Tag Archives: kesejahteraan guru

FSGI Petakan 4 Masalah Program MBG, Beri 4 Rekomendasi



Jakarta

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih menuai sorotan dari berbagai pihak. Selain kasus keracunan massal, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai program ini juga berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran negara.

“Ada begitu banyak makanan yang diduga kuat mubazir setiap harinya di berbagai sekolah, yang berpotensi merugikan uang negara. Anggaran jumbo MBG ternyata juga belum mampu diserap maksimal hingga September 2025,” tulis FSGI dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).


4 Masalah Utama dalam MBG Menurut FSGI

FSGI memetakan sedikitnya ada empat masalah utama dalam program MBG, yakni:

1. MBG tidak tunduk pada Perpres pengadaan barang dan jasa

Menurut FSGI, permasalahan pertama adalah penggunaan dana MBG masih dikelola oleh kekuasaan lembaga politik. Sesuai dengan Perpres No 12 Tahun 2021, prosedur pengadaannya seharusnya dilakukan dengan lelang/tender, ada pelaporan surat pertanggungjawaban, dan diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Sedangkan di program MBG, BGN bermitra dengan UMKM dan melibatkan partisipasi masyarakat,” tulis FSGI.

2. MBG tidak tunduk pada pasal 1320 KUH Perdata

FSGI melihat belum adanya MoU Kemitraan berisi hak, kewajiban, dan tanggung jawab para pihak. MoU ini seharusnya sesuai dengan pasal 1320 KUHerdata tentang dasar pernjanjian kontak.

“Belum ada lembaga yang berwenang mengawasi pelaksanaan MoU para pihak,” jelas keterangan FSGI.

3. Alokasi anggaran MBG atas nama deskresi

Permasalahan selanjutnya adalah alokasi dana MBG masih mengatasnamakan deskresi. Artinya, pemerintah memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan atau tindakan sendiri terkait MBG karena tidak adanya peraturan yang jelas.

Hal ini, menurut FSGI berdampak besar pada alokasi anggaran MBG dalam APBN yang menyita banyak anggaran pendidikan.

4. Anggaran MBG 2026 bisa ancam kesejahteraan guru

Terakhir, FSGI berpendapat alokasi anggaran MBG tahun 2026 yang besar bisa mengancam Tunjangan Profesi Guru (TPG). Menurut FSGI, jika anggaran MBG sampai menghilangan TPG maka akan menjadi keputusan yang salah.

“Pengalokasian anggaran pendidikan mengalihkan, memprioritaskan, mengutamakan dana untuk MBG dengan cara menunda atau meniadakan hak atas tunjangan profesi bagi guru adalah kesalahan penyelenggara negara dalam mengambil keputusan yang berdampak merugikan guru dan nyata melanggar UU No.14 Tahun 2005 Pasal 16,” tulis FSGI.

4 Rekomendasi FSGI terhadap Program MBG

FSGI menyampaikan empat rekomendasi yang juga merupakan tanggung jawab pemerintah agar program MBG benar-benar bermanfaat bagi siswa, guru, hingga masyarakat luas, berikut di antaranya:

1. Pemerintah wajib obati dan pulihkan korban keracunan

FSGI menegaskan pemerintah memiliki kewajiban penuh untuk menanggung pengobatan dan pemulihan kesehatan korban keracunan MBG. Bahkan, jika diperlukan, korban juga harus mendapat kompensasi tambahan dalam bentuk lain.

2. Pemerintah harus memperbaiki layanan MBG

Menurut FSGI, tugas pemerintah ketika muncul persoalan adalah memperbaikinya. Anak yang sakit harus diobati, sementara yang sehat tetap dijaga imunitasnya dengan pemberian makanan bergizi.

“Harapan banyak pihak dapur berasap, kegiatan dapur MBG tetap berjalan dengan perbaikan total dan terus-menerus, sesuai amanat UU No 30 Tahun 2014 Pasal 10 ayat (1) huruf h,” tegas FSGI.

3. Hak guru jangan diganggu

FSGI juga mengingatkan agar penggunaan dana MBG tidak mengorbankan tunjangan profesi guru. Guru pemegang sertifikat pendidik tetap berhak menerima haknya sesuai regulasi yang berlaku.

4. MBG harus jadi berkah bagi semua

Terakhir, FSGI menekankan program MBG seharusnya membawa manfaat bagi semua pihak. Mulai dari anak-anak, ibu hamil, hingga ibu menyusui.

FSGI berharap pemerintah menjalankan program MBG dengan prinsip tanggung jawab, kepastian hukum, serta asas pemerintahan yang baik.

(cyu/cyu)



Sumber : www.detik.com

Mendikdasmen Ungkap Usul Insentif Guru Honorer Naik Rp 200 Ribu, Tapi Belum Disetujui



Jakarta

Insentif bagi guru honorer naik dari Rp 300 ribu menjadi Rp 400 ribu. Ternyata, ada cerita di balik kenaikan tersebut.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyebut kenaikan insentif tersebut merespons kesejahteraan guru sebagau hal krusial yang perlu ditangani. Pihaknya menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan guru honorer.

“Sehingga untuk pertama kali kan tunjangan atau insentif Rp 300 ribu itu baru sekarang diberikan, sebelumnya belum pernah ada,” ujar Mu’ti kepada Eduardo Simorangkir dari detikSore dalam sebuah wawancara, Kamis (23/10/2025), ditulis Jumat (24/10/2025).


Mendikdasmen Usul Kenaikan Rp 200 Ribu, Tapi Belum Disetujui

Untuk tahun anggaran 2026, Menteri Mu’ti menyebut telah mengusulkan penambahan insentif guru honorer sebesar Rp 200 ribu. Namun, usulan ini belum disetujui.

“Nah kami sempat mengusulkan supaya dinaikkan Rp 200 ribu sehingga menjadi Rp 500 ribu per bulan per guru. Tapi belum disetujui,” cerita Mu’ti.

Ia menjelaskan, usulan kenaikan tersebut tetap direspons DPR dan Kementerian Keuangan. Hanya saja, jumlah yang disetujui baru setengahnya, yakni Rp 100 ribu.

Karena itu, guru honorer akan menerima insentif sebesar Rp 400 ribu per bulan per guru pada 2026. Insentif ini akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing.
Ketika ditanya apakah kenaikan ini akan berlangsung setiap tahun, Menteri Mu’ti tak bisa memastikan. Ia berharap Menteri Keuangan bisa berbaik hati menambah kenaikan setiap tahunnya.

“Nah nanti kita lihat keuangannya. Mudah-mudahan Pak Menteri Keuangan berbaik hati bisa setiap tahun. Paling tidak kalau misalnya tahun depan Rp 100 ribu, 2027 bisa Rp 100 ribu lagi, (jadi) Rp 500 ribu kan, mudah-mudahan,” harapnya.

Pendapatan Guru Tidak Single Salary

Lebih lanjut, Mu’ti menjelaskan pendapatan guru pada dasarnya tidak single salary atau pendapatan dari satu komponen tunggal. Untuk guru honorer sendiri, ada beberapa tunjangan lain dari pemerintah daerah.

Ia berharap, besaran total pendapatan guru dari gaji dan tunjangan tersebut bisa mencapai Upah Minimum Regional (UMR).

“Kalau nanti dikumulatifkan dari pemerintah pusat berapa, pemerintah daerah berapa, kemudian dari yayasan atau sekolahnya di mana guru honorer ini bekerja berapa, dikumulatif ya, mudah-mudahan lah bisa mencapai jumlah UMR setempat, mudah-mudahan,” ucapnya.

Mu’ti mengaku gaji guru seharusnya memang di atas UMR. Kendati demikian, ia mengatakan keadaan keuangan Indonesia dinilai belum bisa memenuhinya.

“Idealnya memang di atas UMR ya, tapi kan keuangan negara memang belum memudahkan untuk itu semuanya bisa dipenuhi,” sambungnya.

Sebagai catatan, pemberian insentif ini hanya ditujukan untuk guru honorer saja. Mu’ti menilai, kesejahteraan guru ASN sudah baik dengan kebijakan yang juga jelas.

Ia menjabarkan, guru ASN mendapatkan gaji berdasarkan aturan pemerintah sesuai golongannya. Para guru yang sudah bersertifikasi pendidik juga mendapat tunjangan sebesar 1 kali gaji per bulan, ditransfer langsung ke rekening masing-masing.

Sementara itu, peningkatan gaji guru ASN ditegaskan Mu’ti berada di luar kewenangan kementeriannya.

“Tergantung nanti apakah Kementerian Keuangan bersama Pak Presiden akan meningkatkan lagi gajinya atau tunjangannya. Itu kan nanti kebijakannya di luar kami,” kata Mu’ti.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Distribusi Guru Akan Dikelola Penuh oleh Pusat



Jakarta

Indonesia dinyatakan tidak kekurangan jumlah guru. Namun distribusinya sangat tidak merata. Ada daerah yang kelebihan guru, ada yang kekurangan. Oleh karena distribusi guru akan dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Hal ini disampaikan oleh Mendikdasmen Abdul Mu’ti saat diwawancara Eduardo Simorangkir dari detikSore, Kamis (23/10/2025), ditulis Jumat (24/10/2025).

Sampai sekarang ini, rekrutmen dan penugasan guru serta kepala sekolah dilakukan oleh pemerintah daerah. Mu’ti menilai, hal ini seringkali memicu kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron. Imbasnya antara lain distribusi guru yang tidak merata, beban kerja yang berlebih, maupun kekurangan beban kerja.


Sementara itu, guru yang tidak dapat memenuhi ketentuan minimal beban kerja 24 jam per minggu jadi terhambat untuk mendapat sertifikasi pendidik. Di samping berdampak pada pengembangan karier, hal ini juga berdampak pada penerimaan tunjangan atau kesejahteraan guru bersangkutan.

Kendati demikian, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, ia menegaskan sudah ada pernyataan bahwa ada proses sentralisasi guru. Pada proses sentralisasi guru, maka rekrutmen hingga distribusi guru akan dikelola secara penuh oleh pemerintah pusat.

“Tapi sekarang di RPJMN itu sudah ada pernyataan di situ bahwa ada proses sentralisasi guru. Nah kalau sentralisasi guru ini terjadi, maka guru itu akan dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat,” tutur Mu’ti.

Mu’ti memaparkan, rasio guru dan murid di Indonesia sebenarnya sudah ideal: 1:15. Melihat rasio itu, Indonesia dinilainya tidak kekurangan guru.

“Problem kita adalah distribusi guru karena tadi oleh pemerintah daerah itu,” imbuh Mu’ti.

Masalah lain yang berkaitan dengan distribusi guru adalah proses pemindahan tugas ketika menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Contohnya, seorang guru yang mengajar di sekolah swasta ditarik untuk mengajar ke sekolah negeri saat lulus seleksi PPPK.

Menurut Mu’ti, mekanisme tersebut merupakan sebuah kekeliruan. Ia menjelaskan, seharusnya guru PPPK tersebut juga bisa bertugas di sekolah swasta.

Untuk menangani isu penarikan guru yang lolos PPPK dari sekolah swasta, Kemendikdasmen menerbitkan Peraturan Mendikdasmen (Permendikdasmen) No 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat.

Aturan itu memungkinkan guru ASN, baik PNS maupun PPPK, dapat ditugaskan di satuan pendidikan swasta. Ia menyebut langkah ini juga menjadi imbal balik bantuan dari pemerintah kepada sekolah swasta.

“Kami kan tidak bisa mencapai banyak hal tanpa dukungan sekolah-sekolah swasta dan dukungan masyarakat,” ucapnya.

Data Distribusi Guru Indonesia

Sekretaris Ditjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) Temu Ismail, berdasarkan perhitungan Analisis Beban Kerja (ABK) bersumber dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per Desember 2024, Indonesia masih kekurangan sekitar 374.000 guru di berbagai satuan pendidikan negeri.

Sementara di sisi lain, terdapat 62.764 guru ASN dan 166.618 guru non ASN yang berlebih pada bidang tertentu. Melalui redistribusi, kelebihan guru dapat dialihkan untuk mengisi kekosongan, sekaligus membantu pemenuhan beban kerja dan hak sertifikasi guru.

Temu menjelaskan bahwa redistribusi guru menjadi langkah penting untuk menyeimbangkan kebutuhan tenaga pendidik antar wilayah, sekaligus memperkuat tata kelola sumber daya manusia pendidikan di daerah.

“Kebijakan redistribusi memberi kejelasan dan kesetaraan bagi guru ASN, baik di sekolah negeri maupun swasta. Melalui mekanisme ini, pemenuhan beban kerja dan hak tunjangan profesi dapat berjalan seimbang,” jelasnya dalam rilis Kemendikdasmen yang diterima Jumat (24/10/2025).

Dipaparkan Dirjen GTK PG Nunuk Suryani, di Indonesia, ada 3 juta guru terdaftar.

“Secara rasio nasional, jumlah ini sebenarnya ideal, tetapi tidak merata. Ada daerah yang kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu, sementara di daerah lain kekurangan,” ujar Nunuk.

Redistribusi guru, imbuh Nunuk, bukan sekadar pemindahan, tetapi upaya gotong royong antara pemerintah pusat, daerah, dan satuan pendidikan untuk memastikan hak belajar anak-anak bangsa terpenuhi di mana pun mereka berada.

Kemendikdasmen pun sudah menerbitkan aturan sentralisasi dan redistribusi guru ini yakni Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat dan petunjuk teknisnya dalam Kepmendikdasmen Nomor 82/O/2025.

(nwk/faz)



Sumber : www.detik.com