Tag Archives: istri

Cerita Romantis Aisyah Istri Rasulullah, Bisa Jadi Teladan bagi Pasutri



Jakarta

Kisah rumah tangga Aisyah RA bersama Rasulullah SAW dipenuhi dengan keberkahan dan kasih sayang. Aisyah merupakan istri yang romantis kepada Rasulullah SAW, begitupun sebaliknya.

Disebutkan dalam buku Rumah Tangga Seindah Surga oleh Ukasyah Habibu Ahmad, Aisyah RA di usianya yang relatif muda telah menunjukkan tanda-tanda luar biasa sebagai pendamping seorang nabi. Ia mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi sehingga mengangkat derajat dan martabatnya di kalangan wanita seusianya.

Dua tahun setelah wafatnya Khadijah RA, turunlah waktu kepada Rasulullah SAW untuk menikahi Aisyah RA. Mendengar kabar tersebut Abu Bakar ash-Shiddiq selaku ayah dari Aisyah bersama istrinya begitu bahagia. Tak lama setelah itu, Rasulullah SAW menikahi Aisyah dengan mahar sebesar 500 dirham.


Aisyah merupakan satu-satunya istri Rasulullah SAW yang dinikahi dalam keadaan masih gadis. Meskipun usianya tergolong muda, ia tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan sang Nabi, sebab tingkat keilmuan dan kecerdasannya terbilang sangat tajam.

Dalam kehidupan Rasulullah SAW, Aisyah RA termasuk istri yang sangat istimewa dan romantis karena sangat paham cara membahagiakan suami. Selain itu, ia juga memberikan kontribusi besar terhadap perjuangan dakwah Rasulullah SAW.

Keromantisan Aisyah Istri Rasulullah SAW

Mengutip dari buku Agungnya Taman Cinta Sang Rasul karya Ustadzah Azizah Hefni, berikut beberapa cerita keromantisan Aisyah istri Rasulullah SAW bersama suaminya.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Aisyah RA pernah berkata, “Suatu ketika aku minum dan aku sedang haid, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah SAW, lalu beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain, aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR Muslim).

Hal itu menunjukkan bahwa antara Rasulullah SAW dan Aisyah membangun rumah tangga dengan saling mengasihi dan memanjakan. Kesibukan Rasulullah SAW dalam memperjuangkan dan menyebarkan agama Allah SWT tidak menjadikan beliau lupa untuk menjalin kemesraan bersama istri tercinta.

Keromantisan Aisyah dengan Rasulullah SAW juga ditunjukkan tatkala mereka pernah mandi bersama dalam satu bejana. Dalam sebuah hadits, Aisyah RA pernah berkata,

“Aku dan Rasulullah pernah mandi bersama dalam satu wadah (kami bergantian menciduk airnya). Beliau sering mendahuluiku dalam mengambil air sehingga aku mengatakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku!'” (HR Bukhari Muslim).

Kasih sayang dan kemesraan Rasulullah SAW dengan Aisyah tidak hanya ditunjukkan dari tindakan beliau, tetapi juga melalui ekspresi verbal. Rasulullah SAW memberikan panggilan khusus kepada Aisyah RA.

Beliau kerap memanggil Aisyah dengan sebutan ‘humaira’, artinya pipi yang kemerah-merahan sebab kulit Aisyah yang sangat putih hingga terlihat kemerahan saat tertimpa sinar matahari.

Selain panggilan humaira, terkadah Rasulullah SAW juga memanggil Aisyah dengan sebutan ‘aisy’. Dalam budaya Arab, pemenggalan huruf terakhir dari nama menunjukkan sebagai tanda kasih sayang.

Salah satu sikap manja Aisyah yang sangat menyenangkan Rasulullah SAW yaitu Aisyah selalu menyisir rambut Rasulullah SAW sebab beliau senang dengan rambut yang rapi. Hal ini disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa Aisyah pernah berkata, “Aku menyisir rambut Rasulullah, padahal aku sedang haid.” (HR Bukhari).

Aisyah selalu menyisir rambut Rasulullah SAW dengan hati-hati, begitu lembut dan penuh cinta. Aisyah pernah mengungkapkannya, “Bila aku mengurakkan rambut Rasulullah, aku belah orakan rambut beliau dari ubun-ubunnya dan aku uraikan di antara kedua pelipis beliau.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Meskipun Rasulullah SAW disibukkan dengan dakwah dan mengurus kepentingan umat, beliau turut membantu pekerjaan Aisyah ketika di rumah. Beliau tidak segan menambal pakaian sendiri, memerah susu, dan mengurus keperluan sendiri.

Mengenai kebiasaan Rasulullah SAW di rumah, Aisyah RA juga pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apa yang dilakukan Rasulullah SAW di rumah?” Lalu Aisyah menjawab, “Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR Bukhari).

Keromantisan dari cerita Aisyah RA bersama Rasulullah SAW tersebut bisa dijadikan sebagai teladan bagi pasangan suami istri.

Dengan segala kerendahan hatinya, Rasulullah SAW tidak segan membantu pekerjaan rumah tangga dan tidak membebankan pekerjaan rumah tangga kepada sang istri. Begitu pula sikap Aisyah RA sebagai istri Rasulullah yang senantiasa melayani beliau dengan kelembutan dan penuh kasih sayang.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Siapakah Ibu Susuan Nabi Muhammad SAW? Ini Sosoknya



Jakarta

Ibu susuan Nabi Muhammad SAW cukup banyak, tetapi yang paling dikenal adalah Tsuwaibah dan Halimah as-Sa’diyah. Ibu susuan ini termasuk tradisi bangsa Arab yang menyusukan anaknya kepada wanita lain.

Menukil dari Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri yang diterjemahkan Kathur Suhardi, tradisi menyusui bayi wanita lain ini dimaksudkan agar anak-anak terhindar dari penyakit yang menjalar. Hal tersebut juga memiliki anggapan agar bayi menjadi kuat, memiliki otot yang kekar dan keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab dengan fasih.

Sebelum disusui oleh Halimah, Nabi Muhammad SAW pernah disusui wanita lain yang bernama Tsuwaibah. Dijelaskan dalam Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, Tsuwaibah adalah ibu susuan Rasulullah SAW yang paling awal


Tsuwaibah merupakan wanita yang pernah menjadi budak Abu Lahab dan telah dimerdekakan. Selama di Makkah, Nabi Muhammad SAW selalu mencari dan menjalin hubungan kekeluargaan dengan Tsuwaibah ketika ia dewasa. Begitu pula dengan sang istri, Khadijah RA yang sangat memuliakan Tsuwaibah.

Setelah Tsuwaibah, barulah Rasulullah SAW disusui Halimah. Waktu itu, Abdul Muthalib yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW mencari ibu susuan untuk sang rasul. Wanita yang dicari berasal dari bani Sa’d bin Bakr yaitu Halimah binti Abu Dzu’aib dengan didampingi suaminya yang bernama Al-Harits bin Abdul Uzza atau Abu Kabsyah.

Atas kuasa Allah SWT, Halimah merasakan berkah yang dibawa oleh Muhammad kecil. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Halimah bercerita ketika ia pergi ke negerinya bersama sang suami, anaknya dan wanita dari bani Sa’d. Mereka bertujuan mencari anak yang bisa disusui karena sedang mengalami kesulitan.

Kala itu, Halimah membawa seekor keledai dan unta betina yang sudah tua. Ini menyebabkan air susu unta tersebut tidak dapat diperah.

Wanita-wanita lainnya tidak pernah tidur karena harus meninabobokan bayi-bayi mereka yang menangis. Setibanya di Makkah, banyak wanita yang menolak menjadi ibu susuan Nabi Muhammad SAW.

Sebab, sang rasul merupakan anak yatim. Wanita tersebut mengharapkan imbalan besar dari ayah kandung anak yang mereka susui, karenanya mereka menolak untuk menyusui Muhammad kecil.

Lain halnya dengan Halimah yang bersedia menjadi ibu susuan Nabi Muhammad SAW. Setiap menggendongnya, Halimah tidak pernah merasa repot. Ia kembali menunggangi keledai dan menyusui Muhammad kecil.

Atas izin Allah SWT, unta milik Halimah yang semula tidak mengeluarkan air susu tiba-tiba susunya penuh. Akhirnya, Halimah dan sang suami meminum susu dari unta tersebut sampai kenyang. Semenjak itulah, keluarga Halimah terus diberi limpahan rahmat dan rezeki dari Allah SWT.

Halimah mengasuh Nabi Muhammad SAW selama empat tahun. Ketika sang rasul menginjak usia dua tahun, Halimah menghentikan susuannya dan Muhammad kecil hendak dikembalikan kepada ibunya, Aminah.

Tetapi, saking sayangnya Halimah terhadap Rasulullah SAW ia meminta agar anak tersebut dirawat di dusunnya. Aminah yang waktu itu takut anak yang tumbuh subur dan sehat terganggu penyakit yang ada di Makkah, ia mengizinkan Halimah untuk merawat Muhammad kecil kembali.

Selama menjadi ibu susuan Nabi Muhammad SAW, Halimah sangat menyayanginya lebih dari anak-anak kandungnya yang lain. Allah SWT bahkan mengangkat dan melimpahkan rezeki yang baik kepada keluarga Halimah.

Wallahu ‘alam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Istri Nabi Ibrahim yang Dilindungi Allah SWT saat Digoda Raja



Jakarta

Siti Sarah memiliki paras yang sangat cantik, istri Nabi Ibrahim AS ini pernah dilindungi Allah SWT dari raja yang zalim.

Abu Hurairah bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ibrahim tidak pernah berkata dusta kecuali tiga kali. Dua dusta berkaitan dengan Allah, yaitu perkataannya, ‘Aku sedang sakit,’ ketika diajak menyembah berhala oleh kaumnya, dan perkataannya, ‘Yang melakukan penghancuran berhala adalah berhala yang paling besar ini’.”

Sementara satu dusta lainnya adalah berkenaan dengan Siti Sarah, sang istri tercinta.


Mengutip buku 70 Kisah Teladan yang ditulis Mushthafa Murad diceritakan, suatu ketika Nabi Ibrahim AS datang ke sebuah daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang zalim. Ia ditemani sang istri yang cantik jelita, Siti Sarah.

Nabi Ibrahim AS berkata pada sang istri bahwa raja zalim tersebut tidak mengetahui status pernikahan mereka. Sebab jika raja tersebut tahu bahwa Sarah adalah istri Nabi Ibrahim AS, maka ia harus menyerahkannya pada raja tersebut.

Nabi Ibrahim AS ingin melindungi istrinya agar tidak direbut paksa oleh raja zalim.

“Jika nanti dia bertanya kepadamu, kabarkan kepadanya bahwa kamu adalah saudaraku. Sebab, engkau adalah saudariku dalam Islam,” kata Nabi Ibrahim AS.

Ketika Nabi Ibrahim AS memasuki daerah tersebut, para pengikut raja langsung terpesona melihat paras Siti Sarah yang cantik jelita. Mereka lantas menghampiri Nabi Ibrahim AS dan berkata, “Jika engkau memasuki wilayahmu, istrimu adalah milikmu. Tetapi, jika engkau memasuki wilayah ini, istrimu harus engkau lepaskan!”

Siti Sarah kemudian dipaksa untuk dibawa kepada sang raja.

Nabi Ibrahim AS kemudian pergi untuk salat. Ia memohon kepada Allah SWT agar melindungi sang istri dari kejahatan raja zalim.

Ketika Siti Sarah memasuki istana, raja zalim tersebut hendak menyentuhnya. Tiba-tiba tangan raja menjadi lumpuh. Raja itu kemudian berkata pada Siti Sarah, “Berdoalah engkau kepada Allah SWT agar menyembuhkan tanganku ini dan aku tidak akan mengganggu dirimu!”

Maka Siti Sarah berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Namun setelah sembuh, ternyata raja ini kembali melakukan niat jahatnya untuk menyentuh tangan Siti Sarah.

Tangan raja ini pun kembali lumpuh dengan keadaan yang lebih parah. Kejadian ini berulang beberapa kali hingga akhirnya raja memerintahkan pengawalnya untuk membawa Siti Sarah ke luar istana.

Dalam buku Air Mata Para Nabi: Kisah-Kisah Inspiratif tentang Ketabahan Para Nabi yang ditulis oleh Tuan Guru Lalu Ibrohim, raja zalim tersebut kemudian berkata, “Tukang sihir yang kamu bawa ini?”

Siti Sarah lantas menjawab, “Saya bukan tukang sihir. Saya istri kekasih Allah. Ia kini sedang melihat saya dari luar, mohon ampunlah padanya, agar engkau selamat.”

Raja itu kemudian memohon ampun. Nabi Ibrahim AS memaafkannya, dan kembalilah badan dan tangan raja ini seperti semula. Sayangnya, raja zalim ini justru hendak menyerang Nabi Ibrahim AS.

Pada peristiwa ini, malaikat Jibril turun dan bersabda, “Jangan kamu terlalu mudah memberi maaf. Kalau ia mau menyerahkan seluruh kerajaannya, maafkan, tetapi jika tidak mau, jangan maafkan dia!”

Raja zalim tersebut lantas menyerahkan seluruh kerajaannya. Ia juga menyerahkan seorang budak dari keluarganya yaitu Siti Hajar.

Wallahu a’lam.

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul pada Usia 40 Tahun, Begini Kisahnya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat penting dalam Islam, yang kehidupannya sarat dengan makna mendalam. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam adalah saat beliau diangkat sebagai Rasul.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penerang untuk membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman. Di tengah masyarakat yang diliputi oleh kejahiliahan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan, kehadiran beliau sebagai Rasul membawa misi rahmatan lil ‘alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?

Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul saat beliau menginjak usia 40. Dijelaskan dalam buku karya Ajen Dianawati yang berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi.


Pada saat itu, beliau menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika sedang berada di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama, yaitu Surah Al-Alaq https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau sering mengasingkan diri di gua yang terletak di Jabal Nur itu karena merasakan ketidakselarasan antara nilai kebenaran dengan kondisi masyarakat saat itu.

Selama masa pengasingannya, Nabi Muhammad SAW membawa bekal berupa air dan roti gandum, dan tinggal di gua kecil yang memiliki panjang 4 hasta dan lebar sekitar 1,75 hasta.

Pada bulan Ramadhan, beliau memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan merenungkan keagungan ciptaan Allah SWT, serta memikirkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebenaran dengan praktik kehidupan sosial yang masih dipenuhi oleh kemusyrikan.

Kisah Pengangkatan Nabi Muhammad Menjadi Rasul

Masih mengacu sumber yang sama, peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah diceritakan terjadi ketika beliau sedang beribadah di Gua Hira. Di tempat tersebut, beliau sering merenungkan berbagai masalah dan memikirkannya dengan mendalam.

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang tak dikenal mendekatinya. Laki-laki itu langsung memeluk Nabi Muhammad sambil berkata “Bacalah hai Muhammad!”

Kemudian Nabi Muhammad menjawabnya dengan mengatakan “Saya tidak bisa membaca.” Laki-laki itu melepas pelukannya dan kembali berkata, “Bacalah hai Muhammad!”

Nabi Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca.” Hingga akhirnya, laki-laki tersebut mengajarkan Nabi Muhammad untuk membaca surah Iqra atau Al-Alaq ayat 1-5 sampai beliau hafal. Sosok laki-laki itu ternyata adalah Malaikat Jibril.

Setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW pulang dan memberi tahu istrinya, Siti Khadijah. Beliau pulang dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang lemas. Siti Khadijah pun langsung bertanya, “Apa yang terjadi, suamiku?”

Nabi Muhammad SAW tidak segera menjawab pertanyaan itu, melainkan meminta istrinya untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, Khadijah, selimuti aku!”

Setelah ketakutan Nabi Muhammad SAW perlahan mereda berkat dukungan Siti Khadijah, akhirnya beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada istrinya. Setelah mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian mendatangi Waraqah, seorang ahli Injil dan Taurat, untuk menyampaikan kabar tersebut.

“Sungguh suamimu telah mendapatkan wahyu, sebagaimana wahyu pernah datang kepada Nabi Musa. Sesungguhnya, di akan menjadi Rasul umat ini,” terang Waraqah.

Siti Khadijah memang telah memiliki firasat dan ternyata terbukti benar bahwa suaminya telah diangkat menjadi Rasul Allah.

Setelah peristiwa itu, Siti Khadijah langsung memeluk Islam, menjadikannya orang pertama yang masuk Islam. Siti Khadijah juga menjadi pendukung pertama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban wahyu tersebut.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Selama 23 tahun perjalanan dakwahnya, beliau menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama karena lingkungan sekitar masih dalam keadaan jahiliyah dan dikelilingi oleh orang-orang kejam dari kaum Quraisy.

Namun, dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW tidak sendirian. Beliau ditemani oleh istri dan para sahabatnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.

Makna dari kisah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul bagi umat Islam adalah sebagai tonggak awal penyebaran ajaran Islam yang membawa pencerahan dan petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya misi Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk mengajak umat manusia menuju jalan kebenaran dan ketauhidan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ayyub Lengkap yang Sabar Hadapi Ujian Hidup


Jakarta

Nabi Ayyub AS adalah seorang nabi yang dikaruniai harta berlimpah oleh Allah SWT. Namun, dengan harta yang berlimpah, Nabi Ayyub AS tidak pernah sekali saja merasa sombong.

Merangkum Kisah Nabi Ayyub oleh Yayat Sri Hayati, alkisah sekitar 1420-1540 SM, hiduplah Nabi Ayyub AS. Beliau ditugaskan Allah SWT untuk berdakwah di Haran, Syam.

Nabi Ayyub AS masih keturunan dari Nabi Ishaq AS dan ayahnya adalah seseorang yang kaya raya. Ayahnya memiliki peternakan serta perkebunan yang luas, dan saat ayahnya wafat, semua itu diwariskan ke Nabi Ayyub AS.


Meskipun hidup dengan limpahan karunia dari Allah SWT, tidak membuat Nabi Ayyub AS luput dari ujian dan cobaan. Merangkum buku Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul karya Iip Syarifah, berikut kisahnya.

Diuji Kekayaan Harta

Nabi Ayyub AS adalah keturunan orang kaya yang diwariskan ayahnya setelah wafat. Nabi Ayyub AS menikah dengan cucu Nabi Yusuf AS, Rahmah, mereka hidup bahagia dan dikaruniai banyak anak.

Karunia lainnya yang dianugerahi Allah SWT kepada Nabi Ayyub AS adalah hewan ternak yang banyak, kebun yang luas, taman-taman yang indah dan harta lainnya yang semakin melimpah. Selain harta, Nabi Yusuf AS juga dikaruniai kesehatan, istri yang salihah dan cantik, serta keturunan yang taat.

Hidup dengan harta yang banyak justru tidak membuat Nabi Ayyub AS lalai dan sombong, melainkan semakin banyak hartanya semakin dermawan beliau kepada orang lain. Semakin banyak karunia Allah SWT kepadanya, semakin taat Nabi Ayyub AS dan keluarganya kepada Allah SWT.

Akhlak mulia menghiasi diri Nabi Ayyub AS, sehingga Nabi Ayyub dihormati dan disukai banyak orang. Nabi Ayyub AS sangat paham jika kekayaan yang dititipkan Allah SWT kepadanya harus dipergunakan sesuai dengan ketentuan-Nya.

Diuji Kehilangan Anak dan Kesehatan

Iblis mulai mengancam Nabi Ayyub AS. Mulai dari ketika anak-anak Nabi Ayyub AS sedang berada di rumah saudaranya, iblis merobohkan rumah itu sehingga semua anak Nabi Ayyub AS meninggal.

Nabi Ayyub AS yang mendapat kabar jika semua anaknya sudah meninggal, menerimanya dengan sabar tenang. Beliau sangat yakin bahwa anak-anaknya adalah milik Allah SWT, jadi kapan pun Allah SWT dapat mengambilnya.

Iblis yang merasa gagal pada percobaan pertamanya kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menaburkan benih-benih penyakit ke dalam tubuh Nabi Ayyub AS. Akibatnya, Nabi Ayyub AS menderita berbagai jenis penyakit hingga tubuhnya tampak semakin kurus, tenaganya semakin lemah dan wajahnya menjadi pucat.

Karena penyakit yang dideritanya, Nabi Ayyub AS dijauhi oleh orang-orang karena penyakit yang dideritanya dapat menular dengan cepat lewat sentuhan. Beliau terasingkan dan hanya istrinya yang menemani.

Iblis berencana menghasut istri Nabi Ayyub AS dengan menyamar sebagai teman dekat Nabi Ayyub AS. Iblis membanding-bandingkan kehidupan Nabi Ayyub AS yang lampau ketika masih kaya raya, sehat dan dihormati banyak orang dengan kondisi saat ini.

Setelahnya, Rahmah mendekati sang suami yang tengah kesakitan kemudian meminta Nabi Ayyub AS berdoa kepada Allah SWT agar dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang mereka alami. Dan Nabi Ayyub menjawab,

“Aku malu memohon kepada Allah untuk membebaskan kita dari kesengsaraan dan penderitaan ini. Padahal, kebahagiaan yang telah Allah berikan lebih lama. Jika engkau telah termakan hasutan dan bujukan iblis sehingga imanmu mulai menipis dan merasa kesal menerima takdir dan ketentuan Allah ini, tunggulah ganjaranmu kelak jika aku telah sembuh dan kekuatan badanku pulih kembali. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukan takdir-Nya.”

Doa Nabi Ayyub

Setelah ditinggalkan oleh istrinya, Nabi Ayyub AS tinggal seorang diri di rumahnya tidak ada yang menemani. Cobaan tersebut justru membuat kesabaran dan keimanan Nabi Ayyub AS semakin bertambah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Anas disebutkan bahwa Nabi Ayyub AS menjalani ujian tersebut selama 18 tahun.

Pada suatu hari, singgahlah pemikiran setan dibenaknya yang membisikkan untuk berhenti bersabar dan terus membisikkan keputusasaan. Pada akhirnya, Nabi Ayyub AS berhasil menghalau pikiran setan tersebut. Nabi Ayyub AS kemudian mengadu dan berdoa kepada Allah SWT:

وَاذْكُرْ عَبْدَنَآ اَيُّوْبَۘ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطٰنُ بِنُصْبٍ وَّعَذَابٍۗ

Artiya: Ingatlah hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah diganggu setan dengan penderitaan dan siksaan (rasa sakit).” (QS Sad: 41)

Setelah melewati masa-masa sulit, akhirnya Allah SWT menerima doa Nabi Ayyub AS yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman. Allah SWT berfirman:

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ

Artinya: “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” (QS Sad: 42)

Nabi AS Ayyub bergegas mandi dan minum dari air tersebut. Dengan izin Allah SWT, Nabi Ayyub langsung sembuh dari penyakitnya dan beliau terlihat lebih sehat serta kuat dari sebelumnya.

Pada saat yang sama, istri yang telah diusir dan meninggalkan beliau seorang diri merasa tidak sampai hati lebih lama berada jauh dari suaminya. Namun, ia hampir tidak mengenali Nabi Ayyub AS yang kini ada di hadapannya dengan Nabi Ayyub AS yang terakhir kali ia lihat sebelum pergi.

Rahmah langsung memeluk sang suami dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya. Allah SWT telah mengembalikan kesehatan suaminya, bahkan lebih baik dari sebelumnya.

Nabi Ayyub AS saat sakit telah bersumpah akan mencambuk istrinya 100 kali jika telah sembuh. Ia merasa wajib untuk melaksanakan sumpahnya, tetapi ia merasa kasihan kepada istrinya yang telah menunjukkan kesetiaan dan menemani dalam keadaan suka maupun duka.

Akhirnya, Allah SWT berfirman kepada Nabi Ayyub AS untuk memberikan jalan keluar terbaik,

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِّهٖ وَلَا تَحْنَثْۗ اِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًاۗ نِعْمَ الْعَبْدُۗ اِنَّهٗٓ اَوَّابٌ

Artinya: Ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah (istrimu) dengannya dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya). (QS Sad: 44)

Allah membalas kesabaran dan keteguhan iman Nabi Ayyub AS dengan memulihkan kesehatannya, mengembalikan kekayaan dan harta bendanya, kesabaran serta anak yang jumlahnya lebih banyak.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Istri-istri Nabi Ibrahim yang Melahirkan Para Nabi


Jakarta

Dalam sejarah besar umat Islam, kisah Nabi Ibrahim AS tidak bisa dipisahkan dari dua perempuan yang luar biasa yang begitu salihah, yakni Siti Sarah dan Siti Hajar. Keduanya bukan hanya istri dari seorang nabi besar, tetapi juga ibu dari para nabi yang menjadi penerang bagi umatnya.

Melalui Siti Sarah, lahir Nabi Ishaq AS yang kelak menurunkan Nabi Yakub AS dan para nabi kalangan bani Israil. Sementara itu, dari rahim Siti Hajar, lahir Nabi Ismail AS, leluhur Nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam untuk umat akhir zaman.

Berikut ini adalah kisah para istri Nabi Ibrahim yang begitu hebat dan salihah.


Kisah Siti Sarah dan Ketabahannya

Dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid, diceritakan bahwa Nabi Ibrahim AS bersama istri pertamanya, Siti Sarah, awalnya tinggal di Babilonia. Sarah dikenal sebagai wanita yang sangat cantik, baik dari segi fisik maupun akhlak dan budi pekertinya.

Sarah begitu taat kepada suaminya dan mengikuti ajarannya untuk beriman kepada Allah SWT. Namun, suatu hari, Sarah mengalami cobaan ketika memasuki wilayah Mesir karena kecantikannya yang mempesona.

Kecantikan Sarah yang luar biasa menarik perhatian Raja Mesir, yang berniat menjadikannya sebagai selir. Namun, berkat keimanan yang kokoh dan doa-doanya yang tulus, Sarah berhasil terhindar dari niat buruk sang raja.

Bahkan, Raja Mesir akhirnya mempersilakannya pulang dan memberikan hadiah berupa seorang budak bernama Hajar.

Seiring berjalannya waktu, Sarah semakin menua, namun belum juga dikaruniai keturunan oleh Allah SWT dari pernikahannya dengan Nabi Ibrahim AS. Dengan ikhlas dan atas petunjuk dari Allah SWT, Sarah kemudian menawarkan suaminya untuk menikahi Hajar dengan harapan mereka akan dianugerahi keturunan.

Sarah berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku, kekasih Allah, inilah Hajar, aku serahkan dia kepadamu. Semoga Allah memberikan kita keturunan darinya.”

Akhirnya, Nabi Ibrahim AS menikah dengan Hajar, dan dari pernikahan tersebut, lahirlah putra pertama mereka yang diberi nama Ismail.

Dalam Buku Tafsir Qashashi Jilid IV: Umat Terdahulu, Tokoh, Wanita, Istri dan Putri Nabi Muhammad SAW karya Syofyan Hadi, dikisahkan bahwa Sarah telah menikah dengan Nabi Ibrahim AS selama 80 tahun namun belum juga dikaruniai anak.

Setelah Sarah memberikan izin kepada Ibrahim untuk menikahi Hajar yang kemudian melahirkan Ismail, barulah 12 tahun kemudian Sarah pun hamil.

Meskipun usianya sudah lanjut, Sarah akhirnya melahirkan seorang anak dari Nabi Ibrahim AS, yang diberi nama Ishaq. Nabi Ishaq AS juga menjadi hamba Allah SWT yang istimewa karena menjadi nabi yang menyiarkan ajaran Allah SWT kepada umatnya.

Kisah Siti Hajar dan Perjuangannya

Diceritakan dalam buku Spiritualitas Haji oleh Nur Kholis, setelah Nabi Ismail AS lahir dari Hajar, Sarah merasa khawatir dan cemburu. Sarah mulai merasa khawatir akan masa depannya dan sering menginginkan agar Nabi Ibrahim AS membawa Hajar pergi jauh dari kehidupannya.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Hajar dan putra mereka, Ismail, ke tempat yang jauh dari Palestina, dan Nabi Ibrahim AS pun menjalankan perintah tersebut.

Setelah berminggu-minggu menempuh perjalanan melintasi padang pasir yang tandus, panas di siang hari, dan dingin di malam hari, mereka tiba di sebuah dataran rendah yang hanya memiliki satu pohon besar.

Di tempat itulah, Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anak yang sangat ia cintai, di sebuah lokasi terpencil yang jauh dari peradaban manusia. Kisah ini menandai awal mula munculnya mata air Zamzam, yang tidak akan pernah kering hingga akhir zaman.

Dalam Sejarah Terlengkap 25 Nabi, Rizem Aizid menceritakan bahwa setelah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS, persediaan makanan dan perlengkapan Hajar dan anaknya mulai menipis, sehingga kehidupan mereka menjadi semakin sulit.

Kondisi ini semakin berat karena Nabi Ismail AS yang masih menyusu pada Hajar, mulai menangis terus-menerus karena kelaparan, sementara air susu Hajar semakin berkurang.

Mendengar tangisan Nabi Ismail AS yang menyayat hati, Hajar menjadi bingung, panik, dan cemas. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa dimakan atau air yang bisa diminum dengan berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali, sambil memohon pertolongan kepada Allah SWT.

Allah SWT kemudian mengutus malaikat Jibril untuk menolong Hajar dan Ismail. Ketika Nabi Ismail AS menangis dan menghentakkan kakinya di atas pasir, muncullah sebuah mata air dari tempat tersebut.

Hajar sempat merasa takut karena kemunculan air itu disertai bunyi seperti suara binatang buas. Namun, ia segera menyadari bahwa itu adalah mata air yang mengalir deras, dan ia segera menampung air tersebut.

Ketika air ini muncul, Hajar mengucapkan kata, “Zamzam… Zamzam…” yang berarti “Berkumpul… Berkumpul.” Ini kemudian menjadi nama mata air Zamzam yang airnya tidak pernah kering hingga kini.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Usia Rasulullah SAW Menikah dan Pertemuannya dengan Cinta Pertama


Jakarta

Rasulullah SAW bertemu dengan cinta pertamanya, Khadijah, pada waktu mereka berdagang. Dalam Sirah Nabawiyah, Khadijah menurut riwayat Ibn al-Atsir dan Ibn Ishaq adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya raya.

Ia sering mengirim orang kepercayaannya untuk berdagang. Kala itu, ia mendengar kabar kejujuran Nabi SAW dan kemuliaan akhlaknya. Khadijah coba mengamati Nabi SAW yang membawa barang dagangannya ke Syam.

Dikutip dalam buku Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad dalam Kajian Sosial-Humaniora karya Dr. Ajid Thohir disebutkan bahwa Khadijah menitipkan barang dagangan yang lebih dari apa yang dibawakan orang lain. Dalam perjalanan dagang ini, Nabi SAW ditemani Maisarah, seorang pegawai kepercayaan Khadijah.


Nabi Muhammad SAW menerima tawaran ini dan berangkat ke Syam bersama Maisarah untuk meniagakan barang-barang Khadijah. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya.

Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran Nabi. Semua sifat dan perilaku itu dilaporkan oleh Maisarah kepada Khadijah.

Khadijah tertarik pada kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh berkah yang diperoleh dari perniagaan Nabi SAW. Khadijah kemudian menyatakan keinginan untuk menikah dengan Nabi SAW dengan perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi menyetujuinya, hingga kemudian beliau menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya.

Pernikahan Pertama Rasulullah SAW

Setelah itu, mereka meminang Khadijah untuk Nabi SAW kepada paman Khadijah, Amr bin Asad. Ketika menikahi Khadijah, Rasulullah SAW berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Sebelum menikah dengan Nabi SAW, Khadijah pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at-Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi, yang juga dikenal dengan Hindun bin Zurarah.

Khadijah menjadi istri yang sosoknya sangat berpengaruh terhadap kehidupan Nabi SAW. Disebutkan dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali RA pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.” (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi SAW kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Rasulullah SAW apabila menyembelih kambing, maka ia berpesan, ‘Kirimkan daging ini kepada teman-teman Khadijah. Pada suatu hari, aku marah kepada beliau, lalu aku katakan, ‘Khadijah?’ Maka Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya aku telah dikaruniai cintanya.’

Sementara Ahmad dan Ath-Thabarani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah RA, ia berkata, “Hampir Rasulullah SAW tidak pernah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan memujinya. Pada suatu hari, beliau menyebutnya, sehingga membuatku cemburu. Lalu aku katakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah mengganti dengan orang yang lebih baik darinya untuk engkau?’ Rasulullah SAW seketika marah seraya bersabda, ‘Demi Allah, Allah tiada menggantikan untukku orang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya ketika orang- orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri-istriku yang lain.’

Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah ini berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia, tepatnya pada usia 65 tahun, sementara Rasulullah SAW telah mendekati usia 50 tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, beliau tidak pernah berpikir untuk menikah dengan wanita atau gadis lain.

(lus/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Lahirnya Nabi Muhammad SAW bersama 4 Wanita Mulia



Jakarta

Nabi Muhammad SAW lahir sebagai manusia paling mulia. Momen kelahirannya pun diliputi hal menakjubkan. Aminah, sang ibunda, ditemani oleh empat wanita mulia saat proses persalinan.

Nabi Muhammad SAW lahir hari Senin, 12 Rabiul Awal pada tahun gajah.

Dalam Kitab Maulid ad-Diba’i, Syekh Abdurrahman ad Diba’i mengatakan saat malam kelahiran Nabi Muhammad SAW, langit seketika bergetar yang diliputi kebahagiaan. Disebutkan, lapisan langit dipenuhi cahaya terang dan para malaikat bergemuruh mengucapkan pujian kepada Allah SWT.


Merangkum buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya karya Abdurrahman bin Abdul Karim dikisahkan bahwa Aminah tidak pernah merasa kelelahan dan letih selama mengandung Nabi Muhammad SAW. Di malam jelang persalinan, Allah SWT mengutus empat wanita agung yang membantu Aminah.

Keempat wanita ini adalah Siti Hawa, Siti Sarah istri Nabi Ibrahim RA, Asiyah binti Muzahim dan Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS.

Siti Hawa berkata kepada Aminah, “Sungguh beruntung engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan nabi agung junjungan alam semesta, Al Musthafa SAW. Kenalilah olehmu, sesungguhnya aku ini Hawa, ibunda seluruh umat manusia. Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menemanimu.”

Tak lama kemudian, hadirlah Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim AS. Ia berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung, seorang Nabi yang dianugerahi kesucian yang sempurna pada diri dan kepribadiannya.

Nabi agung yang ilmunya sebagai sumber ilmunya para nabi dan para kekasih-Nya. Nabi agung yang cahayanya meliputi seluruh alam. Dan, ketahuilah olehmu, wahai Aminah, sesungguhnya aku adalah Sarah, istri Nabiyullah Ibrahim AS. Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menemanimu.”

Selanjutnya hadir diiringi aroma harum semerbak, seraya berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung, kekasih Allah SWT yang paling agung dan insan sempurna yang paling utama mendapatkan pujian dari Allah SWT dan seluruh makhluk-Nya. Aku adalah Asiyah binti Muzahim, yang diperintahkan oleh Allah SWT menemanimu.”

Wanita keempat yang hadir dengan kecantikannya adalah Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS. Ia berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau.

Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung yang dianugerahi Allah SWT mukjizat yang sangat agung dan sangat luar biasa. Beliaulah junjungan seluruh penghuni langit dan bumi, hanya untuk beliau semata segala bentuk sholawat Allah SWT dan salam sejahtera-Nya yang sempurna. Ketahuilah olehmu Aminah, sesungguhnya aku adalah Maryam, ibunda Nabi Isa AS.”

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

3 Ujian Hidup yang Diberikan kepada Nabi Ayub AS yang Dijalani dengan Sabar


Jakarta

Nabi Ayub AS dikenal sebagai salah satu nabi yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian hidup. Ujian-ujian yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Ayub AS begitu berat, tapi beliau tetap tegar dan selalu berserah diri kepada-Nya.

Mulai dari kehilangan harta, kesehatan, hingga keluarga, Nabi Ayub AS tidak pernah mengeluh, melainkan terus memperkuat keimanannya. Kisah kesabaran Nabi Ayub AS menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dalam menghadapi cobaan hidup.

Ingin tahu lebih dalam mengenai 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS? Simak selengkapnya dalam artikel ini.


Silsilah Keluarga Nabi Ayub AS

Sebelum kita masuk membahas kisah hidup Nabi Ayub AS yang penuh dengan kesabaran dalam menghadapi ujian, ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu silsilah nasab beliau.

Menurut catatan dari Ibnu Ishaq dalam buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Ayub AS memiliki nama lengkap Ayub bin Mush bin Razah bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil.

Beliau merupakan keturunan dari garis besar Nabi Ibrahim AS, yang menunjukkan bahwa beliau termasuk dalam silsilah para nabi dan orang-orang yang diberkahi Allah SWT.

Dari sisi ibunya, Nabi Ayub AS berasal dari negeri Romawi dan merupakan cucu dari Nabi Luth AS, menjadikan beliau memiliki nasab yang mulia dari kedua orang tua.

Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa ayah Nabi Ayub AS adalah salah satu pengikut Nabi Ibrahim AS yang beriman, bahkan saat Nabi Ibrahim AS selamat dari kobaran api.

Dalam hal pernikahan, istri Nabi Ayub AS disebut bernama Laya binti Ya’qub, meskipun beberapa riwayat juga menyebutkan bahwa istrinya adalah Rahmah binti Aqratism.

Silsilah ini memperkuat kedudukan Nabi Ayub AS sebagai seorang Nabi yang memiliki hubungan langsung dengan para Nabi besar lainnya, seperti Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ishaq AS.

Kisah Nabi Ayub AS yang Selalu Sabar Setiap Menghadapi Ujian

Nabi Ayub AS adalah seorang hamba Allah SWT yang dikenal kaya raya, memiliki banyak budak, ternak yang melimpah, serta tanah yang luas di Hauran. Tidak hanya kekayaan materi, Nabi Ayub AS juga dianugerahi banyak keturunan. Namun, semua itu tidak bertahan lama.

Allah SWT mengujinya dengan mengambil semua yang dimiliki, bahkan hingga dirinya sendiri terserang berbagai macam penyakit. Tubuhnya menjadi rusak, hanya menyisakan hati dan lisan yang masih digunakan untuk terus berdzikir mengingat Allah SWT.

Nabi Ayub AS menghadapi semua musibah ini dengan kesabaran yang luar biasa, tanpa keluhan, dan terus mengharapkan ridha-Nya.

Ujian yang dialami Nabi Ayub AS bukan hanya mengenai kehilangan materi dan kesehatan, tetapi juga cobaan sosial. Teman-temannya mulai menjauh, bahkan ia diusir dari kampung halamannya dan harus tinggal di luar desa dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Satu-satunya orang yang setia mendampinginya adalah istrinya, yang dengan penuh kasih sayang merawat dan memenuhi kebutuhan Nabi Ayub AS, meski keadaan mereka semakin sulit.

Waktu berlalu, harta mereka semakin menipis, dan Nabi Ayub AS harus bergantung sepenuhnya pada upah kerja istrinya. Istrinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun seiring waktu, semakin sedikit orang yang mau memberinya pekerjaan, khawatir penyakit Nabi Ayub AS menular kepada mereka.

Bahkan, pada satu titik, istri Nabi Ayub AS terpaksa menjual sebagian rambutnya untuk membeli makanan. Nabi Ayub AS tetap bersabar, meskipun mengetahui kesulitan yang dihadapi istrinya demi merawatnya.

Cobaan ini berlangsung selama bertahun-tahun, dengan beberapa pendapat ulama menyatakan antara 7 bulan hingga 18 tahun lamanya. Meski begitu, Nabi Ayub AS tidak pernah menyerah dalam menghadapi ujian yang begitu berat. Kesabaran dan keimanannya kepada Allah SWT tetap teguh, menjadikannya sosok teladan yang patut dicontoh oleh umat Islam.

3 Ujian Hidup yang Diberikan Kepada Nabi Ayub AS

Nabi Ayub AS sebagai salah satu Nabi yang dikenal dengan kesabarannya, menjalani ujian yang sangat berat. Dari kehilangan harta, kesehatan, hingga anak-anaknya, Nabi Ayub AS tetap teguh dalam keimanan dan kesabarannya.

Berikut ini adalah 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS.

1. Kehilangan Kekayaannya

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan sosok yang sangat kaya raya. Beliau memiliki harta yang melimpah, ternak yang banyak, serta tanah yang luas di daerah Hauran. Namun, ujian dari Allah SWT datang dengan cara yang sangat berat bagi beliau.

Semua kekayaannya perlahan-lahan hilang. Seluruh hartanya lenyap. Sampai istrinya bahkan harus bekerja untuk mendapatkan makanan agar mereka bisa bertahan hidup.

2. Kehilangan Anggota Keluarganya

Nabi Ayub AS tidak hanya diuji dengan kehilangan harta benda, tetapi juga mengalami cobaan yang sangat berat dengan kehilangan anggota keluarganya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS adalah sosok yang diberkahi banyak keturunan. Namun, dalam ujian yang diberikan Allah SWT, beliau harus merelakan semua anak-anaknya yang wafat satu demi satu.

3. Kehilangan Kesehatannya

Nabi Ayub AS juga mengalami ujian berat dalam bentuk kehilangan kesehatannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan seorang Nabi diberkahi kesehatan yang sangat baik. Namun, Allah SWT menguji beliau dengan penyakit yang membuat seluruh tubuhnya menderita.

Tidak ada satu pun bagian dari tubuh Nabi Ayub AS yang terbebas dari penyakit, kecuali hatinya yang tetap dipenuhi iman dan lisannya yang senantiasa berzikir mengingat Allah SWT.

Penyakit yang diderita Nabi Ayub AS berlangsung lama dan begitu parah sehingga membuat orang-orang di sekitarnya menjauhinya. Bahkan, beliau diusir dari kampung halamannya karena dianggap tidak layak lagi untuk tinggal di tengah masyarakat.

Nabi Ayub AS Sembuh dari Penyakitnya

Berdasarkan riwayat yang pada sumber sebelumnya, diceritakan bahwa setelah menjalani berbagai ujian hidup yang sangat berat, Nabi Ayub AS akhirnya mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya.

Dalam surah Shad ayat 42, dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Ayub dengan memerintahkan beliau untuk menghantamkan kakinya ke tanah. Dari tanah tersebut keluar air yang sejuk, yang berfungsi untuk mandi dan minum, dan air ini menjadi sarana penyembuhan bagi Nabi Ayub AS.

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ

Artinya: “(Allah berfirman,) “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Setelah mandi dengan air tersebut, tubuh Nabi Ayub AS kembali sehat dan Allah SWT mengembalikan rupanya seperti sediakala. Ketika istrinya datang dan melihat sosok yang tampak rupawan, ia bahkan tidak mengenali suaminya sendiri. Lalu, ketika mengetahui bahwa pria yang tampak sehat itu adalah Nabi Ayub AS, ia pun sangat bersyukur kepada Allah SWT.

Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa saat Nabi Ayub AS mandi, Allah SWT juga memberikan keberkahan dalam bentuk belalang emas yang jatuh di hadapannya, sebagai simbol kekayaan dan keberkahan yang diberikan kembali oleh Allah SWT. Meskipun begitu, Nabi Ayub AS tetap rendah hati dan mengatakan bahwa nikmat yang diberikan Allah SWT sudah sangat cukup.

Allah SWT tidak hanya menyembuhkan Nabi Ayub AS dari penyakitnya, tetapi juga mengembalikan semua kekayaan dan anggota keluarganya. Allah SWT berfirman kembali dalam surah Shad ayat 43 yang berbunyi,

وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “Kami anugerahkan (pula) kepadanya (Ayub) keluarganya dan (Kami lipat gandakan) jumlah mereka sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.”

Semua cobaan yang pernah dihadapi Nabi Ayub AS berakhir dengan penuh keberkahan, menunjukkan betapa pentingnya kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian hidup.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Menjadi Latar Belakang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Nabi Syam’un Al-Ghazi merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, khususnya kepada Bani Israil.

Meskipun nama Nabi Syam’un tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diimani, tapi sosok beliau tetap patut diketahui umat Islam, bahkan disebutkan bahwa beliau lah yang melatarbelakangi malam Lailatul Qadar. Simak kisah Nabi Syam’un selengkapnya berikut ini.

Siapa Itu Nabi Syam’un Al-Ghazi?

Nabi Syam’un adalah nabi yang berasal dari Bani Israil dan diutus oleh Allah SWT di tanah Romawi. Nabi Syam’un adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta.


Mengutip buku 99 Pemuas Intelektual dan Keimanan Remaja karya Wulan Mulya Pratiwi, suatu ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat saat bulan suci Ramadan. Rasulullah SAW tiba-tiba tersenyum sendiri, dan para sahabat bertanya apa yang membuat Rasulullah SAW tersenyum, beliau pun menjawab,

“Diperlihatkan padaku di hari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tak mempunyai satu pengikut pun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un.”

Nabi Syam’un dikenal sebagai pahlawan yang gagah dan berani. Ia dikaruniai mukjizat melunakkan besi dan merobohkan istana.

la mampu membunuh musuh-musuh kafir dengan seorang diri. Ribuan orang kafir telah berhasil ia lumpuhkan seorang diri dan tentunya atas izin Allah SWT.

Ibnu abbas RA dari Rasulullah SAW menegaskan, “Bahwa malaikat Jibril meriwayatkan mengenai kisah seseorang terdahulu yang bernama Syam’un Al-Ghazi kepada Rasul SAW. Ia telah berperang melawan kaum kafir selama 1000 tahun, yang hanya bersenjatakan rambut jenggot unta. Sekalipun hanya menggunakan rambut jenggot unta, apabila ia menyabetkannya kepada musuh kafir, maka tewaslah mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Apabila ia merasa haus, Syam’un cukup minum air segar yang keluar dari sela-sela gusinya, dan apabila ia lapar, tumbuhlah daging dari tubuhnya, dan ia memakannya.”

Kekuatan Nabi Sya’um Al-Ghazi ini juga merupakan latar belakang diturunkannya malam Lailatul Qadar, yang juga merupakan asbabun nuzul surah Al-Qadr.

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Melatarbelakangi Lailatul Qadar

Dikisahkan dalam buku Hikayat Kearifan karya Bahrudin Achmad, bahwa keadaan Syam’un dalam peperangan di jalan Allah SWT mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya yang 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan.

Musuh-musuh kafir pun tidak berdaya menghadapi serangan Syam’un ini. Sehingga, mereka berusaha untuk membujuk istri Syam’un untuk menjebaknya.

“Kami akan menghadiahkan kepadamu sejumlah harta kalau kamu dapat membunuh suamimu,” kata mereka yang berusaha membujuk istri Syam’un.

“Aku seorang wanita, mana mampu untuk membunuhnya?” jawab istri Syam’un.

“Kami akan memberimu tali (tambang) yang kuat, ikatlah kedua kaki dan tangan suamimu di saat ia sedang tidur, nanti sesudah itu kamilah yang akan membunuhnya,” ucap mereka.

Kemudian, istrinya itu mengikat Syam’un pada waktu ia tertidur, dan ketika Syam’un terbangun, ia terkejut. Syam’un berkata, “Siapakah yang mengikatku dengan tali (tambang) ini?”

“Aku yang mengikatmu untuk sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu,” jawab istri Syam’un. Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan tali tambang itupun langsung terpotong.

Setelah itu, musuh-musuh kafir itu kembali lagi membawakan istri Syam’un rantai besi, lalu ketika Syam’un tertidur, istrinya kembali mengikat Syam’un dengan rantai besi itu, ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikat aku dengan rantai besi ini?”

“Aku yang mengikatmu, sekedar untuk mengetahui sejauh mana kekuatanmu,” jawab kembali istrinya. Lalu, Syam’un menarik rantai besi itu, maka terputuslah rantai besi itu.

Akhirnya Syam’un berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, aku ini seorang wali Allah dari sekian banyak Waliyullah yang ada di muka bumi ini, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku yang panjang ini”.

Istrinya pun memperhatikan setiap ucapan suaminya itu. Lalu, sewaktu Syam’un tertidur, istrinya segera memotong rambutnya sebanyak delapan potong rambut, yang panjangnya sampai terjurai ke tanah, dan mulailah istrinya mengikat kedua tangannya dengan empat gelung rambutnya, dan empat gelung lainnya diikatkan ke bagian kakinya. Ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikatku ini?”

“Aku untuk sekedar menguji kekuatanmu,” jawab istrinya. Lalu, Syam’un menarik sekuat tenaga, tapi ia tak berdaya untuk melepaskan ikatan tersebut.

Kemudian, istrinya segera memberitahukan kepada musuh-musuh kafir, dan mereka pun segera datang, dan membawa Syam’un menuju tempat pembantaian.

Ia lalu diikat ke sebuah tiang, mereka mulai menyiksanya dengan memotong kedua telinganya, mencongkel kedua matanya, bibir, dan memotong kedua tangan dan kakinya, dan semua musuh-musuh kafirnya berkumpul di rumah pembantaian itu.

Kemudian Allah SWT memberi wahyu kepadanya, “Wahai Syam’un, apa yang kamu inginkan? Aku bakal mengabulkannya, dan bakal membalas mereka.”

Syam’un menjawab, “Ya Allah, aku hanya menginginkan Engkau memberi kekuatan kepadaku, hingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, dan menghancurkan mereka semua.”

Kemudian, Allah SWT memberi kekuatan kepadanya, dan ia pun dapat menggerakan tubuhnya, seketika itu pula tiang itu hancur, dan hancur pula rumah itu, atapnya menimpa para kafir itu, semua binasa termasuk isterinya yang kafir itu.

Hanya Syam’un sendiri yang selamat berkat pertolongan Allah SWT, seluruh anggota tubuhnya kembali seperti semula. Syam’un pun kembali beribadah kepada Allah SWT selama 1000 bulan, di malam harinya ia menegakkan salat dan pada siang harinya ia berpuasa, dan kembali berjuang mengangkat senjata di jalan Allah SWT.

Dalam buku Quran Hadits karya Asep BR disebutkan bahwa, setelah mendengar kisah Syam’un tersebut, para sahabat Nabi Muhammad SAW menangis terharu.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surah Al-Qadar melalui malaikat Jibril,

“Hai Muhammad, Allah SWT memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama dari pada ibadah 1.000 bulan”.

Bahkan ada salah seorang ulama yang menjelaskan,

“Allah SWT berseru, ‘Hai Muhammad, salat 2 rakaat pada Lailatul Qadr adalah lebih baik bagimu dan umatmu daripada mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1.000 bulan'”.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com