Tag Archives: jelantah

Telur Rebus, Ceplok, Dadar: Samakah Nutrisinya?


Jakarta

Telur merupakan salah satu lauk favorit yang hampir selalu tersedia di meja makan. Rasanya enak, mudah diolah, dan harganya relatif terjangkau. Selain itu, telur juga dikenal sebagai sumber protein hewani berkualitas tinggi dengan kandungan vitamin dan mineral penting.

Namun, banyak orang bertanya-tanya: apakah kandungan gizi telur sama saja ketika dimasak dengan cara berbeda, seperti direbus, diceplok, atau didadar?

Jawabannya tak sesimpel itu. Meski nilai gizinya tetap tinggi, ada beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan. Cara memasak ternyata bisa memengaruhi jumlah kalori, kadar lemak, serta kestabilan vitamin dan antioksidan dalam telur.


Kandungan Gizi Telur Rebus

Boiled eggs are placed in a serving dish.Telur rebus. Foto: Getty Images/iStockphoto/prayong kotjuk

Telur rebus dianggap sebagai cara paling sehat untuk menikmati telur. Pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) tahun 2017, kalori yang ada di dalam telur rebus sekitar 70 kkal per butir. Kandungan proteinnya sekitar 6-7 gram, dengan lemak 5 gram yang berasal murni dari kuning telur.

Vitamin dan mineral dalam telur rebus relatif lebih stabil. Vitamin larut lemak seperti A dan D tidak banyak berkurang, sementara vitamin B kompleks, termasuk folat dan B12, juga tetap terjaga karena pemasakan dengan air biasanya tidak mencapai suhu setinggi minyak panas.

Selain itu, telur rebus memiliki keunggulan pada kandungan antioksidan lutein dan zeaxanthin. Studi dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry (2015) menunjukkan bahwa bioaksesibilitas lutein dan zeaxanthin lebih baik pada telur rebus dibanding telur dadar. Senyawa ini penting untuk kesehatan mata dan pencegahan degenerasi makula terkait usia.

Bagi kelompok usia lanjut, telur rebus juga lebih mudah dicerna. Penelitian tahun 2021 dalam Foods Journal menemukan bahwa telur rebus lebih ramah bagi sistem pencernaan lansia dibanding telur dadar.

Kandungan Gizi Telur Ceplok

Two eggs frying in a pan with oilTelur ceplok. Foto: Getty Images/Miguel Angel Flores

Telur ceplok atau telur mata sapi menjadi salah satu pilihan praktis. Meski kandungan proteinnya mirip telur rebus, kalori dan lemaknya dapat berbeda signifikan. Penggunaan minyak dalam menggoreng telur, menambah sekitar 40-50 kkal dan 4-5 gram lemak. Akibatnya, satu butir telur ceplok bisa mengandung sekitar 110-120 kkal dan 9 gram lemak.

Proses penggorengan dengan panas tinggi juga bisa memengaruhi kestabilan vitamin. Vitamin A, B kompleks, dan E, serta antioksidan lutein dan zeaxanthin dapat berkurang. Selain itu, kolesterol alami dalam telur dapat mengalami oksidasi saat terkena panas tinggi, menghasilkan senyawa oxysterol yang dalam beberapa studi dikaitkan dengan risiko kesehatan jantung bila dikonsumsi berlebihan.

Meski begitu, kandungan mineral seperti zat besi, fosfor, dan selenium tetap stabil karena mineral lebih tahan terhadap panas.

Kualitas ceplok juga bisa dipengaruhi jenis minyak. Jika menggunakan minyak sehat seperti canola atau zaitun, risiko oksidasi lebih rendah dibanding minyak jelantah atau margarin. Jadi, telur ceplok tetap bisa menjadi pilihan sehat asal dimasak dengan minyak yang baik dan tidak terlalu lama.

Kandungan Gizi Telur Dadar

Thai rice with omelet and chili, socalled kao kai teow in ThailandNasi telur dadar. Foto: Getty Images/justhavealook

Telur dadar umumnya lebih lezat karena bisa ditambahkan garam, bawang, cabai, atau bahkan keju. Namun, tambahan bahan ini membuat kalori lebih tinggi. Satu telur dadar di dalam TKPI mengandung 125 kkal, dan dapat meningkat lagi jika diberi tambahan lain seperti keju.

Kandungan protein tetap sekitar 7 gram dan kandungan lemak meningkat menjadi 9 gram. Studi dalam Food Research International (2020) menunjukkan bahwa metode dadar (omelet atau scrambled) membuat bioaksesibilitas karotenoid lebih rendah dibanding telur rebus.

Vitamin B kompleks, terutama B12 dan folat, lebih rentan hilang dalam proses pemanasan panjang. Antioksidan lutein dan zeaxanthin juga lebih rendah pada telur dadar dibanding rebus. Meski begitu, sama seperti ceplok, mineral di dalamnya relatif tidak berubah. Kelebihan telur dadar adalah rasanya lebih variatif dan bisa menambah nafsu makan, terutama untuk anak-anak yang sulit makan.

Kesimpulan

Telur tetap menjadi pangan padat gizi, apa pun cara memasaknya. Namun, bagi yang sedang menjaga berat badan atau asupan lemak, telur rebus bisa jadi pilihan utama karena lebih rendah kalori dan nutrisi lebih terjaga.

Telur ceplok dan dadar tetap kaya kandungan gizi, tetapi harus lebih diperhatikan karena lebih tinggi kalori dan lemak akibat adanya tambahan minyak. Pilih minyak sehat dan masak dengan api sedang untuk mengurangi risiko oksidasi. Untuk variasi rasa, telur dadar bisa membantu meningkatkan selera makan, khususnya anak-anak.

Dengan memahami perbedaan ini, pilihan cara memasak bisa disesuaikan dengan kebutuhan gizi, kesehatan, dan gaya hidup sehari-hari.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Penerbangan Internasional RI Wajib Pakai Bahan Bakar Minyak Jelantah Mulai 2027


Jakarta

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berencana mewajibkan seluruh penerbangan internasional yang masuk Indonesia untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan atau atau Sustainable Aviation Fuel (SAF).

Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara DJPU, Sokhib Al Rohman, mengatakan nantinya setiap penerbangan yang masuk Indonesia setidaknya harus menggunakan bahan bakar campuran atau blended fuel dengan persentase SAF 1%.

“Sustainable efficient fuel, kita mentargetkan Indonesia tahun 2027 paling tidak sudah harus menerapkan 1% SAF, kita sudah sepakat, terutama di penerbangan internasional,” ucap Sokhib dalam acara press background di Kantor Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).


Dalam hal ini, Sokhib tidak menjelaskan lebih jauh sanksi apa yang akan diberikan pemerintah untuk setiap penerbangan yang tidak menggunakan SAF.

Namun ia mencontohkan Belanda yang berencana untuk menerapkan aturan serupa mulai tahun depan. Di mana penerbangan internasional yang tidak menggunakan SAF akan dikenakan sanksi denda yang dihitung per penumpang.

“Tahun depan itu Belanda akan menerapkan semua penerbangan yang internasional yang masuk ke Belanda, kalau tidak menggunakan SAF maka dia terkena penalty. Dia akan kena penalty kurang lebih 190 euro per penumpang. Sehingga kalau airlines tidak menggunakan bahan bakar SAF, maka tidak akan bisa menikmati harga tiket seperti hari ini,” jelasnya.

Beruntung, menurutnya di Indonesia sendiri sudah mendorong penggunaan sustainable aviation fuel berbasis Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah. Dengan begitu penerapan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan ini dapat dengan mudah diterapkan maskapai-maskapai dalam negeri.

“Pertamina sudah launching dan mampu menggunakan minyak delantah, di-blended kurang lebih 1% dengan aftur yang ada di penerbangan. Maka kalau ke depan 2027, 2026 airline kita terbang ke internasional menggunakan campuran minyak jelantah dan avtur, maka kalau terbang ke Belanda tidak kena 190 euro per penumpang,” jelas Sokhib.

Tonton juga video “Pertamina Luncurkan Penerbangan Perdana Sustainable Aviation Fuel Berbahan Baku Minyak Jelantah” di sini:

(igo/fdl)



Sumber : finance.detik.com

BRI Peduli Beri Pelatihan Pengolahan Limbah Minyak Jelantah di Bogor


Jakarta – Persoalan sampah masih menjadi tantangan serius di berbagai wilayah Indonesia. Setiap harinya, jutaan ton sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga, industri, dan perkantoran, namun belum seluruhnya terkelola dengan baik. Sampah yang tidak tertangani tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem.

Melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan atau Corporate Social Responsibility BRI Peduli – Yok Kita Gas, BRI terus melakukan berbagai inisiatif dalam mengatasi persoalan sampah melalui berbagai program yang secara nyata dapat membantu mengatasi masalah sampah di berbagai wilayah di Indonesia.

Kali ini, BRI Peduli Yok Kita Gas kembali dilaksanakan melalui kegiatan Pelatihan Pengolahan Limbah Minyak Jelantah yang dilaksanakan di Bank Sampah Azalea, Kel. Babakan, Kec. Bogor Tengah, Kab. Bogor yang melibatkan anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kel. Babakan serta pengurus dan anggota bank sampah.

Corporate Secretary BRI, Dhanny mengungkapkan bahwa melalui pelatihan ini, masyarakat diajak untuk lebih bijak dan kreatif dalam mengelola limbah rumah tangga, khususnya minyak bekas. Dengan diolah menjadi sabun cuci tangan, limbah yang sebelumnya dianggap tidak berguna kini memiliki nilai tambah dan fungsi baru yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

“Proses ini tidak hanya mengurangi potensi pencemaran, tetapi juga mendukung prinsip ekonomi sirkular, di mana limbah diolah kembali menjadi produk yang berguna,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).

Dalam pelatihan ini, para peserta dibekali materi pemanfaatan limbah minyak jelantah menjadi produk yang bermanfaat yaitu sabun cuci piring maupun cuci tangan. Tidak hanya dibekali materi, para peserta juga melakukan praktik langsung tentang cara pembuatan sabun cuci dari minyak jelantah.

Selain manfaat lingkungan, Dhanny menegaskan bahwa kegiatan ini juga membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya bagi ibu rumah tangga atau pelaku UMKM, karena produk sabun hasil olahan ini dapat dikembangkan menjadi produk usaha ramah lingkungan yang bernilai jual.

“Tentunya pelatihan ini membawa dampak positif ganda, baik dari sisi pelestarian lingkungan maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” imbuhnya.

Dhanny menambahkan, BRI Peduli Yok Kita Gas yang menyelenggarakan ‘Pelatihan Pengolahan Limbah Minyak Jelantah’ di Bogor tidak hanya menciptakan lingkungan bersih dan penguatan ekonomi, tetapi juga menciptakan nilai sosial, di mana program ini dapat memperkuat kesadaran sosial mengenai pentingnya kolaborasi antar masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan melalui pengelolaan limbah rumah tangga.

Pada kesempatan berbeda, pengurus Bank Sampah Azalea Bogor, Endah Diana mengungkapkan bahwa bagi anggota Bank Sampah Azalea, pelatihan dari BRI Peduli memberikan manfaat yang banyak, baik bagi anggota maupun masyarakat.

Dengan adanya pelatihan tersebut juga pada akhirnya mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Hal ini terlihat dari jumlah warga yang menabung minyak jelantah di Bank Sampah Unit (BSU) Azalea yang terus meningkat.

“Selama ini, kami menjual minyak jelantah tersebut ke bank sampah induk. Namun, setelah mengikuti pelatihan ini, kami dapat mengolah minyak jelantah sendiri menjadi produk yang bisa kami gunakan kembali. Hasil olahan tersebut juga nantinya bisa memberikan keuntungan yang cukup besar apabila kami jual,” ungkap Endah.

Langkah-langkah nyata ini tidak hanya berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Upaya BRI menjadi bukti bahwa kolaborasi dan inovasi dapat menjadi kunci dalam mengatasi persoalan sampah di Indonesia secara berkelanjutan.

Sebagai informasi, BRI Peduli Yok Kita Gas telah digulirkan sejak 2021 dan telah dilaksanakan di 41 lokasi di wilayah Indonesia yang terdiri dari 5 lokasi di pasar tradisional dan 35 lokasi di lingkungan masyarakat. Program ini diimplementasikan dalam dua bentuk, yaitu Yok Kita Gas – Pasar Tradisional dan Yok Kita Gas – Stand Alone Location, dimana penyaluran program dilakukan di lokasi bank sampah atau Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang telah dikelola oleh masyarakat dan berlokasi di daerah padat penduduk, baik di kota maupun desa.

Program ini juga telah menyasar 38 bank sampah dengan total tabungan bank sampah sejumlah Rp 1,79 miliar. Selain itu, program ini juga mampu memproduksi 155 karung pupuk kompos, 1.250 kemasan pupuk organik cair (POC), 6.921,5 maggot, dan 777 eco-enzyme.

Selain itu, program ini juga telah memberikan manfaat dalam mendorong kelestarian lingkungan, di mana jumlah sampah organik terserap sebanyak 108.860 kg dan sampah anorganik sebanyak 88.449,4 kg, dengan potensi reduksi emisi gas metan dan karbon dioksida untuk sampah organik mencapai sebanyak 5.442.000 kg CH₄e dan 4.803.505.000 kg CO₂e, serta potensi reduksi emisi gas metan dari sampah anorganik sebanyak 221.123,5 kg CO₂e.

(akd/ega)



Sumber : finance.detik.com