Tag Archives: keracunan makanan

Hati-hati! 5 Makanan Ini Berbahaya Jika Disantap Mentah


Jakarta

Baik memasak sendiri di rumah maupun makan di restoran, penting untuk tahu makanan apa saja yang aman dimakan mentah dan mana yang sebaiknya dihindari.

Pasalnya bakteri, virus, hingga parasit penyebab berbagai penyakit bisa berkembang pada bahan makanan tertentu. Mengkonsumsi daging setengah matang misalnya, bisa berisiko menimbulkan keracunan makanan dengan gejala berupa kram perut, mual, diare, muntah, demam, hingga kasus parah yang bisa merusak ginjal.

Keracunan makanan memang tidak menyenangkan, dan bisa sangat berbahaya bagi anak-anak, ibu hamil, lansia, serta orang dengan daya tahan tubuh lemah. Data CDC memperkirakan 48 juta orang di Amerika terkena penyakit akibat makanan setiap tahun. Karena itu, memasak makanan dengan benar adalah cara paling sederhana untuk tetap aman.


Dilansir dari Good Housekeeping (19/09/2025), berikut 5 makanan yang tidak boleh dimakan dalam keadaan mentah:

1. Daging Unggas

parts of raw chicken meat on ice for sell in a supermarket in Thailand.Daging ayam. Foto: Getty Images/iStockphoto/Rungroj Nuiman

Daging unggas seperti ayam, bebek, kalkun, angsa, burung puyuh hingga burung dara perlu dimasak hingga benar-benar matang untuk membunuh semua patogen, termasuk virus flu burung yang tak bisa bertahan pada suhu tinggi.

Saat menyiapkan daging ayam atau daging unggas lainnya, jangan pernah mencucinya dengan air. Cara itu justru meningkatkan risiko kontaminasi silang karena cipratan air dapat membawa bakteri ke peralatan dapur lain. Cukup pastikan dimasak matang sempurna sebelum dikonsumsi.

2. Daging Sapi Giling

Tidak semua jenis daging sapi aman untuk dikonsumsi mentah atau setengah matag. Contohnya daging sapi giling yang berisiko membawa bakteri E. coli yang bisa menyebabkan penyakit serius, terutama pada anak-anak dan orang dengan imun lemah.

Berbeda dengan potongan daging sapi utuh, bakteri pada daging giling bisa menyebar ke seluruh bagian saat proses pengolahan. Itulah sebabnya daging giling lebih rentan. Menurut USDA, suhu aman untuk mematangkan daging sapi giling adalah 72 derajat celcius.

Artinya, patty untuk burger yang dimasak sampai matang akan lebih aman dikonsumsi. Cara memastikannya bisa menggunakan termometer makanan dan tusukkan ke bagian tengah daging untuk memeriksa suhunga.

Dengan begitu, olahan daging giling bisa dinikmati tanpa khawatir ada bakteri berbahaya yang tertinggal.

3. Seafood

Bake seafood on the charcoal fire of the barbecue stoveSeafood. Foto: Getty Images/iStockphoto/kuppa_rock

Kerang-kerangan seperti tiram, remis, kerang hijau, udang, lobster hingga kepiting bisa membawa bakteri Vibrio atau virus seperti norovirus, terutama jika kurang matang. Patogen ini bisa memicu gangguan pencernaan serius.

Kerang harus dimasak sampai cangkangnya terbuka, sedangkan udang atau lobster disarankan untuk dimasak di suhu minimal 63 derajat celcius. Gunakan termometer dan cek bagian tengah udang atau lobster untuk hasil yang akurat.

Dengan pengolahan yang tepat, seafood tidak hanya terasa lebih lezat tetapi juga aman dikonsumsi tanpa risiko kesehatan yang mengintai.


4. Telur

Telur mentah atau setengah matan banyak dikonsumsi sebagai cocolan makan roti, daging, sampai campuran di nasi putih hangat seperti di negara-negara Asia. Faktanya, menyantap telur mentah atau setengah matang berisiko membawa bakteri Salmonella.

Setiap telur sebaiknya dimasak hingga bagian putih dan kuningnya benar-benar padat. Selain itu, meski virus flu burung sempat menimbulkan kekhawatiran, telur dari ayam yang terinfeksi biasanya cacat dan tidak dipasarkan.

Jadi orang-orang tak perlu khawatir. Pastikan saja telur dimasak dengan benar sebelum dikonsumsi. Hindari mencicipi adonan kue atau makanan yang masih menggunakan telur mentah sebagai bahan utamanya.

5. Tauge

TaugeTauge Foto: Getty Images/iStockphoto/xuanhuongho

Kecambah mentah seperti alfalfa atau tauge memang memberi sensasi renyah pada hidangan seperti salad sampai bakso, tetapi sebaiknya sayuran ini dihindari saat masih mentah. Tauge yang tumbuh di tempat lembap berpotensi terpapar bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Listeria.

Bakteri ini berbahaya, terutama bagi ibu hamil, anak kecil, serta lansia. Meski kaya nutrisi dan antioksidan, kecambah mentah terlalu berisiko.

Kabar baiknya, cukup dengan menumis atau memasaknya sekitar dua menit, sebagian besar bakteri pada tauge akan mati. Dengan begitu, kecambah tetap bisa dinikmati dengan aman dan bergizi.

(sob/dfl)

Sumber : food.detik.com

Alhamdulillah Makanan Minuman Sehat Di JumatBerkah.Com اللهم صل على محمد Source : unsplash.com / Rachel Park

Jangan Makan di Mobil, Ini Risiko Kesehatannya Menurut Dokter


Jakarta

Makan di dalam mobil sering jadi pilihan banyak orang yang tak punya waktu. Akan tetapi sebaiknya hindari kebiasaan makan ini, karena alasan ini.

Kebanyakan orang memilih makan di dalam mobil karena tak punya waktu untuk makan di rumah atau di restoran. Sementara sebagian lainnya sudah terbiasa menyantap makanan atau ngemil di dalam mobil.

Dilansir dari DailyMailUK (15/01), rupanya makan di dalam mobil tidak seaman kelihatannya. Dr Shivram Singh, ahli kesehatan dari WINIT Clinic, menyarankan agar orang berhenti makan di dalam mobil karena bisa meningkatkan risiko keracunan makanan.


“Makan atau menyimpan makanan di dalam mobil bisa membuat area mobil dipenuhi oleh remah-remah dan potongan makanan. Hal ini bisa membuat bakteri mengendap dan berjamur di mobil jika tidak dibersihkan secara menyeluruh,” ungkap Singh.

Jangan Makan di Mobil, Ini Risiko Kesehatannya Menurut DokterJangan Makan di Mobil, Ini Risiko Kesehatannya Menurut Dokter Foto: Site News

“Remah makanan ini bisa membuat mobil menjadi tempat yang kotor, tak hanya untuk makan saja tapi juga untuk kebersihan di dalam mobil,” lanjutnya.

Lebih lanjut Singh menambahkan bahwa pengemudi atau penumpang di dalam mobil seharusnya makan di tempat yang lebih nyaman, serta lebih layak untuk menikmati makanan.

Jika memang terpaksa harus makan di mobil, Signh menekankan agar orang tidak malas membersihkan mobil mereka.

“Bagian interior mobil itu bisa sangat panas ketika musim panas, begitu juga saat musim dingin. Dengan suhu yang ekstrem di dalam mobil, ini bisa menyebabkan banyak implikasi pada kesehatan jika makan atau menyimpan makanan di mobil,” tuturnya.

Jangan Makan di Mobil, Ini Risiko Kesehatannya Menurut DokterJangan Makan di Mobil, Ini Risiko Kesehatannya Menurut Dokter Foto: Site News

Belum lagi risiko pertumbuhan bakteri seperti Salmonella dan Listeria karena suhu hangat mobil tertutup. Kedua bakteri ini seringkali ditemukan di mobil.

Untuk mendukung penjelasan ini, sudah ada beberapa penelitian terkait.

Dr Gareth Nye, dokter dari University of Chester turut menjelaskan bahwa di dalam mobil bisa ada 1.500 bakteri yang berbeda.

“Mulai kursi pengemudi, dashboard, bagian kemudi (setir) semuanya membawa banyak bakteri. Kebanyakan bakteri yang ditemukan di dalam mobil adalah E.Coli yang bisa hidup di usus manusia. E.Coli memang tidak terlalu berbahaya, tapi dalam beberapa kasus ini bisa menyebabkan keracunan makanan,” jelas Dr Nye.

Karenanya para ahli kesehatan tidak menyarankan orang untuk makan di dalam mobil. Selain itu penting bagi setiap orang membersihkan bagian dalam mobil secara menyeluruh secara berkala, untuk menghindari pertumbuhan bakteri di dalam mobil.

(sob/odi)

Sumber : food.detik.com

Alhamdulillah Makanan Minuman Sehat Di JumatBerkah.Com اللهم صل على محمد
Source : unsplash.com / Anna Pelzer

Hati-hati! 7 Makanan Ini Tak Boleh Dipanaskan Ulang


Jakarta

Tak semua makanan bisa dipanaskan ulang. Justru ada makanan yang jika dipanaskan ulang bisa memicu munculnya bakteri yang menyebabkan keracunan makanan.

Banyak orang yang mengatasi sisa makanan dengan memanaskannya kembali. Cara itu dilakukan agar makanan bisa dimakan lagi, sehingga tak terbuang sia-sia.

Namun harus waspada, pasalnya ada beberapa makanan yang tidak boleh dipanaskan kembali. Khususnya makanan yang tinggi protein dan mengandung nitrat.


Proses pemanasan itu akan merusak nutrisi pada makanan dan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Kondisi ini bisa berisiko bagi kesehatan.

Dikutip dari Times of India (21/08/24) berikut 7 makanan yang tak boleh dipanaskan ulang:

1. Nasi

Hot cooked rice with steam rising.Nasi tak boleh dipanaskan berulang. Foto: Getty Images/iStockphoto/motosuke_moku

Nasi menjadi makanan yang kerap dipanaskan berulang-ulang. Sebaiknya hentikan kebiasaan ini, pasalnya nasi yang dipanaskan lagi bisa menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.

Khususnya bakteri yang disebut Bacillus cereus yang bisa bertahan di suhu panas. Bakteri itu akan mengeluarkan racun yang bisa menyebabkan keracunan makanan.

2. Bayam

Sayur bayam kaya akan nitrat. Jika sayur bayam dipanaskan kembali, kandungan nitratnya bisa berubah menjadi nitrit yang memiliki sifat karsinogenik.

Karsinogenik merupakan zat yang berpotensi menyebabkan kanker. Sebagai alternatif, disarankan mengonsumsi bayam yang sudah dikukus atau mendinginkannya dengan cepat.

Simpanlah dengan suhu di bawah 5 derajat Celcius untuk mencegah pembentukan nitrit.

3. Kentang

KentangKentang bahaya jika dipanaskan berulang. Foto: Getty Images/elenaleonova

Kentang yang dipanaskan ulang bisa merangsang pertumbuhan bakteri botulisme yang langka. Pemanasan ulang tidak dapat membunuh bakteri tersebut.

Justru, bakteri itu akan menghasilkan racun yang bisa menyebabkan mual dan keracunan makanan. Untuk menghindarinya segera simpan kentang yang sudah matang ke dalam kulkas.

Kemudian boleh panaskan sekali saja, dan hindari meninggalkan kentang matang pada suhu ruangan untuk waktu yang lama.

Berikut makanan yang bahaya jika dipanaskan berulang.

4. Telur

Kandungan protein yang tinggi pada telur bisa rusak jika telur dipanaskan secara berulang-ulang. Selain itu, pemanasan ulang dengan suhu tinggi membuat telur jadi beracun.

Jadi tak ada masalah jika kamu mengonsumsi olahan telur yang sudah dingin. Tips untuk memasak telur rebus sebaiknya menggunakan air hangat dalam panci, jangan menggunakan microwave agar tidak meledak.

5. Daging Ayam

Ilustrasi daging ayam utuhIlustrasi daging ayam utuh Foto: Unsplash/Hayley Ryczek

Sama halnya dengan telur, daging ayam yang terus dipanaskan bisa mengubah komposisi protein dan menyebabkan masalah pencernaan jika dikonsumsi.

Selain itu, jika ayam tidak disimpan dengan benar, dapat menimbulkan risiko penyakit bawaan makanan. Untuk menghindari dampak buruknya, simpanlah di kulkas.

Jika ingin dipanaskan cukup sekali dengan porsi yang ingin dimakan saja. Pastikan suhu internal mencapai 74 derajat Celcius untuk membunuh potensi bakteri.

6. Jamur

Jamur juga dikemas dengan protein, yang jika dipanaskan kembali bisa merusak proteinnya. Karenanya disarankan makan jamur dan menghabiskannya di hari yang sama setelah dimasak.

Mengingat struktur jamur dapat berubah dan berpotensi membahayakan tubuh ketika dikonsumsi. Makan jamur yang dipanaskan ulang juga bisa meningkatkan risiko pencernaan dan masalah jantung.

7. Pizza

Memanaskan ulang pizza dapat mengakibatkan kulit pizza menjadi lembek dan keju meleleh tidak merata. Selain itu, jika pizza tidak disimpan dengan benar bisa menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.

Untuk menghindari risiko tersebut adalah dengan menyimpan sisa pizza di kulkas dan memanaskannya kembali di oven untuk menjaga teksturnya. Namun, hanya boleh sekali dipanaskan.

(raf/odi)

Sumber : food.detik.com

Alhamdulillah Makanan Minuman Sehat Di JumatBerkah.Com اللهم صل على محمد
Source : unsplash.com / Lily Banse

Waspada! Kafein Kopi Bisa Menyebabkan Keracunan, Ini Sebabnya!


Jakarta

Kopi memang bisa membuat orang berenergi dan memberikan banyak manfaat sehat. Namun, kafein pada kopi juga bisa menyebabkan keracunan.

Kopi banyak diminati bukan hanya karena enak, tetapi juga karena mendatangkan manfaat baik. Banyak zat di dalam kopi yang memberikan manfaat, salah satunya kafein.

Kafein adalah stimulan alami yang bekerja untuk memberi stimulasi pada otak dan sistem saraf pusat agar mencegah seseorang dari rasa lelah. Kafein juga dapat meningkatkan mood dan fungsi otak.


Namun, terlalu banyak mengonsumsi kafein juga tidak baik. Kafein bisa memberi efek buruk. Jika terlalu banyak, kafein justru berubah menjadi racun dalam tubuh. Kafein pun menimbulkan rasa gelisah hingga membuat seseorang sulit tidur.

Oleh karena itu, penting mengukur batasan kafein yang dikonsumsi setiap harinya agar tidak menimbulkan potensi keracunan kafein.

Untuk mengetahuinya lebih jelas, simak penjelasan berikut, seperti yang dirangkum dari wellandgood.com (28/06/2023).

1. Mengenal sensitif kafein dan keracunan kafein

5 Tips Kurangi Rasa Gelisah dan Cemas Efek Minum KopiKeracunan kafein berbeda dengan sensitif kafein karena gejalanya pun berbeda. Foto: Ilustrasi iStock

Penting mengetahui tanda-tanda sensitif kafein dengan keracunan kafein.

Seorang Dokter bernama Dr. Boyer mengungkap, sensitif kafein adalah suatu reaksi buruk terhadap kafein yang menimbulkan kegelisahan hingga hipervigilensi dan memicu buang air kecil. Di sisi lain, keracunan kafein ditandai dengan peningkatan detak jantung yang sering dan dramatis, tekanan darah sangat rendah, muntah, dan kejang.

Untuk mengetahui seberapa banyak kafein yang bisa ditolerir, kamu mungkin akan melakukan dengan cara coba-coba. Misalnya, dengan minum kafein di pagi hari saat perut kosong atau meminumnya sampai tiga cangkir untuk mengetahui seberapa kuat tubuh mendapat asupan kafein.

Namun, keracunan kafein yang sebenarnya memerlukan perhatian medis. Keracunan kafein terjadi ketika seseorang terlalu banyak konsumsi kafein dalam waktu singkat.

2. Jumlah kafein yang bisa jadi racun

Sirup maple untuk campuran kopiPotensi keracunan kafein bisa dilihat dari seberapa banyak kafein yang dikonsumsi dalam waktu cepat. Foto: iStock

Dr.Boyer mengatakan, beberapa keadaan bisa menentukan potensi keracunan kafein.

“Jumlah kafein yang bisa menjadi racun tergantung pada berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengasup kafein, toleransi terhadap zat, dan lain sebagainya,” ujar Dr. Boyer.

FDA (Food and Drug Administration) mencatat, efek toksik biasanya terjadi saat orang mengonsumsi 1.200 miligram kafein dalam jangka waktu singkat.

Jumlah kafein dalam setiap minuman yang kamu minum tergantung dari banyak faktor. Misalnya espresso yang punya 64 miligram kafein atau kopi instan yang punya 62 miligram kafein.

Perlu diingat, kopi bukanlah salah satu sumber kafein. Kafein juga bisa didapat dari beberapa minuman lain, seperti teh putih, teh hijau, atau teh hitam yang mengandung 12 gram kafein. Minuman berenergi juga mengandung kafein sekitar 80 sampai 150 miligram per dua kaleng minuman.

Untuk menjaga asupan kafein, sebaiknya lakukan beberapa perhitungan. Sejumlah otoritas, termasuk FDA di Amerika merekomendasikan untuk maksimal mengonsumsi 400 miligram kafein per hari.

Batasan asupan kafein yang aman bisa dilihat pada halaman selanjutnya!

3. Batas asupan kafein yang aman

Dr.Boyer mencatat, keracunan kafein telah menjadi hal umum dalam beberapa waktu terakhir. Terutama karena meningkatnya minat dalam mengonsumsi minuman kafein, seperti kopi, teh, atau minuman berenergi.

Namun, tidak semua keracunan kafein membawa malapetaka. Menurut Dr.Boyer, keracunan kafein yang parah sampai mematikan masih jarang terjadi.

Hal ini juga disebabkan karena penanganan medis yang cepat dan tepat. Saat orang keracunan kafein ditandai dengan lonjakan dalam detak jantung, muntah dan kejang.

Minum kopi, teh, atau minuman kafein lainnya boleh saja. Asalkan bijak dalam mengonsumsi kafein. Jika batasan harian 400 miligram masih membuat gelisah dan detak jantung lebih cepat, sebaiknya dosisnya dikurangi.

(aqr/odi)

Sumber : food.detik.com

Alhamdulillah Makan Minum Makanan Minuman Sehat Wal Afiyat di JumatBerkah.Com اللهم صلّ على محمد
Source : unsplash / Ella Olsson

Ini Risiko Makan Sushi Menurut Dokter, Bisa Terjangkit Parasit!


Jakarta

Berasal dari Jepang, sushi jadi makanan populer di dunia. Tapi banyak dokter yang mengingatkan risiko kesehatan dari makan sushi.

Sushi adalah hidangan khas Jepang yang terdiri dari nasi yang dibumbui dengan cuka, gula, dan garam. Diberi topping atau isian berbagai bahan seperti ikan mentah, makanan laut (seafood), sayuran hingga telur.

Ciri khasnya memang terdapat pada penggunaan ikan segar atau seafood yang masih mentah. Walau sushi bukan makanan yang berbahaya, tapi ada banyak risiko dan efek samping kesehatan jika makan sushi sembarangan atau makan sushi yang kualitas ikan dan seafood buruk.


Karena jika ikan yang diguanakan untuk sushi seperti salmon dan tuna tidak diolah dengan benar, maka ikan tersebut bisa menjadi sumber bakteri dan parasit yang dapat menyebabkan gejala mirip keracunan makanan seperti mual, muntah, dan diare yang parah.

Ini Risiko Makan Sushi Menurut Dokter, Bisa Terjangkit Parasit!Ini Risiko Makan Sushi Menurut Dokter, Bisa Terjangkit Parasit! Foto: Site News

Dilansir dari DailyMailUK (26/02), beberapa waktu lalu ada turis yang berasa dari Inggris liburan ke Thailand, Jepang dan Hawaii. Turis wanita ini jatuh sakit setelah menyantap ikan mentah dan olahan seafood lainnya yang berpotensi membawa parasit.

Ketika diperiksa di Hawaii, turis itu ternyata mengidap meningitis langka, yaitu berupa peradangan pada lapisan otak dan sumsum belakang. Saat gelajanya semakin memburuk, dokter melakukan tes lagi sampai akhirnya menemukan wanita itu terkena infeksi parasit. Kemungkinan besar dari makanan laut yang dikonsumsi sudah terkontaminasi lendir siput atau bekicot. Untungnya nyawanya tertolong, turis wanita ini boleh pulang setelah dirawat selama empat hari.

Belum diketahui secara pasti bagaimana ia terinfeksi parasit ini, tetapi selama liburannya ke Thailand dan Jepang, ia mengaku banyak mengonsumsi makanan kaki lima dan sushi.

Dari sini muncul spekulasi bahwa menyantap olahan daging ikan yang masih mentah, bisa memiliki risiko tinggi terserang bakteri seperti listeria, vibrio atau salmonella.

Ini Risiko Makan Sushi Menurut Dokter, Bisa Terjangkit Parasit!Ini Risiko Makan Sushi Menurut Dokter, Bisa Terjangkit Parasit! Foto: Site News

Ikan secara alami bisa mengandung parasit, tapi proses pembekuan biasanya membunuh parasit tersebut. Jika ikan yang digunakan untuk sushi tidak dibekukan dengan benar, ditangani secara tidak bersih, atau dilumerkan dengan cara yang salah, parasit masih bisa bertahan di dalam ikan.

“Kasus seperti ini memang jarang terjadi. Tapi, tidak ada proses pengolahan makanan yang benar-benar sempurna. Selalu ada kemungkinan sesuatu bisa salah.” jelas Dr. Brian Labus dari University of Nevada, Las Vegas.

Menurut Dr. Brian, cacing parasit jenis anisakis sering ditemukan pada ikan dan bisa menyebabkan anisakiasis. Cacing ini bisa menyerang dinding lambung atau usus dan menyebabkan sakit perut yang parah, mual, dan muntah.

Beberapa orang bisa mengalami pendarahan pada sistem pencernaan, penyumbatan usus, dan peradangan di dinding dalam perut.

Di Jepang sendiri, ada lebih dari 3.000 orang terjangkit anisakis setiap tahunnya. Jadi Dr. Labus menambahkan bahwa berbagai jenis ikan memiliki parasit yang berbeda, tapi untuk menghindarinya, orang-orang bisa memilih menyantap ikan segar yang kualitasnya bagus.

(sob/odi)



Sumber : food.detik.com

Ini Jenis Sushi yang Bisa Sebabkan Keracunan Makanan


Jakarta

Sushi menjadi salah satu makanan Jepang terpopuler di Indonesia. Terdiri dari beberapa jenis, ternyata ada jenis sushi yang paling berisiko membuat keracunan makanan. Sushi apakah itu?

Selain ramen dan udon, sushi menjadi makanan Jepang lain yang banyak disukai di Indonesia. Sushi terdiri dari kepalan nasi yang diberi topping ikan atau seafood mentah.

Berdasarkan bentuk dan padu padan bahannya, sushi terdiri dari beberapa jenis, termasuk makimono, nigiri, sashimi, inari, hingga gunkan. Semua jenis sushi ini aman dimakan jika dibuat dengan menerapkan prinsip keamanan pangan.


Namun, tetap saja ada risiko dari mengonsumsi makanan mentah seperti sushi. Mengutip HuffPost (27/6/2024), Sam Martin yang merupakan pakar keamanan pangan dari Microbac Laboratories mengungkap jumlah bakteri berbahaya yang hidup dalam ikan mentah lebih bergantung pada bagaimana ikan itu hidup dan disimpan, alih-alih jenisnya.

“Bakteri yang paling umum dikaitkan dengan ikan mentah adalah Listeria monocytogenes, Vibrio, dan Salmonella,” kata Martin. “Kehadiran bakteri ini tidak terlalu bergantung pada jenis ikan dan lebih merupakan tempat dari air tempat ikan itu hidup dan cara ikan itu diproses dan disimpan setelah ditangkap. Menyimpan ikan di bawah suhu 40°F (4,4°Celsius) akan menunda pertumbuhan bakteri yang perlu dikhawatirkan,” lanjutnya lagi.

Karenanya pelanggan yang berhati-hati dapat bertanya pada chef sushi atau pelayan restoran mengenai asal-usul ikan yang dipakai. Misalnya dari mana ikan tersebut berasal, seperti apa proses penyimpanannya, dan bagaimana ikan itu diproses.

Jika mereka tidak tahu atau tidak dapat menjawab, Martin bilang lebih baik menghindari konsumsi jenis ikan yang rentan memicu keracunan makanan. Jenis ikan apakah itu?

Jenis sushi yang berisiko untuk kesehatan

sashimiFoto: iStock

Ikan yang dimaksud Martin adalah salmon. Ia mengatakan salmon punya risiko lebih tinggi mengandung parasit dibanding jenis ikan lain karena terdapat peningkatan jumlah ikan salmon yang mengandung cacing pita dalam beberapa tahun terakhir.

Risiko keracunan makanan akibat infeksi cacing tersebut paling tinggi dari konsumsi salmon mentah atau setengah matang, seperti yang banyak ditemukan dalam sushi. Salmon mentah juga dapat membawa bakteri berbahaya yang lebih umum seperti salmonella, Vibrio vulnificus, dan E. coli.

Selain salmon, konsumsi sushi dengan unagi alias belut juga perlu diperhatikan. Belut punya risiko lebih besar mengandung parasit dibanding jenis ikan lainnya.

Untungnya, belut yang dipakai di restoran sushi biasanya sudah dimasak sehingga mengurangi risiko keracunan makanan karena panas membunuh bakteri.

Perhatikan juga konsumsi ikan tuna mentah. Hanya saja jenis ikan ini lebih kecil kemungkinannya mengandung parasit daripada salmon.

Lantas seperti apa sushi yang aman untuk kesehatan? Baca halaman selanjutnya.

Jenis sushi yang aman untuk kesehatan

Mengenal Makizushi, Sushi Gulung dengan Ragam Bentuk dan Isian NikmatFoto: iStock

Di pasaran mungkin kamu pernah melihat ikan atau seafood dipasarkan dengan label “sushi-grade”. Label ini seolah menjamin aman penggunaan dan konsumsi ikan tersebut dalam kondisi mentah.

Namun kabar buruknya, menurut Dr. Will Bulsiewicz yang merupakan ahli gastroenterologi, label “sushi-grade” tidak diatur atau didefinisikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Jadi meskipun ikan itu bisa berarti lebih aman dan berkualitas tinggi, tapi di sisi lain juga masih mungkin menyebabkan risiko kesehatan.

Bagi yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah atau hanya ingin menghindari penyakit bawaan makanan dengan cara apa pun, pilihan terbaik Anda adalah makan sushi matang.

“Sama seperti memasak telur atau membuang kentang yang kulitnya sudah hijau, ada cara yang masuk akal untuk melindungi diri kita sendiri sambil menikmati sushi yang lezat,” kata Bulsiewicz.

Ia menekankan, cara paling aman setidaknya memasak ikan atau seafood yang dipakai pada sushi. Misalnya udang dijadikan tempura, kepiting soka digoreng, dan unagi dipanggang.

Sementara itu, Martin juga mengungkap pendapat serupa. Menurutnya, masak adalah satu-satunya cara yang pasti untuk mengurangi kemungkinan penyakit bawaan makanan dari bakteri, parasit, dan virus.

Sushi aman misalnya yang mengandung udang atau kepiting imitasi karena biasanya bahan tersebut dimasak sebelum dipakai. Martin juga menyarankan sushi vegetarian yang berisi alpukat, mentimun, tahu, atau bahan lainnya.

Cara terbaik sajikan ikan mentah dan ciri ikan segar

Meski ada fakta bahwa makan ikan mentah berisiko untuk kesehatan, tapi hal ini bisa dicegah dengan menerapkan prinsip keamanan pangan. Biasanya prinsip ini sudah dijalani oleh sebagian besar restoran sushi.

“Untuk menghancurkan parasit apa pun, ikan harus dibekukan dengan suhu -4°F (-20°C) dan disimpan selama tujuh hari,” kata Martin. “Setelah dicairkan, dagingnya harus mengkilap dan bening, tanpa lendir atau perubahan warna. Ikan harus berbau segar. Jika baunya asam atau terlalu ‘amis’, Anda tidak boleh memakannya,” lanjutnya.

Meskipun kamu mungkin tidak tahu apakah sushi yang dikonsumsi telah dibekukan, coba periksa aromanya. Namun, orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah atau sedang hamil sebaiknya menghindari mengonsumsi ikan mentah pada sushi karena mereka lebih rentan terhadap parasit.

(adr/odi)



Sumber : food.detik.com

Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Pangan yang Aman bagi Anak!



Jakarta

Dosen Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Sekolah Vokasi IPB University, Rosyda Dianah menegaskan bahwa ikan hiu bukanlah bahan pangan yang aman bagi anak-anak. Hal ini diungkapnya usai kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.

Rosyda menyebut ikan hiu mengandung logam berat di dalam tubuhnya karena perannya sebagai predator puncak. Untuk itu, daging ikan hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia, apalagi anak-anak.

“Hiu adalah predator puncak yang mudah mengakumulasi merkuri, arsenik, dan timbal melalui proses biomagnifikasi. Akumulasi ini menjadikan daging hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia,” tutur Rosyda dikutip dari laman resmi IPB University.


Dampak Memakan Daging Ikan Hiu pada Anak

Dalam rantai makanan, ada sebuah proses yang disebut dengan biomagnifikasi atau keadaan ketika konsentrasi zat beracun meningkat. Merkuri yang ada di laut umumnya terserap oleh tumbuhan laut lalu berpindah ikan.

Lantaran hiu adalah predator puncak yang memakan ikan lain, merkuri yang ada di proses sebelumnya akan terkumpul dalam jumlah tinggi di tubuh hiu. Kandungan merkuri pada daging hiu bersifat racun yang dapat menimbulkan mual hingga gangguan saraf serius.

Rosyda menekankan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap efek ini. Oleh karena itu, seharusnya pengolahan daging hiu tidak jadi pilihan pada MBG.

“Kandungan metil merkuri pada hiu bersifat toksik, dapat menimbulkan mual, muntah, sakit kepala, hingga gangguan saraf serius,” jelas Rosyda.

Tidak hanya daging, sirip ikan hiu juga mengandung merkuri dan arsenik dalam kadar tinggi. Paparan arsenik dapat merusak hati, ginjal, kulit, dan paru-paru.

Jenis logam terakhir yang ada di daging hiu adalah timbal. Jika dikonsumsi, timbal bisa menimbulkan gejala kejang, koma, bahkan kematian.

“Pemilihan ikan hiu sebagai bahan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) jelas tidak tepat, apalagi untuk konsumsi anak sekolah,” tegasnya.

Makanan MBG Harus Aman

Tidak sembarangan, penyusunan makanan anak-anak di MBG harus mengikuti konsep B2SA, yakni beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Konsep ini bisa memastikan anak memperoleh energi dan gizi yang cukup tanpa risiko kesehatan.

Bila konsepnya siap diterapkan, Rosyda mengingatkan agar bahan makanan yang dibeli harus bisa diterima anak-anak dengan tetap menyesuaikan kemampuan daya beli masyarakat

Sorot Kebersihan Dapur dan Distribusi Makanan

Hal penting lainnya yang tak luput dari sorotan Rosyda yaitu kebersihan dapur dan distribusi makanan. Ia menekankan, dapur pembuatan MBG harus selalu bersih, bebas kontaminasi, memiliki fasilitas cuci tangan, serta memenuhi standar pengendalian hama.

Sedangkan distribusi makanan MBG ke sekolah diharapkan tepat waktu. Terlambatnya distribusi berpengaruh pada keamanan pangan.

Kasus yang terjadi di Ketapang, baginya merupakan sebuah pembelajaran yang harus diperhatikan. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih serta mengelola pangan.

“Anak-anak tidak boleh dijadikan korban dari kelalaian dalam penyusunan menu dan pengelolaan makanan. Konsep B2SA harus menjadi pedoman utama,” pungkasnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Tomat dan Mentimun Bisa Terpapar Salmonella, Waspadai 5 Tanda Keracunannya


Jakarta

Salmonella merupakan bakteri berbahaya yang bisa terpapar di sayuran segar, seperti tomat dan mentimun. Waspadai paparannya dan kenali lima tanda keracunan bakteri Salmonella.

Infeksi salmonella atau disebut salmonellosis merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia. Bakteri ini dapat hidup di saluran usus hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan.

Baru-baru ini di Amerika Serikat terjadi wabah Salmonella yang dikaitkan dengan kontaminasi lewat tomat dan mentimun.


Dalam kebanyakan kasus, infeksi bakteri Salmonella akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, infeksi ini bisa menyebabkan daya tahan tubuh melemah pada bayi, anak kecil, dan lansia.

“Kami melihat infeksi salmonella di unit gawat darurat secara rutin sebagai akibat dari makanan yang terkontaminasi serta wabah sesekali, seperti yang baru-baru ini menjadi berita utama dari tomat dan mentimun yang terkontaminasi,” kata Arjun Venkatesh, MD, ketua kedokteran darurat di Sekolah Kedokteran Yale, seperti dikutip dari Eat This Not That.

“Langkah-langkah kesehatan masyarakat sangat penting untuk menjaga masyarakat agar aman dari keracunan makanan, baik dalam makanan yang dipesan di restoran maupun yang dibeli di toko kelontong,” paparnya.

Berikut tanda-tanda awal terinfeksi bakteri Salmonella menurut Eat This Not That.

1. Diare

Salah satu gejala awal keracunan makanan biasanya diare. Diare bisa berupa tinja yang encer dan bisa berdarah atau mengandung lendir,” kata Dr. Venkatesh.

Jika Anda melihat darah dalam tinja, Anda harus segera menghubungi dokter.

2. Kram

Gejala umum Salmonella lainnya adalah kram. Kebanyakan orang yang terinfeksi mengalami kram perut yang bisa parah.

3. Mual

Gejala awal keracunan makanan akibat Salmonella lainnya adalah merasa mual.

“Jika tiba-tiba merasa mual dua hingga empat jam setelah makan Anda perlu memeriksanya,” kata Dr. Venkatesh.

4. Muntah

Keracunan makanan akibat Salmonella sering kali disertai muntah. “Ini adalah tanda khas keracunan makanan dan dapat berlangsung cukup lama,” kata Dr. Venkatesh. CDC menghimbau Anda untuk menghubungi dokter jika mengalami muntah lebih dari dua hari.

5. Kehilangan Nafsu Makan

Tanda lain dari salmonella adalah kehilangan nafsu makan atau tidak merasa lapar. Seseorang mungkin kehilangan nafsu makan selama berjam-jam atau berhari-hari setelah infeksi. Anda juga harus memperhatikan tanda-tanda dehidrasi.

“Dehidrasi berarti tidak memiliki cukup cairan dalam tubuh. Jika Anda mengalami diare atau muntah, pastikan untuk minum banyak cairan,” kata CDC.

Artikel ini sudah tayang di CNBC Indonesia dengan judul 5 Tanda Keracunan Bakteri Salmonella dari Tomat dan Mentimun

(yms/adr)



Sumber : food.detik.com

Pakar UGM Ungkap Beda Alergi dan Keracunan Serta Cara Menanganinya


Jakarta

Pakar sekaligus Guru Besar Mikrobiologi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Tri Wibawa soroti banyaknya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Terlebih korban dari kasus ini berasal dari kalangan siswa yang menjadi sasaran MBG.

Tri menjelaskan selain menyoroti kasusnya, masyarakat dan tenaga pendidik perlu memahami tentang perbedaan alergi dan keracunan makanan. Pemahaman ini diperlukan agar masyarakat bisa mengambil langkah pertolongan pertama yang tepat bila hal itu terjadi.

Lalu apa perbedaan diantara keduanya? Dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (9/10/2025) berikut informasinya.


Perbedaan Alergi dan Keracunan Makanan

Alergi dijelaskan Tri sebagai reaksi yang diberikan sistem kekebalan tubuh setelah mengonsumsi makanan tertentu. Reaksi ini bisa timbul bahkan ketika seseorang memakan makanan pemicu alergi sekecil apapun.

“Makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” tuturnya.

Alergi makanan yang menimpa seseorang tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini bisa terjadi karena dalam beberapa kasus reaksi alergi dapat berujung pada kondisi yang mengancam jiwa atau dikenal sebagai anafilaksis.

Berbeda dengan alergi, keracunan makanan tidak berhubungan dengan reaksi sistem imun manusia. Keracunan makanan bisa terjadi karena masuknya kuman atau zat berbahaya dari makanan/minuman yang dikonsumsi.

Ketika seseorang mengalami keracunan makanan, biasanya ada gejala yang ditimbulkan. Gejala yang dimaksud seperti sakit perut, muntah, dan diare yang muncul beberapa jam hingga hari setelah mengonsumsi makanan.

Sebagian besar kasus keracunan makanan bersifat ringan, sehingga bisa sembuh tanpa pengobatan khusus. Tetapi, dalam kondisi tertentu kasus ini bisa berakibat serius jika tidak ditangani, terlebih bila pemicunya adalah bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli (E. coli).

Bakteri Salmonella sp bisa bertahan dalam tubuh, terhindar dari asam lambung, dan bisa menyerang mukosa usus. Dengan begitu, bila keracunan karena bakteri ini, biasanya seseorang akan merasa sakit perut karena terjadi peradangan serta luka pada dinding usus.

Sedangkan, bakteri E coli mampu menghasilkan toksin Shiga (Shiga toxin-producing E. coli / STEC). Toksin ini dapat menyebabkan penyakit tular makanan yang parah.

Tri menegaskan setiap kasus keracunan memiliki penanganan yang berbeda-beda. Penangan yang dimaksud sesuai dengan jenis bakteri yang menyerang tubuh.

“Meskipun gejalanya mirip, mekanisme penyebabnya berbeda-beda tergantung jenis bakterinya,” ungkapnya.

Tips Beri Pertolongan Pertama Saat Keracunan Makanan

Dalam konteks MBG, Tri memberikan tips beri pertolongan pertama saat keracunan makanan, yakni:

1. Cegah Dehidrasi

Jika gejala keracunan yang timbul adalah muntah dan diare, korban bisa kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk itu langkah paling penting yang harus dilakukan adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang agar mencegah korban dehidrasi.

Ia menyarankan agar penderita banyak minum air putih. Jika dirasa kurang, orang tersebut juga bisa diberikan suplemen elektrolit.

“Jika muntah masih terjadi, minumlah sedikit demi sedikit. Dan jika kondisi memburuk, segera cari pertolongan dari petugas kesehatan,” tambahnya.

2. Jangan Panik Kalau Demam

Selain muntah dan diare, demam bisa menjadi salah satu gejala yang mungkin muncul saat keracunan. Ketika hal ini terjadi, detikers diharapkan tidak panik.

Demam disebutkan Tri menjadi mekanisme alami tubuh dalam melawan infeksi. Peningkatan suhu tubuh dapat membantu memperlambat pertumbuhan bakteri serta mengoptimalkan kerja sistem imun.

“Demam membantu mengendalikan infeksi dengan memberi tekanan panas pada patogen dan meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh,” paparnya.

Meski ada langkah pertolongan pertama ketika keracunan makanan datang, Tri mengingatkan mencegah adalah langkah paling baik. Diperlukan pengawasan yang ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan MBG.

Menurutnya, setiap tahap proses baik dari pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi dapat menjadi titik masuk bagi bakteri, virus, jamur, atau parasit penyebab keracunan. Oleh karena itu, standar kebersihan harus diterapkan secara optimal.

Tri berpesan agar masyarakat juga harus paham perbedaan antara alergi dan keracunan, serta upaya preventif terjadinya keracunan makanan. Keduanya merupakan kunci untuk mecegah risiko fatal dari keracunan makanan.

“Kata kuncinya adalah menjaga mutu bahan dan proses, menaati standar kebersihan, dan segera bertindak tepat ketika gejala muncul,” tandasnya.

(det/pal)



Sumber : www.detik.com

Heboh Keracunan MBG, Ini Langkah Pertama Saat Keracunan Makanan


Jakarta

Heboh ratusan siswa diduga mengalami keracunan makanan usai menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG). Saat keracunan makanan, sebaiknya segera lakukan hal ini!

Kasus keracunan makanan kembali marak, salah satunya dari program MBG. Belum lama ini dilaporkan ada ratusan siswa yang diduga mengalami keracunan makanan setelah makan MBG.

Para siswa tersebut mengalami mual dan muntah. Menanggapi insiden ini, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN).


“Pertama-tama, kami atas nama pemerintahan dan mewakili BGN memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah yang tentu saja itu bukan yang diharapkan atau bukan suatu kesengajaan,” tutur Mensesneg Prasetyo Hadi (10/9).

Sejumlah  murid menyantap makanan bergizi gratis (MBG) di SDN 13 Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (19/9/2025). Sekolah inimenjadi salah satu sekolah yang baru saja mendapatkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah.Sejumlah murid menyantap makanan bergizi gratis (MBG) di SDN 13 Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (19/9/2025). Sekolah inimenjadi salah satu sekolah yang baru saja mendapatkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah. Foto: Pradita Utama

Sebelumnya, kasus keracunan makanan merang cukup marak terjadi di Indonesia. Hal ini jelas menjadi perhatian bersama untuk memastikan makanan yang dikonsumsi higienis.

Dikutip dari Yale Medicine (26/8), keracunan makanan terjadi bila kita mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri, virus, parasit, atau toksin.

Gejala umum yang akan terjadi mencakup diare, muntah, sakit perut, dan kadang demam. Gejala ini munculnya bisa cepat atau setelah beberapa waktu setelah konsumsi makanan tercemar, tergantung jenis patogen.

Ketika mengalami keracunan makanan ada beberapa hal yang harus dilakukan. Berikut informasinya:

1. Hidrasi

Asal Usul Aturan Minum 8 Gelas Sehari, Apa Masih Efektif?Banyak minum air putih setelah mengalami muntah dan diare karena keracunan makanan. Foto: Getty Images/KTStock

Menurut Karen Jubanyik, MD spesialis Unit Gawat Darurat Yale Medicine, hidrasi adalah kunci. Korban keracunan harus banyak minum air putih agar mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah dan diare. Terutama selama 24 jam pertama setelah muntah dan diare.

Jika tersedia, konsumsi larutan elektrolit agar keseimbangan mineral tubuh kembali normal. Hindari minuman olahraga seperti minuman berenergi karena minuman itu tidak diformulasikan untuk mengatasi dehidrasi.

2. Hindari beberapa jenis makanan

Korban keracunan makanan perlu sementara menghindari konsumsi makanan yang bisa memperparah pencernaan. Misalnya, tunggu tubuh agak pulih sebelum makan makanan berminyak, pedas, berminyak, dan produk susu.

“Tidak makan secara normal selama satu atau dua hari bukanlah hal yang penting karena sebagian besar orang yang sehat memiliki cadangan makanan yang cukup di dalam tubuh mereka,” tutur Dr, Jubanyik.

3. Istirahat cukup

Ketiga, istirahat cukup agar tubuh punya kesempatan melawan infeksi atau racun. Jika gejala berlangsung lebih dari 2-3 hari, atau muncul tanda bahaya seperti darah dalam tinja, muntah terus-menerus, dehidrasi berat, maka harus segera mencari pertolongan medis profesional.

Dalam kasus keracunan MBG, pemerintah dan pihak dapur penyedia MBG perlu memastikan standar sanitasi, pemeriksaan bahan baku, cara penyimpanan, dan distribusi yang aman. Selain itu, edukasi kepada pengelola dan masyarakat soal cara memilih, menyiapkan, dan menyimpan makanan juga perlu dilakukan.

(raf/adr)



Sumber : food.detik.com

Sari Berita Penting