Tag Archives: kabupaten buleleng

Ada Lahan tapi Susah Air dan Rentan Bencana


Jakarta

Rencana pembangunan Bandara Bali Utara kembali menuai sorotan. Meski lahan telah disiapkan, tantangan besar menghadang. Di antaranya, ketersediaan air bersih yang minim dan potensi bencana alam yang tinggi mengancam kelayakan proyek senilai triliunan rupiah itu.

Pemerintah mempercepat proses pembangunan sejumlah infrastruktur di Bali demi memaksimalkan potensi pariwisata di pulau yang dijuluki sebagai the last paradise tersebut. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2025, provinsi ini bakal mempunyai bandara kedua bertaraf internasional.

Arsip berita detikcom menyebutkan bahwa lokasi Bandara Internasional Bali Utara belum jelas. Sebelumnya Bandara Internasional Bali Utara disebutkan bakal berlokasi di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng area Bali Utara.


Dokumen Ringkasan Eksekutif Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Buleleng tahun 2022 menjelaskan, secara umum daya dukung lahan di wilayah tersebut masih berkategori belum terlampaui dengan luasan lebih dari 80%.

“Artinya, pada wilayah Kabupaten Buleleng masih minim pengembangan kegiatan atau aktivitas masyarakat. Wilayah ini masih membuka peluang pemanfaatan sumber daya alam yang besar,” tulis dokumen tersebut yang diakses detiktravel pada Rabu (8/10/2025).

Di Kecamatan Kubutambahan, yang pernah disebut sebagai lokasi Bandara Bali Utara, lokasi dengan daya dukung lahan mencukupi berada di zona Kubutambahan-Pegunungan Vulkanik sebesar 98,61%. Kecamatan Kubutambahan didominasi Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (WPPLH).

Wilayah Kabupaten Buleleng juga menghadapi masalah ketersediaan air bersih. Dokumen tersebut menyebutkan, wilayah ini umumnya berstatus sudah terlampaui dan berkelanjutan. Artinya, kemampuan lingkungan menyediakan air bersih sudah melebihi batas maksimum.

“Status sudah terlampaui dan berkelanjutan juga menandai ada usaha manusia untuk menopang kemampuan lingkungan menyediakan air bersih. Namun usaha ini masih harus lebih besar sehingga daya dukung bisa kembali seimbang dan berkelanjutan,” tulis situs Kementerian Lingkungan Hidup.

Di wilayah Kecamatan Kubutambahan, status tersebut umumnya berada di zona Kubutambahan-Pegunungan Vulkanik dengan cakupan mencapai 96,54%. Adapun, zona Kubutambahan-Fluvio-Marin kebanyakan berstatus belum terlampaui dan tidak berkelanjutan. Lingkungan masih bisa memenuhi kebutuhan air bersih manusia dan ekosistem, namun penggunaan dan pengelolaan cenderung tidak efisien.

Risiko Bencana Kabupaten Buleleng

Selain ketersediaan lahan dan air bersih, dokumen ini menjelaskan risiko bencana di Kabupaten Buleleng yang berkategori tinggi hingga sangat tinggi. Risiko bencana meliputi peluang terjadinya longsor, banjir, dan abrasi.

Di Kecamatan Kubutambahan yang ternyata berkategori tinggi, risiko bencana terdiri dari:

  • Kubutambahan-Fluvio-Marin 91,68%
  • Kubutambahan-Pegunungan Vulkanik 67,48%
  • Kubutambahan-Perbukitan Vulkanik 89,23%

Pembangunan infrastruktur memang diperlukan untuk meningkatkan perputaran roda ekonomi dan memaksimalkan potensi. Kendati begitu, daya dukung lingkungan patut dipertimbangkan agar tak menyesal di kemudian hari. Bali jangan sampai kembali menghadapi banjir dan bencana lain akibat pembangunan yang mengesampingkan isu lingkungan.

(row/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Disebut Dalam Pembangunan Bandara Bali Utara, Profil Desa Sumberklampok


Jakarta

Desa Sumberklampok kini menjadi sorotan karena masuk dalam rencana pembangunan Bandara Bali Utara. Terletak di wilayah strategis, desa ini menyimpan potensi sekaligus tantangan yang harus diperhatikan dalam mewujudkan proyek infrastruktur besar tersebut.

Bali akan membangun sejumlah insfrastruktur baru sesuai arahan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2025. Salah satunya adalah Bandara Bali Utara yang berada di Kabupaten Buleleng yang sudah ada desainnya. Namun lokasi tepatnya belum ditentukan pemerintah.

Kendati begitu, nama Desa Sumberklampok sempat disebutkan sebagai lokasi pembangunan Bandara Bali Utara. Terlepas dari jadi atau tidaknya pembangunan Bandara Internasional Bali di Sumberklampok, tak ada salahnya mengetahui profil desa adat ini lebih lanjut.


Lokasi Desa Sumberklampok

Taman Nasional Bali Barat. (Dok menlhk.go.id)Taman Nasional Bali Barat (dok. menlhk.go.id)

Desa Adat Sumberklampok berada di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, seperti disebutkan dalam situs PWNU Bali. Area desa berada di tengah kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan disebut cukup terisolir dibanding kawasan sekitarnya.

Kawasan Desa Sumberklampok berada di ujung paling barat Kabupaten Buleleng, berbatasan langsung dengan Kabupaten Jembrana. Total luasan Desa Sumberklampok adalah 28,96 km2 dengan jumlah penduduk 3.541 jiwa. Desa ini punya lima banjar dinas (dusun) yaitu Tegalbunder, Bukit Sari, Sumberklampok, Sumberbatok, dan Teluk Terima.

Sejarah Jadi Desa Adat

Masyarakat Sumberklampok punya sejarah panjang hingga menjadi sebuah desa adat. Sejak kali pertama dihuni pada 1922, Sumberklampok resmi berstatus desa secara definitif pada 1 Juni 1967. Selama kurun waktu tersebut, masyarakat desa terus menjaga kelestarian budaya lokal.

Warga Sumberklampok juga berhasil memperjuangkan hak milik tanah secara turun-temurun. Pada tanggal 18 Mei 2021, Gubernur Bali I Wayan Koster memberikan Sertipikat Hak Milik kepada semua Masyarakat Sumberklampok. Sebelumnya, tanah Desa Sumberklampok diklaim milik Pemerintah Provinsi Bali.

Ada Pura Lesung Emas dan Segara Rupek

Di Desa Sumberklampok punya dua pura yang penting bagi kehidupan religius masyarakat Bali. Berikut rinciannya dikutip dalam arsip tulisan detikcom.

Pura Lesung Emas

Tempat ibadah ini berlokasi di dalam TNBB dengan jarak kurang lebih 3 km dari jalan raya. Pura bisa dicapai dengan jalan kaki atau menggunakan kendaraan roda dua, meski tidak sampai tepat di lokasi. Pura Lesung Emas tidak hanya penting bagi kehidupan beragama, namun juga keberlanjutan masyarakat Bali.

Di area selatan pura terdapat mata air yang mendukung kehidupan warga Sumberklampok. Sayang sempat terjadi bajir di area tersebut, sehingga debit air bersih makin berkurang. Warga desa kini berusaha melestarikan lingkungan agar mata air bisa terjaga dan terus dimanfaatkan warga.

Pura Segara Rupek

Potret Pura Segara Rupek.Potret Pura Segara Rupek (dok. Tangkapan layar Youtube/Kesra Setda Kabupaten Buleleng)

Lokasi pura ini benar-benar berada di ujung barat Bali dan sangat dekat dengan Jawa. Pengunjung tidak hanya bisa melihat keindahan pura yang sudah sangat tua ini, tapi juga berburu pemandangan pantai serta spot foto Instagrammable. Jika beruntung, pengunjung bisa melihat kijang dan kera di sekitar pura.

Kendati begitu, jalan menuju pura ini tidak mudah. Perjalanan menuju Pura Segara Rupek dimulai dari Pura Prapat Agung menyusuri jalan setapak hutan TNBB. Pengunjung bisa menggunakan mobil offroad menuju pura yang ditemukan jejaknya pada 2001.

(row/fem)



Sumber : travel.detik.com

Bali Butuh Bandara Baru! Pakar UI Sebut Denpasar Sudah Over Capacity



Jakarta

Pembangunan Bandara Bali Utara dinilai cukup penting. Pakar perencanaan lingkungan Universitas Indonesia Dr. Rudy Parluhutan Tambunan M. Si. mengatakan sejumlah alasannya.

Pemerintah memasukkan Bandara Bali Utara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Desain arsitektur bandara itu juga sudah dirilis pada akhir September di Buleleng. Namun, lokasi belum bisa dipastikan.

Pemerintah Provinsi Bali sempat mengusulkan lokasi bandara baru itu di Desa Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, tetapi kemudian membatalkan dan mengajukan lokasi baru di Desa Sumberklampok. Sumberklampok berada di perbatasan Kabupaten Buleleng di sisi timur dan Kabupaten Jembrana di sisi barat.


Desa Sumberklampok dilewati jalan raya provinsi antara Gilimanuk dan Singaraja. Gilimanuk adalah pintu masuk Bali dari Jawa sedangkan Singaraja bekas ibu kota Provinsi Sunda Kecil yang dulunya meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kalau dilihat urgensinya sangat urgen. Bali itu jadi Origin and Destination, Bali bisa jadi tempat awal perjalanan dan juga tujuan utama wisata. Bali bukan hanya tempat tujuan wisata utama, tapi juga bisa jadi tempat awal perjalanan wisatawan. Kalau wisatawan mau ke Bali atau dari Bali lewat jalur darat, mereka bisa naik kapal menyeberang ke timur menuju NTB. Untuk perjalanan udara, semua penerbangan utama bertumpu di Bandara Ngurah Rai, Denpasar,” kata Rudy dalam perbincangan dengan detikTravel, Kamis (9/10.2025).

“Karena semua bertumpu di Denpasar, implikasinya banyak, mulai over destination, over capacity, hingga mengakibatkan perubahan land use sekitar kabupaten Karangasem, Badung, dan Gianyar. Akhirnya, lokasi-lokasi pertanian yang selama ini menjadi destinasi andalan Bali justru hilang,” ujar Rudy.

Rudy, yang juga menjadi dosen di Sekolah Ilmu Lingkungan UI itu, membandingkan kondisi Bali selatan dan bali utara. Dia menilai bahwa Bali selatan lebih unggul soal pertanian ketimbang Bali utara. Soal lain adalah kapasitas transportasi Bali selatan.

“Subak di Bali utara berfungsi sebagai sistem tata air tradisional. Namun, di daerah utara curah hujannya lebih sedikit dibandingkan bagian selatan, jadi kalau mau mengembangkan pertanian sawah di sana kurang ideal,” kata dia.

“Pada aspek transportasi, arus transportasi menuju Denpasar sudah melebihi kapasitas, baik untuk kedatangan maupun keberangkatan wisatawan. Karena itu, perlu ada pengaturan supaya aktivitas di kota tidak terlalu menumpuk hanya di bagian selatan, timur, atau barat. Jadi, aktivitas perkotaan harus dibagi lebih merata antara bagian selatan, timur, barat, dan tengah Bali. Dengan begitu, transportasi juga bisa diselaraskan agar lebih seimbang dan tidak terlalu padat di satu titik saja,” dia menjelaskan.

Rudy mengingatkan kendati diperlukan, pembangunan Bandara Bali Utara diminta untuk memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, tidak hanya ekonomi. Apalagi, berkaca kepada peristiwa saat Bali terendam banjir setelah hujan dua hari beruntun.

Ya, salah satu alasan utama Bandara Bali utara dibangun adalah dengan tujuan mendorong pemerataan perkembangan ekonomi dan pariwisata di Bali Utara yang selama ini dinilai kurang berkembang. Dengan adanya bandara baru, akses ke wilayah utara digadang-gadang menjadi lebih mudah dan berdampak membuka peluang investasi dan lapangan kerja baru, serta meningkatkan daya saing Bali sebagai destinasi wisata dan pusat bisnis di Indonesia.

“Nah, ini perlu dipertimbangkan beberapa kejadian akibat perubahan iklim dan cuaca, musim pun tidak lagi sesuai dengan garis khayal musiman. Pemilihan site lokasinya harus benar-benar cermat dari aspek topografi, iklim dan cuaca, dan kegiatan sekitarnya, karena kalau kita memilih bandara itu terkait keselamatan penerbangan, selamat mendarat dan selamat berangkat,” kata Rudy.

(fem/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Bandara Bali Utara Belum Pastikan Lokasi, Ini Evaluasi dan Saran dari Pakar UI



Jakarta

Bandara Bali Utara masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, desain juga sudah diluncurkan, namun lokasi resmi belum jelas hingga kini. Pakar perencanaan lingkungan dari Universitas Indonesia, Dr. Rudy Parluhutan Tambunan, M.Si., membeberkan evaluasi dan saran agar rencana itu segera terealisasi.

Desain Bandara Bali utara diluncurkan pda 24 September. Desain bandara Bali utara yang dibuat oleh firma arsitektur Alien Design Consultant (DC) diluncurkan di kantor PT BIBU Panji Sakti, Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.

Dalam peluncuran itu, disebutkan lokasi bandara Bali utara ada di Kubutambahan, Buleleng. Namun beberapa hari kemudian Plt. Kepala Dinas Perhubungan Bali, Nusakti Yasa Weda, menyatakan lokasi bandara belum ditentukan.


Awalnya, Pemprov Bali mengajukan usulan lokasi bandara Bali utara di Desa Kubutambahan, namun kemudian membatalkan dan mengajukan lokasi baru di Desa Adat Sumberklampok. Perubahan itu tercantum dalam Surat Gubernur Bali tertanggal 19 November 2020.

Rudy menilai belum adanya kepastian lokasi bandara Bali utara saat desain sudah diluncurkan itu menjadi gambaran lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Persoalan itu pun menjadi kendala utama yang bisa menghambat realisasi proyek strategis itu.

Rudy menyatakan kendati sempat menuai pro dan kontra, rencana pembangunan Bandara Bali Utara memiliki urgensi yang tak bisa diabaikan. Saat ini, Bali hanya memiliki satu pintu masuk udara utama, yakni Bandara I Gusti Ngurah Rai di selatan. Kawasan itu sudah lama menanggung beban operasional tinggi akibat konsentrasi pariwisata, penduduk, dan pembangunan yang terkonsentrasi di kawasan tersebut.

Nah, bandara baru di wilayah utara bukan hanya alternatif logistik dan transportasi, tapi juga digadang-gadang sebagai solusi strategis untuk pemerataan pembangunan pulau. Wilayah utara Bali seperti Buleleng, Jembrana, dan Bangli selama ini belum mendapat porsi pertumbuhan ekonomi yang seimbang dibanding selatan.

Kehadiran bandara itu diharapkan membuka akses langsung ke potensi wisata alam dan budaya juga memperkuat ketahanan transportasi Bali, khususnya dalam menghadapi situasi darurat seperti bencana alam atau gangguan operasional di selatan

“Yang saya tangkap, antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi ada perbedaan perspektif. Seharusnya, bandara dan transportasi udara adalah urusan konkuren pemerintahan, urusan bersama antara pusat, provinsi, dan kabupaten,” kata Rudy dalam perbincangan dengan detiktravel, Kamis (/10/2025).

Dr. Rudy Parluhutan Tambunan, M.Sc., pakar perencanaan lingkungan, SIL UIDr. Rudy Parluhutan Tambunan, M.Sc., pakar perencanaan lingkungan, SIL UI (dok. pribadi)

“Pusat mengatur hal strategis nasional, provinsi merinci, dan kabupaten harus memastikan implementasi benar-benar cocok di lapangan. Bagaimanapun kabupaten yang harus menangani kecamatan dan desa-desa sebagai pemilik lokasi,” Rudy menambahkan.

Rudy, yang juga dosen Sekolah Ilmu Lingkungan UI itu, mengatakan polemik lokasi bandara Bali utara itu bisa diselesaikan melalui KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) yang memang sudah diwajibkan pada pasal 16-18 UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 46 Tahun 2016.

“KLHS wajib dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota pada tahapan penyusunan kebijakan, rencana, dan program pembangunan. KLHS itu dilakukan untuk menilai kebijakan, rencana, dan program sektor yang berpotensi menimbulkan dampak dan risiko lingkungan,” ujar Rudy.

“Jika pemerintah melakukan KLHS untuk pembangunan Bandara Bali Utara maka kajian tersebut harus mengacu pada arahan dan pesan yang tercantum dalam RPJMN 2025-2029. Selanjutnya, perlu melihat pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” dia menjelaskan.

Rudy menilai dengan kebutuhan mendesak pembangunan Bandara Bali Utara itu, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus segera mencapai kesepakatan. Dia mengingatkan bahwa kesepakatan antara pemerintah pusat dan daerah itu harus segera dicapai agar proses pengambilan keputusan tidak hanya berdasarkan logika strategis nasional semata, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan struktur sosial dan ekonomi lokal.

“Pemerintah pusat mengatur hal-hal yang bersifat umum dan strategis secara nasional, sementara provinsi mengatur secara lebih rinci. Di tingkat kabupaten, pelaksanaan kebijakan harus didasarkan pada justifikasi land use atau penggunaan lahan yang jelas. KLHS tidak sekadar menakar dampak lingkungan, tapi juga melihat kesesuaian rencana dengan tata ruang, daya dukung lahan, hingga potensi risiko sosial,” kata Rudy.

“Buleleng memiliki kawasan pertanian produktif dan zona lindung yang vital. Tanpa kajian yang matang, proyek ini justru bisa merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan wilayah,” dia menambahkan.

“Jangan sampai bandara dibangun di lahan yang seharusnya dilindungi, atau malah mengorbankan sumber penghidupan utama masyarakat,” Rudy menegaskan.

(fem/ddn)



Sumber : travel.detik.com