Berhasil Taklukan Andalusia



Jakarta

Thariq bin Ziyad adalah salah satu panglima perang Islam yang paling tersohor pada masanya. Bahkan, namanya diabadikan sebagai nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol (Selat Gibraltar dalam bahasa Spanyol).

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, Thariq termasuk panglima terkuat Islam. Ia berasal dari Kerajaan Umawiyah atau Bani Umayyah dan dikenal sebagai penakluk Andalusia.

Nama lengkapnya adalah Thariq bin Abdullah bin Wanamu Az-Zanati. Ada juga yang menyebut namanya Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Wwalghu bin Warfajum bin Nabarghasan bin Walhas bin Yatufat bin Nafzaw.


Thariq bin Ziyad lahir pada 50 H atau 670 M di Khenchela, Aljazair dari kabilah Nafzah. Pendapat lain mengatakan Thariq berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Ada juga yang menyebut Thariq keturunan Bani Hamdan di Persia hingga bangsa Vandals.

Meski demikian, Thariq bin Ziyad bukan berasal dari Arab Saudi. Namanya dikenal sebagai panglima perang Islam pada masa Kekhalifahan Umayyah.

Thariq bin Ziyad memimpin perang ekspansi ke Andalusia, Spanyol. Pada ekspansi itu, Thariq tampil sebagai pahlawan Islam yang sukses menaklukan Andalusia.

Turut diceritakan dalam buku Peradaban Islam di Eropa dari Penaklukan Andalusia hingga Runtuhnya Kekhalifahan Umayyah oleh Ari Ghorir Atiq, penaklukan Andalus telah lama direncanakan dalam pemerintahan Islam. Musa bin Nushair lalu memerintahkan Thariq untuk berangkat ke Andalus.

Pada 711 M, Thariq menjadi pemimpin dalam penaklukan atas wilayah Al-Andalus. Ia beserta pasukannya mendarat di gunung yang disebut Jabal Thariq.

Sebelum peperangan bermula, Thariq memerintahkan pasukannya membakar kapal setelah pendaratan. Tujuannya agar tidak ada pilihan baginya dan pasukannya untuk mundur.

Setelahnya, Thariq berpidato di depan bala tentaranya. Pidato itu membuat pasukannya semakin semangat dan menggebu-gebu untuk menaklukan Andalusia.

Akhirnya, ia membagi para tentara menjadi beberapa kelompok dan menuju ke tempat yang telah ditentukan. Walau jumlah pasukannya kalah besar dengan musuh yang dihadapi, mereka yakin kemenangan berpihak pada mereka.

Strategi yang ia gunakan untuk penaklukan Andalusia cukup menarik. Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok yaitu pasukan pemanah yang berada di garda depan, pasukan berkuda yang bertugas menggempur musuh dari sayap kiri, pasukan pejalan kaki yang menyebrang dari sayap kanan dan pasukan yang dipimpin oleh Thariq.

Benar saja, peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Thariq dan Andalus berhasil ditaklukan. Thariq bin Ziyad menorehkan sejarah monumental yang belum pernah terjadi di tanah Andalus maupun negeri-negeri Maghribi atau lima negara di Afrika Utara.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Sahabat Nabi SAW yang Dijuluki Kepercayaan Umat



Jakarta

Abu Ubaidah bin al-Jarrah namanya. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal dengan pribadinya yang cerdas dan pemalu.

Mengutip dari 99 Kisah Menakjubkan di Alquran oleh Ridwan Abqary, Abu Ubaidah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Dirinya merupakan sosok yang baik hati, taat beribadah, serta rendah hati.

Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy keturunan Fihir. Karena keberaniannya itu, ia tidak pernah tertinggal saat umat Islam dan kafir Quraisy berperang.


Abu Ubaidah terus membela umat Islam dengan gagah untuk menjunjung kebenaran. Ia menjadi orang pertama yang digelari Amirul Umara yang artinya Perdana Menteri.

Dikisahkan dalam buku Ensiklopedia Biografis Sahabat Nabi susunan Muhammad Raji Hasan Kinas, Abu Ubaidah menjadi orang yang berdiri tegap di barisan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar berlangsung. Sementara itu, sang ayah yang bernama Abdullah bin Al Jarrah berada di barisan pasukan musyrikin.

Meski demikian, Abu Ubaidah terus menghindari sang ayah saat peperangan berlangsung. Sayangnya, ia ditakdirkan berhadapan dengan ayahnya sendiri dan harus mengalahkannya.

Sosoknya yang berani ini juga terlihat saat dirinya mengikuti Perang Uhud. Abu Ubaidah menolong Rasulullah SAW yang terkena serpihan besi akibat lemparan musuh.

Dengan gagah, Abu Ubaidah mencabut serpihan besi itu dengan giginya. Ini menyebabkan kedua giginya tanggal. Setelah kejadian ini, Abu Ubaidah digelari Amin al-Ummah yang berarti kepercayaan umat oleh Nabi Muhammad SAW.

Julukan lainnya yang diperoleh Abu Ubaidah adalah al-Qawiy al-Amin yang artinya yang kuat yang terpercaya. Gelar tersebut ia dapatkan karena mengikuti seluruh peperangan bersama sang rasul.

Abu Ubaidah juga sering ditunjuk sebagai pemimpin. Diceritakan oleh Urwah bin Az Zubair RA, ketika Perang Dzatus Salasil, Nabi Muhammad SAW mengangkat Amr bin Ash sebagai komandan pasukan.

Pasukan tersebut memasuki Syam dari arah Bala. Sementara itu, satu pasukan lainnya menyusul dari arah Qudha’ah. Melihat jumlah musuh yang sangat banyak membuat Amr bin Ash mengirim utusan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan.

Mendengar hal itu, Nabi SAW lalu mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Muhajirin. Di antara pasukan tersebut, sang rasul menunjuk Abu Ubadiah sebagai komandan.

Ketika pasukan Abu Ubadiah bertemu pasukan Amr, maka Amr bin Ash berkata,

“Aku adalah komandan karena aku yang meminta pasukan tambahan kepada Rasulullah SAW,”

Mendengar hal itu, orang-orang Muhajirin tidak setuju. Mereka lalu berkata,

“Bolehlah engkau menjadi komandan pasukanmu, tapi Abu Ubaidah tetap menjadi komandan pasukan Muhajirin,”

Amr lalu membantah, “Kalian adalah bala bantuan yang kuminta,”

Di tengah ketegangan itu, Abu Ubaidah menenghi mereka seraya berkata,

“Wahai Amr, harap engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW berpesan kepadaku, ‘Jika engkau sudah bertemu rekanmu, hendaklah kalian saling mematuhi.’ Kalau memang engkau tidak mau patuh padaku, akulah yang akan patuh kepadamu,”

Selanjutnya, Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Ash. Sosok Abu Ubaidah yang lembut itu menandakan dirinya bijak dan tidak egois.

Abu Ubaidah wafat karena sakit kolera. Diterangkan dalam buku 125 Sahabat Nabi Muhammad oleh Mahmudah Mastur, ketika terjadi penaklukan negeri Syam, Abu Ubaidah juga ditujuk sebagai pemimpin.

Di sana, ia menetap cukup lama sebelum akhirnya wabah kolera merebak. Umar bin Khattab memerintahkannya untuk segera keluar dari sana, tapi Abu Ubaidah mengirim surat kepada Umar yang berisi:

“Wahai Umar, aku tidak ingin memikirkan diriku sendiri, sementara banyak orang lain yang tertimpa penyakit. Aku tidak ingin meninggalkan mereka sampai Allah putuskan perkara ini,”

Umar bin Khattab menangis membaca surat dari Abu Ubaidah. Setelahnya, ia meninggal dunia akibat kolera yang dideritanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Al Khawarizmi, Sosok Muslim Jenius di Bidang Matematika



Jakarta

Al Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan muslim di bidang matematika. Cendekiawan yang satu ini memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

Menukil dari buku Al-Khawarizmi: Bapak Aljabar dan Algoritma yang ditulis Hamid Sakti Wibowo, nama lengkap Al Khawarizmi adalah Ibn Musa Al Khawarizmi. Tidak hanya ahli di bidang matematika, ia juga merupakan astronom sekaligus ahli geografi pada abad ke-9.

Menurut catatan sejarah, Al Khawarizmi lahir di kota Khawarizm sekitar tahun 780. Kini, kota tersebut merupakan wilayah Uzbekistan.


Al Khawarizmi bersama keluarganya kemudian pindah ke Baghdad, Irak. Di sana, ia bekerja sebagai astronom di Bayt Al-Hikmah, sebuah pusat kebudayaan dan ilmiah di Baghdad.

Dari situlah awal mula Al Khawarizmi dikenal sebagai ilmuwan. Menjadi anggota di Bayt Al-Hikmah membuatnya bertemu banyak ilmuwan muslim terkemuka. Ini menjadikan dirinya terus belajar ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan ilmu alam.

Turut disebutkan dalam buku Kisah Ulul Azmi dan Tokoh Islam Hebat oleh Tethy Ezokanzo, masyarakat barat memanggil Al Khawarizmi dengan nama Algorism. Nama tersebut merupakan penghormatan terhadap Al Kahawarizmi yang telah menemukan salah satu bidang matematika yang sangat penting, yaitu algoritma.

Selain itu, Al Khawarizmi juga merupakan disebut sebagai Bapak Aljabar. Ini disebabkan karya-karyanya di bidang matematika, terutama dalam pengembangan aljabar dan algoritma.

Adapun, keahliannya dalam bidang geografi adalah merevisi pandangan Ptolemaios dan mengoreksinya secara detail. Sekitar 70 ahli geografi bekerja di bawah kepemimpinan Al Khawarizmi dan berhasil membuat peta pertama bola dunia pada 830 M.

Menurut buku Pengantar Ilmu Falak susunan Watni Marpaung, Al Khawarizmi juga melahirkan banyak karya di bidang astronomi. Ia membuat tabel untuk mengelompokkan ilmu perbintangan serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku terjemahan Sindhind.

Lalu, Al Khawarizmi juga menemukan zodiak atau ekliptika miring sebesar 23,5 derajat terhadap equator.

Al Khawarizmi wafat pada 232 H atau sekitar 845-850 M. Namanya dikenang sebagai pemikir ilmiah paling penting dalam budaya Islam awal.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ismail Lengkap dari Lahir hingga Wafat


Jakarta

Kisah Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS, adalah salah satu cerita inspiratif dalam sejarah Islam. Dari bayi yang ditinggalkan di padang pasir bersama ibunya, Siti Hajar, hingga menjadi seorang nabi yang mulia, perjalanan hidup Ismail penuh dengan mukjizat dan ujian iman.

Kisah ini tidak hanya menarik untuk dipelajari, tetapi juga mengandung banyak hikmah yang relevan hingga saat ini.

Dirangkum dari buku Seri Kisah Nabi: Kisah Nabi Ismail A.S., oleh Rina Dewi, berikut ini adalah ringkasan kisah perjalanan hidup Nabi Ismail dari kelahirannya hingga wafat.


Kelahiran Bayi Nabi Ismail

Kisah kelahiran Nabi Ismail AS bermula ketika Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim AS, belum dikaruniai anak. Atas dorongan Siti Sarah, Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar, yang kemudian mengandung dan melahirkan Nabi Ismail AS.

Kelahiran Nabi Ismail AS tidak hanya membawa suka cita, tetapi juga menjadi ujian bagi Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Atas perintah Allah, Nabi Ibrahim AS membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail AS yang masih bayi ke sebuah lembah yang tandus, yaitu Makkah yang saat itu belum berpenghuni.

Di lokasi yang sekarang menjadi Masjidil Haram, unta Nabi Ibrahim AS berhenti, menandai akhir dari perjalanannya. Di tempat itulah Nabi Ibrahim AS meninggalkan Siti Hajar bersama putranya dengan hanya membawa sedikit persediaan makanan dan minuman.

Lingkungan di sekitarnya sangat tandus, tanpa tanaman, tanpa air mengalir, hanya batu dan pasir kering yang tampak sejauh mata memandang.

Di sana, Siti Hajar diuji dengan kesabarannya ketika dia dan anaknya merasa kehausan karena tidak ada air. Dalam kondisi terdesak ini, dengan keimanan yang kuat, Siti Hajar berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah mencari air, hingga akhirnya malaikat Jibril datang dan menuntun air zamzam memancar dari tanah dekat kaki Nabi Ismail AS.

Allah SWT mencatat kisah Hajar yang bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwa dalam Surat Al Baqarah ayat 158:

إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

Perintah untuk Menyembelih Nabi Ismail

Cerita ini bermula ketika Nabi Ibrahim AS menerima wahyu dari Allah SWT dalam mimpinya, di mana ia diperintahkan untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS yang saat itu sudah memasuki usia remaja.

Sebagai seorang hamba yang taat, Nabi Ibrahim AS merasa sangat berat hati, namun ia berserah diri kepada kehendak Allah SWT. Ketika ia memberitahukan perintah ini kepada Nabi Ismail AS, putranya menunjukkan keimanan yang luar biasa, dengan rela menerima nasibnya sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah SWT.

Kisah kesetiaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail terhadap perintah Allah tertulis dalam surat As Saffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ketika tiba saatnya untuk melaksanakan perintah tersebut, Nabi Ibrahim AS membawa Nabi Ismail AS ke tempat yang telah ditentukan.

Saat Nabi Ibrahim AS hendak menyembelih putranya, Allah SWT menguji ketaatan mereka dan menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor hewan.

Peristiwa ini menunjukkan ketaatan mutlak Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS kepada Allah SWT, dan menjadi asal muasal dari ibadah kurban yang dilakukan umat Islam hingga sekarang.

Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim Membangun Ka’bah

Beberapa tahun setelah Nabi Ibrahim AS meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS di Makkah, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk kembali ke Makkah. Ketika tiba di sana, Nabi Ibrahim AS menemukan bahwa Nabi Ismail AS telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan taat.

Allah SWT kemudian memberikan perintah kepada mereka berdua untuk membangun sebuah rumah ibadah yang akan menjadi pusat tauhid, yaitu Ka’bah.

Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dengan penuh ketulusan dan pengabdian memulai pembangunan Ka’bah di lokasi yang sekarang dikenal sebagai Masjidil Haram. Mereka bekerja bersama-sama, mengangkat batu dan meletakkannya di tempat yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Setelah menentukan posisi yang tepat, Nabi Ibrahim AS mulai membangun pondasi Ka’bah. Kemudian, ia meminta bantuan Nabi Ismail AS untuk mencari batu terbaik yang akan dijadikan tanda bagi umat manusia.

Nabi Ismail AS bertemu dengan malaikat Jibril yang memberinya sebuah batu hitam yang kini dikenal sebagai Hajar Aswad. Dengan gembira, Nabi Ismail AS segera membawa batu tersebut kepada ayahnya. Nabi Ibrahim AS begitu bahagia hingga mencium batu tersebut berulang kali.

Setelah meletakkan batu tersebut, Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS berdoa kepada Allah SWT agar banyak orang datang ke Makkah untuk mengunjungi Ka’bah.

Doa mereka dikabulkan oleh Allah, dan kunjungan ke Makkah untuk menunaikan haji menjadi bagian dari rukun Islam yang kelima bagi mereka yang mampu. Jejak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah dikenang dengan nama Maqam Ibrahim.

Kenabian Nabi Ismail

Sebagai putra Nabi Ibrahim AS yang dikenal dengan akhlak yang mulia, Nabi Ismail AS dianugerahi tugas kenabian oleh Allah SWT sebagai penghargaan atas kesetiaannya dalam mendampingi Nabi Ibrahim AS dalam menyiarkan ajaran Islam.

Sepanjang hidupnya, Nabi Ismail AS membimbing suku Amalika di Yaman dan menghabiskan lebih dari lima puluh tahun masa kenabiannya untuk menyampaikan firman Allah SWT kepada kaum musyrik, mengajak mereka memeluk agama Islam dan mempercayai keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Berkat perjuangannya, ajaran Islam menyebar merata di negeri Yaman.

Wafatnya Nabi Ismail

Setelah sebagian besar masyarakat Yaman memeluk Islam, beliau kembali ke Makkah. Nabi Ismail AS wafat pada 1779 SM di Makkah, Arab Saudi, pada usia 137 tahun.

Setelah meninggal, Nabi Ismail AS dimakamkan di dekat makam ibunya. Setelah kepergiannya, tugas dakwah yang telah dirintisnya dilanjutkan oleh putra-putrinya, yang kemudian bermigrasi ke berbagai wilayah di Jazirah Arab dengan tujuan menyebarkan agama Islam.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Sa’ad bin Abi Waqqash, Sahabat Nabi SAW yang Doanya Tajam Laksana Pedang



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Ia berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy.

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Suja’i Fadil, Sa’ad adalah paman Rasulullah SAW dari pihak ibu. Seperti diketahui, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Sa’ad yaitu bani Zuhrah.

Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Ia merupakan pemuda serius dengan pemikiran cerdas.


Sosok Sa’d bin Abi Waqqash digambarkan bertubuh tegap, tidak terlalu tinggi dan memiliki potongan rambut pendek.

Doa Sa’ad bin Abi Waqqash Selalu Dikabulkan

Dikisahkan dalam Rijal Haula Rasul oleh Khalid Muhammad Khalid terjemahan Kaserun, Sa’ad adalah salah satu kesatria umat Islam yang paling pemberani. Ia memiliki dua senjata, yaitu panah dan doa.

Ketika ia memanah musuh dalam satu peperangan maka dapat dipastikan panahnya tepat sasaran. Begitu pun ketika ia berdoa kepada Allah SWT yang langsung diijabah oleh sang Khalik.

Menurut Sa’ad bin Abi Waqqash, hal tersebut disebabkan doa Nabi Muhammad SAW untuk Sa’ad. Suatu ketika, Rasulullah melihat sesuatu yang menggembirakan dan menenangkan beliau dari Sa’ad. Lalu, sang nabi berdoa dengan doa yang makbul, “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”

Di tengah para saudara dan sahabat, Sa’ad bin Abi Waqqash dikenal memiliki doa yang tajam laksana pedang. Salah satu kisah kemanjuran doa Sa’ad bin Abi Waqqash diceritakan dalam riwayat Amir bin Sa’ad. Ia berkata,

“Sa’ad melihat seorang laki-laki mengumpat Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad melarangnya, tetapi laki-laki itu tidak menghiraukan. Sa’ad lantas berkata, ‘Kalau begitu akan kudoakan (keburukan) padamu!’

Laki-laki tersebut menjawab, ‘Engkau mengancamku seolah dirimu seorang nabi.’

Sa’ad pun beranjak untuk mengambil wudhu kemudian salat dua rakaat. Sesudah salat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa,

“Ya Allah, jika menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah mengumpat orang-orang yang telah mendapat anugerah (kebaikan) dari-Mu dan umpatan itu membuat-Mu murka, jadikanlah ia sebagai pertanda dan suatu pelajaran.”

Tidak lama setelahnya, muncullah seekor unta liar dari sebuah pekarangan rumah. Tidak ada sesuatu pun yang bisa merintanginya sampai ia harus masuk ke dalam kerumunan manusia seakan sedang mencari sesuatu.

Unta itu lalu menerjang laki-laki yang sebelumnya mengumpat dan membantingnya di antara kaki-kakinya. Lalu, hewan tersebut menginjak-injaknya sampai lelaki tersebut berjumpa dengan ajalnya.

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash

Mengutip dari Shifatush-Shafwah oleh Ibnu Al Jauzi terjemahan Wawan Djunaedi Soffandi, Sa’ad wafat di rumahnya yang berada di kawasan ‘Aqiq, sekitar 10 mil dari Madinah. Jenazahnya dikebumikan di komplek pemakaman Baqi’.

Sa’ad bin Abi Waqqash wafat di usia 70 tahun lebih. Ada yang berpendapat tahun meninggalnya yaitu 55 H, sebagian mengatakan pada 50 H.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Jumlah Anak Nabi Adam AS beserta Namanya dalam Sejarah Islam


Jakarta

Sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT, Nabi Adam AS menjadi awal keberadaan umat manusia di muka bumi. Dari rahim Siti Hawa, istri Nabi Adam AS yang diciptakan dari tulang rusuknya, lahirlah beberapa keturunan pertama dari umat manusia yang berkembang hingga saat ini.

Menurut riwayat yang dikutip dari buku Kisah Para Nabi Ibnu Katsir Terjemahan Umar Mujtahid, di awal penciptaannya, Nabi Adam AS dan Siti Hawa dikaruniai lima orang anak, yaitu tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Berikut nama anak-anak pertama Nabi Adam AS.

Nama Anak-anak Nabi Adam AS


1. Habil dan Qabil, Iqlima dan Labuda

Diceritakan dalam buku Mukjizat Isra Mi’raj dan kisah 25 Nabi Rasul karya Winkanda Satria Putra, setelah Nabi Adam AS dan Hawa turun ke bumi, Hawa melahirkan dua pasang anak kembar. Sepasang anak kembar pertama bernama Qabil dan Iqlima, sepasang anak kembar berikutnya bernama Habil dan Labuda.

Nabi Adam AS dan Hawa membesarkan kedua anak kembarnya ini dengan bijaksana dan penuh kasih sayang. Kedua anak perempuan mereka diajarkan pekerjaan dan kewajiban mengurus rumah. Sementara itu, kedua anak lelaki mereka diajarkan cara mencari nafkah sesuai minat dan kemampuan mereka.

Dikisahkan pada sumber sebelumnya, atas bisikan iblis, Qabil membunuh saudaranya sendiri, Habil. Habil dibunuh Qabil dengan sebuah batu yang ia lemparkan ke kepala Habil saat sedang tidur hingga kepala Habil pecah.

Sementara itu, dalam pendapat yang berbeda disebutkan, Qabil mencekik Habil dengan keras dan menggigitnya seperti bintang buas, hingga Habil tewas. Wallahu a’lam.

Pembunuhan Qabil terhadap Habil ini merupakan peristiwa pembunuhan pertama di dunia dalam sejarah Islam.

2. Syaits bin Adam

Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Syaits. Hawa mengatakan, “Aku memberi nama itu karena aku diberi pengganti Habil yang telah dibunuh Qabil.”

Abu Dzar menuturkan dalam hadits yang ia dengar dari Rasulullah SAW,

“Sungguh, Allah menurunkan 104 lembaran, 50 di antaranya Allah turunkan kepada Syaits.”

Muhammad bin Ishaq juga menyatakan, “Saat sekarang, Adam berwasiat kepada anaknya, Syaits, mengajarkan saat-saat pada malam dan siang hari, mengajarkan ibadah apa saja pada saat-saat itu, dan memberitahukan padanya setelah itu akan terjadi banjir besar.”

Disebutkan pula bahwa nasab seluruh keturunan Adam saat ini bermuara pada Syaits. Anak-anak Adam selain Syaits telah punah dan lenyap.

Jumlah Anak Nabi Adam AS Seluruhnya

Merujuk kembali pada buku Kisah Para Nabi, Imam Abu Ja’far bin Jarir menyebutkan dalam kitab At-Tarikh dari sebagian ulama, bahwa Hawa melahirkan 40 anak dalam 20 kali kehamilan.

Menurut sumber lain, Hawa melahirkan sebanyak 120 kali, di mana setiap kelahiran menghasilkan dua sepasang anak, lelaki dan perempuan. Qabil dan saudarinya, Qalima adalah anak yang paling tua, sedangkan anak yang terakhir adalah Abdul Mughits dan saudarinya, Ummul Mughits.

Setelah itu, populasi manusia menyebar di berbagai belahan bumi dan berkembang dengan baik hingga saat ini. Allah SWT pun menurunkan firman-Nya dalam surah An-Nisa ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama- Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Para ahli sejarah juga menyebutkan, Nabi Adam AS sebelum meninggal dunia sempat melihat 400.000 keturunannya, yang termasuk anak-anak dan cucu-cucunya. Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Bangsa Rum yang Mengkhianati Islam saat Akhir Zaman


Jakarta

Bangsa Rum atau yang dikenal sebagai Romawi dalam sejarah, disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu bangsa besar yang akan berperan penting dalam peristiwa akhir zaman.

Keberadaan dan peran mereka dalam perjalanan sejarah umat Islam juga telah menjadi bagian dari tafsir dan hadits. Khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang dikaitkan dengan akhir zaman.

Asal-usul Bangsa Rum

Seperti dijelaskan oleh Musa Cerantonio dalam bukunya Which Nation Does Rum in The Ahadith of the Last Days Refer To? merujuk pada Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur.


Nama ini diambil dari ibu kota mereka, Byzantion yang kemudian lebih dikenal sebagai Konstantinopel.

Kekaisaran Bizantium merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi yang sejak berdirinya di Roma, meluas ke sebagian besar wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Wilayah kekaisaran yang luas ini akhirnya dibagi menjadi dua bagian administratif, yaitu Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur di Konstantinopel.

Setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M akibat serangan bangsa Jermanik, Kekaisaran Romawi hanya tersisa sebagai Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel.

Bangsa inilah yang dimaksud dalam surat Ar-Rum ayat 2, di mana tafsir Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan bahwa bangsa Rum adalah Romawi Timur yang saat itu beragama Nasrani.

Pada masa itu, bangsa Rum dipimpin oleh Flavius Heraclius Augustus, atau Heraklius, yang memerintah dari tahun 610 hingga 641 M.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, volume 6, Dr. Abdullah mengemukakan bahwa bangsa Rum merupakan keturunan al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim, lebih spesifiknya dari Bani Ashfar yang notabene adalah salah satu cabang Bani Israil.

Pengkhianatan Bangsa Rum

Peristiwa yang dialami bangsa Rum dijelaskan secara rinci oleh Allah SWT dalam pembukaan Surat Ar-Rum, tepatnya pada ayat 1 hingga 6.

الۤمّۤۚ ۝١
alif lâm mîm
Alif Lām Mīm.

غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ ۝٢
ghulibatir-rûm
Bangsa Romawi telah dikalahkan,

فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ ۝٣
fî adnal-ardli wa hum mim ba’di ghalabihim sayaghlibûn
di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang

فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ەۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُۗ وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ ۝٤
fî bidl’i sinîn, lillâhil-amru ming qablu wa mim ba’d, wa yauma’idziy yafraḫul-mu’minûn
dalam beberapa tahun (lagi). Milik Allahlah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin

بِنَصْرِ اللّٰهِۗ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ ۝٥
binashrillâh, yanshuru may yasyâ’, wa huwal-‘azîzur-raḫîm
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.

وَعْدَ اللّٰهِۗ لَا يُخْلِفُ اللّٰهُ وَعْدَهٗ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ۝٦
wa’dallâh, lâ yukhlifullâhu wa’dahû wa lâkinna aktsaran-nâsi lâ ya’lamûn
(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Mansur Abdul Hakim dalam bukunya, Ghulibat Ar-Rum Dzat Al-Qurun, memaparkan bahwa peristiwa perang besar antara Persia dan Romawi menjadi latar belakang utama turunnya Surat Ar-Rum.

Konflik antara Persia dan Romawi ini memicu polarisasi dukungan di kalangan masyarakat Arab. Kaum musyrik cenderung berpihak pada Persia, sedangkan umat Islam berharap kemenangan berpihak pada Romawi, yang notabene adalah pemeluk agama samawi.

Pada akhirnya, bangsa Persia memenangkan pertempuran, yang membuat kaum musyrik bersuka cita, sedangkan umat Islam merasa sedih. Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, kemenangan telak yang diraih oleh Raja Persia Sabur atas pasukan Romawi mengakibatkan penguasaan wilayah Syam dan sebagian besar teritori Romawi. Akibatnya, Kaisar Heraklius terpaksa mundur dan mencari tempat perlindungan.

Sementara itu, Menurut Muslih Abdul Karim dalam bukunya Isa dan al-Mahdi di Akhir Zaman, kemunculan al-Mahdi akan diawali dengan pertempuran antara umat Islam dan Bani Ashfar atau bangsa Rum.

Pada awalnya, umat Islam dan Bangsa Rum bersekutu untuk menghadapi musuh bersama. Namun, di tengah perjalanan, Bani Ashfar melanggar perjanjian damai dan berbalik melawan umat Islam.

Dalam beberapa haditsnya, Rasulullah SAW merujuk pada bangsa Rum (Romawi) dalam konteks peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman. Beliau bersabda,

“Kalian akan menyerang Jazirah Arab hingga Allah SWT menaklukkannya, kemudian Persia hingga Allah berkenan menaklukkannya, kemudian kalian menyerang Romawi hingga Allah berkenan menaklukkannya, dan setelah itu kalian menyerang Dajjal hingga Allah berkenan menaklukkannya.” (HR Ahmad dan Muslim)

Dalam kitab kumpulan hadits Misykah Al-Mashabih, terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa di masa depan, bangsa Romawi akan melakukan pengkhianatan terhadap umat Islam. Rasulullah SAW bersabda,

“Kalian akan mengadakan perjanjian damai dengan bangsa Romawi selama beberapa lama. Lalu kalian akan menyerang ketika mereka menjadi musuh di belakang kalian. Kemudian kalian akan dimenangkan, mendapat ghanimah, dan kalian selamat. Setelah itu, kalain turun di padang rumput bernama Dzi Tulul. Kemudian seorang lelaki dari Romawi ke sana untuk mengibarkan bendera salib seraya berkata, ‘Ingatlah, salib telah menang”.

Mengetahui seruan kaum salib tersebut membuat muslim yang murka mendekati dan memukulnya (membunuhnya). Saat itulah bangsa Romawi berkhianat dan bersiap untuk memobilisasi pasukannya sebagai persiapan pertempuran dahsyat.

Lalu umat Islam mengobarkan perang melawan mereka hingga terjadi pertempuran dan Allah memuliakan golongan tersebut dengan kesyahidan.

Tempat tinggal umat Islam dalam pertempuran di akhir zaman ini terletak di Al-Ghauthah. Hal ini disebutkan dalam riwayat Abu Darda RA.

Rasulullah SAW bersabda, “Pada saatnya nanti umat Islam akan terkepung di Madinah Al-Munawwarah hingga mereka berada jauh dari benteng-benteng mereka di Silah.” (Shahih Al-Jami. Silah dalam riwayat ini adalah sebuah tempat dekat Khaibar)

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya Setelah Diasuh Firaun


Jakarta

Nabi Musa adalah keturunan dari Bani Israil, la lahir di negeri Mesir. Pada saat itu Mesir dikuasai oleh Firaun, seorang raja yang kejam dan menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan. Nabi Musa AS memiliki kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an sendiri, nama ibu Nabi Musa AS adalah Yukabad. Saat kelahirannya, Nabi Musa AS memiliki kisah menarik dalam sejarah islam. Ia sempat berpisah dari ibunya sendiri dan diasuh oleh firaun. Berikut kisah Nabi Musa AS selengkapnya.

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya

Dalam buku Kisah Nabi Musa AS karya Abdillah, diceritakan bahwa kisah ini bermula pada suatu malam, firaun bermimpi seolah-olah melihat Mesir yang dipimpinnya terbakar habis. Seluruh rakyatnya mati, kecuali seorang dari Bani Israil.


Firaun menjadi gelisah sejak datangnya mimpi tersebut. la mengumpulkan seluruh ahli ramal untuk mengartikan mimpinya.

Setelah terkumpul, salah seorang dari mereka berusaha mengartikan mimpi tersebut. la berkata bahwa suatu saat akan datang seorang laki-laki dari keturunan bani Israil yang akan meruntuhkan kekuasaannya. Mendengar hal itu, Firaun menjadi gelisah dan ketakutan.

Sejak saat itu, ia memerintahkan kepada bawahannya agar membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keturunan Bani Israil.

Setiap ibu yang hamil dari keturunan Bani Israil dilanda kegelisahan. Mereka khawatir jika bayi mereka nanti adalah laki-laki dan akan dibunuh.

Dikisahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani, para pengawal dan tentara Firaun pun melaksanakan perintahnya, setiap rumah dimasuki dan diselidiki, dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka saat melahirkan bayinya. Banyak bayi laki-laki dari Bani Israil yang dibunuh pada saat itu.

Firaun menjadi tenang dan merasa aman setelah mendapat kabar dari pasukannya bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak ada seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup.

Namun, ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah SWT tidak dapat ditolak. Ternyata pada saat itu di wilayah kerajaannya masih ada seorang ibu yang sedang mengandung bayi laki-laki yang tidak diketahui sama sekali oleh Firaun dan pasukannya.

Ia adalah ibu dari Nabi Musa AS, yang sedang menantikan datangnya seorang bidan untuk memberinya pertolongan saat melahirkan. Bidan yang ditunggu pun datang dan menolong ibu Musa melahirkan, namun hati ibu Musa menjadi khawatir setelah mengetahui bahwa bayinya adalah seorang laki-laki.

Ia meminta agar bidan itu merahasiakan kelahiran bayi Musa dari siapa pun, dan hal tersebut diterima oleh sang bidan karena merasa simpati terhadap bayi Musa yang lucu itu, serta merasakan betapa sedihnya hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan.

Selama beberapa waktu, ibu Musa menyusui bayinya, namun ia merasa tidak tenang dan selalu cemas serta khawatir terhadap keselamatan bayinya. Suatu ketika, Allah SWT memberi petunjuk kepadanya agar menyembunyikan bayinya dalam sebuah peti, kemudian menghanyutkan peti yang berisi bayinya itu di Sungai Nil.

Allah SWT juga memberi petunjuk bahwa ibu Musa tidak boleh bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya, Allah SWT menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.

Akhirnya, ibu Musa menghanyutkan peti bayi berisi Musa di permukaan air Sungai Nil dengan bertawakal kepada Allah SWT. Ibu Musa memerintahkan kakak Musa untuk mengawasi dan mengikuti peti itu agar mengetahui di mana peti itu berlabuh dan siapa yang akan mengambil peti tersebut.

Betapa khawatirnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasinya itu ditemukan oleh istri Firaun yang sedang berada di tepi Sungai Nil bersama beberapa dayangnya, kemudian peti tersebut dibawanya masuk ke dalam istana.

Ibu Musa yang mengetahui kejadian tersebut menjadi sedih dan sangat cemas, tetapi ia ingat bahwa Allah SWT telah menjamin keselamatan anaknya tersebut. Perlu diketahui bahwa Asiyah istri Firaun adalah orang yang beriman, walaupun suaminya adalah seorang yang kejam.

Asiyah istri firaun memberitahukan tentang bayi laki-laki yang ditemuinya di dalam peti yang terapung di atas permukaan Sungai Nil tersebut kepada firaun. Firaun segera memerintahkan untuk membunuh bayi itu sambil berkata kepada istrinya,

“Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.”

Akan tetapi, istri firaun yang sudah telanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi Musa itu, kemudian berkata kepada suaminya,

“Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil ia sebagai anak, kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayanganmu.”

Demikianlah, jika Allah yang Maha kuasa menghendaki sesuatu, maka jalan bagi terlaksananya takdir itu akan dimudahkan. Allah SWT telah menakdirkan bahwa nyawa bayi tersebut akan selamat dan Musa akan diasuh oleh keluarga Firaun.

Keluarga Firaun memberikan nama Musa kepada bayi itu. Musa adalah bayi yang masih “merah” dan membutuhkan air susu sehingga keluarga Firaun mencari orang yang dapat memberikannya susu pada bayi tersebut.

Setelah itu, beberapa ibu didatangkan untuk Musa, namun semua ibu yang mencoba memberi air susunya langsung ditolak oleh bayi itu.

Istri Firaun menjadi sangat bingung memikirkan bayi angkatnya itu yang enggan meminum susu dari sekian banyak ibu yang didatangkan ke istana.

Kakak Nabi Musa AS yang memang dari awal sudah diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi keadaan adiknya pun mendengar informasi tersebut, kemudian ia memberanikan diri datang menjumpai istri firaun untuk menawarkan seorang ibu yang mungkin diterima oleh bayi itu untuk disusui.

Agar penyamarannya tidak diketahui oleh firaun, maka kakak Nabi Musa berkata kepada mereka,

“Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini, hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima air susu ibu keluarga itu.”

Tawaran kakak Musa diterima oleh istri Firaun, dan ibu kandung Musa dijemput untuk menyusui bayi tersebut. Begitu Musa disusukan oleh ibu kandungnya sendiri yang tidak diketahui oleh keluarga firaun, Nabi Musa AS meminumnya dengan sangat lahap.

Melihat hal tersebut maka Musa diserahkan kepada ibu kandungnya sendiri untuk diasuh selama masa menyusui dengan imbalan upah yang besar. Hal tersebut sesuai dengan janji Allah SWT kepada ibu Nabi Musa AS bahwa ia akan menerima kembali putranya itu.

Setelah selesai masa menyusui Nabi Musa, AS, Nabi Musa AS dikembalikan oleh ibunya ke istana, untuk diasuh, dibesarkan, dan dididik seperti anak-anak raja yang lain.

Nabi Musa AS mengendarai kendaraan firaun dan berpakaian sesuai dengan cara-cara Firaun, ia dikenal orang sebagai Musa bin Firaun.

Kisah Nabi Musa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Qasas ayat 4 sampai 13.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Azazil, Raja Iblis dalam Islam yang Mulia di Surga pada Masanya


Jakarta

Dalam Islam, sosok Iblis dikenal sebagai makhluk yang paling durhaka dan terkutuk. Penolakan untuk bersujud kepada Nabi Adam AS menjadi sebab terkutuk dan terbuangnya ia dari surga.

Namun, sebelum menjadi Iblis yang dikenal sekarang, ia memiliki nama yang berbeda dan memiliki kedudukan yang mulia pada masanya. Hingga kini, ia disebut sebagai rajanya iblis.

Lantas, siapa raja iblis dalam Islam yang dimaksud ini? Berikut penjelasan selengkapnya.


Azazil, Sosok Raja Iblis dalam Islam

Mengutip buku Eksistensi Dunia Roh yang ditulis oleh Sudiyono, Iblis pada awalnya dikenal dengan nama Azazil (atau Izazil). Nama Azazil berasal dari bahasa Arab Kuno yang terdiri dari dua bagian, “Aziz,” yang berarti terhormat, kuat, dan berharga, serta “Eil,” yang merujuk pada penamaan Allah SWT di zaman Arab Kuno. Secara keseluruhan, Azazil berarti makhluk yang dihormati dan kuat di hadapan Allah SWT.

Azazil juga terbentuk dari kata “al-azaz,” yang berarti hamba, dan “al-il,” yang merujuk pada Allah SWT. Kata “al-Azaz” tersebut berasal dari kata “al-‘Izzah,” yang berarti kebanggaan atau kesombongan. Hal ini menunjukkan bahwa Azazil adalah makhluk yang membawa kesombongan yang diberikan oleh Allah SWT.

Azazil, yang diciptakan dari api, merupakan nama asli Iblis, yang juga dikenal sebagai pemimpin atau raja iblis dalam Islam. Namun, ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama asli Iblis adalah al-Harits.

Untuk menjawab siapa raja iblis dalam Islam, Azazil inilah yang menjadi pemimpin kelompok iblis dan syaitan dari kalangan jin dan manusia.

Azazil sebagai Makhluk Mulia pada Masanya

Sebelum diciptakannya Nabi Adam AS, Azazil pernah menjadi pemimpin para malaikat (Sayyid al-Malaikat) dan bendaharawan surga (Khazin al-Jannah). Ia menjabat selama puluhan ribu tahun sebelum akhirnya membangkang terhadap perintah Allah SWT.

Dalam buku Manusia (Purba) Sebelum Adam karya Arjuno Resowiredjo, dijelaskan bahwa sebelum dilaknat oleh Allah SWT, Azazil memiliki penampilan yang sangat rupawan, wajahnya bersinar cemerlang, serta memiliki empat sayap. Dia juga dikenal karena ilmunya yang luas, rajin beribadah, dan menjadi kebanggaan para malaikat. Azazil memimpin kelompok malaikat yang disebut karubiyyuun, dan masih banyak lagi.

Azazil beribadah dengan tekun selama seribu tahun, dan Allah SWT memberinya sayap yang terbuat dari manik-manik hijau. Dengan izin-Nya, ia terbang hingga mencapai langit kedua.

Selama seribu tahun, ia terus beribadah di setiap lapisan langit, hingga akhirnya mencapai langit ketujuh. Sedangkan di Bumi, telah ada penghuni lain sebelumnya, yaitu bangsa jin yang disebut “janna”.

Setelah 70.000 tahun, bangsa jin ini berkembang biak hingga menjadi anak cucu. Menurut sebagian ahli tafsir, mereka tinggal di Bumi selama 18.000 tahun, namun kemudian menjadi sombong dan ingkar.

Akibatnya, Allah SWT memusnahkan mereka dan menggantinya dengan kelompok jin yang baru, yaitu Banunal Janna, yang mendiami Bumi selama 18.000 tahun lamanya.

Setelah itu, Banunal Janna pun dimusnahkan oleh Allah SWT, dan Azazil bersama para malaikat tetap khusyuk beribadah di langit. Azazil yang dikenal sebagai Sayyidul Malaikat (Penghulu Malaikat) dan Khazinul Jannah (Bendahara Surga) mengabdi selama tujuh ribu tahun lamanya dalam beribadah. Hingga pada satu waktu, Azazil mengajukan suatu permohonan kepada Allah SWT, ia mengatakan:

“Ya tuhanku, tujuh ribu tahun hamba-Mu ini berbuat kebaikan pada-Mu dalam tujuh lapis langit ini. Jikalau dianugerahkan oleh-Mu, hamba-Mu mohon hendak turun ke bawah ke langit keenam, berbuat kebaikan kepada-Mu.”

Allah SWT pun mengabulkan permohonannya dan menjawab, “Pergilah engkau!”

Azazil bersama 700 malaikat pengikutnya pun turun ke langit keenam. Setelah merasa cukup di sana, ia memohon izin lagi kepada Allah SWT untuk turun ke langit kelima.

Begitu seterusnya, ia terus memohon untuk diturunkan ke langit yang lebih rendah hingga akhirnya mereka sampai di langit dunia. Di langit dunia, Azazil kembali mengajukan sebuah permohonan kepada Allah SWT.

“Ya Tuhanku, hambamu hendak memohon turun ke bumi dengan para malaikat. Bahwasanya hamba-Mu hendak beribadah kepadamu di bumi itu. Ya Tuhanku, betapa Bananul Janna telah banyak berbuat kerusakan di muka bumi. Anugerahkanlah atas hamba-Mu ini bersama para malaikat berbuat kebaikan ke hadirat-Mu di muka bumi itu. ” Ujar Azazil.

Allah SWT pun mengabulkan permohonan Azazil tersebut. Ia beserta tujuh ratus malaikat pengiringnya diturunkan ke bumi untuk beribadah, setelah Banunal Janna dihancurkan karena kerusakan yang ditimbulkannya.

Setelah beribadah selama 8.000 tahun, Azazil mengungkapkan bahwa bumi adalah tempat yang paling membuatnya betah, lebih dari tempat lainnya.

Sebelum mendapat laknat dari Allah SWT, Azazil pernah melaksanakan berbagai tugas mulia yang diberikan oleh-Nya, antara lain:

  1. Azazil bertugas sebagai penjaga surga selama 40.000 tahun.
  2. Azazil hidup bersama para malaikat selama 80.000 tahun.
  3. Azazil diangkat menjadi penasihat bagi para malaikat selama 20.000 tahun.
  4. Azazil memimpin para malaikat karobiyyun selama 30.000 tahun.
  5. Azazil bersama para malaikat melakukan thawaf (mengelilingi) Arsy selama 14.000 tahun.

Jadi, Azazil menjalani ibadah dan melaksanakan semua perintah Allah SWT selama lebih dari 185.000 tahun. Dalam waktu yang sangat panjang itu, ia menjalani berbagai ibadah seperti halnya umat Islam, termasuk salat, puasa, dan thawaf bersama para malaikat mengelilingi Baitul Makmur di Arsy.

Selama itu, Azazil tidak pernah merasa lelah atau mengeluh. Ia menjalankan semua perintah Allah SWT dengan penuh keikhlasan, tanpa niat selain untuk memperoleh keridhaan-Nya semata.

Pada masa itu, para malaikat dan makhluk lainnya memberikan gelar yang sangat mulia kepada Azazil. Beberapa menyebutnya sebagai Iblis al-A’ziz (makhluk Allah yang paling mulia), sementara yang lain menyebutnya sebagai Azazil (panglima besar para malaikat).

Sebab Dilaknatnya Azazil oleh Allah SWT

Dikutip dari buku Penampakan Setan Sepanjang Sejarah yang ditulis oleh Manshur Abdul Hakim, ketika Allah SWT meniupkan ruh kepada Nabi Adam AS, ia menjadi manusia sempurna dengan daging, darah, dan tubuh yang utuh.

Allah SWT kemudian memerintahkan kepada malaikat dan makhluk yang ada pada waktu itu, temasuk Iblis dan anak buahnya, untuk bersujud kepada manusia pertama ciptaannya, yaitu Nabi Adam AS.

Semuanya bersujud, termasuk anak buah Iblis. Tapi, Azazil menghasut anak buahnya agar mereka membangkang kepada perintah Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku Eksistensi Dunia Roh, karena keengganannya bersujud kepada hakikat Nabi Adam AS itulah, ia disebut sebagai Iblis. Jika sekiranya ia akan bersujud, ia tetap disebut Azazil, yang gelarnya populer di kalangan para penduduk langit dengan sebutan Abu Marrah.

Tercantum dalam surah Shad ayat 75, saat itu Allah SWT berfirman kepada Iblis,

قَالَ يٰٓاِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۗ اَسْتَكْبَرْتَ اَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِيْنَ

Artinya: “Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku, apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu merasa termasuk golongan yang lebih tinggi?”

Para makhluk alam tertinggi (al-mala’ al-a’la) itu adalah para malaikat, yang tercipta dari nur (cahaya) ketuhanan, semisal malaikat yang bernama Nun dan lain-lain. Demikian pula dengan para malaikat lainnya yang juga tercipta dari unsur tersebut, mereka semua diperintahkan bersujud kepada Nabi Adam AS.

Iblis berkata kepada Rabb-nya dalam surah Shad ayat 76,

قَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

Artinya: “Aku lebih baik daripadanya. Karena, Engkau telah ciptakan aku dari api, sedangkan ia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah”

Di sini terlihat dosa keangkuhan yang membuat Iblis menolak perintah Allah SWT, karena merasa dirinya yang terbaik dari manusia. Menanggapi jawaban iblis tersebut, Allah SWT berfirman dalam surah Shad ayat 77,

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَاِنَّكَ رَجِيْمٌۖ

Artinya: “Keluarlah darinya (surga) karena sesungguhnya kamu terkutuk.

Wajah dari raja Iblis dalam Islam kini sangat buruk sebagai kutukan Allah SWT karena kesombongan tidak bersujud kepada Nabi Adam AS dan keluarlah ia dari surga.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com